Rabu, 20 Agustus 2014

Skripsi Siyasah:PENYIDIKAN KEPALA DAERAH YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT PUTUSAN MK NO.73/PUU-IX/2011 DALAM PRESPEKTIF HUKUM ACARA PIDANA ISLAM


BAB I   PENDAHULUAN   
A.  Latar Belakang Masalah  Tindak  pidana  korupsi  di  Indonesia  sudah  meluas  dalam  masyarakat.
Perkembangannya  terus  meningkat  dari  tahun  ke  tahun,  baik  dari  jumlah  kasus  yang  terjadi  dan  jumlah  kerugian  keuangan  negara  maupun  dari  segi  kualitas  tindak  pidana  yang  dilakukan  semakin  sistematis  serta  lingkupnya  yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.
 Di  antara  substansi  hukum  yang  berpotensi  merusak  penegakan  hukum  terutama agenda pemberantasan korupsi, yaitu keharusan adanya persetujuan  tertulis untuk pemeriksaan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. Dalam  hal ini, Pasal 36 UU 32/2004 juncto UU 12/2008 menyatakan:  1) Tindakan  penyelidikan  dan  penyidikan  terhadap  kepala  daerah  dan/atau  wakil  kepala  daerah  dilaksanakan  setelah  adanya  persetujuan  tertulis  dari  Presiden atas permintaan penyidik.
2) Dalam  hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak  diberikan oleh presiden dalam waktu paling lambat 60 hari terhitung sejak  diterimanya  permohonan,  proses  penyelidikan  dan  penyidikan  dapat  dilakukan.

3) Tindakan  penyidikan  yang  dilanjutkan  dengan  penahanan  diperlukan  persetujuan  tertulis  sesuai  dengan  ketentuan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1) dan ayat (2).
4) Hal–hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) adalah : a. Tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan atau  R.wiyono,  Pembahasan  Undang-Undang  Tindak  Pidana  Korupsi,  (Jakarta:Sinar  Grafika,2009) , 302.
Edited withthe trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 2  b. Disangka  telah  melakukan  tindak  pidana  kejahatan  yang  diancam  dengan  pidana  mati,  atau  telah  melakukan  tindak  pidana  kejahatan  terhadap keamanan negara.
5) Tindakan  penyidikan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (4)  setelah  dilakukan wajib dilaporkan kepada Presiden paling lambat dalam waktu 2  kali 24 jam.
Berdasarkan  ketentuan  tersebut,  adanya  keharusan  berupa  persetujuan  tertulis atau izin dari Presiden apabila penyidik dari Kepolisian dan Kejaksaan  akan melakukan pemeriksaan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah  dalam  perkara  tindak  pidana  termasuk  tindak  pidana  korupsi.  Berdasarkan  hasil  kajian  Kejaksaan,  izin  untuk  memeriksa  pejabat  negara  tidak  sesuai  dengan asas-asas dalam sistem peradilan pidana, yaitu:  1. Asas persamaan di depan hukum (equality before the law); karena di dalam  prosedur  ijin  terkandung  perlindungan  Hukum  bagi  pejabat  negara  yang  tidak dimiliki oleh warga negara biasa. Selain itu, terhadap sesama pejabat  juga ada perlakuan yang berbeda karena ada pejabat negara harus ada ijin  dan  ada  yang  tidak  diharuskan  ada  ijin  terlebih  dahulu,  seperti:  Presiden,  Wakil Presiden dan Para Menteri (Pasal 27 dan  28D UUD 1945, Pasal  5  ayat  (1)  Undang-UndangNomor  4  Tahun  2004  tentang  Kekuasaan  Kehakiman, dan Penjelasan Umum butir 3e KUHAP).
2. Asas  peradilan  cepat,  sederhana  dan  biaya  ringan  (constante  justitie);  karena  prosedur  ijin  memerlukan  waktu  yang  lama  dan  melalui  birokrasi  yang  panjang,  sehingga  secara  tidak  langsung  membutuhkan  biaya  operasional  untuk  mengurusnya  (Pasal  4  ayat  (2)  dan  Pasal  5  ayat  (2)  Edited withthe trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 3  Undang-Undang Nomor 4Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan  Penjelasan Umum butir 3eKUHAP).
3. Asas independensi kekuasaan kehakiman; karena prosedur ijin secara tidak  langsung  dapat  dijadikan  alat  intervensi  penguasa  terhadap  penanganan  perkara  pidana  yang  dilakukan  penegak  hukum.  Intervensi  itu  bisa  dilakukan dengan cara menunda atau tidak mengeluarkan persetujuan bila  yang  tersangkut  korupsi  berasal  dari  kelompoknya  dan  mempercepat  keluarnya ijin pemeriksaan bila berasal dari lawan politiknya (Pasal 4 ayat  (3)  dan  Pasal  5  ayat  (2)  Undang-Undang  Nomor  4  Tahun  2004  tentang  Kekuasaan Kehakiman.
4. Menimbulkan  diskriminasi  bagi  aparat  penegak  hukum;  karena  hanya  berlaku  bagi  Kepolisian  dan  Kejaksaan  dan  tidak  berlaku  bagi  Komisi  Pemberantasan  Korupsi  (KPK).  Hal  ini  berarti,  prosedur  ijin  juga  menimbulkan diskriminasi  bagi pejabat negara  yang perkaranya ditangani  oleh  institusi  yang  berbeda,  karena  untuk  pejabat  negara  yang  ditangani  kejaksaan  dan  kepolisian  harus  ada  ijin,  sedangkan  untuk  pejabat  negara  yang  ditangani  KPK  tidak  memerlukan  ijin  (Pasal46  ayat  (1) juncto  Penjelasan  Pasal  46  ayat  (1)  Undang-Undang  Nomor  30  Tahun  2002  tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Bentuk  –  bentuk  pengaruh  gangguan  dan  hambatan  dalam  proses  penegakan  hukum  juga  dikemukakan  oleh  kejaksaan  melalui  hasil  kajian  Edited withthe trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 4  Kejaksaan Agung mengenai Ijin pemeriksaan Terhadap Pejabat Negara dalam  proses penegakan Hukum antara lain :  1. Proses  penyidikan  menjadi  terhambat  karena  menunggu  keluarnya  ijin  pemeriksaan.  Bahkan,  seringkali  ijin  yang  diminta  tidak  pernah  ada  jawaban  apakah  disetujui  atau  ditolak,  sehingga  penanganan  perkaranya  menjadi tidak jelas dan terkatung-katung penyelesaiannya;  2. Terhambatnya proses pemeriksaan terhadap pejabat negara, mempengaruhi  proses  penyidikan  terhadap  tersangka  lainnya  dalam  perkara  yang  melibatkan  pejabat  negara,  sehingga  penyidikannya  menjadi  lamban  dan  terkesan macet;  3. Dengan  adanya  rentang  waktu  yang  cukup  lama  sampai  keluamya  ijin  pemeriksaan,  tersangka  masih  bebas  menghirup  udara  segar,  sehingga  dikhawatirkan: melarikan diri, menghilangkan atau merusak barang bukti;  mengganti atau merubah alat bukti surat; dapat mengulangi tindak pidana  korupsi;  dapat  mempengaruhi  para  saksi;  dan  memindah  tangankan  kekayaan hasil korupsi kepada orang lain;  Meningkatnya  tindak  pidana  korupsi  yang  tidak  terkendali  akan  membawa  bencana  tidak  saja  terhadap  kehidupan  perekonomian  nasional  tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak  pidana  korupsi  yang  meluas  dan  sistematis  juga  merupakan  pelanggaran  terhadap  hak  sosial  dan  hak  ekonomi  masyarakat.  Penegakan  hukum  untuk  Edited withthe trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 5  memberantas  tindak  pidana  korupsi  yang  dilakukan  secara  konvensional  selama  ini  terbukti  mengalami  berbagai  hambatan.  Untuk  itu  diperlukan  metode  penegakan  hukum  secara  luar  biasa  melalui  pembentukan  untuk  itu  diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan  suatu badan khusus yang mempunyai wewenang luas, independen, serta bebas  dari  kekuasaan  manapun  dalam  upaya  pemberantasan  tindak  pidana  korupsi  yang  pelaksanaannya  dilakukan  secara  optimal,  intensif,  efektif,  profesional  serta berkesinambungan.
 Adanya ketentuan  mengenai keharusan persetujuan tertulis atau  ijin dari  Presiden  untuk  melakukan  pemeriksaan  dalam  perkara  korupsi  terhadap  kepala  daerah  dan/atau  wakil  kepala  daerah  adalah  bertentangan  dengan  prinsip  peradilan  yang  independen,  persamaan  kedudukan  di  dalam  hukum  dan  menimbulkan  perlakukan  diskriminatif,  asas  peradilan  yang  cepat  sebagaimana  yang  diatur  dalam  UUD  1945  dan  peraturan  perundang  undangan.
Dalil  para  Pemohon  mengenai  pengecualian  atas  syarat  adanya  persetujuan Presiden untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap  kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah terhadap tindak pidana kejahatan  yang  tertangkap  tangan,  dan  tindak  pidana  kejahatan  yang  diancam  dengan  pidana  mati,  atau  tindak  pidana  kejahatan  terhadap  keamanan  negara  yang   Evi hartanti, Tindak Pidana Korupsi edisi kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008) ,69.
Edited withthe trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 6  diatur  dalam  Pasal  36  ayat  (4)  UU  Pemda  bertentangan  dengan  UUD 1945,  menurut  Mahkamah  beralasan  menurut  hukum,  sepanjang  tidak  dimaknai  “Hal-hal  yang dikecualikan dari ketentuan tersebut pada ayat (3). Selain  itu,  para  Pemohon  juga  mengajukan  2  (dua)  orang  ahli  dan  seorang  saksi  yang  telah  memberikan  keterangan  pada  persidangan  pada  tanggal  8  Desember  2011 dan 22 Desember 2011 yang pada pokoknya menerangkan menurut Ahli  para Pemohon.
 Menurut para ahli yang diajukan oleh Nur Kholis S.H.,M.A.
menyebutkan  Pasal  36  Undang-Undang  Pemerintahan  Daerah  yang  memberikan hak istimewa kepada kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah  yang  diduga  melakukan  tindak  pidana,  terutama  korupsi,  dalam  bentuk  kewajiban menunggu izin dari Presiden tidak sejalan dengan prinsip equality  beforethe  law,  sebagaimana  diatur  dalam  Pasal  27  ayat  (1)  dan  Pasal  28  ayat(1).  Bahwa  pemberian  hak  istimewa  tersebut  juga  tidak  sejalan  dengan  tujuan dasar teori equality before the law karena kepala daerah adalah orangorang  yang  memiliki  kekuatan  dan  oleh  karenanya  bertugas  melindungi  orang-orang  yang  lemah,  sehingga  orang-orang  yang  kuat  ini  tidak  membutuhkan perlakuan khusus lagi di depan hukum. Bahwa prinsip di muka  hukum,  sebagaimana  disebutkan  dalam  Pasal  27  dan  Pasal  28D  ayat  (1)  UUD1945  juga  diatur  dalam  butir  3a  penjelasan  umum  KUHAP  pidana  yangberbunyi,  “Perlakuan  yang  sama  atas  diri  setiap  orang  di  muka  hukumdengan  tidak  mengadakan  perbedaan  perlakuan”.  Sedangkan  menurut   Putusan Mahkamah Konstitusi N0.73/PUU-IX/2011,21-39.
Edited withthe trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 7  Prof.  Saldi  Isra,  S.H.  menerangkan  bahwa praktik  korupsi  telah  mengancam  upaya  negara  dalam  mewujudkan  kesejahteraan  masyarakat.  Bahkan  dalam  kehidupan  bernegara,  praktik  korupsi  melemahkan  institusi  dan  nilai-nilai  demokrasi serta institusi penegakan hukum. Oleh karena itu, korupsi tidak lagi  dimaknai ordinary crime melainkan dipahami sebagai extra ordinary crime.
Akhirnya  mahkamah konstitusi  memutuskan permohonan para pemohon  mengabulkan  permohonan  dalam  Rapat  Permusyawaratan  Hakim  oleh  sembilan Hakim  Konstitusi, pada hari Selasa, tanggal dua puluh  lima,  bulan  September,  tahun  dua  ribu  dua  belas,  yang  diucapkan  dalam  sidang  pleno  Mahkamah Konstitusi.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi