BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum
yang bisa disebut
juga dengan “Political
Market” adalah merupakan pasar
politik tempat individu atau masyarakat berinteraksi untuk
melakukan kontrak sosial
(perjanjian masyarakat) antara
peserta pemilihan umum (partai
politik) dengan pemilih (rakyat) yang
memiliki hak pilih setelah terlebih
dahulu melakukan aktifitas politik.
Pemilu
membawa pengaruh besar
terhadap sistem politik
atau Negara. Melalui
pemilu masyarakat berkesempatan
berpartisipai dengan memunculkan
para calon pemimpin
dan penyaringan calon-calon
tersebut.
Pada hakikatnya
pemilu dinegara manapun
mempunyai esensi yang
sama.
Pemilu, berarti
rakyat melakukan kegiatan memilih
orang atau sekelompok orang
menjadi pemimpin rakyat
atau pemimpin Negara.
Pemimpin yang dipilih itu akan menjalankan kehendak rakyat
yang memilihnya.
Menjelang
Pemilu Legislative 2014 partai
politik di haruskan mendaftarkan diri ke KPU pusat agar bisa lolos
dan menjadi peserta pemilu pada pemilihan
umum mendatang dan
hal tersebut dilakukan
dengan baik Janedjri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu,
(Jakarta: Konstitusi Press, 2012), Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Amandemen UUD 1945, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010), 332.
1 oleh partai politik yang ada di indonesia.
Sesuai dengan peraturan KPU No.
tahun 2012 bahwa
pendaftaran sebagai peserta
pemilu dilakukan pada tanggal 9 Agustus
sampai 7 september 2012 yang
diikuti oleh 46 partai politik yang ada di Indonesia.
Proses tahapan
dalam Komisi Pemilihan
Umum untuk menyeleksi calon peserta pemilu 2014adalah dengan melakukan tahap pendaftaran
yang sudah dilakukan oleh seluruh
partai, akan tetapi hanya 34partai
politik yang lolos dalam
tahap selanjutnya dengan
memenuhi syarat pendaftaran mengumpulkan
minimal 17 dokumen wajib. Kemudian tahapan selanjutnya adalah verifikasi administrasi.
Proses verifikasi administrasi
tidak hanya dilakukan pada persyaratan dokumen saja
akan tetapi pada
keanggotaan partai politik.
Dalam proses verifikasi
administrasi hanya 16 partai
yang dinyatakan lolos
oleh Komisi Pemilihan
Umum sehingga dapat menjalani
proses verifikasi faktual.
Akan tetapi atas
keputusan Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilihan Umum verifikasi faktual
tidak hanya dilakukan oleh 16
partai politik yang
telah lolos sebelumnya
namun bisa diikuti
18 partai politik yang
tidak lolos verifikasi administrasi.
Tahapan selanjutnya
adalah verifikasi faktual
yaitu dengan menghitung
jumlah pengurus anggota
partai politik, setelah
semua persyaratan dan tahapan
untuk semua calon peserta pemilu yaitu para partai politik
dilakukan, maka pihak
Komisi Pemilihan Umum
sebagai penyelenggara pemilihan
umum menetapkan dan
mengumumkan daftar partai politik yang telah lolos verifikasi
sebagai peserta pemilu 2014. Adapun penetapan itu
dituangkan dalam keputusan
KPU No. 05/Kpts/KPU/Tahun 2013tentang penetapan partai politik peserta
pemilu 2014.
Melalui keputusan
Komisi Pemilihan Umum
tersebut banyak partai politik
yang tidak lolos
dalam verifikasi. Dari
46 partai politik yang mendaftar
hanya 10 partai dinyatakan lolos
verifikasi yaitu: Partai Amanat Nasional,
Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Partai Demokrat,
Partai Gerakan Indonesia Raya,
Partai Golongan Karya, Partai Hati
Nurani Rakyat, Partai Keadilan
Sejahtera, Partai Kebangkitan
Bangsa, Partai Nasional Demokrat,
Partai Persatuan Pembangunan.
Atas keputusan
KPU tersebut banyak
partai politik yang
merasa keberatan dan
mengajukan keberatannya kepada
Badan Pengawas Pemilu sehingga hal tersebut menimbulkan sengketa
politik antara KPU dengan para calon peserta
pemilu. Sebagai bagian
dari lembaga penyelenggara
pemilu Badan Pengawas
Pemilu selain mempunyai
wewenang menerima laporan dugaan
pelanggaran terhadap pelaksanaan
pemilu juga mempunyai wewenang untuk menyelesaikan sengketa pemilu.
Undang-Undang
No. 8 tahun 2012 pasal
257 menjelaskan bahwa “sengketa pemilu adalah sengketa yang terjadi
antar peserta pemilu dengan penyelenggara
pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan
KPU, KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota”.
Sengketa
pemilu yang terjadi
antara partai politik
dan KPU ini,
membuat Bawaslu menggelar
sidang Ajudikasi setelah
tahap mediasi yang
dilakukan tidak menemukan
benang merah.
Dalam Proses ajudikasi, seorang
hakim mencari bukti-bukti dan menerapkan hukum,
baik terhadap bukti-bukti
yang ditemukan maupun
terhadap persoalan-persoalan yang
dibentuk melalui proses
gugatan para pihak.
Sidang ajudikasi di Bawaslu merupakan sidang
penyelesaian sengketa antara partai politik
dengan KPU. Partai
politik tersebut merasa
keberatan dan dirugikan atas keputusan KPU.
Bawaslu menggelar sidang
ajudikasi yang mana Sidang ini diwarnai oleh
adu argumentasi, adu
saksi dan adu
data. Sidang ajudikasi
ini merupakan sidang penyelesaian
sengketa yang bersifat non litigasi, dan saat ini
mulai digunakan sebagai alternative bagi mereka yang terlibat sengketa.
Lembaran Negara Republik Indonesia No.
117Tahun 2012Tentang Undang-undang No.
Tahun 2012Tentang Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD dan DPRD Girindro
Pringgodigdo, Arbitrase di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995), Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan dalam
Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), Undang-undang
No 8 tahun 2012 memang
memberikan kewenangan pada Bawaslu
dalam menangani permasalahan sengketa ini.
Putusan sengketa
pemilu yang ditetapkan
oleh Badan Pengawas Pemilu atas sengketa yang terjadi antara para
partai politik dengan Komisi Pemilihan
Umum, menimbulkan perselisihan dan ketegangan diantara kedua lembaga tersebut, Ketika pihak Komisi
Pemilihan Umum tidak menjalankan keputusan Badan
Pengawas Pemilu. Sehingga
kewenangan maupun eksistensi Bawaslu dalam menyelesaikan sengketa
ini mulai di ragukan.
Berbicara
mengenai Penyelesaian sengketa
maka dalam sejarah peradilan
Islam selain melalui wilayah al-qadha yaitu lembaga peradilan bisa juga melalui lembaga non peradilan yaitu
lembaga Tah}ki>m meskipun ruang lingkup
wewenang lembaga Tah}ki>m
tidak seluas lembaga
al-qadha dalam menyelesaikan suatu sengketa.
Tah}ki>m berasal dari kata kerja Hakkama. Secara etimologis, kata itu berarti
menjadikan seseorang sebagai
pencegah suatu sengketa.
Lembaga Tah}ki>m
telah dikenal sejak jauh sebelum masa Islam. Orang-orang Nasrani Stefanus Osa,
“Sdang Ajudikasi Kasus PKPI Menjadi Pelajaran Berharga”, Kompas,
(18, Pebruari, 2013), 4.
A. Rahmat Rosyadi, Arbitrase dalam Perspektif Islam
dan Hukum Positif, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002),
43 apabila mengalami
perselisihan di antara
mereka mengajukan perselisihan tersebut kepada paus untuk diselesaiakan
secara damai.
Lembaga
Tah}ki>m juga dilakukan
oleh orang-orang Arab
sebelum datangnya agama Islam. Berbagai peristiwa perselisihan yang
tercatat dalam sejarah juga
menyelesaiakan
permasalahnnya melalui lembaga
Tah}ki>m.
Adapun dasar hukum lembaga Tah}ki>m
dijelaskan dalam Al-qur’an maupun hadist. Al-Qur’an surat 4, an-nisa’, ayat 35menegaskan bahwa: Artinya :
“dan jika kamu
khawatirkan ada persengketaan
antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga
laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan.
jika kedua orang
hakam itu bermaksud
Mengadakan perbaikan, niscaya
Allah memberi taufik
kepada suami-isteri itu.
Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.” Mengenai ayat
tersebut ulama’ fiqh
menjelaskan apabila terjadi persengketaan
di antara sepasang
suami istri, maka
hakimlah yang melerai keduanya
sebagai pihak penengah
yang mempertimbangkan perkara Abdul
Azis Dahlan, Ensiklopedi
Hukum Islam Jilid
V, (Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve,
2006), Departemen Agama
RI, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, (Jakarta: Penerbit
Syaamil AlQur’an, 2005), 487 keduanya
dan mencegah orang
yang aniaya dari
keduanya melakukan perbuatan aniayanya.
Selain dasar
hukum dari Al-Qur’an,
upaya perdamaian terhadap
suatu permasalahan yang
terjadi atas suatu
sengketa dapat di
jumpai pada assunnah yang sebagai sumber hukum Islam
yang kedua dan dapat ditemukan dalam
salah satu riwayat Hadist Abu Daud yang sebagai berikut: Artinya
: “menceritakan kepada kami Rabi’ bin
Nafi’ dari Yazid yaitu
Ibn Miqdam bin
Syuraih, dari ayahnya,
dari kakeknya, Syuraih
dari ayahnya Hani’,
bahwa ketika ia
berkunjung kepada Rasulullah
SAW bersama kaumnya, Beliau mendengar mereka menjulukinya
Abul Hakam. Rasulullah memanggilnya dan
bertanya, "Sesungguhnya Allah-lah
Sang Penentu (hakim) itu dan hanya kepada-Nya hukum itu
ditentukan. Mengapa engkau dijuluki Abul Hakam?" Ia menjawab,
"Sesungguhnya jika kaumku berselisih tentang
sesuatu, mereka mendatangiku
dan aku memberikan
putusan (hukum)ku terhadap
masalah di antara
mereka dan mereka
menerimanya." Rasulullah SAW
bersabda, "Alangkah baiknya
ini!” Apakah engkau
tidak mempunyai anak?"
Ia menjawab, "Aku
mempunyai anak bernama Syuraih, Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir
ad-dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 5An-Nisa’ Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi