BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah khalifah Tuhan di muka bumi.
Tugasnya memakmurkan bumi untuk
kesejahteraan manusia. Dalam wacana Islam, politik (al-siyasah) secara
sederhana dirumuskan sebagai cara mengatur urusan-urusan kehidupan bersama untuk mencapai kesejahteraan di dunia
dan kebahagiaan di akhirat Islam adalah
agama yang melindungi setiap hak-hak manusia tanpa membedakan laki-laki maupun perempuan, yang
membedakan adalah tingkat ketakwaan
manusia itu sendiri. Di antarahak-hak manusia itu adalah hak untuk memperoleh pekerjaan, sebab dalam Islam tidak
ada perbedaan antara perempuan dan
laki-laki untuk memperoleh pekerjaan. Islam bahkan menganjurkan manusia bekerja untuk menjadikan kesejahteraan dan
ketentraman keluarga. Islam mempunyai
posisi yang unik karena mengakui status ekonomi perempuan yang independen dan memberi hak untuk memiliki,
menggunakan dan menikmatinya tanpa
perantara atau wali.
Selama ini, politik dan prilaku politik
dipandang sebagai aktivitas maskulin.
Perilaku politik yang dimaksudkan di sini mencakup kemandirian, kebebasan berpendapat, dan tindakan agresif.
Ketiga karakteristik tersebut tidak Muhammad
Qutub,Islam The Misunderstood Religion, Terj. Fungky Kusnaedi Timur, Islam Agama Pembebas. h. 212-213 pernah dianggap ideal dalam diri perempuan.
Karena itu masyarakat selalu memandang
perempuan yang mandiri, berani mengemukakan pendapat, dan agresif, sebagai orang yang tidak dapat
diterima atau diinginkan. Dengan ungkapan
lain perempuan dengan karakter seperti itu bukan tipe perempuan ideal.
Padahal ada tiga unsur yang
merajut kepemimpinan dalam diri seseorang, yaitu kekuasaan, kompetensi diri, dan agresif
kreatif. Kekuasaan, sebagai unsur penting
dalam membangun dan memimpinseseorang, selalu didefinisikan sebagai kekuatan atau ketegaran atau kemampuan
bertindak yang diperlukan guna mencapai
sesuatu demi tujuan yang lebih besar. Pada hakekatnya, kekuasaan bersifat netral, bisa digunakan
untuk kebaikan dan sekaligus untuk kejahatan.
Kajian tentang perempuan dan gender terus
menemukan momentumnya, perhatian hampir
tidak pernah di berikan kepada ulama perempuan. Terdapat cukup banyak ulama perempuan dan sekaligus
para perempuan yang memiliki peran
penting dalam keilmuan Islam. Demikian juga terdapat perempuanperempuan yang
memiliki peran krusial dalam pembentukan lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti madrasah dan
lain-lain.
Meski demikian, masih banyak yang
harus dilakukan untuk mengungkapkan
sejarah keulamaan dan keilmuan di kalangan perempuan Siti Musdah Mulia & Anik Faridah.
Perempuan dan Politik, h. 3 muslim,
tidak hanya di Timur Tengah dan kawasan muslim lain, tetapi juga di Indonesia. Sebab seperti disimpulkan baik
setelah mengkaji kehidupan keagamaan
perempuan muslim. Posisi perempuan dalam masyarakat muslim termasuk di Indonesia tidak bisa dipahami
tanpa apresiasi menyeluruh tentang konteks
di mana mereka hidup, berbagaifaktor budaya, politik, ekonomi, sosial dan bahkan agama saling mempengaruhi dalam
menentukan posisi perempuan, tidak
terkecuali ulama perempuan.
Di sini faktor religio-sosiologis
menjadi sangat penting. Di lingkungan masyarakat
muslim Indonesia. Seseorang baru benar-benar diakui sebagai ulama, jika telah diakui oleh komunitas nya sendiri
sebagai ulama. Pengakuan itu datang bukan
semata-mata mempertimbangkan keahlian dalam ilmu agama, khususnya fiqh, tetapi juga integritas moral dan akhlak
nya dilengkapi dengan kedekatan dengan
umat, khususnya pada tingkat grass root(akar rumput). Kedekatan dengan umat di lapisan bawah ini bisa
disimbolkan dengan kepemilikan dan pengasuhannya
terhadap pesantren atau madrasah. Seperti lazimnya di lingkungan NU.
Peranan perempuan untuk tugas-tugas seperti
itu tidak dibedakan dari laki-laki.
Potensi-potensi atau kemampuan-kemampuan untuk bertindak secara otonom diperlukan bagi tanggung jawab
menunaikan amanah tersebut.
Pembahasan tentang perempuan
sebagai suatu kelompok memunculkan sejumlah Jajat Burhanudin. Ulama Perempuan Indonesia.
h.81 kesulitan. Konsep “posisi
perempuan” dalam masyarakat memberi kesan bahwa, ada beberapa posisi vital yang diduduki oleh
perempuan di semua lapisan masyarakat.
Kenyataannya bahwa, bukan semata-mata tidak ada pernyataan yang sederhana tentang “posisi perempuan” yang
universal, tetapi di sebagian besar
masyarakat tidaklah mungkin berkata bahwa perempuan sebagai kelompok yang memiliki kepentingan bersama. Perempuan
ikut andil dalam stratifikasi sosial di
masyarakat. Ada perempuan kaya, ada pula yang miskin, ada yang pandai, ada pula yang bodoh. Selain itu, latar
belakang kelas kaum perempuan mungkin
sama penting dengan gendernya dalam menentukan posisi mereka di masyarakat.
Pada dasarnya perbedaan laki-laki dan
perempuan dapat diwakili oleh dua konsep,
yaitu jenis kelamin dan gender. Perbedaan jenis kelamin mengacu pada perbedaan fisik, terutama pada perbedaan
fungsi reproduksi. Sementara itu gender
merupakan konstruksi sosio-kultural. Pada prinsipnya gender merupakan interpretasi kultural atas perbedaan jenis
kelamin. Bagaimanapun gender memang
berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin, akan tetapi tidak selalu berhubungan dengan perbedaan fisiologis
seperti selama ini banyak dijumpai dalam
masyarakat.
Dalam al-Qur’an telah jelas terungkap bahwa
kedudukan dan kemuliaan seseorang baik
laki-laki maupun perempuan dinilai bukan dari kekuatan Istibsyaroh, Hak-Hak Permpuan Relasi Jender
Menurut Tafsir Al-Sya’rawi, h. 64 Fauzi
Ridjal (ed), Dinamika Gerakan Perempuan Di Indonesia, h.30 (superioritas) maupun kepintarannya. Tetapi
lebih karena ketakwaannya, firman Allah “Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.(QS.
Al- Hujurat : 13 ).
Dari ayat tersebut maka jelaslah bahwa Islam
itu menghargai harkat, martabat,
derajat, hak setiap perempuan, tanpa membedakan dengan laki-laki.
Perempuan bebas untuk
mengembangkan ekonominya dan tidak lagi termarginalkan Perempuan kini berhadapan dengan perspektif
modernitas yang semakin terbuka lebar.
Keterbukaan ruang bagiperempuan untuk mengikuti pendidikan sampai setinggi-tingginya telah melahirkan kemampuan-kemampuan (al- ahliyah)mereka dalam segala urusan yang
sebelumnya diklaim hanya menjadi milik
laki-laki. Persepsi tendensius bahwa kaum perempuan kurang rasional, lebih emosional dan kurang kompenten menangani
urusan domestik dan publik dibanding
kaum laki-laki kini telah gugur dan tidak lagi popular. Kaum Depag RI, Jakarta. h. 848 Mansour Fakih, Analisis Gender Dan
Transformasi Sosial, h. 148 perempuan
kini tengah bergerak merengkuh masa depanya dan mengubur masa lalu yang suram dan penuh nestapa.
Diktum-diktum Islam telah memberikan ruang
pilihan bagi perempuan juga laki-laki
untuk menjalani peran-peran politik domestik maupun publik, untuk menjadi cerdas dan terampil. Sejarah
kenabian mencatat sejumlah besar perempuan
yang ikut memainkan peran-peran ini bersama kaum laki-laki.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi