Kamis, 21 Agustus 2014

Skripsi Siyasah:PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT VICTIMOLOGIDAN FIQIH MURAFA’AT(HUKUM ACARA PERADILAN ISLAM)


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Indonesia adalah Negara yang sangat kaya akan berbagai jenis potensi  mulai dari kebudayaannya, ras, suku, bahasa dan Agama. Kekayaan alam yang  begitu banyak mulai dari perkebunan, pertanian, peternakan, hasil bumi, dan  rempah-rempahnya. Tapi semua kekayaan dan potensi yang dimiliki oleh  Indonesia tidak menjadikan Negara Indonesia terhindar dari bentuk kejahatan.
Meningkatnya kehidupan masyarakat dapat memicu peningkatan kejahatan  yang terjadi. Baik dilakukan oleh orang yang dipandang mampu atau orang yang  memang benar-benar dalam taraf ketidak mampuan.
Masalah kejahatan tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan masalah  sosial, ekonomi, politik dan budaya, sebagai fenomena yang saling  mempengaruhi satu sama lain. Karena kejahatan adalah hasil interaksi karena  adanya interrelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi, interaksi  sebagai fenomena yang ikut serta dalam terjadinya kejahatan, mempunyai  hubungan fungsional satu sama lain.
 Adanya suatu interaksi karena adanya  pelaku, para korban, pembuat undang-undang serta undang-undang, pihak  kepolisian, pihak kejaksaan,kehakiman dan lembaga-lembaga sosial lainnya dan   Arif Gosita,Masalah Korban Kejahatan, h. 3   para penyaksi, kejahatan yang terjadi dapat berkembang karena didukung dengan  berbagai faktor misalnya kepadatan penduduk, peningkatan ekonomi yang tidak  merata, pergaulan yang bebas, serta banyak lagi faktor yang dapat memicu  kejahatan.
Kejahatan merupakan suatu gejala yang buruk, serta memiliki beragam  sebab-sebab, orang melakukan kejahatan dan sulit ditentukan secara pasti.

Dalam ilmukriminologidikenal tentang sebab-sebab orang melakukan  kejahatan, seperti halnya: memang adanya bakat pada diri seseorang untuk  melakukan kejahatan, atau karena pengaruh dari lingkungan masyarakat, dan  adanya dorongan untuk melakukan kejahatan dikarenakan tidak meratanya  tatanan kehidupan dalam masyarakat.
 Setiap kejahatan yang terjadi akan  berakibat pada timbulnya korban, baik mempunyai status pasif atau aktif, dalam  keadaan sadar atau tidak sadar, sendiri atau bersama-sama pada saat kejahatan  tersebut terjadi.
Korban kejahatan akan mengalami penderitaan fisik atau mental,  perseorangan atau badan hukum, dirinya atau keluarganya. Seperti halnya korban  penganiayaan akan mengalami begitu banyak akibat yang diderita mulai dari  cacat fisik, mental, trauma yang berkepanjangan, dapat juga mengalami  hilangnya fungsi sistem kehidupan korban, serta adanya penolakan yang  diperoleh dari masyarakat dan berbagai penderitaan lain yang dialami korban.
 Simandjutak, Kriminologi, h. 16   Kasus-kasus yang terjadi pada saat ini banyak menyoroti para korban  penganiayaan, baik itu terjadi di dalam Negara kita sendiri atau warga kita yang  teraniaya dinegeri orang. Penganiayaan tersebut tidak hanya terjadi pada orang  dewasa saja, namun penganiayaan dapat terjadi pada anak kecil. Banyak sekali  penganiayaan yang terjadi seperti halnya penganiayaan yang dilakukan oleh para  majikan pada pembantu rumah tangganya, suami pada istrinya, Ayah pada  anaknya, atau pertengkaran yang terjadi antar tetangga yang berakibat pada  penganiayaan, tak sedikit dari mereka menderita cacat fisik, mental, ataupun  jiwanya, dan dapat juga terjadi kegilaan pada korban, ada yang sampai korban  meninggal dunia. Tidak sedikit dari korban yang takut untuk melaporkan  penganiayaan tersebut pada pihak yang berwenang, karena ketakutan korban  pada pelaku, yang dapat mengancam keselamatan keluarga korban. Dengan tidak  dilaporkannya pelaku pada pihak yang berwenang, korban merasa bahwa korban  telah aman dari ancaman pelaku, namun penderitaan yang dialami korban  dirasakan sendiri tanpa ada yang perduli terhadap penderitaan korban.
Posisi korban penganiayaan memang sangat sulit, karena seorang korban  dapat murni menjadi korban, atau menjadi korban berikutnya, dapat juga korban  berpotensi menjadi tersangka. Karena adanya perbedaan antara pelaku dan  korban (asymmetrich hypothesis) di mana korban terjebak dalam situasi yang  tidak seimbang dengan pelaku, eksploitatif, parasit, menjajah, terkucil dan  destruktif. Dalam UUD 1945 telah jelas diterangkan dalam pasal 27-31:   pasal 27 “diterangkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan  dan penghidupan yang layak bagi kemanusian”  pasal 28“bahwa kemerdekaan untuk berkumpul dan berserikat dalam  mengeluarkan pikiran dan tulisan dan setiap orang berhak atas  memeluk agamanya masing-masing”  pasal 29 “bahwa adanya hak dari negara untuk memeluk agamanya  masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan  kepercayaannya”  pasal 30“adanya usaha pertahanan negara”  pasal 31 “bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”.
3  Hak-hak yang dimiliki oleh korban harus dilindungi oleh Negara karena  jelas telah diterangkan dalam UUD’45  bahwa setiap manusia berhak atas  berbagai hak yang dimiliki oleh setiap individu atau masayarakat, maka setiap  orang tidak boleh melanggar hak tersebut baik pelanggaran tersebut dilakukan  oleh masyarakat, atau pemerintah. Banyak dari para pelaku tidak mempunyai  rasa takut akan hukuman yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sebagai  pemegang kekuasaan tertinggi, karena para pelaku mengaggap bahwa jika  melakukan kejahatan, maka hukumanya hanya sekedar penjara tanpa ada hukum  lain yang dapat membuat para pelaku jera.
Bentuk perhatian Negara terhadap para korban sangat bervariasi mulai  dari perhatian dalam bentuk pemberian kompensasi, retretusi, rehabilitasi dan  ganti rugi, namun pemberian tersebut tidak mudah untuk didapat, korban harus  melalui proses yang panjang untuk memperoleh perlindungan hukum, atau  keamanan atas dirinya, kehormatannya, jiwanya, dan hartanya, pemberian  perlindungan tersebut ada yang diberikan dalam proses pidana ada yang   Redaksi Sinar Grafik, Pasal 27-31 UUD 1945, h. 20-25   diberikan melalui proses perdata, dan bentuk-bentuk sanksi hukuman bagi pelaku  penganiayaan, telah jelas diterangkan dalam beberapa pasal yang terdapat dalam  KUHP yaitu dalam pasal 351- 356 bentuk hukuman penganiayaan adalah mulai  penganiayaan sengaja, tidak sengaja, dan semi sengaja. Di dalam pasal tersebut  dijelaskan berapa lama hukuman bagi pelaku dan berapa banyak denda yang  harus diterima oleh korban penganiayaan. Semua bentuk sanksi tersebut belum  bisa mengurangi penderitaan korban, karena penderitaan yang dialami korban  bukan hanya penderitaan fisik tetapi juga mental. Victimologi bagi korban  tindak pidana penganiayaan memberikanperlindungan berupa ganti rugi yang  terdapat dalam KUHAP dan Implementasinya untuk saat ini belum banyak  perlindungan yang diberikan secara nyata.
Islam memandang bahwa makhluk yang paling dimuliakan aleh Allah SWT  adalah manusia karena diciptakan dengan kekuasaannya sendiri, meniupkan ruh  darinya kepadanya, memerintahkan semua malaikat sujud padanya.
Menundukkan apa yang ada di langit dan di bumi serta membekalinya dengan  kekuatan serta bakat-bakat agar ia dapat menguasai bumi ini, supaya meraih  kesejahteraan hidup materiil dan spiritual secara maksimal. Dalam Islam  manusia dijamin dengan hak hidup, hak kepemilikan, hak memelihara  kehormatan, hak kemerdekaan, hak persamaan, hak menuntut ilmu pengetahuan,  namun yang sangat penting dari semua hak tersebut adalah hak hidup yaitu hak  yang harus mendapat perhatian karena hak ini adalah hak suci tidak dibenarkan   secara hukum dilanggar kemuliaannya, dan tidak boleh dianggap remeh  eksitensinya.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi