BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang sangat kaya akan
berbagai jenis potensi mulai dari
kebudayaannya, ras, suku, bahasa dan Agama. Kekayaan alam yang begitu banyak mulai dari perkebunan,
pertanian, peternakan, hasil bumi, dan rempah-rempahnya.
Tapi semua kekayaan dan potensi yang dimiliki oleh Indonesia tidak menjadikan Negara Indonesia
terhindar dari bentuk kejahatan.
Meningkatnya kehidupan masyarakat
dapat memicu peningkatan kejahatan yang
terjadi. Baik dilakukan oleh orang yang dipandang mampu atau orang yang memang benar-benar dalam taraf ketidak mampuan.
Masalah kejahatan tidak berdiri
sendiri, tetapi berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, politik dan budaya, sebagai
fenomena yang saling mempengaruhi satu
sama lain. Karena kejahatan adalah hasil interaksi karena adanya interrelasi antara fenomena yang ada
dan saling mempengaruhi, interaksi sebagai
fenomena yang ikut serta dalam terjadinya kejahatan, mempunyai hubungan fungsional satu sama lain.
Adanya suatu interaksi karena adanya pelaku, para korban, pembuat undang-undang
serta undang-undang, pihak kepolisian,
pihak kejaksaan,kehakiman dan lembaga-lembaga sosial lainnya dan Arif Gosita,Masalah Korban Kejahatan, h. 3 para penyaksi, kejahatan yang terjadi dapat
berkembang karena didukung dengan berbagai
faktor misalnya kepadatan penduduk, peningkatan ekonomi yang tidak merata, pergaulan yang bebas, serta banyak
lagi faktor yang dapat memicu kejahatan.
Kejahatan merupakan suatu gejala
yang buruk, serta memiliki beragam sebab-sebab,
orang melakukan kejahatan dan sulit ditentukan secara pasti.
Dalam ilmukriminologidikenal
tentang sebab-sebab orang melakukan kejahatan,
seperti halnya: memang adanya bakat pada diri seseorang untuk melakukan kejahatan, atau karena pengaruh dari
lingkungan masyarakat, dan adanya
dorongan untuk melakukan kejahatan dikarenakan tidak meratanya tatanan kehidupan dalam masyarakat.
Setiap kejahatan yang terjadi akan berakibat pada timbulnya korban, baik
mempunyai status pasif atau aktif, dalam keadaan sadar atau tidak sadar, sendiri atau
bersama-sama pada saat kejahatan tersebut
terjadi.
Korban kejahatan akan mengalami
penderitaan fisik atau mental, perseorangan
atau badan hukum, dirinya atau keluarganya. Seperti halnya korban penganiayaan akan mengalami begitu banyak
akibat yang diderita mulai dari cacat
fisik, mental, trauma yang berkepanjangan, dapat juga mengalami hilangnya fungsi sistem kehidupan korban,
serta adanya penolakan yang diperoleh
dari masyarakat dan berbagai penderitaan lain yang dialami korban.
Simandjutak, Kriminologi, h. 16 Kasus-kasus yang terjadi pada saat ini banyak
menyoroti para korban penganiayaan, baik
itu terjadi di dalam Negara kita sendiri atau warga kita yang teraniaya dinegeri orang. Penganiayaan tersebut
tidak hanya terjadi pada orang dewasa
saja, namun penganiayaan dapat terjadi pada anak kecil. Banyak sekali penganiayaan yang terjadi seperti halnya
penganiayaan yang dilakukan oleh para majikan
pada pembantu rumah tangganya, suami pada istrinya, Ayah pada anaknya, atau pertengkaran yang terjadi antar
tetangga yang berakibat pada penganiayaan,
tak sedikit dari mereka menderita cacat fisik, mental, ataupun jiwanya, dan dapat juga terjadi kegilaan pada
korban, ada yang sampai korban meninggal
dunia. Tidak sedikit dari korban yang takut untuk melaporkan penganiayaan tersebut pada pihak yang
berwenang, karena ketakutan korban pada
pelaku, yang dapat mengancam keselamatan keluarga korban. Dengan tidak dilaporkannya pelaku pada pihak yang
berwenang, korban merasa bahwa korban telah
aman dari ancaman pelaku, namun penderitaan yang dialami korban dirasakan sendiri tanpa ada yang perduli
terhadap penderitaan korban.
Posisi korban penganiayaan memang
sangat sulit, karena seorang korban dapat
murni menjadi korban, atau menjadi korban berikutnya, dapat juga korban berpotensi menjadi tersangka. Karena adanya
perbedaan antara pelaku dan korban
(asymmetrich hypothesis) di mana korban terjebak dalam situasi yang tidak seimbang dengan pelaku, eksploitatif,
parasit, menjajah, terkucil dan destruktif.
Dalam UUD 1945 telah jelas diterangkan dalam pasal 27-31: pasal 27 “diterangkan bahwa setiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusian” pasal
28“bahwa kemerdekaan untuk berkumpul dan berserikat dalam mengeluarkan pikiran dan tulisan dan setiap
orang berhak atas memeluk agamanya
masing-masing” pasal 29 “bahwa adanya
hak dari negara untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya”
pasal 30“adanya usaha pertahanan negara”
pasal 31 “bahwa setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan”.
3 Hak-hak yang dimiliki oleh korban harus
dilindungi oleh Negara karena jelas
telah diterangkan dalam UUD’45 bahwa
setiap manusia berhak atas berbagai hak
yang dimiliki oleh setiap individu atau masayarakat, maka setiap orang tidak boleh melanggar hak tersebut baik
pelanggaran tersebut dilakukan oleh
masyarakat, atau pemerintah. Banyak dari para pelaku tidak mempunyai rasa takut akan hukuman yang telah ditetapkan
oleh pemerintah, sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi, karena para pelaku mengaggap bahwa jika melakukan kejahatan, maka hukumanya hanya
sekedar penjara tanpa ada hukum lain
yang dapat membuat para pelaku jera.
Bentuk perhatian Negara terhadap
para korban sangat bervariasi mulai dari
perhatian dalam bentuk pemberian kompensasi, retretusi, rehabilitasi dan ganti rugi, namun pemberian tersebut tidak
mudah untuk didapat, korban harus melalui
proses yang panjang untuk memperoleh perlindungan hukum, atau keamanan atas dirinya, kehormatannya, jiwanya,
dan hartanya, pemberian perlindungan
tersebut ada yang diberikan dalam proses pidana ada yang Redaksi Sinar Grafik, Pasal 27-31 UUD 1945,
h. 20-25 diberikan melalui proses
perdata, dan bentuk-bentuk sanksi hukuman bagi pelaku penganiayaan, telah jelas diterangkan dalam
beberapa pasal yang terdapat dalam KUHP
yaitu dalam pasal 351- 356 bentuk hukuman penganiayaan adalah mulai penganiayaan sengaja, tidak sengaja, dan semi
sengaja. Di dalam pasal tersebut dijelaskan
berapa lama hukuman bagi pelaku dan berapa banyak denda yang harus diterima oleh korban penganiayaan. Semua
bentuk sanksi tersebut belum bisa
mengurangi penderitaan korban, karena penderitaan yang dialami korban bukan hanya penderitaan fisik tetapi juga
mental. Victimologi bagi korban tindak
pidana penganiayaan memberikanperlindungan berupa ganti rugi yang terdapat dalam KUHAP dan Implementasinya untuk
saat ini belum banyak perlindungan yang
diberikan secara nyata.
Islam memandang bahwa makhluk
yang paling dimuliakan aleh Allah SWT adalah
manusia karena diciptakan dengan kekuasaannya sendiri, meniupkan ruh darinya kepadanya, memerintahkan semua
malaikat sujud padanya.
Menundukkan apa yang ada di
langit dan di bumi serta membekalinya dengan kekuatan serta bakat-bakat agar ia dapat
menguasai bumi ini, supaya meraih kesejahteraan
hidup materiil dan spiritual secara maksimal. Dalam Islam manusia dijamin dengan hak hidup, hak
kepemilikan, hak memelihara kehormatan,
hak kemerdekaan, hak persamaan, hak menuntut ilmu pengetahuan, namun yang sangat penting dari semua hak
tersebut adalah hak hidup yaitu hak yang
harus mendapat perhatian karena hak ini adalah hak suci tidak dibenarkan secara hukum dilanggar kemuliaannya, dan
tidak boleh dianggap remeh eksitensinya.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi