Kamis, 21 Agustus 2014

Skripsi Siyasah:SANKSI HUKUM TINDAK PIDANA PERAMPASAN KEMERDEKAAN ORANG LAIN ATAS DASAR DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS (Study Komparatif Undang-undang No. 40 Tahun 2008 dan Fiqih Jinayah


BAB I  PENDAHULUAN   
A. Latar Belakang Masalah  Komisi Hak Asasi Manusia mempersiapkan sebuah pernyataan  internasional tentang hak asasi manusia yang disetujui oleh Majelis Umum pada  tanggal 10 Desember 1948. Pernyataan ini, yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi  Manusia (Universal Declaration of Human Rights), diumumkan sebagai suatu  standar pencapaian yang berlaku umum untuk semua rakyat dan semua negara.
Hak-hak yang disuarakan lewat langkah-langkah progresif, secara nasional dan  internasional, guna menjamin pengakuan dan kepatuhan yang bersifat universal  dan efektif terhadapnya.
 Deklarasi universal menyatakan bahwa hak-hak ini berakar di dalam  martabat dan harkat manusia, serta didalam syarat-syarat perdamaian dan  keamanan domestik maupun internasional.
 Hak tersebut dipandang bukan  sebagai hak-hak hukum melainkan sebagai hak-hak moral yang berlaku secara  universal.
Penghormatan hak-hak manusia tampaknya sudah diterima sebagai  bagian dari pikiran bangsa Indonesia. Banyak kalangan masyarakat menjalankan   James W. Nickel, Hak Asasi Manusia Refleksi Filosofis atas Deklarasi Universal Hak Asasi  Manusia, Ter. Arini, h. 3   ibid, h. 6   berbagai aktivitas yang berkaitan dengan isu hak-hak manusia seperti diskusi,  seminar, lokakarya, pelatihan, demonstrasi menuntut hak dan mengajukan  gugatan pelanggaran hak-hak manusia  serta merekomendasikan perbaikan  kondisi hak-hak manusia, bahkan pada 10 Desember setiap tahunnya, dirayakan  sebagai hari hak asasi manusia sedunia.
Negara Republik Indonesia (RI) juga sudah menjadi salah satu dari negara  pengamat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia karena sudah menandatangani  dan meratifikasi sebagian perjanjian internasional hak asasi manusia. Dengan  demikian, Indonesia terikat secara hukum dalam menunaikan kewajiban untuk  menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak manusia.

Aturan tentang hak-hak manusia mengalami kemunduran sesudah dekrit  presiden yang mengembalikan UUD 1945 pada 5 Juli 1959. Terlebih lagi ketika  Orde Baru berdiri dan beroperasi sejak akhir 1965 dengan kepemimpinan rezim  otoriter yang memang berwatakmenindas hak-hak manusia.
Kendati demikian, tetap tumbuh upaya memperjuangkan hak-hak  manusia dari kalangan masyarakat di hadapan rezim Orde Baru. Pada 1966,  berdiri sebuah organisasi di Jakarta bernama Lembaga Pembela Hak Asasi  Manusia (LPHAM). Dalam hak-hak manusia yang lebih khusus, muncul  Lembaga Bantuan Hukum (LBH) pada 1970 yang mengalami perkembangan di  bawah Yayasan LBH Indonesia (YLBHI).Belakangan hadir pula beberapa  organisasi seperti Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia   Indonesia (PBHI) pada 1996, dan Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak  Kekerasan (Kontras) pada 1998.
Pelanggaran hak asasi manusia  merupakan kejahatan terhadap  kemanusiaan. Salah satu bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan adalah  perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lainnya secara  sewenang-wenang. Konsep dari kesewenang-wenangan berdasarkan hukum  internasional mencakup pemenjaraan yang tidak sah dan pencabutan kebebasan  yang bertentangan baik dengan hukum internasional maupun dalam hukum  nasional.
Salah satu contoh kejahatan perampasan kemerdekaan adalah seperti  pada masa orde baru kasus aparat yang melakukan penangkapan dan penculikan  wartawan serta merampas kemerdekaan mereka yang mempublikasikan tentang  sisi negatif dari pemerintahan. Penangkapan tersebut tidak dibenarkan karena  tidak sesuai dengan prosedur.
Dewasa ini perampasan kemerdekaan telah merambah pada kasus  diskriminasi ras dan etnis. Padahal semboyan Indonesia, "Bhinneka  Tunggal Ika," memberi kesan negara keanekaragaman(suku, kepercayaan, adat istiadat,  bahasa, sejarah, geografis, hubungan kekerabatan, dll), dimana perbedaanperbedaan antar orang dihormati sebagai sesuatu yang menyumbang  kesejahteraan masyarakat, tetapi terwujudnya semboyan ini sebagai realitas  belum tercapai di Indonesia.
 Kejahatan tersebut telah membuat pemerintah khususnya aparat penegak  hukum terdorong untuk memberikan pengaturan hukum terhadap perampasan  kemerdekaan orang lain atas dasar diskriminasi ras dan etnis, yaitu dengan  memberlakukan peraturan melalui pengesahan Undang-undang No. 40 Tahun  2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
 Undang-undang ini  diharapkan dapat mengurangi segala keresahan masyarakat yang banyak  dirugikan oleh perampasan kemerdekaan.
Islam telah menetapkan prinsip bahwa tidak ada warga negara yang boleh  dimasukkan ke dalam penjara kecuali telah terbukti kesalahannya pada  pengadilan terbuka. Penangkapan seseorang dan memasukkannya ke dalam  penjara tanpa proses pemeriksaan pengadilan dan tanpa memberikan kesempatan  kepadanya untuk mengajukan pembelaan adalah tidak diizinkan dalam Islam.
 Perintah al-Qur'an sangat jelas mengenai hal ini, yaitu dalam surat An-Nisa>' ayat  (58): (  Undang-undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis  merupakan undang-undang yang sangat terbaru saat ini. Undang-undang ini baru disahkan pada  tanggal 10 November 2008. Secara garis besar undang-undang ini berjumlah 23 pasal, pada Bab I -  Ketentuan Umum (pasal 1), Bab II - Asas dan Tujuan (pasal 2-3), Bab III - Tindakan Diskriminatif  (pasal 4), Bab IV - Pemberian Perlindungan dan Jaminan (pasal 5-7), Bab V - Pengawasan (pasal 8),  Bab VI - Hak, Kewajiban dan Peran Serta Warga Negara. Bagian Pertama Hak dan Kewajiban Warga  Negara (pasal 9-10), Bagian Kedua Peran Serta Warga Negara (pasal 11-12), Bab VII - Ganti  Kerugian (pasal 13-14), Bab VIII - Ketentuan Pidana (pasal 15-21), Bab IX - Ketentuan Penutup  (pasal 22-23).
 Abu A'la Mawdudi, Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam, Ter. Djajaatmadja, h. 26   "Jika kamu menetapkan hukum diantara manusia, maka penetapan hukuman itu  hendaklah adil".
 Menurut Mawdudi, yang telah dikutip oleh Eros Djarot dalam bukunya  Hak-hak Asasi Manusia dan Media "sebuah masyarakat Islam, tidak mungkin  mendiamkan saja perbedaan kelas dan masyarakat tersebut tidak akan  mengizinkan pembatasan-pembatasan bagi warga negaranya berdasarkan  kelahiran, status sosial atau pekerjaan,melainkan masyarakat itu harus memberi  peluang tidak terbatas bagi prestasi pribadi, tentu saja senantiasa di dalam batasbatas yang diperintahkan Allah."  Sebagaimana firman Allah SWT:  ِ ( "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan  seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku  supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia  diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi