BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Komisi Hak Asasi Manusia mempersiapkan sebuah
pernyataan internasional tentang hak
asasi manusia yang disetujui oleh Majelis Umum pada tanggal 10 Desember 1948. Pernyataan ini, yaitu
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(Universal Declaration of Human Rights), diumumkan sebagai suatu standar pencapaian yang berlaku umum untuk
semua rakyat dan semua negara.
Hak-hak yang disuarakan lewat
langkah-langkah progresif, secara nasional dan internasional, guna menjamin pengakuan dan
kepatuhan yang bersifat universal dan
efektif terhadapnya.
Deklarasi universal menyatakan bahwa hak-hak
ini berakar di dalam martabat dan harkat
manusia, serta didalam syarat-syarat perdamaian dan keamanan domestik maupun internasional.
Hak tersebut dipandang bukan sebagai hak-hak hukum melainkan sebagai
hak-hak moral yang berlaku secara universal.
Penghormatan hak-hak manusia
tampaknya sudah diterima sebagai bagian
dari pikiran bangsa Indonesia. Banyak kalangan masyarakat menjalankan James W. Nickel, Hak Asasi Manusia Refleksi
Filosofis atas Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Ter. Arini, h. 3 ibid, h. 6 berbagai aktivitas yang berkaitan dengan isu
hak-hak manusia seperti diskusi, seminar,
lokakarya, pelatihan, demonstrasi menuntut hak dan mengajukan gugatan pelanggaran hak-hak manusia serta merekomendasikan perbaikan kondisi hak-hak manusia, bahkan pada 10
Desember setiap tahunnya, dirayakan sebagai
hari hak asasi manusia sedunia.
Negara Republik Indonesia (RI)
juga sudah menjadi salah satu dari negara pengamat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
karena sudah menandatangani dan
meratifikasi sebagian perjanjian internasional hak asasi manusia. Dengan demikian, Indonesia terikat secara hukum dalam
menunaikan kewajiban untuk menghormati,
melindungi, dan memenuhi hak-hak manusia.
Aturan tentang hak-hak manusia
mengalami kemunduran sesudah dekrit presiden
yang mengembalikan UUD 1945 pada 5 Juli 1959. Terlebih lagi ketika Orde Baru berdiri dan beroperasi sejak akhir
1965 dengan kepemimpinan rezim otoriter
yang memang berwatakmenindas hak-hak manusia.
Kendati demikian, tetap tumbuh
upaya memperjuangkan hak-hak manusia
dari kalangan masyarakat di hadapan rezim Orde Baru. Pada 1966, berdiri sebuah organisasi di Jakarta bernama
Lembaga Pembela Hak Asasi Manusia
(LPHAM). Dalam hak-hak manusia yang lebih khusus, muncul Lembaga Bantuan Hukum (LBH) pada 1970 yang
mengalami perkembangan di bawah Yayasan
LBH Indonesia (YLBHI).Belakangan hadir pula beberapa organisasi seperti Perhimpunan Bantuan Hukum
dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI)
pada 1996, dan Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pada 1998.
Pelanggaran hak asasi
manusia merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Salah satu bentuk kejahatan
terhadap kemanusiaan adalah perampasan
kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lainnya secara sewenang-wenang. Konsep dari
kesewenang-wenangan berdasarkan hukum internasional
mencakup pemenjaraan yang tidak sah dan pencabutan kebebasan yang bertentangan baik dengan hukum
internasional maupun dalam hukum nasional.
Salah satu contoh kejahatan
perampasan kemerdekaan adalah seperti pada
masa orde baru kasus aparat yang melakukan penangkapan dan penculikan wartawan serta merampas kemerdekaan mereka
yang mempublikasikan tentang sisi
negatif dari pemerintahan. Penangkapan tersebut tidak dibenarkan karena tidak sesuai dengan prosedur.
Dewasa ini perampasan kemerdekaan
telah merambah pada kasus diskriminasi
ras dan etnis. Padahal semboyan Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika," memberi kesan negara
keanekaragaman(suku, kepercayaan, adat istiadat, bahasa, sejarah, geografis, hubungan
kekerabatan, dll), dimana perbedaanperbedaan antar orang dihormati sebagai
sesuatu yang menyumbang kesejahteraan
masyarakat, tetapi terwujudnya semboyan ini sebagai realitas belum tercapai di Indonesia.
Kejahatan tersebut telah membuat pemerintah
khususnya aparat penegak hukum terdorong
untuk memberikan pengaturan hukum terhadap perampasan kemerdekaan orang lain atas dasar diskriminasi
ras dan etnis, yaitu dengan memberlakukan
peraturan melalui pengesahan Undang-undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan
Etnis.
Undang-undang ini diharapkan dapat mengurangi segala keresahan
masyarakat yang banyak dirugikan oleh
perampasan kemerdekaan.
Islam telah menetapkan prinsip
bahwa tidak ada warga negara yang boleh dimasukkan
ke dalam penjara kecuali telah terbukti kesalahannya pada pengadilan terbuka. Penangkapan seseorang dan
memasukkannya ke dalam penjara tanpa
proses pemeriksaan pengadilan dan tanpa memberikan kesempatan kepadanya untuk mengajukan pembelaan adalah
tidak diizinkan dalam Islam.
Perintah al-Qur'an sangat jelas mengenai hal
ini, yaitu dalam surat An-Nisa>' ayat (58): (
Undang-undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan
Etnis merupakan undang-undang yang
sangat terbaru saat ini. Undang-undang ini baru disahkan pada tanggal 10 November 2008. Secara garis besar
undang-undang ini berjumlah 23 pasal, pada Bab I - Ketentuan Umum (pasal 1), Bab II - Asas dan
Tujuan (pasal 2-3), Bab III - Tindakan Diskriminatif (pasal 4), Bab IV - Pemberian Perlindungan dan
Jaminan (pasal 5-7), Bab V - Pengawasan (pasal 8), Bab VI - Hak, Kewajiban dan Peran Serta Warga Negara.
Bagian Pertama Hak dan Kewajiban Warga Negara
(pasal 9-10), Bagian Kedua Peran Serta Warga Negara (pasal 11-12), Bab VII -
Ganti Kerugian (pasal 13-14), Bab VIII -
Ketentuan Pidana (pasal 15-21), Bab IX - Ketentuan Penutup (pasal 22-23).
Abu A'la Mawdudi, Hak-hak Asasi Manusia dalam
Islam, Ter. Djajaatmadja, h. 26 "Jika
kamu menetapkan hukum diantara manusia, maka penetapan hukuman itu hendaklah adil".
Menurut Mawdudi, yang telah dikutip oleh Eros
Djarot dalam bukunya Hak-hak Asasi Manusia
dan Media "sebuah masyarakat Islam, tidak mungkin mendiamkan saja perbedaan kelas dan masyarakat
tersebut tidak akan mengizinkan
pembatasan-pembatasan bagi warga negaranya berdasarkan kelahiran, status sosial atau
pekerjaan,melainkan masyarakat itu harus memberi peluang tidak terbatas bagi prestasi pribadi,
tentu saja senantiasa di dalam batasbatas yang diperintahkan Allah." Sebagaimana firman Allah SWT: ِ
( "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertaqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal".
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi