BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Secara umum
terjadinya kejahatan sangat
merugikan masyarakat, khususnya
korban kejahatan dan
salah satu jenis
kejahatan yang terjadi
yang sangat merugikan dan
meresahkan masyarakat, ialah tindak pidana
asusila yang disertai kekerasan terhadap anak yang
akhir-akhir ini sering terjadi di kalangan keluarga terutama seorang ayah terhadap
anaknya.
Berbicara
tentang tindakan asusila
dengan kekerasan yang
marak dan sering
timbul di masyarakat
disebabkan karena pelaku
adalah salah satu
dari anggota keluarganya sendiri.
Sehingga tidak banyak dari kasus yang seperti ini tidak
mudah terungkap karena
dari pihak keluarga
yang enggan untuk melaporkannya, karena
dirasa sebagai aib
keluarga bila kasus
ini terungkap sehingga mereka lebih memilih
menutup-nutupinya.
Dalam
Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana terdapat pasal
yang menyebutkan tindak
pidana cabul terhadap
anak dibawah pengawasan
atau pengasuhan diatur dalam
pasal 294 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut: Pasal Prof. Moeljatno,
KitabUndang-UndangHukumPidana, (Jakarta: BumiAksara), h.107 (1)
Barang siapa melakukan
perbuatan cabul dengan
anaknya, dengan anak tirinya, anak
angkatnya (anak piaraanya),
anak dibawah pengawasanya, semua dibawah umur, orang yang dibawah umur
yang diserahkan kepadanya untuk
dipeliharanya atau dijaganya atau bujangnya
atau orang dibawahnya, keduanya
yang masih dibawah umur, dipidana dengan pidana penjara selama tujuh tahun.
Untuk melindungi anak dari tindakpidanayang
dilakukan oleh orang lain, selain KUHP
terdapat juga Undang-Undang
nomor 23 tahun
2002 tentang perlindungan anak. Undang-undang ini
menegaskan bahwa pertanggungjawaban orangtua
merupakan kegiatan yang
dilaksanakan terus-menerus demi terlindunginya hak-hak
anak sehingga tidak
mengakibatkan perkembangan dan pertumbuhan anak
menjadi terganggu. Dalam
Undang-undang tersebut tercantum dalam pasal 13, yaitu: (1)
Setiap anak selama
dalam pengasuhan orang
tua, wali, atau
pihak lain manapun
yang bertanggungjawab atas
pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: a. Diskriminasi; b. Eksploitasi, baikekonomimaupunseksual; c. Penelantaran; d. Kekejaman, kekerasan, danpenganiayaan; e. Ketidakadilan; dan f. Perlakuansalahlainnya.
(2)
Dalam hal orang
tua, wali atau
pengasuh anak melakukan
segala bentuk perlakuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1), maka pelaku
dikenakan pemberatan hukuman.
Dan
sanksipidananya di ancamdenganpasal 82
undang-undang no 23 tahun
2002 yang berbunyi: Undang-UndangRepublik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 TentangPerlindunganAnak, (Jogjakarta: Laksana), h.52 “Setiap
orang yang dengan
sengaja melakukan kekerasan
atau ancaman kekerasan,
memaksa, melakukan tipu
muslihat, serangkaian kebohongan,
atau membujuk anak untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana
dengan pidana penjara
paling lama 15
(lima belas) tahun
dan paling singkat
3 (tiga) tahun
dan denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) dan paling
sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).” Perbuatan cabul
adalah segala perbuatan
yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan keji, semua itu
dalam ruang lingkup membangkitkan nafsu birahinya
kelamin, misalnya: cium-ciuman,
meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada.
Yang
dikategorikan sebagai perbuatan cabul adalah
perbuatan zina, perkosaan, pelacuran,
persetubuhan yang dilakukan atas dasar
suka sama suka dan persetubuhan yang dilakukan di luar ikatan perkawinan antara pria dan wanita di bawah umur.
Mengenai tindak pidana pencabulan, harus ada
orang sebagai subjeknya dan orang itu
melakukannya dengan kesalahan, dengan perkataan lain jika telah terjadi suatu tindak pidana pencabulan,
berarti ada orang sebagai subjeknya dan pada
orang itu terdapat kesalahan.
Tindak pidana pencabulan merupakan suatu
tindak kejahatan yang sangat serius, karena
pada dasarnya tindak
pidana pencabulan adalah
suatu perbuatan yang sangat mengacaukan ketenangan dan
ketentraman dalam masyarakat pada umumnya,
serta merusak dan merampas masa depan anak yang menjadi korban tindak
pidana pencabulan. Anak
adalah amanah sekaligus
karunia Tuhan Yang Maha
Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-Komentarnya,
(Bandung: Remaja Rosdakarya), h. 212 martabat, dan
hak-hak sebagai manusia
yang harus dijunjung
tinggi. Dari sisi kehidupan berbangsa
dan bernegara, anak
adalah masa depan
bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga
setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh,
dan berkembang, berpartisipasi serta
berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan, deskriminasi serta
pemerkosaan.
Fiqh Jinayah
adalah segala ketentuan
hukum mengenai tindak
pidana atau perbuatan kriminal
yang dilakukan orang-orang mukallaf
(orang yang dapat dibebani
kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci
dari Al-Qur’an dan
hadis.
Hukum pidana
Islam merupakan syari’at Allah
yang mengandung kemaslahatan
bagi kehidupan manusia
baik di dunia maupun
akhirat. Syariat Islam dimaksud, secara materiil mengandung kewajiban asasi bagi setiap manusia untuk melaksankannya.
Syari’at
islam melarang zina,
pencabulan, karena zina
itu banyak bahayanya,
baik terhadap akhlak
dan agama, jasmani
atau badan, disamping terhadap masyarakat dan keluarga. Naluri seks
itu sendiri merupakan naluri yang paling kuat yang menuntut penyaluran. Jika
tidak dapat memuaskan, maka orang akan mengalami
kegoncangan dan kehilangan
kontrol untuk mengendalikan nafsu
birahinya, dan timbul
hubungan seks diluar
ketentuan hukum, seperti Fuad Mohd. Fachruddin, Masalah Anak Dalam
Hukum Islam, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,
1985), h.
Zainuddin
Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 1 perkosaan (yang dilakukan secara paksa).
Dalam hal ini perkosaan itu dilakukan oleh
seseorang terhadap anaknya sendiri atau anak dibawah pengawasanya, yang seharusnya dijaga, dididik, dilindungi, malah
melakukan perbuatan yang seperti perkosaan.
Hubungan seks yang demikian merupakan
hubungan seks yang tidak sah dan
merupakan perbuatan yang menghancurkan masa depan anak.
Dalam
Islam, anak merupakan
makhluk yang d
a’if dan mulia,
yang keberadaannya adalah
kewenangan dari kehendak
Allah SWT dengan
melalui proses penciptaan.
Oleh karena anak
mempunyai kehidupan yang
mulia dalam pandangan
Islam, maka anak harus diperlakukan secara manusiawi seperti diberi nafkah
baik lahir maupun
batin, sehingga kelak
anak tersebut tumbuh
menjadi anak yang
berakhlak mulia seperti
dapat bertanggung jawab
dalam mensosialisasikan dirinya
untuk mencapai kebutuhan
hidupnya dimasa mendatang.
Dalam pengertian Islam,anak
adalah titipan Allah
SWT kepada kedua orang tua, masyarakat bangsa dan negara
yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai
rahmatan n dan
sebagai pewaris ajaran
islam pengertian ini
mengandung arti bahwa
setiap anak yang
dilahirkan harus diakui,
diyakini, dan diamankan sebagai
implementasi amalan yang diterima oleh akan dari orang tua,
masyarakat , bangsa
dan negara. Oleh
sebab itu, masa
depan anak harus terjamin tidak
boleh tersakiti ataupun
mendapatkan perlakuan yang
tidak semestinya seperti mendapatkan
peristiwa yang membuat
trauma ataupun kekerasan. Dari uraian
di atas, maka
penulis membatasi masalah
dalam penelitian yang difokuskan terhadap
Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Pidana
Cabul Kepada Anak Di Bawah
Umur Menurut Pasal 294 Kuhp Dan Pasal 82 Uu No.23 Tahun 2002.
Maka
pentingnya pemberatan hukuman
yang ditetapkan kepada
pelaku yang tertera
dalam Undang-Undang No.23
Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak pada pasal
82 agar pelaku
menjadi jera dan
tidak mengulanginya lagi.
Pidana
cabul terhadap anak
bisa mengakibatkan terganggunya
mental untuk masa depannya
dan bahkan anak
tersebut bisa mengalami trauma akibat tindak pidana cabul tersebut.
Dari
latar belakang masalah
yang telah diuraikan
di atas maka
peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap masalah tersebut.
B.
Identifikasi dan Batasan Masalah Dari latar belakang tersebut dapat
diidentifikasi beberapa masalah yang dapat dijadikan bahan penelitian
diantaranya: 1. Pidana cabul terhadap
anak dibawah umur 2. Faktor yang
melatarbelakangi perbuatan cabul 3.
Penderitaan korban akibat perbuatan pidana cabul 4. Sanksi pidana bagi pelaku pidana cabul
menurut pasal 294 KUHP 5. Sanksi pidana
bagi pelaku cabul menurut pasal 82 UU No. 23 tahun 2002 6.
Sanksi pidana bagi pelaku cabul dalam tinjauanfiqih jinayah.
Dari
masalah-masalah yang dapat
diidentifikasi tersebut, maka
penulis membatasi permasalahan
yang akan dibahas
yaitu Tinjauan Fiqh
Jinayah Terhadap Pidana Cabul
Kepada Anak Di Bawah Umur Menurut Pasal 294 KUHP dan Pasal 82UU No. 23 Tahun 2002 .
C.
Rumusan Masalah Sedangkan
rumusan masalah yang
akan dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apa
pidana cabul kepada
anak di bawah umur menurut
pasal 294 KUHP dan pasal 82 UU No.23 tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak? 2. Bagaimana Tinjauan
Fiqh Jinayah terhadap pidana cabul kepada anak di bawah umur pasal
294 KUHP danpasal
82 UU No.23
tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak? D. Kajian Pustaka Masalah perbuatan cabul
sesungguhnya marak terjadi di masyarakat dan merupakan
tindak pidana kriminal
yang makin meresahkan
masyarakat, contohnya kasus
perbuatan cabul terhadap anak dibawah pengawasan.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi