BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Istilah
pelanggaran berat HAM
muncul untuk menggambarkan
dahsyatnya akibat yang timbul
dari perbuatan pidana tersebut terhadap
raga, jiwa, martabat,
peradaban, dan sumberdaya kehidupan
manusia. Dengan itu
dibentuklah sebuah lembaga
peradilan yg disebut dengan
Pengadilan HAM yang dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor
26 Tahun 2000
dengan kompetensi absolut
pengadilan pidana atas
pelanggaran berat HAM
(Pasal 4) yang
berupa kejahatan genosida dan
kejahatan terhadap kemanusiaan (pasal 7, 8, dan 9).
Pelanggaran
berat HAM tersebut
dilakukan oleh pelakunya dengan
maksud (intent) dan
tujuan yang jelas
untuk menyerang dan menghancurkan
orang-orang tertentu atau sekelompok manusia sehingga membawa
akibat atau dampak
yang luas. Tindak
pidana pelanggaran berat
HAM biasanya bersifat
meluas atau sistematik.
Dalam pasal 7 Undang-undang Nomor
26 Tahun 2000
pelanggaran berat HAM
itu meliputi: Titon Slamet Kurnia, Reparasi terhadap
Korban Pelanggaran HAM di Indonesia, (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2005), Pasal
7 Undang-undang Nomer 26 Tahun 2000
Tentang Peradilan HAM 1 1. Kejahatan genosida 2. Kejahatan terhadap kemanusiaan Pasal 8
juga menjelaskan bahwa
Kejahatan genosida sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
7 huruf a
adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan
maksud untuk menghancurkan
atau memusnahkan seluruh
atau sebagian kelompok
bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:
1. Membunuh anggota kelompok 2. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental
yang berat terhadap anggota-anggota
kelompok 3. Menciptakan kondisi
kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya 4. Tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah
kelahiran di dalam kelompok; atau 5. Memindahkan
secara paksa anak-anak
dan kelompok tertentu ke kelompok lain.
Pasal 9
juga menjelaskan bahwa
Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian
dan serangan yang meluas Ibid., pasal 8
atau
sistematik yang diketahuinya
bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil, yang berupa: 1. Pembunuhan 2.
Pemusnahan 3. Perbudakan 4. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara
paksa; 5. Perampasan kemerdekaan
atau perampasan kebebasan
fisik lain secara sewenang-wenang yang
melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum Internasional 6. Penyiksaan 7.
Perkosaan, perbudakan seksual,
pelacuran secara paksa,
pemaksaan kehamilan,
pemandulan atau sterilisasi
secara paksa atau
bentukbentuk kekerasan seksual lain yang setara 8. Penganiayaan
terhadap suatu kelompok
tertentu atau perkumpulan yang didasari
persamaan paham politik,
ras, kebangsaan, etnis, budaya,
agama, jenis kelamin
atau alasan lain
yang telah diakui secara
universal sebagai hal
yang dilarang menurut
hukum Internasional 9. Penghilangan orang secara paksa, atau Ibid, Pasal 9 10. Kejahatan apartheid Perjuangan menegakkan
hak asasi manusia di negeri Indonesia adalah hal
yang amat wajar
sebagai kewajiban kita
semua, disebabkan oleh tuntutan nilai-nilai falsafah kenegaraan
kita Pancasila. Semua sila dalam
falsafah itu melahirkan kewajiban kita berusaha menegakkan hakhak asasi
manusia. Ditambah lagi
bahwa kita sebagai
anggota PBB, dengan
sendirinya kita menerima
dan menyetujui serta
terikat kepada butir-butir
dalam Deklarasi Universal
Hak-hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right) 1948.
Laporan
berkala dari Dewan
HAM dibulan Mei
2012 secara khusus
menyoroti praktek perlindungan
HAM di Indonesia.
Penilaiannya kurang
menggembirakan, disebutkan disana,
meski Indonesia punya
komitmen dan intrumen-intrumen untuk
mendorong dan melindungi
HAM, mekanisme untuk
pelaksanaannya tidak memadai.
Kepolisian masih dituding
melakukan pelanggaran HAM karena
melakukan penyiksaan atau tindakan kekerasan yang berlebihan.
Aktifitas politik
yang seharusnya damai
seperti demonstrasi, termasuk oleh
pendukung HAM dan
peliputan berita oleh
jurnalis, justru mengalami
kriminalisasi, intimidasi, serangan
fisik. Yang lebih menghebohkan adalah
catatan mereka tentang
lemahnya perlindungan Budhy Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurcholis Madjid, (Jakarta:
MIZAN, 2006), 776 terhadap
kelompok minoritas keagamaan.
Mereka mencatat kejadian penyerangan terhadap komunitas Ahmadiyah,
perusakan dan penutupan gereja secara
paksa, bahkan penolakan
Wali Kota Bogor
untuk mematuhi keputusan
Mahkamah Konstitusi agar
membuka kembali Gereja Kristen Taman Yasmin.
Jika
kita melihat kenyataan-kenyataan diatas
tersebut, maka tampak jelas bahwa penangan pelanggaran HAM
di Indonesia ini masih sangat memprihatinkan, bahkan bisa dikatakan
sangat lemah. Walaupun di Indonesia
telah ada Undang-undang
HAM Nomor 39
Tahun 1999 tentang
HAM dan Undang-undang
Nomor 26 Tahun
2000 tentang Peradilan HAM yang seharusnya menjadi tembok
perlindungan hak-hak asasi masyarakat
Indonesia, bahkan dalam
Pasal 2 disebutkan
bahwa “Negara Republik Indonesia
mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi
manusia dan kebebasan dasar manusia sebagia hak yang secara kodrati melekat
dan tidak terpisahkan
dari manusia, yang
harus dilindungi, dihormati,
dan ditegakkan demi
peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan,
kebahagiaan, dan kecerdasan
serta keadilan”.
Pasal 4
juga
menyatakan bahwa “Pengadilan
HAM bertugas dan
berwenang memeriksa dan memutus
perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang Dinna Wisnu, “ HAM Indonesia di Mata Dunia” ,
Seputar Indonesia (26 September 2012), Undang-undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM berat.” Namun
kenyataannya hak-hak asasi
mereka masih kurang terlindungi. Padahal penanganan pelanggaran
HAM ini merupakan suatu yang sangat
penting untuk detegakkan,
karna HAM itu
menyangkut kepentingan setiap
individu yang memang
menjadi kewajiban negara dan semua manusia untuk melindunginya.
Dalam Islam hak-hak asasi manusia
bukan hanya diakui tetapi juga dilinungi
sepenuhnya. Karena itu,
dalam hubungan ini
ada dua prinsip
yang sangat penting
yaitu prinsip pengakuan
hak-hak asasi manusia
dan prinsip perlindungan
terhadap hak-hak asasi
manusia tersebut.
Prinsip-prinsip itu secara
tegas digariskan dalam
al-Qur’an surat al-Isra’, ayat ke
70: “Dan sungguh kami
telah memuliakan anak-anak
adam kami tebarkan mereka didarat dan dilaut serta kami anugrahi
mereka rezeki yang baikbaik dan kami
lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna
dari pada kebanyakan makhluk yang
telah kami ciptakan ” Ayat tersebut diatas dengan jelas memberikan petunjuk
suatu kemuliaan manusia
yang didalam teks
al-Qur’an disebut kara<mah (kemuliaan). Muhammad
Hasbi As{-S{iddieqy membagi
karamah itu kedalam
tiga katagori yaitu,
pertama, kemuliaan pribadi
atau kara<mah Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM fard{i<y>ah; kedua,
kemuliaan masyarakat atau
kara>mah ijtima<iyah; dan ketiga, kemuliaan
politik atau kara<mah
siyasah}. Dalam katagori pertama,
manusia dilindungi baik
pribadinya maupun hartanya.
Dalam katagori kedua,
status persamaan manusia
dijamin sepenuhnya.
Sedangkan pada katagori ketiga,
Islam meletakkan hak-hak politik dan menjamin hak-hak
itu sepenuhnya bagi setiap warga
negara, karena kedudukannya
yang didalam al-Qur’an
disebut sebagai “kh{alifah
Allah di bumi”.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi