BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sempurna yang
diciptakan oleh Allah SWT dengan diberi
banyak kelebihan dibandingkan makhluk lainnya, diantaranya adalah akal fikiran. Dengan akal fikiran itu
manusia diharapkan bisa memelihara serta
memanfaatkan alam dan semua ciptaan-Nya dengan baik. Allah tidak menciptakan manusia dengan derajat dan
kedudukan yang sama, ada yang diberi derajat
tinggi dan derajat rendah, ada kaya dan miskin, ada besar juga kecil.
Adanya perbedaan ini supaya
manusia dapat saling membutuhkan satu sama lain.
Pada dasarnya setiap individu
menghendaki adanya hubungan timbal balik
antara sesama mereka. Dalam hubungan antar sesama manusia itu banyak diwarnai berbagai macam kegiatan yang
merupakan pemenuhan manusia itu sendiri.
Karena dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut tidak mungkin diproduksi sendiri oleh individu yang
bersangkutan. Dengan kata lain, harus bekerja
sama dengan individu yang lain.
Secara kodrati manusia tidak
bisahidup sendiri, tapi perlu adanya interaksi
dengan makhluk lain guna memenuhi hajat hidup dan kehidupanya. Hal ini lazim dikenal dengan istilah “manusia
sebagai makhluk yang hidup 1 berkelompok”, artinya kehidupan
manusiamerupakan himpunan atau kesatuan manusia
yang hidup bersama dan menimbulkan hubungan timbal balik.
Selama kegiatan-kegiatan tersebutberhubungan
dengan upaya saling tolong-menolong
dalam hal kebajikan dan bukan dalam hal yang dilarang oleh Allah, maka hal tersebut sangat dianjurkan
oleh Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam
al-Qur’an Surat Al-Maidah: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maidah: 2).
Al-Qur’an dan hadist telah memberi arah bagi
manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Al-Qur’an dan hadist juga mengisyaratkan bahwa manusia diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk
menjalankan kegiatan ekonomi dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya baik dengan mengeksploitasi sumber daya alam secara langsung seperti jual beli, sewa
menyewa maupun yang tidak langsung
seperti perdagangan dan berbagai kegiatan produktif lainnya, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Mulk Soeknato Soejarno, Hukum Adat
Indonesia,(Jakarta Rajawali 1987), h. 2 Departemen Agama, Al-Qur’an dan
Terjemahnya,h. 156 Artinya:”Dialah yang
menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian
dari rezki-Nya, dan hanya kepada-Nya-lah
kamu (kembali setelah) dibangkitkan”.
Dari pendapat para ulama terhadap al-Qur’an
dan as-Sunnah ditentukan beberapa
keistimewaan ajaran muamalahdi dalam kedua sumber Hukum Islam, diantaranya:
1. Prinsip dasar dalam persoalan
muamalah adalah untuk mewujudkan kemaslahatan
umat manusia, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi yang mengitari
manusia itu sendiri. Dari prinsip pertama
ini terlihat perbedaan persoalan muamalah dengan persoalan akidah, akhlak, dan ibadah. Dibidang ibadah bahkan
prinsip dasarnya adalah tidak boleh
dilakukan atau dilaksanakn oleh setiap muslim jika tidak ada dalil yang memerintahkan untuk dilaksanakan sebagaimana
kaidah fiqh yang menyatakan Artinya:”Prinsip
dasar dalam bidang ibadah adalah menunggu dalil dan mengikutinya”.
2. Bahwa berbagai jenis muamalah. Hukumdasarnya
adalah boleh sampai ditemukan dalil yang
melarangnya. Ini artinya, selama tidak ada dalil yang melarang suatu kreasi jenis muamalah, maka
muamalah itu dibolehkan. Inilah sisi
rahmat Allah terbesar yang diberikan Allah kepada umat manusia.
Ibid,h. 956 Nasroen Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2000), h. ix Namun
demikian, sekalipun pada prinsipnya berbagai jenis muamalah dibolehkan selama tidak dijumpai dalil yang
melarangnya.
Ajaran tentang muamalah berkaitan
dengan persoalan hubungan antara sesama
manusia dalam memenuhi kebutuhan masing-masing yang sesuai dengan ajaran-ajaran dan prinsip-prinsip yang
terkandung oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.
Untuk memberikan rasa aman dan kepastian
hukum diantaranya manusia antara yang
satu dengan tangan lainnya dalam bermuamalah, maka agama memberikan ketentuan peraturan yang
sebaik-baiknya, yang meliputi aspek akad, syarat, rukun dan prinsip-prinsip hukum yang
harus dipenuhi.
Dengan adanya ketentuan peraturan
tersebut, maka kehidupan manusia dalam
bidang muamalah dapat terjamin dengan sebaik-baiknya sehingga percekcokan dan permusuhan, dapat dihindari
dan tidak akan terjadi.
Diantara sekian banyak aspek
bekerjasama dan hubungan manusia, maka kegiatan
jual beli adalah salah satunya. Bahkan aspek ini amat penting peranannya dalam kesejahteraan hidup manusia.
Keterlibatan muslim dalam dunia
perdagangan jual beli (bisnis) bukanlah suatu fenomena baru, bahkan sejak zaman Rasulullah sudah terjadi. Namun dewasa
ini perdagangan jual beli (bisnis) mengalami
perkembangan pesat, akibatnyabanyak perubahan dan permasalahan yang terjadi.
Masalah jual beli atau tukar
menukarbarang dengan cara tertentu atau akad
memang diperbolehkan dalam Islam, namun pada dasarnya dalam jual beli harus tidak adanya unsur memaksa, di samping
itu juga perlu di perhatikan adanya
syarat bagi penjual dan pembeli selaku orang yang melakukan perbuatan hukum, yang tak kalah pentingnya adalah uang
dan benda yang di perjual belikan.
Seperti halnya dengan kehidupan
masyarakat yang bekerja di rumah sakit Lamongan
yang mayoritas penduduknya beragama Islam, telah melakukan jual beli darah dalam pemenuhan kebutuhan hidup
mereka, dengan harga yang tinggi, dan
pastinya mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda, Praktek jual beli organ tubuh manusia, sudah ada dan tanpa bisa
diketahui siapa yang memulainya.
Tapi yang jelas kondisi ini sudah
ada disekitar kita. Salah satu yang paling
mudah dilakukan dan sering dilakukan oleh setiap orang yang pernah melakukannya, adalah praktek jual belidarah
untuk kepentingan pasien yang membutuhkan
darah pasca operasi dan melahirkan atau untuk kepentingan lain.
Praktek jual beli darah ini sudah
berlangsung cukup lama, dan terjadi di RSUD Lamongan.
Maka di sinilah terjadi jual
belidarah yang dilakukan tukang becak melalui
rumah sakit kepada pasien, dimana tukang becak menjual darahnya dengan harga Rp. 150.000,- untuk sekali donor.
Sedangkan harga resmi, kalau membeli
darah di PMI hanya sebesar Rp. 130.000,- perkantong labu.
Begitu pula yang terjadi jika darah diPMI ada,
dari pihak rumah sakit juga menjual
darah ke pasien dengan harga dua kali lipat dari harga darah di PMI.
Dari penjelasan di atas, maka
muncullah pertanyaan apakah praktek jual beli darah ini adalah sesuatu yang wajar
dilakukan di tengah-tengah masyarakat dan
di RSUD Lamongan, atau kita hanyabisa berdiam diri menerima kondisi seperti ini sambil berharap ada orang yang
bersedia mendonorkan darahnya secara
sukarela dengan niat hanyauntuk menolong sesama yang membutuhkan dan menjadikan donor darah itu merupakan
ibadah sambil beramal.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi