BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Tayub
adalah kesenian yang menggabungkan gerakan tari gambyong dengan gerakan tari yang lain, juga suara, dan
beragam gending Jawa. Tayuban biasanya
diadakan ketika ada peristiwa ritual, baik ritual tradisional yang selalu dikaitkan dengan kesuburan seperti sedhekah
bumi maupun ritual baru yaitu peristiwa-peristiwa
penting dalam kehidupan masyarakat seperti pernikahan dan khitanan Wanita yang berprofesi sebagai penyanyi
sekaligus penari di acara tayuban
disebut Waranggana atau ledhek. Tayub dilakukan oleh Waranggana dengan lemah gemulai dan dalam balutan busana
ketat yang menonjolkan bagian-bagian
terindah tubuh perempuan, sehingga bisa menghipnotis penonton untuk menari bersama. Gending-gending Jawa dan
lantunan tembang Waranggana begitu merdu
merayu, menuntun jiwa dan raga seseorang untuk ikut menari.
Orang jawa mengenal pertunjukan
yang disebut tayub atau tayuban ini, sebagai
sebuah pertunjukan yang selalu dihubung-hubungkan dengan perilaku 2 para
Waranggana yang kurang baik.
Hal ini terjadi karena adanya tradisi masyarakat, apabila tayub untuk upacara
hajatan misalnya pernikahan telah usai,
selalu disambung dengan tayub bagi siapa saja yang ingin menari bersama Waranggana . Ini adalah awal bagi para pria yang ingin menari bersama Waranggana yang biasanya disebut ngibing.
Sebagai imbalannya pria yang telah
ngibingdengan Waranggana akan memberi imbalan yang disebut dengan suwelanatau saweran. Ini dilakukan sebagai
ucapan terima kasih atas kesempatan
untuk ngibingbersamanya. Nilai dan jumlah sawerantidak ditentukan, tergantung kemampuan. Namun, cara
pemberiannya yang unik; saweranbiasanya
diselipkan pada belahan payudara Waranggana . Bisa pada bagain luar, atau juga, ada yang diselipkan
lebih dalam lagi pada sisi-sisi payudaranya.
Bila uangnya banyak, Waranggana akan membiarkan tangan itu bergerak-gerak semaunya cukup lama di dalam
kemben atau kain penutup dada Waranggana
. Bagi Waranggana itu adalah rezeki, oleh karena uang yang telah mendarat di buah dadanya itu akan
menjadi haknya.
Pemberian saweranini, sedikit demi sedikit
membawa perubahan.
Saweran, kini telah diatur cara
pemberiannyamelalui seorang pramugari (orang yang mengatur jalannya tayub) dengan
meletakkan uang saweran ini di dalam R.M. Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia
dan Pariwisata, (Bandung: arti.line, 1999), 355 Ibid.,
356 3 kardus, atau bisa diselipkan di balik sampur
Waranggana , tepatnya di atas bahu.
Minuman keras dalam acara tayuban
biasanya disuguhkan sebagai penghormatan
kepada tuan rumah, pemuka desa dan para undangan. Bila minuman yang ditawarkan oleh Waranggana kepada
tuan rumah diminum, tandanya pengunjung
pertunjukan tayub juga boleh meminumnya
dan minumnya di depan Waranggana sebelum
ngibingbersamanya. Fungsi lainnya, dengan
minuman ini diharapkan bisa membantu sugesti dan kepercayaan diri seseorang untuk ngibing.
Dalam perspektif Hukum Islam,
manusia senantiasa dituntut untuk selalu
berikhtiar (bekerja) dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama dari segi ekonominya. Namun agama tidaklah
mewajibkan suatu usaha atau pekerjaan.
Setiap orang dapat memilih usaha dan pekerjaan sesuai dengan bakat, keterampilan, dan juga faktor
lingkungan. Salah satu bidang pekerjaan adalah
sebagai seniman (Seniman seni musik, seniman seni lukis, atau seniman seni tari). Akan tetapi, ketika bekerja
manusia juga dituntut dengan cara yang baik,
tidak melanggar adab agama dan halal guna memperoleh hasil yang halal pula. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT
dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat
172: “ Hai orang-orang yang beriman,
makanlah diantara rezeki yang baik-baik
yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya
kepada-Nya kamu menyembah”.
Rasulullah SAW juga bersabda “Dari Anas bin
Malik r.a dari Nabi bersabda: Mencari yang halal adalah wajib bagi setiap muslim”.
Agar manusia mendapatkan upah
yang halal, ada rukun dan syarat upah yang
harus dipenuhi, yaitu: a. Mu’jirdan
Musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad upah-mengupah.
Mu’jiradalah orang yang
memberikan upah dan Musta’jiradalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu.
Disyaratkan pada Mu’jir dan
Musta’jiradalah balig, berakal,
cakap melakukan taharruf (mengendalikan
harta), mengetahui manfaat sesuatu yang
diakadkan dengan sempurna sehingga dapat
mencegah terjadinya perselisihan, dan saling
meridhai.
Departemen Agama Republik
Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya, (Bandung: Penerbit Diponegoro, 2005), 20 Imam al-Hafidz Zakiyuddin Abdul Adhim bin
Abdul Qawiy al Mandzuri, Targi>b wat Tarhi>b,(Beirut:
Darul Fikr, 2004), 347 Hendi Suhendi,
Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), 117 5 b.
Shighat ijab kabul, yaitu lafal yang menunjukkan akad antara Mu’jirdan Musta’jir, syaratnya harus jelas.
c. Ujrah, disyaratkan jumlah dan
jangka waktunya jelas dan disepakati oleh kedua pihak.
d. Sesuatu yang dikerjakan
(pekerjaan), syaratnya jenis pekerjaan harus diketahui dengan jelas, halal dan manfaatnya
pun jelas. Masalah sahnya pengupahan
atas jenis pekerjaan itu ditentukan oleh syariat, karena tidak sah memberikan upah atas pekerjaan yang
diharamkan.
Namun bagaimana dengan para
wanita yang berprofesi sebagai Waranggana
tayuban tersebut? Tayub adalah seni tari yang bertentangan dengan adab Islam, karena dalam prosesnya
diiringi dengan sesuatu yang haram.
Seperti meminum khamar, memperlihatkan aurat, dan lain-lain. Allah melarang perempuan memperlihatkan auratnya di
hadapan laki-laki yang bukan mahramnya
seperti yang tertera dalam kitab al-Qur’an surat an-Nu>r: 31, yaitu
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka 6 menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya. dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung kedadanya,
dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau
ayah suami mereka, atau putera-putera
mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. dan
janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang merekasembunyikan.
dan bertaubatlah kamu sekalian kepada
Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung”.
Allah juga melarang umatnya untuk minum khamar
sebagaimana firmannya dalam al-Qur’an
surat al-Ma>idah: 90, yaitu “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan”.
Dengan adanya dalil-dalil di atas, bagaimana
profesi yang mereka jalankan? Apakah
upah mereka juga ikutdiharamkan? Karena itu skripsi ini meneliti tentang “Tinjauan Hukum Islam
terhadap Upah Tayuban Waranggana dan
Penggunaannya dalam Perspektif Hukum Islam”.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi