Kamis, 21 Agustus 2014

Skripsi Siyasah:TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH TAYUBAN WARANGGANA DAN PENGGUNAANNYA (Studi Kasus di Dusun Ngrajek, Desa Sambirejo, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk)


BAB I  PENDAHULUAN
 A.  Latar Belakang Masalah  Tayub adalah kesenian yang menggabungkan gerakan tari gambyong  dengan gerakan tari yang lain, juga suara, dan beragam gending Jawa. Tayuban  biasanya diadakan ketika ada peristiwa ritual, baik ritual tradisional yang selalu  dikaitkan dengan kesuburan seperti sedhekah bumi maupun ritual baru yaitu  peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat seperti pernikahan  dan khitanan  Wanita yang berprofesi sebagai penyanyi sekaligus penari di acara  tayuban disebut Waranggana atau ledhek. Tayub dilakukan oleh Waranggana  dengan lemah gemulai dan dalam balutan busana ketat yang menonjolkan  bagian-bagian terindah tubuh perempuan, sehingga bisa menghipnotis penonton  untuk menari bersama. Gending-gending Jawa dan lantunan tembang  Waranggana begitu merdu merayu, menuntun jiwa dan raga seseorang untuk  ikut menari.
Orang jawa mengenal pertunjukan yang disebut tayub atau tayuban ini,  sebagai sebuah pertunjukan yang selalu dihubung-hubungkan dengan perilaku  2    para Waranggana yang kurang baik.

 Hal ini terjadi karena adanya tradisi  masyarakat, apabila tayub untuk upacara hajatan misalnya pernikahan telah  usai, selalu disambung dengan tayub bagi siapa saja yang ingin menari bersama  Waranggana . Ini adalah awal bagi para  pria yang ingin menari bersama  Waranggana yang biasanya disebut ngibing. Sebagai imbalannya pria yang  telah ngibingdengan Waranggana akan memberi imbalan yang disebut dengan  suwelanatau saweran. Ini dilakukan sebagai ucapan terima kasih atas  kesempatan untuk ngibingbersamanya. Nilai dan jumlah sawerantidak  ditentukan, tergantung kemampuan. Namun, cara pemberiannya yang unik;  saweranbiasanya diselipkan pada belahan payudara Waranggana . Bisa pada  bagain luar, atau juga, ada yang diselipkan lebih dalam lagi pada sisi-sisi  payudaranya. Bila uangnya banyak, Waranggana akan membiarkan tangan itu  bergerak-gerak semaunya cukup lama di dalam kemben atau kain penutup dada  Waranggana . Bagi Waranggana itu adalah rezeki, oleh karena uang yang  telah mendarat di buah dadanya itu akan menjadi haknya.
 Pemberian saweranini, sedikit demi sedikit membawa perubahan.
Saweran, kini telah diatur cara pemberiannyamelalui seorang pramugari (orang  yang mengatur jalannya tayub) dengan meletakkan uang saweran ini di dalam                                                                R.M. Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata, (Bandung: arti.line, 1999),  355   Ibid., 356  3    kardus, atau bisa diselipkan di balik sampur Waranggana , tepatnya di atas  bahu.
Minuman keras dalam acara tayuban biasanya disuguhkan sebagai  penghormatan kepada tuan rumah, pemuka desa dan para undangan. Bila  minuman yang ditawarkan oleh Waranggana kepada tuan rumah diminum,  tandanya pengunjung pertunjukan tayub  juga boleh meminumnya dan  minumnya di depan Waranggana sebelum ngibingbersamanya. Fungsi lainnya,  dengan minuman ini diharapkan bisa membantu sugesti dan kepercayaan diri  seseorang untuk ngibing.
Dalam perspektif Hukum Islam, manusia senantiasa dituntut untuk  selalu berikhtiar (bekerja) dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama dari  segi ekonominya. Namun agama tidaklah mewajibkan suatu usaha atau  pekerjaan. Setiap orang dapat memilih usaha dan pekerjaan sesuai dengan  bakat, keterampilan, dan juga faktor lingkungan. Salah satu bidang pekerjaan  adalah sebagai seniman (Seniman seni musik, seniman seni lukis, atau seniman  seni tari). Akan tetapi, ketika bekerja manusia juga dituntut dengan cara yang  baik, tidak melanggar adab agama dan halal guna memperoleh hasil yang halal  pula. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat al-Baqarah  ayat 172:  “ Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang  baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah  kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu  menyembah”.
 Rasulullah SAW juga bersabda “Dari Anas bin Malik r.a dari Nabi bersabda: Mencari yang halal  adalah wajib bagi setiap muslim”.
Agar manusia mendapatkan upah yang halal, ada rukun dan syarat upah  yang harus dipenuhi, yaitu:  a. Mu’jirdan Musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad upah-mengupah.
Mu’jiradalah orang yang memberikan upah dan Musta’jiradalah orang  yang menerima upah untuk melakukan sesuatu. Disyaratkan pada Mu’jir dan  Musta’jiradalah  balig, berakal, cakap melakukan taharruf  (mengendalikan harta), mengetahui  manfaat sesuatu yang diakadkan  dengan sempurna sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan, dan  saling meridhai.
                                                               Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya, (Bandung:  Penerbit Diponegoro, 2005), 20   Imam al-Hafidz Zakiyuddin Abdul Adhim bin Abdul Qawiy al Mandzuri, Targi>b wat  Tarhi>b,(Beirut: Darul Fikr, 2004), 347   Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), 117  5    b. Shighat ijab kabul, yaitu lafal yang menunjukkan akad antara Mu’jirdan  Musta’jir, syaratnya harus jelas.
c. Ujrah, disyaratkan jumlah dan jangka waktunya jelas dan disepakati oleh  kedua pihak.
d. Sesuatu yang dikerjakan (pekerjaan), syaratnya jenis pekerjaan harus  diketahui dengan jelas, halal dan manfaatnya pun jelas. Masalah sahnya  pengupahan atas jenis pekerjaan itu ditentukan oleh syariat, karena tidak  sah memberikan upah atas pekerjaan yang diharamkan.
Namun bagaimana dengan para wanita yang berprofesi sebagai  Waranggana tayuban tersebut? Tayub adalah seni tari yang bertentangan  dengan adab Islam, karena dalam prosesnya diiringi dengan sesuatu yang  haram. Seperti meminum khamar, memperlihatkan aurat, dan lain-lain. Allah  melarang perempuan memperlihatkan auratnya di hadapan laki-laki yang bukan  mahramnya seperti yang tertera dalam kitab al-Qur’an surat an-Nu>r: 31, yaitu “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka  menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka  6    menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari  padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung  kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali  kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka,  atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau  Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara  lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau  wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau  pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan  (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang  aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar  diketahui perhiasan yang merekasembunyikan. dan bertaubatlah  kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman  supaya kamu beruntung”.
 Allah juga melarang umatnya untuk minum khamar sebagaimana  firmannya dalam al-Qur’an surat al-Ma>idah: 90, yaitu “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)  khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib  dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah  perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.
 Dengan adanya dalil-dalil di atas, bagaimana profesi yang mereka  jalankan? Apakah upah mereka juga ikutdiharamkan? Karena itu skripsi ini  meneliti tentang “Tinjauan Hukum Islam terhadap Upah Tayuban Waranggana  dan Penggunaannya dalam Perspektif Hukum Islam”.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi