Rabu, 27 Agustus 2014

Skripsi Syariah: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MASYARAKAT MEMBAYAR ZAKAT

BAB I .
PENDAHULUAN .
1.1  Latar Belakang Masalah .
Salah  satu  permasalahan  yang  sering  dihadapi  oleh  negara-negara  berkembang  adalah  masalah  ekonomi,  termasuk  negara  Indonesia  saat  ini. Permasalahan  ekonomi  seringkali  berdampak  negatif  terhadap  kehidupan  sosial  masyarakat seperti, kemiskinan dan pengangguran yang sering kali menimbulkan  tindakan-tindakan  kriminal.  Oleh  karena  itu,  untuk  mengatasi  problematika  tersebut  perlu  adanya  sebuah  kebijakan  untuk  penanggulangan  masalah  kemiskinan. Sebagai negara yang penduduknya yang kurang lebih 90% beragama  Islam,  maka  tuntunan  dan  kiat  Islam  dalam  mengantisipasi  problematika  kemiskinan umat menjadi penting untuk direalisasikan  Namun  demikian,  permasalahan  kemiskinan  bukanlah  hal  yang  mudah  untuk  diselesaikan  seperti  halnya  membalik  tangan,  karna  kemiskinan  adalah  bukti kekuasaan Allah bahwa dengan kemiskinan Allahingin mengetahui sejauh  mana kepedulian hamba-Nya yang diberi harta lebih untuk dapat berbagi dengan  yang  berkekurangan.  Islam  menekankan  adanya  hubungan  saling  menolong  di  dalam  lingkungan  sosial  umatnya.  Bahkan  Islam  menggambarkan  umat  muslim  sebagai satu batang tubuh  yang semua anggota dan bagiannya berkaitan  dengan    Masyarakat  muslim  sampai  saat  ini  masih  dalam  sekatan  ekonomi  terbelakang,  artinya  masalah  pengentasan  kemiskinan  dan  kesenjangan  sosial  (enequality  income)  dimiliki  oleh  sejumlah  negara  yang  justru  berpenduduk  mayoritas  Islam.  (Arief  Mufraini,  Akuntasi  dan  Manajemen  Zakat,  Mengomunikasikan  Kesadaran  Dan  Membangun  Jaringan, Jakarta: Kencana  Prenada Media Group, 2006. Cet. I. hlm. 161)   bagian yang lain.

 Sebagaimana termaktub dalam Surat Al-Maidah Ayat 2 Allah berfirman:  Artinya:  “Dan  tolong-menolonglah  kamu  dalam  (mengerjakan)  kebaikan  dan  takwa,  dan  jangan  tolong-menolong  dalam  berbuat  dosa  dan  pelanggaran.  Dan  bertaqwalah  kamu  kepada  Allah,  sesungguhnya  Allah sangat berat siksa-Nya.” (QS Al-Maidah: 2).
 Ayat  ini  merupakan  perintah  yang  menjadi  bagian  dari  konsekuensi  keimanan  seseorang.  Dengan  adanya  konsep  tersebut  dimungkinkan  kesuksesan  seseorang  ataupun  sekelompok  masyarakat  dalam  sektor  ekonomi.  Bersamaan  dengan  majunya  ekonomi,  juga  akan  menciptakan  masyarakat  yang  maju  dan  sejahtera  taraf  hidupnya.  Dalam  ajaran  Islam  pemberantasan  kemiskinan  sudah  dilembagakan dalam salah satu rukunnya, yaitu menunaikan zakat.
 Pembayaran  zakat  sebagai  sarana  untuk  mempersempit  jurang  perbedaan  pendapatan  dalam  masyarakat,  sehingga  tidak  terjadi  kesenjangan  sosial  yang  dapat  berpotensi  konflik  dan mengganggu keharmonisan dalam bermasyarakat.  Dengan demikian  diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup umat terutama dari golongan  yang  berhak  menerima  zakat.  Sehingga  mereka  bisa  hidup  dengan  layak  dan   Yusuf Qardhawi, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan,Jakarta: Gema Insani Press, 1995,  hlm. 143   Depag RI,  Al-Qur’an dan Terjemah Bahasa Indonesia,  Kudus: Menara Kudus, 2000, hlm.
106   Zakat adalah salah satu kewajiban umat Islam yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an. Zakat  merupakan  salah  satu  rukun  Islam  yang  selalu  disebutkan  sejajar  dengan  shalat.  Inilah  yang  menunjukkan  betapa  pentingnya  zakat  sebagai  salah  satu  rukun  Islam.   (Abdul  Al-  Hamid  Mahmud Al-Ba’ly, Ekonomi Zakat, Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Syari’ah, Jakarta: Raja  Grafindo Persada, 2006, hlm. 1)   mandiri tanpa menggantungkan kepada orang lain.
 Zakat  tak  sekedar  dimaknai  sebagai  sebuah  ibadah  semata  yang  diwajibkan  kepada  setiap  umat  Islam  bagi  yang  sudah memenuhi  syarat,  akan  tetapi lebih dari pada itu, yakni sebagai sebuah sistem pendistribusian harta benda  dikalangan  umat  islam,  dari  si  kaya  kepada  si  miskin.  Sehingga  zakat  mampu  menghilangkan kesenjangan sosio-ekonomi masyarakat.
 Bagi  kebanyakan  umat  Islam  zakat  lebih  diyakini  sebagai  pemenuhan  kesalehan individu yang bersifat ubudiyyah daripada perwujudan solidaritas sosial  yang  lebih  mendasar.  Yakni  tidak  dalam  konteks  mendistribusikan  kekayaan  secara  adil  sehingga  tidak  terakumulasi  dalam  sekelompok  orang  saja.
Pelaksanaan  zakat  hanya  sekedar  memenuhi  tuntutan  syari’at  saja.  Akibatnya,  potensi zakat yang demikian besar itu tidak bisa digali dan dikelola dengan baik  untuk program pengentasan kemiskinan, pendidikan dan sebagainya yang benarbenar bermanfaat bagi masyarakat.
 Sesungguhnya  zakat  memiliki  dimensi  yang  sangat  luas  bagi  manusia.
Zakat  tidak  saja  memiliki  dimensi  ketuhanan  tetapi  juga  memiliki  dimensi  kemanusiaan  yang  sangat  kuat.  Zakat  membuktikan  bahwa  hubungan  kemanusiaan, tolong-menolong antar sesama manusia dibangun di atas nilai-nilai  fondasi  ketuhanan.  Zakat  menjadi  bukti  bahwa  Islam  bukanlah  agama  yang  melupakan  kehidupan  dunia  semata,  zakat  adalah  pembangun  umat  manusia.
  Nasrudin Rozak, Dienul Islam, Bandung: Al Ma'arif, 1985, hlm, 197.
 Abdurrahman Qodir, Zakat Dalam Dimensi Mahdah Dan Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo  Persada, 1998, hlm.214   Asnaini, Zakat Produktif Dalam Perspektif hukum Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008,  hlm. 3   Ibid, hlm. 42   Perintah melaksanakan zakat ada dalam Al-Qur’an, antara lain terdapat pada surat  An-Nuur: ayat 56:  Artinya: "Dan laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat, dantaatlah kepada Rasul  Muhammad agar kamu diberi rahmat" (Qs.An-nuur (24):56).
 Ayat  tersebut  memiliki  makna  kewajiban,  dengan  sebuah  garis  hukum  yang tegas: agar diberi rahmat oleh Allah maka tunaikan zakat.Ayat ini menjadi  bukti  adanya  hubungan  vertikal  dan  horizontal  secara  harmonis.  Agar  rahmat  Allah turun, maka tunaikanlah zakat.  Zakat mengandung makna horizontal karena  adanya hubungan kemanusiaan, saling menolong antarasi kaya dan si miskin.
 Untuk  memberdayakan  potensi  zakat  maka  diperlukan  sebuah  lembaga  yang  mampu  mengelola  dana  zakat  untuk  mendistribusikannya  baik  untuk  konsumtif maupun untuk usaha yang produktif.
 Di Indonesia, terdapat lembaga semi-pemerintah yangberwenang untuk  melakukan  pengolahan  dan  pendistribusian  zakat,  yaitu  Badan  Amil  Zakat  dari  tingkat nasional (BAZNAS) sampai tingkat daerah (BAZDA). Selain itu, ada juga  lembaga  non  pemerintah  yang  bernama  Lembaga  Amil  Zakat  (LAZNAS/LAZDA).
 Disamping itu juga terdapat lembaga swadaya masyarakat  yang  memfokuskan  pada  pengelolaan  zakat  yang  salah  satunya  adalah  Rumah  Zakat cabang Semarang.
 Depag RI, op. cit, hlm. 357   Asnaini,op. cit, hlm.
  Zainul  Arifin,  Memahami  Bank  Syari’ah  Lingkup,  Peluang,  Tantangan  dan  Prospek, Jakarta: Alvabet, 2000, hlm. 44   Iqbal M. Ambara, Problematika Zakat dan Pajak Indonesia, Jakarta: Sketsa, 2009, hlm. 35   Rumah  Zakat  adalah  sebuah  lembaga  swadaya  masyarakat  yang  memfokuskan  pada  pengelolaan  zakat,  infaq,  shodaqoh dan  wakaf  secara  lebih  profesional  dengan  menitikberatkan  program  pendidikan  (Edu  Care),  kesehatan  (Health  Care),  pembinaan  komunitas  (Youth  Care)  dan  pemberdayaan  ekonomi  (Eco  Care)  sebagai  penyaluran  program  unggulan.  Program  tersebut  merupakan  upaya untuk meningkatkan indeks pembangunan kaum dhuafa.
 Sistem pengelolaan zakat terdapat dalam UU. No. 38 Tahun 1999 tentang  pengelolaan  zakat,  di  dalamnya  mengatur  tentang  pelaksanan  pengelolaan  zakat  dimulai  dari  perencanaan  sampai  pada  tahap  pendistribusian  dan  pendayagunaannya.  Adapun  pengumpulan  zakat  dilakukan  oleh  amil  zakat  yang  terdiri  atas  unsur  masyarakat  dan  pemerintah  yang  pembentukannya  disesuaikan  dengan tingkat wilayahnya.
 Manajemen sebuah organisasi pengelola zakat harus dapat diukur dengan  tiga  kata  kunci  yaitu:  amanah,  profesional  dan  transparan.  Tiga  kunci  tersebut  dinamakan prinsip “Good  Organization Governance.” Dengan penerapan  ketiga  prinsip tersebut maka sebuah organisasi pengelola zakat akan lebih dipercaya oleh  masyarakat luas.
 Dalam  pelaksanaannya,  pengumpulan  zakat  di  Indonesia  masih  dirasa  kurang optimal jika melihat potensinya. Penghitungan yang dilakukan oleh Badan    Rumah  Zakat  adalah  sebuah  Lembaga  Amil  Zakat  Nasional  yang  memfokuskan  pada  pengelolaan  zakat,  infaq,  shodaqoh  dan  wakaf  secara lebih  profesional  dengan  menitikberatkan  program  pendidikan,  kesehatan,  pembinaan  komunitas  dan  pemberdayaan  ekonomi  sebagai  penyaluran program unggulan. Lihat Profil Rumah Zakat, dikutip dari http://www.rumahzakat.org,  diakses tgl 02 -01- 2010   Masdar F. Mas’udi,  Agama Keadilan, Risalah Zakat (Pajak) Dalam Islam, Jakarta: P3M,  1991, hlm. 124   Sholahuddin, Ekonomi Islam, Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2006, hlm. 236-237   Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menyebutkan bahwa potensi zakat di Indonesia  tercatat sebesar Rp.17,5 triliun per tahun. Namun,  faktanya menunjukkan bahwa  pengumpulan  zakat  yang  terdata  melalui  Lembaga  Pengelola  Zakat  (LPZ)  hanyalah sekitar Rp. 250 miliar per tahun. Kurang optimalnya jumlah zakat yang  terkumpul  disebabkan  oleh  beberapa  hal,  antara  lain;  Pertama,  ketidaktahuan  kewajiban membayar zakat. Ada sebagian dari masyarakat yang tidak tahu bahwa  dia  harus  membayar  zakat.  Mereka  hanya  tahu  bahwa  zakat  itu  hanyalah  zakat  fitrah  di  bulan  Ramadhan.  Bahwa  sebenarnya  ada  kewajiban  membayar  zakatzakat  lainnya  yang  mereka  belum  tahu.  Kedua,  ketidakmauan  membayar  zakat.
Terdapat sebagian masyarakat yang enggan untuk membayar zakat. Ada sebagian  masyarakat  yang  berperilaku  kikir,  mereka  merasa  harta  yang  mereka  peroleh  adalah hasil usahanya sendiri, sehingga mereka merasa tidak perlu mengeluarkan  zakat.  Ketiga,  ketidakpercayaan  terhadap  Lembaga  Pengelola  Zakat.  Sebagian  masyarakat mengeluarkan kewajiban zakatnya langsungkepada  mustahiq,karena  mereka  tidak  atau  kurang  percaya  kepada  lembaga  pengelola  zakat  yang  ada.
Selain  itu  mereka  merasa  lebih  afdhol jika  bisa  memberikan  langsung  kepada  mustahiqyang bersangkutan.
 Dengan  demikian,  kepercayaan,  tingkat  religiusitas  serta  pendapatan  masyarakat merupakan faktor terpenting dalam menentukan perilaku masyarakat  untuk  menunaikan  zakat  di  lembaga  amil  zakat.  Pengelolaan  dana  zakat  yang  lebih  profesional  akan  menjadikan  lembaga  amil  zakat  sebagai  pilihan  utama  masyarakat dalam berzakat dan mengajak orang lain untuk menunaikan zakat.
  Hikayah  Azizi  Nur  Farida,  Journal  of  Islamic  Business  and  Economics,  Yogyakarta:  Desember, 2008, vol. 2, hlm. 77   Sebagai  sebuah  lembaga  swadaya  masyarakat  yang  memfokuskan  pada  pengelolaan  zakat,  infaq,  shodaqoh  dan  wakaf,  Rumah Zakat  secara  lebih  profesional  mengelola  dana  zakat  dengan  mengutamakan  pada  program  pendidikan, kesehatan, pembinaan komunitas dan pemberdayaan ekonomi sebagai  penyaluran program unggulan. Lembaga  yang berkiprahsejak Mei 1998 di kota  Bandung  ini  semakin  menguatkan  eksistensinya  sebagai  lembaga  amil  zakat,  bahkan  telah  memiliki  44  jaringan  kantor  di  38  kota besar  di  Indonesia  dengan  pola  hubungan  pusat-cabang  yang  telah  terkoneksi  secara  online.  Sehingga  pengelolaan  lembaga  lebih  terintegrasi,  transparan  dan  cepat.  Legalitas  untuk  melakukan  ekspansi  semakin  kuat  ketika  lembaga  ini  telah  mendapat  sertifikasi  pengukuhan sebagai lembaga amil zakat nasional berdasarkan SK Menteri Agama  RI No. 157 pada tanggal 18 Maret 2003.
 Oleh  karena  itu  penulis  tertarik  untuk  melakukan  penelitian  tentang  “ANALISIS  FAKTOR-FAKTOR  YANG  MEMPENGARUHI  MINAT  MASYARAKAT  MEMBAYAR  ZAKAT  DI  RUMAH  ZAKAT  CABANG  SEMARANG”.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi