BAB I .
PENDAHULUAN .
1.1 Latar Belakang Masalah .
Salah satu
permasalahan yang sering
dihadapi oleh negara-negara berkembang
adalah masalah ekonomi,
termasuk negara Indonesia
saat ini. Permasalahan ekonomi
seringkali berdampak negatif
terhadap kehidupan sosial masyarakat seperti, kemiskinan dan
pengangguran yang sering kali menimbulkan tindakan-tindakan kriminal.
Oleh karena itu,
untuk mengatasi problematika tersebut
perlu adanya sebuah
kebijakan untuk penanggulangan masalah kemiskinan. Sebagai negara yang penduduknya
yang kurang lebih 90% beragama Islam, maka
tuntunan dan kiat
Islam dalam mengantisipasi problematika kemiskinan umat menjadi penting untuk
direalisasikan Namun demikian,
permasalahan kemiskinan bukanlah
hal yang mudah untuk diselesaikan
seperti halnya membalik
tangan, karna kemiskinan
adalah bukti kekuasaan Allah
bahwa dengan kemiskinan Allahingin mengetahui sejauh mana kepedulian hamba-Nya yang diberi harta
lebih untuk dapat berbagi dengan yang berkekurangan. Islam
menekankan adanya hubungan
saling menolong di dalam lingkungan
sosial umatnya. Bahkan
Islam menggambarkan umat
muslim sebagai satu batang tubuh yang semua anggota dan bagiannya
berkaitan dengan Masyarakat
muslim sampai saat
ini masih dalam
sekatan ekonomi terbelakang,
artinya masalah pengentasan
kemiskinan dan kesenjangan
sosial (enequality income)
dimiliki oleh sejumlah
negara yang justru
berpenduduk mayoritas Islam.
(Arief Mufraini, Akuntasi
dan Manajemen Zakat,
Mengomunikasikan Kesadaran Dan
Membangun Jaringan, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2006. Cet.
I. hlm. 161) bagian yang lain.
Sebagaimana termaktub dalam Surat Al-Maidah
Ayat 2 Allah berfirman: Artinya: “Dan
tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertaqwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya.” (QS Al-Maidah:
2).
Ayat
ini merupakan perintah
yang menjadi bagian
dari konsekuensi keimanan
seseorang. Dengan adanya
konsep tersebut dimungkinkan
kesuksesan seseorang ataupun
sekelompok masyarakat dalam
sektor ekonomi. Bersamaan dengan
majunya ekonomi, juga
akan menciptakan masyarakat
yang maju dan sejahtera taraf
hidupnya. Dalam ajaran
Islam pemberantasan kemiskinan
sudah dilembagakan dalam salah
satu rukunnya, yaitu menunaikan zakat.
Pembayaran zakat
sebagai sarana untuk
mempersempit jurang perbedaan
pendapatan dalam masyarakat,
sehingga tidak terjadi
kesenjangan sosial yang
dapat berpotensi konflik
dan mengganggu keharmonisan dalam bermasyarakat. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
hidup umat terutama dari golongan yang berhak
menerima zakat. Sehingga
mereka bisa hidup
dengan layak dan Yusuf
Qardhawi, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan,Jakarta: Gema Insani Press, 1995, hlm. 143 Depag RI,
Al-Qur’an dan Terjemah Bahasa Indonesia,
Kudus: Menara Kudus, 2000, hlm.
106 Zakat adalah salah satu kewajiban umat Islam
yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an. Zakat merupakan
salah satu rukun
Islam yang selalu
disebutkan sejajar dengan
shalat. Inilah yang menunjukkan betapa
pentingnya zakat sebagai
salah satu rukun
Islam. (Abdul Al-
Hamid Mahmud Al-Ba’ly, Ekonomi
Zakat, Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Syari’ah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 1) mandiri tanpa menggantungkan kepada orang
lain.
Zakat
tak sekedar dimaknai
sebagai sebuah ibadah
semata yang diwajibkan
kepada setiap umat
Islam bagi yang
sudah memenuhi syarat, akan tetapi
lebih dari pada itu, yakni sebagai sebuah sistem pendistribusian harta benda dikalangan
umat islam, dari
si kaya kepada
si miskin. Sehingga
zakat mampu menghilangkan kesenjangan sosio-ekonomi
masyarakat.
Bagi
kebanyakan umat Islam
zakat lebih diyakini
sebagai pemenuhan kesalehan individu yang bersifat ubudiyyah
daripada perwujudan solidaritas sosial yang lebih
mendasar. Yakni tidak
dalam konteks mendistribusikan kekayaan secara
adil sehingga tidak
terakumulasi dalam sekelompok
orang saja.
Pelaksanaan zakat
hanya sekedar memenuhi
tuntutan syari’at saja.
Akibatnya, potensi zakat yang
demikian besar itu tidak bisa digali dan dikelola dengan baik untuk program pengentasan kemiskinan,
pendidikan dan sebagainya yang benarbenar bermanfaat bagi masyarakat.
Sesungguhnya
zakat memiliki dimensi
yang sangat luas
bagi manusia.
Zakat tidak
saja memiliki dimensi
ketuhanan tetapi juga
memiliki dimensi kemanusiaan
yang sangat kuat.
Zakat membuktikan bahwa
hubungan kemanusiaan,
tolong-menolong antar sesama manusia dibangun di atas nilai-nilai fondasi
ketuhanan. Zakat menjadi
bukti bahwa Islam
bukanlah agama yang melupakan kehidupan
dunia semata, zakat
adalah pembangun umat
manusia.
Nasrudin Rozak, Dienul Islam, Bandung: Al Ma'arif, 1985, hlm, 197.
Abdurrahman Qodir, Zakat Dalam Dimensi Mahdah
Dan Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1998, hlm.214 Asnaini, Zakat Produktif
Dalam Perspektif hukum Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hlm. 3 Ibid, hlm. 42 Perintah melaksanakan zakat ada dalam
Al-Qur’an, antara lain terdapat pada surat An-Nuur: ayat 56: Artinya: "Dan laksanakanlah sholat,
tunaikanlah zakat, dantaatlah kepada Rasul Muhammad agar kamu diberi rahmat"
(Qs.An-nuur (24):56).
Ayat
tersebut memiliki makna
kewajiban, dengan sebuah
garis hukum yang tegas: agar diberi rahmat oleh Allah maka
tunaikan zakat.Ayat ini menjadi bukti adanya
hubungan vertikal dan
horizontal secara harmonis.
Agar rahmat Allah turun, maka tunaikanlah zakat. Zakat mengandung makna horizontal karena adanya hubungan kemanusiaan, saling menolong
antarasi kaya dan si miskin.
Untuk
memberdayakan potensi zakat
maka diperlukan sebuah
lembaga yang mampu
mengelola dana zakat
untuk mendistribusikannya baik
untuk konsumtif maupun untuk
usaha yang produktif.
Di Indonesia, terdapat lembaga semi-pemerintah
yangberwenang untuk melakukan pengolahan
dan pendistribusian zakat,
yaitu Badan Amil
Zakat dari tingkat nasional (BAZNAS) sampai tingkat
daerah (BAZDA). Selain itu, ada juga lembaga non
pemerintah yang bernama
Lembaga Amil Zakat (LAZNAS/LAZDA).
Disamping itu juga terdapat lembaga swadaya
masyarakat yang memfokuskan
pada pengelolaan zakat
yang salah satunya
adalah Rumah Zakat cabang Semarang.
Depag RI, op. cit, hlm. 357 Asnaini,op. cit, hlm.
Zainul
Arifin, Memahami Bank
Syari’ah Lingkup, Peluang,
Tantangan dan Prospek, Jakarta: Alvabet, 2000, hlm. 44 Iqbal M. Ambara, Problematika Zakat dan Pajak
Indonesia, Jakarta: Sketsa, 2009, hlm. 35 Rumah
Zakat adalah sebuah
lembaga swadaya masyarakat
yang memfokuskan pada
pengelolaan zakat, infaq,
shodaqoh dan wakaf secara
lebih profesional dengan
menitikberatkan program pendidikan
(Edu Care), kesehatan (Health
Care), pembinaan komunitas
(Youth Care) dan
pemberdayaan ekonomi (Eco
Care) sebagai penyaluran
program unggulan. Program
tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan indeks pembangunan
kaum dhuafa.
Sistem pengelolaan zakat terdapat dalam UU.
No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat,
di dalamnya mengatur
tentang pelaksanan pengelolaan
zakat dimulai dari
perencanaan sampai pada
tahap pendistribusian dan pendayagunaannya. Adapun
pengumpulan zakat dilakukan
oleh amil zakat
yang terdiri atas
unsur masyarakat dan
pemerintah yang pembentukannya disesuaikan dengan tingkat wilayahnya.
Manajemen sebuah organisasi pengelola zakat
harus dapat diukur dengan tiga kata
kunci yaitu: amanah,
profesional dan transparan.
Tiga kunci tersebut dinamakan prinsip “Good Organization Governance.” Dengan
penerapan ketiga prinsip tersebut maka sebuah organisasi
pengelola zakat akan lebih dipercaya oleh masyarakat luas.
Dalam
pelaksanaannya, pengumpulan zakat
di Indonesia masih
dirasa kurang optimal jika
melihat potensinya. Penghitungan yang dilakukan oleh Badan Rumah
Zakat adalah sebuah
Lembaga Amil Zakat
Nasional yang memfokuskan
pada pengelolaan zakat,
infaq, shodaqoh dan
wakaf secara lebih profesional
dengan menitikberatkan program
pendidikan, kesehatan, pembinaan
komunitas dan pemberdayaan
ekonomi sebagai penyaluran program unggulan. Lihat Profil
Rumah Zakat, dikutip dari http://www.rumahzakat.org, diakses tgl 02 -01- 2010 Masdar F. Mas’udi, Agama Keadilan, Risalah Zakat (Pajak) Dalam
Islam, Jakarta: P3M, 1991, hlm. 124 Sholahuddin, Ekonomi Islam, Surakarta:
Muhammadiyah University Press, 2006, hlm. 236-237 Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menyebutkan
bahwa potensi zakat di Indonesia tercatat
sebesar Rp.17,5 triliun per tahun. Namun,
faktanya menunjukkan bahwa pengumpulan zakat
yang terdata melalui
Lembaga Pengelola Zakat
(LPZ) hanyalah sekitar Rp. 250
miliar per tahun. Kurang optimalnya jumlah zakat yang terkumpul
disebabkan oleh beberapa
hal, antara lain;
Pertama, ketidaktahuan kewajiban membayar zakat. Ada sebagian dari
masyarakat yang tidak tahu bahwa dia harus
membayar zakat. Mereka
hanya tahu bahwa
zakat itu hanyalah
zakat fitrah di
bulan Ramadhan. Bahwa
sebenarnya ada kewajiban
membayar zakatzakat lainnya
yang mereka belum
tahu. Kedua, ketidakmauan
membayar zakat.
Terdapat sebagian masyarakat yang
enggan untuk membayar zakat. Ada sebagian masyarakat
yang berperilaku kikir,
mereka merasa harta
yang mereka peroleh adalah hasil usahanya sendiri, sehingga mereka
merasa tidak perlu mengeluarkan zakat. Ketiga,
ketidakpercayaan terhadap Lembaga
Pengelola Zakat. Sebagian masyarakat mengeluarkan kewajiban zakatnya
langsungkepada mustahiq,karena mereka
tidak atau kurang
percaya kepada lembaga
pengelola zakat yang
ada.
Selain itu
mereka merasa lebih
afdhol jika bisa memberikan
langsung kepada mustahiqyang bersangkutan.
Dengan
demikian, kepercayaan, tingkat
religiusitas serta pendapatan masyarakat merupakan faktor terpenting dalam
menentukan perilaku masyarakat untuk menunaikan
zakat di lembaga
amil zakat. Pengelolaan
dana zakat yang lebih profesional
akan menjadikan lembaga
amil zakat sebagai
pilihan utama masyarakat dalam berzakat dan mengajak orang
lain untuk menunaikan zakat.
Hikayah
Azizi Nur Farida,
Journal of Islamic
Business and Economics,
Yogyakarta: Desember, 2008, vol.
2, hlm. 77 Sebagai sebuah
lembaga swadaya masyarakat
yang memfokuskan pada pengelolaan zakat,
infaq, shodaqoh dan
wakaf, Rumah Zakat secara
lebih profesional mengelola
dana zakat dengan
mengutamakan pada program pendidikan, kesehatan, pembinaan komunitas dan
pemberdayaan ekonomi sebagai penyaluran
program unggulan. Lembaga yang
berkiprahsejak Mei 1998 di kota Bandung ini
semakin menguatkan eksistensinya
sebagai lembaga amil
zakat, bahkan telah
memiliki 44 jaringan
kantor di 38
kota besar di Indonesia
dengan pola hubungan
pusat-cabang yang telah
terkoneksi secara online.
Sehingga pengelolaan lembaga
lebih terintegrasi, transparan
dan cepat. Legalitas
untuk melakukan ekspansi
semakin kuat ketika
lembaga ini telah
mendapat sertifikasi pengukuhan sebagai lembaga amil zakat nasional
berdasarkan SK Menteri Agama RI No. 157
pada tanggal 18 Maret 2003.
Oleh
karena itu penulis
tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
MINAT MASYARAKAT MEMBAYAR
ZAKAT DI RUMAH
ZAKAT CABANG SEMARANG”.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi