BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Zakat adalah
salah satu dari
lima rukun Islam,
yang merupakan kewajiban bagi
setiap muslim untuk menunaikannya. Ditemukan banyak dalil Al
Qur’an dan Hadits
yang menjelaskan akan
keutamaan dan kewajiban setiap
muslim untuk menunaikan
zakat. Allah SWT
menyebutkan perintah untuk menunaikan sholat
beriringan dengan perintah
zakat sebanyak delapan puluh dua kali. Hal ini menunjukkan bahwa perintah zakat
erat hubungannya dengan perintah
sholat.
Seperti
dalam firman Allah
SWT dalam surat
AlBaqarah ayat 43 : Artinya : Dan
laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat
dan ruku'lah beserta orang-orang yang
ruku' Kewajiban zakat fitrah
ini juga dijelaskan
dalam Hadits Rosulullah SAW : Artinya
: “Diceritakaan kepada kita
Abdullah Ibnu Maslamah Ibnu
Qo’nab dan Qutaibah Ibnu Said keduanya
berkata : diceritakan kepada kita Malik
dan diceritakan kepada kita Yahya Ibnu Yahya berkata : saya telah
membaca dihadapan Malik
dari Nafi’, dari
Ibn Umar sesungguhnya
Rasulullah SAW telah
mewajiban zakat fitrah
dari ramadhan sebanyak
satu sha’ kurma
atau satu sha’
gandum kepada orang
merdeka dan hamba,
laki-laki dan wanita,
dari kalangan kaum muslimin” Dalam perspektif
Islam harta kekayaan
adalah mutlak milik
Allah SWT, sedangkan
manusia hanya sebatas
pengurusan dan pemanfaatannya saja. Oleh karena itu, harta kekayaan yang
diperoleh seseorang adalah amanah yang
harus dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.
Dengan demikian, setiap muslim
yang memiliki harta
dan telah mencapai
nishab dan haul berkewajiban
untuk menunaikan zakat.
Secara garis besar zakat
dibagi menjadi dua yaitu pertama, zakat mal yaitu zakat
yang berhubungan dengan
harta yang terdiri
dari: zakat emas, perak,
binatang peliharaan, tumbuh-tumbuhan
(buah-buahan dan biji-bijian) Imam
Muslim, Shahih Muslim, Beirut : Ihya’ At-Turotsu Al-Arabi, Tth, hlm. 6 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta : PT
Raja Grafindo, 2002, hlm. 13.
Nishab
adalah mecapai kwantitas
tertentu yang ditetapkan
dengan hukum syara’
(Yusuf Qardawi, Hukum Zakat,
Jakarta : PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2006,
hlm 170) Haul mempunyai dua
pengertian, pertama ialah jangka waktu satu tahunsebagai salah satu syarat untuk beberapa jeniskekayaan yang wajib
dikeluarkan zakatnya. Kedua, upacara memperingati ulang tahun wafatnya seorang tokoh agama Islam
dengan menziarahi kuburnya. Jadi istilah haul yang berhubungan dengan hal di atas adalah haul
dengan pengertian yang pertama (Ensiklopedia Islam di Indonesia, Jakarta : Departemen Agama R.I,
1993, hlm 356) dan barang
perniagaan. Kedua zakat
fitrah , yaitu
zakat yang berhubungan dengan diri (badan).
Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi
sosial yang berfungsi sebagai sarana
untuk mewujudkan solidaritas sosial, pengentasan kemiskinan, pembiayaan
pendidikan, pertolongan terhadap
orang-orang yang menderita dan
kegiatan sosial lainnya.
Zakat akan berfungsi
sebagai sumber perekonomian rakyat jika dikelola dengan baik,
profesional dan bertanggung jawab.
Oleh
karena itu peran
dan fungsi amil
(pengelola zakat )
sangatlah penting untuk
mewujudkan solidaritas sosial tersebut.
Begitu pentingnya
esensi zakat tersebut
sehingga Al Qur’an
juga memberikan perhatian
khusus dengan menerangkan
secara detail kapada siapa saja zakat tersebut diberikan, yakni
kepada delapan asnaf.
Seperti yang dijelaskan dalam
surat At-Taubah ayat 60 : Artinya : Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat,
para mu'allaf yang T.
M Hasby Ash Shidiqiey, Pedoman Zakat, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1999, hlm 9 Said
Aqil Husain Al Munawar, Aktualisasi
Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005, Cet. II,
hlm. 284.
Departemen Agama, Op. Cit, hal. 196.
dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka
yuang sedang dalam perjalanan, sebagai
suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Kelompok-kelompok yang
disebutkan di atas
adalah golongan yang mendapatkan bagian
zakat dan juga
dijadikan Allah SWT
sebagai tempat penyerahan zakat. Juga
sudah menjadi ijma’
umat Islam bahwa tidak boleh memberikan
atau menyerahkan sedikitpun
dari harta zakat
kepada orangorang selain
yang sudah tercantum di atas.
Dengan demikian, ajaran Islam tentang zakat itu memiliki potensi dan
aspirasi perdamaian, ketentraman dan kesejahteraan yang
berkeadilan dimana harta
yang dimilki seseorang
bukan sepenuhnya milik sendiri
melainkan adanya hak-hak orang lain.
Dalam Al
Qur’an surat At-Taubah
ayat 60 dijelaskan
bahwa zakat didistribusikan kepada delapan
golongan yang berhak menerimanya.
Dalam ayat ini
tidak dijelaskan secara
rinci zakat apa
saja, sehingga berdasarkan keumuman ayat
zakat fitrah juga termasuk. Namun
dalam hadits ditemukan penjelasan
mengenai pembagian zakat fitrah. Oleh karena itu Jumhur Ulama berpendapat
bahwa golongan miskin
yang lebih diutamakan
dalam pembagian zakat fitrah,
Hadits tersebut adalah : Artinya:
“Diceritakan kepada kita
Mahmud Ibnu Kholid
Ad-Dimsaqi dan Abdullah Ibnu Abdur Rohman As-Samarkhandi.
Keduanya berkata : Marwan menceritakan,
Abdullah berkata : Abu Yazid
Al-Khulani bercerita, dan
Syekh yang dapat
dipercaya dan ibnu
Wahab meriwayatkan darinya,
Sayar Ibnu Abdur
Rohman bercerita, Mahmud berkata : benar, dari Ikrimah,
dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Rasulullah SAW
mewajibkan zakat fitri
untuk mensucikan orang yang berpuasa
dari kata-kata yang
sia-sia dan porno
dan sebagai makanan
bagi orang-orang miskin.
Barang siapa membayarkannya sebelum
shalat (Hari Raya)
maka itu adalah
zakat (fitri) yang diterima,
dan barang siapa membayarkannya setelah shalat maka itu hanyalah berupa sedekah dari sedekah
(biasa)".
Dalam kitab Al Majmu’ menyebutkan
bahwa wajib menyerahkan zakat fitrah kepada
golongan orang yang
berhak menerima zakat
seperti halnya zakat
maal.
Sebagaimana
diterangkan dan dinyatakan
dalam surat At Taubah Ayat
60. Dimana ada
delapan golongan yang
mendapatkan bagian, sehingga wajib diberi bagian rata.
Berbeda dengan pendapat di
atas Mejelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah berpendapat zakat fitrah hanya diberikan untuk
orang fakir dan miskin dengan
berdasarkan sebuah Hadits riwayat Ibnu
Abbas: Abu Daud. Sunan Abu Daud, jilid
1, Indonesia : Maktabah Dahlan, Tth, hlm
1 Zakarya Muhyiddin,Al-Majmu’, Jilid
6,Beirut :Darul Fikri, Tth, hlm 1 Muhammadiyah
yang merupakan sebuah organisasi keagamaan yang didirikan pada tahun 1912 di Yogyakarta oleh K.H Ahmad Dahlan.
Sebagai organisasi yang bergerak di bidang keagamaan, Muhammadiyah
menekankan pada usaha
dalam memurnikan Islam
dari pengaruh tradisi
dan kepercayaan lokal
yang bertentangan dengan
ajaran Islam. Dalam
memurnikan ajaran Islam, Muhammadiyah
konsisten dengan semboyan
“kembali pada ajaran
murni, yakni Al-Qur’an
dan As Sunnah”. Sebagai sebuah gerakan pembaharuan,
pendidikan merupakan aspek yang sangat menonjol Artinya:
Diceritakan kepada kita
Mahmud Ibnu Kholid
Ad-Dimsaqi dan Abdullah Ibnu Abdur Rohman As-Samarkhandi.
Keduanya berkata : Marwan menceritakan,
Abdullah berkata : Abu Yazid
Al-Khulani bercerita, dan
Syekh yang dapat
dipercaya dan ibnu
Wahab meriwayatkan darinya,
Sayar Ibnu Abdur
Rohman bercerita, Mahmud berkata : benar, dari Ikrimah, dari
Ibnu Abbas, ia berkata: "Rasulullah SAW
mewajibkan zakat fitri
untuk mensucikan orang yang berpuasa
dari kata-kata yang
sia-sia dan porno
dan sebagai makanan
bagi orang-orang miskin.
Barang siapa membayarkannya sebelum
shalat (Hari Raya)
maka itu adalah
zakat (fitri) yang diterima,
dan barang siapa membayarkannya setelah shalat maka itu hanyalah berupa sedekah dari sedekah
(biasa)".
dalam gerakan
pembaharuan tersebut(Din Syamsudin,
Muhammadiyah Kini Dan
Esok, Jakarta : Pustaka Panji
Mas, 1990, hlm.
41). Disamping mempertahankan prinsip
salafinya yakni pemurnian kepada
Al-Qur’an dan Sunnah,
Muhammadiyah juga mengembangkan
sifat kemodernnya dengan berusaha
mengoptimalkan penggunaan nalar
dalam memahami dan
mengamalkan nash secara kontekstual.(
Achmadi, Merajut Pemikiran Cerdas
Muhammadiyah Perspektif Sejarah,
Yogyakarta : Suara Muhammadiyah
Yogyakarta, 2010, hlm.
70). Dalam menetapkan
hukum, Mejelis Tarjih
dan Tajdid selalu mendasarkan
pada dalil pokok Al-Qur’an dan Sunnah (Asjmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih
Muhammadiyah Metodologi Dan
Aplikasi, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2002,
hlm. 97.) Kemudian
untuk menghadapi permasalahan-permasalahan baru
selain persoalan yang
berhubungan dengan ibadah
mahdah dan tidak terdapat nash
sharih dalam Al-Qur’an dan Hadits,
digunakan ijtihad dan istinbath dari
nash yang ada melalui persamaan illat.
Oleh karena itu, ijtihad merupakan
metode yang digunakan
Muhammadiyah dalam menetapkan
hukum dalam Islam.(
Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Mejelis Tarjih Muhammadiyah,
Jakarta : Logos Publishing House, 1995, hlm. 70.) Abu Daud. Op Cit, hlm 111 Hadits
di atas dengan
jelas disebutkan bahwa
zakat fitrah itu diperuntukkan kepada
orang-orang miskin saja,
bukan delapan golongan sebagaimana dalam zakat maal. Sehingga dengan
demikian Amil tidak berhak menerima zakat
fitrah, kecuali jika
Amil tersebut termasuk
dalam golongan orang
miskin. Mejelis Tarjih
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
juga berpendapat bahwa
boleh mengambil zakat
fitrah, Akan tetapi
untuk biaya urusan
administrasi, transportasi dan
lainnya yang berhubungan
dengan pengurusan zakat fitri
tersebut, jika memang tidak ada sumber dana yang lain.
Dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk membahas lebih jauh dan mengkaji secara ilmiah tentang fatwa
Mejelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat
Muhammadiyah tentang pembagian zakat fitrah.
B. Rumusan Masalah Adapun yang
menjadi pokok permasalahan
dalam skripsi ini
dapat dirumuskan sebagai berikut
: 1. Bagaimana Fatwa
Mejelis Tarjih dan
Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
tentang pembagian zakat fitrah ? 2.
Bagaimana Metode Istinbath
Hukum Mejelis Tarjih
dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang pembagian
zakat fitrah? C. Tujuan Penelitian .
Tujuan dalam penulisan skripsi
ini yaitu : 1. Untuk mengetahui
Fatwa Mejelis Tarjih
dan Tajdid Muhammadiyah Pimpinan Pusat tentang pembagian zakat Fitrah 2. Untuk mengetahui Metode Istinbath Hukum Mejelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah pembagian zakat
zakat fitrah D. Kajian Pustaka.
Penelitian tentang zakat
khususnya yang berkaitan dengan zakat
fitrah telah banyak
dilakukan. Penulis menggunakan
penelitian tersebut sebagai bahan
perbandingan dan untuk menjadi pijakan dasar penelitian ini.
Hal ini dilakukan guna
menghindari pengulangan terhadap
penelitian yang sama.
Artinya bahwa
penelitian yang akan
dilakukan penulis bukan
usaha penjiplakan dan
pengulangan, tapi sebuah
penelitian murni. Permasalahan zakat
sesungguhnya sudah banyak
ditulis oleh penulis-penulis yang terdahulu,
namun mengenai permasalahan yang berbeda yaitu : Pertama ,
Hukum Zakat karangan
Yusuf Qardawi yang
membahas zakat fitrah
dari beberapa aspek. Dalam
bukunya menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan zakat fitrah dengan
beberapa permasalahannya, namun belum
penulis temukan mengenai permasalahan yang penulis angkat.
Kedua, Abdullah
Muiz Skripsi IAIN
Walisongo NIM 2102274 dengan
judul “Analisis Hukum
Islam Terhadap Pelaksanaan
Zakat Penghasilan di
CV. Cahaya Fajar
Semarang” menjelaskan mengenai pelaksanaan zakat penghasilan di CV. Cahaya Fajar Semarang yang bergerak dibidang
penyedia barang dan
pemborongan sehingga mengeluarkan zakatnya setiap akhir penyelesaian dari proyek
yang dikerjakan.
Ketiga, Ismawati
Skripsi IAIN Wali Songo yang berjudul “Pemikiran Yusuf Al Qardawi terhadap Gharim Sebagai Mustahiq Zakat”
dalam skripsi tersebut menjelaskan
bahwa salah satu
mustahiq zakat yaitu
gharim terbagi menjadi 2 golongan, masing-masing mempunyai
hukum sendiri yaitu pertama orang yang
mempunyai utang untuk
kemaslahatan dirinya sendiri.
Kedua orang yang
berhutang untuk kemaslahatan
masyarakat atau orang
lain.
Mereka itu
adalah orang-orang yang
berhutang karena mendamaikan
dua golongan yang bersengketa.
Kedua golongan ini mendapatkan zakat, namun golongan
kedua lah yang
lebih utama untuk
ditolong yakni mendapatkan bagian zakat.
Keempat, M.
Khanifuddin skripsi IAIN
Walisongo Semarang NIM: 2102238 “Analisis
Praktek Zakat Mal Di Kelurahan
Parakan Kauman Kecamatan Parakan” dalam skripsi tersebut menguraikan
tentang praktek dan pendistribusian
zakat mal di kelurahan Parakan
Kauman kecamatan Parakan, dalam skripsinya
mengatakan bahwa penguasa
mempunyai hak mengurusi zakat, menerimanya dan membagikannya maka
hendaklah pemerintah untuk membentuk
badan amalah atau pengurus-pengurus zakat.
Dari
semua buku dan
karya tulis yang
pernah penulis baca,
maka tidak ada
satupun karya tulis/buku
yang membahas permasalahan
yang penulis bahas.
Oleh karena itu
penulis mencoba mengkaji
tentang permasalahan tentang
Analisis Fatwa Mejelis
Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Tentang Orang yang Mendapatkan
Bagian Zakat Fitrah.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi