Senin, 25 Agustus 2014

Skripsi Syariah: ANALISIS FATWA MAJELIS TARJIH DAN TAJDID PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH TENTANG PEMBAGIAN ZAKAT FITRAH

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Zakat  adalah   salah  satu  dari  lima  rukun  Islam,  yang  merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk menunaikannya. Ditemukan banyak dalil  Al  Qur’an  dan  Hadits  yang  menjelaskan  akan  keutamaan  dan  kewajiban  setiap  muslim  untuk  menunaikan  zakat.  Allah  SWT  menyebutkan  perintah  untuk menunaikan  sholat  beriringan dengan perintah  zakat  sebanyak delapan  puluh dua kali.   Hal ini menunjukkan bahwa perintah zakat erat hubungannya  dengan  perintah  sholat.

 Seperti  dalam  firman  Allah  SWT  dalam  surat  AlBaqarah ayat 43 : Artinya :  Dan laksanakanlah  shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta  orang-orang yang ruku' Kewajiban  zakat  fitrah  ini  juga  dijelaskan  dalam  Hadits  Rosulullah  SAW : Artinya  :  “Diceritakaan  kepada kita  Abdullah Ibnu Maslamah  Ibnu Qo’nab  dan Qutaibah Ibnu Said keduanya berkata : diceritakan kepada kita  Malik dan diceritakan kepada kita Yahya Ibnu Yahya berkata : saya  telah  membaca  dihadapan  Malik  dari  Nafi’,  dari  Ibn  Umar  sesungguhnya  Rasulullah  SAW  telah  mewajiban  zakat  fitrah  dari  ramadhan  sebanyak  satu  sha’  kurma  atau  satu  sha’  gandum  kepada  orang  merdeka  dan  hamba,  laki-laki  dan  wanita,  dari  kalangan kaum muslimin” Dalam  perspektif  Islam  harta  kekayaan  adalah  mutlak  milik  Allah  SWT,  sedangkan  manusia  hanya  sebatas  pengurusan  dan  pemanfaatannya  saja. Oleh karena itu, harta kekayaan yang diperoleh seseorang adalah amanah  yang harus dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.
 Dengan demikian, setiap  muslim  yang  memiliki  harta  dan  telah  mencapai  nishab  dan  haul  berkewajiban untuk menunaikan zakat.
Secara garis besar  zakat  dibagi menjadi dua yaitu  pertama,  zakat mal yaitu  zakat  yang  berhubungan  dengan  harta  yang  terdiri  dari:  zakat  emas,  perak, binatang  peliharaan, tumbuh-tumbuhan (buah-buahan dan biji-bijian)   Imam Muslim, Shahih Muslim, Beirut : Ihya’ At-Turotsu Al-Arabi, Tth, hlm. 6  Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta : PT Raja Grafindo, 2002, hlm. 13.
 Nishab  adalah  mecapai  kwantitas  tertentu  yang  ditetapkan  dengan  hukum  syara’  (Yusuf  Qardawi, Hukum Zakat, Jakarta : PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2006,  hlm 170)   Haul mempunyai dua pengertian, pertama ialah jangka waktu satu tahunsebagai salah satu  syarat untuk beberapa jeniskekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya. Kedua, upacara memperingati  ulang tahun wafatnya seorang tokoh agama  Islam  dengan menziarahi kuburnya. Jadi istilah haul yang  berhubungan dengan hal di atas adalah haul dengan pengertian yang pertama (Ensiklopedia Islam di  Indonesia, Jakarta : Departemen Agama R.I, 1993, hlm 356)   dan  barang  perniagaan.  Kedua  zakat  fitrah  ,  yaitu  zakat  yang  berhubungan  dengan diri (badan).
 Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi sosial yang berfungsi  sebagai sarana untuk mewujudkan solidaritas sosial, pengentasan kemiskinan,  pembiayaan  pendidikan,  pertolongan  terhadap  orang-orang  yang  menderita  dan  kegiatan  sosial  lainnya.  Zakat  akan  berfungsi  sebagai  sumber  perekonomian rakyat jika dikelola dengan baik, profesional dan bertanggung  jawab.
 Oleh  karena  itu  peran  dan  fungsi  amil  (pengelola  zakat  )  sangatlah  penting untuk mewujudkan solidaritas sosial tersebut.
Begitu  pentingnya  esensi  zakat  tersebut  sehingga  Al  Qur’an  juga  memberikan  perhatian  khusus  dengan  menerangkan  secara  detail  kapada  siapa saja zakat tersebut diberikan, yakni kepada  delapan  asnaf.  Seperti yang  dijelaskan dalam surat At-Taubah ayat 60 : Artinya  :  Sesungguhnya  zakat-zakat  itu,  hanyalah  untuk  orang-orang  fakir,  orang-orang  miskin,  pengurus-pengurus  zakat,  para  mu'allaf  yang   T. M Hasby Ash Shidiqiey, Pedoman Zakat, Semarang :  PT. Pustaka Rizki Putra, 1999, hlm  9   Said Aqil Husain Al Munawar,  Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem Pendidikan  Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005, Cet. II, hlm. 284.
 Departemen Agama, Op. Cit, hal. 196.
 dibujuk  hatinya,  untuk  (memerdekakan)  budak,  orang-orang  yang  berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam  perjalanan,  sebagai  suatu  ketetapan  yang  diwajibkan  Allah,  dan  Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Kelompok-kelompok  yang  disebutkan  di  atas  adalah  golongan  yang  mendapatkan  bagian  zakat  dan  juga  dijadikan  Allah  SWT  sebagai  tempat  penyerahan zakat.  Juga  sudah  menjadi  ijma’  umat  Islam  bahwa tidak boleh  memberikan  atau  menyerahkan  sedikitpun  dari  harta  zakat  kepada  orangorang  selain  yang sudah tercantum di  atas.
 Dengan demikian, ajaran Islam  tentang zakat itu memiliki potensi dan aspirasi perdamaian, ketentraman dan  kesejahteraan  yang  berkeadilan  dimana  harta  yang  dimilki  seseorang  bukan  sepenuhnya milik sendiri melainkan adanya hak-hak orang lain.
Dalam  Al  Qur’an  surat  At-Taubah  ayat  60  dijelaskan  bahwa  zakat  didistribusikan kepada  delapan  golongan  yang berhak  menerimanya.  Dalam  ayat  ini  tidak  dijelaskan  secara  rinci  zakat  apa  saja,  sehingga  berdasarkan  keumuman ayat  zakat fitrah juga termasuk.  Namun dalam hadits ditemukan  penjelasan mengenai pembagian zakat fitrah. Oleh karena itu  Jumhur Ulama  berpendapat  bahwa  golongan  miskin  yang  lebih  diutamakan  dalam  pembagian zakat fitrah, Hadits tersebut adalah : Artinya:  “Diceritakan  kepada  kita  Mahmud  Ibnu  Kholid  Ad-Dimsaqi  dan  Abdullah Ibnu Abdur Rohman As-Samarkhandi. Keduanya berkata :  Marwan  menceritakan,  Abdullah  berkata  :  Abu  Yazid  Al-Khulani  bercerita,  dan  Syekh  yang  dapat  dipercaya  dan  ibnu  Wahab  meriwayatkan  darinya,  Sayar  Ibnu  Abdur  Rohman  bercerita,  Mahmud berkata : benar, dari  Ikrimah,  dari Ibnu  Abbas, ia berkata:  "Rasulullah  SAW  mewajibkan  zakat  fitri  untuk  mensucikan  orang  yang  berpuasa  dari  kata-kata  yang  sia-sia  dan  porno  dan  sebagai  makanan  bagi  orang-orang  miskin.  Barang  siapa  membayarkannya  sebelum  shalat  (Hari  Raya)  maka  itu  adalah  zakat  (fitri)  yang  diterima, dan barang siapa membayarkannya setelah shalat maka itu  hanyalah berupa sedekah dari sedekah (biasa)".
Dalam kitab Al Majmu’ menyebutkan bahwa wajib menyerahkan zakat  fitrah  kepada  golongan  orang  yang  berhak  menerima  zakat  seperti  halnya  zakat  maal.
 Sebagaimana  diterangkan  dan  dinyatakan  dalam  surat  At  Taubah  Ayat  60.  Dimana  ada  delapan  golongan  yang  mendapatkan  bagian,  sehingga wajib diberi bagian rata.
Berbeda dengan pendapat di atas  Mejelis  Tarjih dan Tajdid  Pimpinan  Pusat Muhammadiyah  berpendapat zakat fitrah hanya diberikan untuk orang  fakir dan miskin dengan berdasarkan sebuah Hadits riwayat  Ibnu Abbas:  Abu Daud. Sunan Abu Daud, jilid 1, Indonesia : Maktabah Dahlan,  Tth, hlm 1  Zakarya Muhyiddin,Al-Majmu’, Jilid 6,Beirut :Darul Fikri, Tth, hlm 1  Muhammadiyah yang merupakan sebuah organisasi keagamaan yang didirikan pada tahun  1912 di Yogyakarta oleh K.H Ahmad Dahlan. Sebagai organisasi yang bergerak di bidang keagamaan,  Muhammadiyah  menekankan  pada  usaha  dalam  memurnikan  Islam  dari  pengaruh  tradisi  dan  kepercayaan  lokal  yang  bertentangan  dengan  ajaran  Islam.  Dalam  memurnikan  ajaran  Islam,  Muhammadiyah  konsisten  dengan  semboyan  “kembali  pada  ajaran  murni,  yakni  Al-Qur’an  dan  As  Sunnah”. Sebagai sebuah gerakan pembaharuan, pendidikan merupakan aspek yang sangat menonjol  Artinya:  Diceritakan  kepada  kita  Mahmud  Ibnu  Kholid  Ad-Dimsaqi  dan  Abdullah Ibnu Abdur Rohman As-Samarkhandi. Keduanya berkata :  Marwan  menceritakan,  Abdullah  berkata  :  Abu  Yazid  Al-Khulani  bercerita,  dan  Syekh  yang  dapat  dipercaya  dan  ibnu  Wahab  meriwayatkan  darinya,  Sayar  Ibnu  Abdur  Rohman  bercerita,  Mahmud berkata : benar, dari Ikrimah, dari Ibnu  Abbas, ia berkata:  "Rasulullah  SAW  mewajibkan  zakat  fitri  untuk  mensucikan  orang  yang  berpuasa  dari  kata-kata  yang  sia-sia  dan  porno  dan  sebagai  makanan  bagi  orang-orang  miskin.  Barang  siapa  membayarkannya  sebelum  shalat  (Hari  Raya)  maka  itu  adalah  zakat  (fitri)  yang  diterima, dan barang siapa membayarkannya setelah shalat maka itu  hanyalah berupa sedekah dari sedekah (biasa)".
dalam  gerakan  pembaharuan  tersebut(Din  Syamsudin,  Muhammadiyah  Kini  Dan  Esok,  Jakarta  :  Pustaka  Panji  Mas,  1990,  hlm.  41).  Disamping  mempertahankan  prinsip  salafinya  yakni  pemurnian  kepada  Al-Qur’an  dan  Sunnah,  Muhammadiyah  juga  mengembangkan  sifat  kemodernnya  dengan  berusaha  mengoptimalkan  penggunaan  nalar  dalam  memahami  dan  mengamalkan  nash  secara  kontekstual.(  Achmadi,  Merajut Pemikiran Cerdas Muhammadiyah Perspektif Sejarah,  Yogyakarta :  Suara  Muhammadiyah  Yogyakarta,  2010,  hlm.  70).  Dalam  menetapkan  hukum,  Mejelis  Tarjih  dan  Tajdid selalu mendasarkan pada dalil pokok Al-Qur’an dan Sunnah (Asjmuni Abdurrahman, Manhaj  Tarjih  Muhammadiyah  Metodologi  Dan  Aplikasi,  Yogyakarta  :  Pustaka  Pelajar,  2002,  hlm.  97.)  Kemudian  untuk  menghadapi  permasalahan-permasalahan  baru  selain  persoalan  yang  berhubungan  dengan ibadah mahdah  dan tidak terdapat nash sharih  dalam Al-Qur’an dan Hadits, digunakan ijtihad  dan istinbath dari nash yang ada melalui persamaan  illat. Oleh karena itu,  ijtihad  merupakan  metode  yang  digunakan  Muhammadiyah  dalam  menetapkan  hukum  dalam  Islam.(  Fathurrahman  Djamil,  Metode Ijtihad Mejelis Tarjih Muhammadiyah, Jakarta : Logos Publishing House, 1995, hlm. 70.)  Abu Daud. Op Cit, hlm 111   Hadits  di  atas  dengan  jelas  disebutkan  bahwa  zakat  fitrah  itu  diperuntukkan  kepada  orang-orang  miskin  saja,  bukan  delapan  golongan  sebagaimana dalam zakat maal. Sehingga dengan demikian Amil tidak berhak  menerima  zakat  fitrah,  kecuali  jika  Amil  tersebut  termasuk  dalam  golongan  orang  miskin.    Mejelis  Tarjih  Pimpinan  Pusat  Muhammadiyah  juga  berpendapat  bahwa  boleh  mengambil  zakat  fitrah,  Akan  tetapi  untuk  biaya  urusan  administrasi,  transportasi  dan  lainnya  yang  berhubungan  dengan  pengurusan zakat fitri tersebut, jika memang tidak ada sumber dana yang lain.
Dari latar belakang di atas  penulis tertarik untuk membahas lebih jauh  dan mengkaji secara ilmiah tentang fatwa Mejelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan  Pusat Muhammadiyah tentang pembagian zakat fitrah.
B.  Rumusan Masalah Adapun  yang  menjadi  pokok  permasalahan  dalam  skripsi  ini  dapat  dirumuskan sebagai berikut : 1.  Bagaimana    Fatwa  Mejelis  Tarjih  dan  Tajdid  Pimpinan  Pusat  Muhammadiyah tentang pembagian zakat fitrah ? 2.  Bagaimana  Metode  Istinbath  Hukum  Mejelis  Tarjih  dan  Tajdid  Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang pembagian zakat fitrah?  C.  Tujuan Penelitian .
Tujuan dalam penulisan skripsi ini yaitu : 1.  Untuk  mengetahui  Fatwa  Mejelis  Tarjih  dan  Tajdid  Muhammadiyah  Pimpinan Pusat tentang pembagian zakat Fitrah 2.  Untuk mengetahui Metode Istinbath Hukum Mejelis  Tarjih dan Tajdid  Pimpinan Pusat Muhammadiyah pembagian zakat zakat fitrah D.  Kajian Pustaka.
Penelitian tentang zakat khususnya yang berkaitan dengan  zakat fitrah  telah  banyak  dilakukan.  Penulis  menggunakan  penelitian  tersebut  sebagai  bahan  perbandingan  dan  untuk menjadi pijakan dasar penelitian ini. Hal ini  dilakukan  guna  menghindari  pengulangan  terhadap  penelitian  yang  sama.
Artinya  bahwa  penelitian  yang  akan  dilakukan  penulis  bukan  usaha  penjiplakan  dan  pengulangan,  tapi  sebuah  penelitian  murni.  Permasalahan  zakat  sesungguhnya  sudah  banyak  ditulis  oleh  penulis-penulis  yang  terdahulu, namun mengenai permasalahan yang berbeda yaitu : Pertama  ,  Hukum  Zakat  karangan  Yusuf  Qardawi  yang  membahas  zakat  fitrah  dari beberapa aspek. Dalam  bukunya  menjelaskan beberapa hal  yang berkaitan dengan zakat fitrah dengan beberapa permasalahannya, namun  belum penulis temukan mengenai permasalahan yang penulis angkat.
Kedua,  Abdullah  Muiz    Skripsi  IAIN  Walisongo  NIM  2102274  dengan  judul  “Analisis  Hukum  Islam  Terhadap  Pelaksanaan  Zakat   Penghasilan  di  CV.  Cahaya  Fajar  Semarang”  menjelaskan  mengenai  pelaksanaan zakat penghasilan di  CV. Cahaya Fajar Semarang  yang bergerak  dibidang  penyedia  barang  dan  pemborongan  sehingga  mengeluarkan  zakatnya setiap akhir penyelesaian dari proyek yang dikerjakan.
Ketiga,  Ismawati  Skripsi  IAIN  Wali Songo yang berjudul “Pemikiran  Yusuf Al Qardawi terhadap  Gharim Sebagai Mustahiq  Zakat”    dalam skripsi  tersebut  menjelaskan  bahwa  salah  satu  mustahiq  zakat  yaitu  gharim  terbagi  menjadi 2 golongan, masing-masing mempunyai hukum sendiri yaitu pertama  orang  yang  mempunyai  utang  untuk  kemaslahatan  dirinya  sendiri.  Kedua  orang  yang  berhutang  untuk  kemaslahatan  masyarakat  atau  orang  lain.
Mereka  itu  adalah  orang-orang  yang  berhutang  karena  mendamaikan  dua  golongan yang bersengketa. Kedua golongan ini mendapatkan zakat, namun  golongan  kedua  lah  yang  lebih  utama  untuk  ditolong  yakni  mendapatkan  bagian zakat.
Keempat,  M.  Khanifuddin  skripsi  IAIN  Walisongo  Semarang  NIM:  2102238  “Analisis  Praktek  Zakat  Mal  Di  Kelurahan  Parakan  Kauman  Kecamatan Parakan” dalam skripsi tersebut menguraikan tentang praktek dan  pendistribusian zakat mal di kelurahan  Parakan Kauman  kecamatan  Parakan, dalam  skripsinya  mengatakan  bahwa  penguasa  mempunyai  hak  mengurusi  zakat, menerimanya dan membagikannya maka hendaklah pemerintah untuk  membentuk badan amalah atau pengurus-pengurus zakat.
 Dari  semua  buku  dan  karya  tulis  yang  pernah  penulis  baca,  maka  tidak  ada  satupun  karya  tulis/buku  yang  membahas  permasalahan  yang  penulis  bahas.   Oleh  karena  itu  penulis  mencoba  mengkaji  tentang  permasalahan  tentang  Analisis  Fatwa  Mejelis  Tarjih  dan  Tajdid  Muhammadiyah Tentang Orang yang Mendapatkan Bagian Zakat Fitrah.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi