BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia
terhadap pendidikan merupakan
suatu hal yang sangat
mutlak dalam kehidupan ini, dan manusia tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pendidikan. Jonh Dewey menyatakan
bahwa pendidikan merupakan salah satu
kebutuhan hidup manusia
guna membentuk dan
mempersiapkan pribadinya agar
hidup dengan disiplin.
Pernyataan Dewey tersebut mengisyaratkan
bahwa sejatinya suatu
komunitas kehidupan manusia, didalamnya
telah terjadi dan
selalu memerlukan pendidikan,
mulai dari model
kehidupan masyarakat primitif
sampai pada model
kehidupan masyarakat modern.
Hal ini menunjukan
bahwa pendidikan secara
alami merupakan kebutuhan
hidup manusia, upaya
melestarikan kehidupan manusia dan telah berlangsung sepanjang
peradaban manusia itu ada.
Pendidikan merupakan proses interaksi antara
guru (pendidik) dengan peserta didik
(siswa) untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan yang ditentukan. Pendidik,
peserta didik dan
tujuan pendidikan merupakan komponen utama pendidikan. Ketiganya membentuk
suatu triangle, yang jika hilang salah
satunya, maka hilang
pulalah hakikat pendidikan.
Namun demikian dalam
situasi tertentu tugas
guru dapat diwakilkan
atau dibantu oleh
unsur lain seperti
media teknologi, tetapi
tidak dapat digantikan.
Mendidik adalah pekerjaan
profesional. Oleh karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik
profesional.
Dalam
UU Republik Indonesia
no.14 tahun 2005
tentang guru dan dosen
dikatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan
anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Sedangkan yang dimaksud Guru agama (PAI) yang
profesional adalah orang yang
menguasai ilmu pengetahuan
(agama islam) sekaligus mampu Yasin, A. Fatah. Dimensi-dimensi Pendidikan
Islam. Malang: UIN-Malang Press. 2008, hlm. 15-16.
Abuddin Nata. Manajemen Pendidikan.
Jakarta:Kencana. 2003, hlm. 135.
Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun
2005Tentang Guru dan Dosen. Hlm. 2.
melakukan transfer
ilmu/pengetahuan (agama islam),
internalisasi, serta amaliah
(implementasi); mampu
menyiapkan peserta didik
agar dapat tumbuh dan berkembang kecerdasan dan daya
kreasinyauntuk kemaslahatan diri dan
masyarakatnya; mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri dan
konsultan bagi peserta
didik; memiliki kepekaan informasi, intelektual dan
moral-spiritual serta mampu
mengembangkan bakat, minat
dan kemampuan peserta
didik; dan mampu
menyiapkan peserta didik
untuk bertanggung jawab dalam
membangun peradaban yang diridhai oleh Allah.
Lembih
lanjut, dari sudut
pedagogis, guru yang
ideal itu mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai objek (terdidik)
dan sebagai subjek (pendidik).
Kedua fungsi yang melekat pada
diri guru ini sama-sama aktif. Oleh karenanya, guru
dalam posisi dan
fungsi apa pun
dituntut untuk berwatak kreatif,
produktif, dan inovatif.
Dalam setiap kondisi
dan situasi haruslah selalu
dalam proses yang
dinamis, tidak monoton.
Sifat monoton dapat menumbuhkan
situasi statis.
Kembali kepada persoalan guru, watak bagi
seorang guru agama islam seperti yang
diatas sangat berpengaruh pada pembentukan pribadi anak didik yang
islami, yaitu kepribadian
yang diorentasikan pada
akhlak mulia dan keimanan
serta keislaman yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku anak didik
dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini,
pendekatan yang paling penting
adalah pendekatan keteladanan
seorang guru. Unsur pendidikan Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam Disekolah, Madrasah dan Perguruan
Tinggi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2005, hlm. 51.
Sahal Mahfudh. Nuansa Fiqih Sosial.
Yogyakarta: LkiS. 1994, hlm. 322.
disini harus lebih dominan
daripada unsur pengajaran, karena pembentukan watak
karakteristik yang disebut
kepribadian lebih dipengaruhi
oleh cara pendekatan
persuasif yang berbeda-beda,
berdasarkan pluralisme latar belakang ego peserta didik.
Seorang
pendidik apabila memenuhi
kualifikasi, kriteria, dan kompetensi yang
diamanatkan dalam UU
Sisdiknas tahun 2003,
maka ia dapat diperankan sebagai agen pembelajaran
(learning agent), yakni berperan sebagai fasilitator,
motivator, pemacu, dan
pemberi inspirasi belajar bagi peserta
didik.
Guru memegang peranan strategis terutama dalam
upaya membentuk watak bangsa
melalui pengembangan kepribadian
dan nilai-nilai yang diingnkan. Dari
dimensi tersebut, peranan
guru sulit digantikan
oleh orang lain. Di pandang dari dimensi pembelajaran,
perananguru dalam masyarakat indonesia tetap
dominan sekalipun teknologi
yang dimanfaatkan dalam proses
pembelajaran berkembang amat cepat. Hal ini
disebabkan karena ada dimensi-dimensi proses
pendidikan, atau lebih
khusus bagi proses pembelajaran,
yang diperankan oleh
guru yang tidak
dapat digantikan oleh teknologi.
Sejak dahulu
hingga sekarang, guru
dalam masyarakat indonesia terutama
didaerah-daerah pedesaan
masih memegang peranan
amat penting sekalipun
status sosial guru
ditengah masyarakat sudah
berubah. Guru Ibid. hlm. 323.
Yasin, A. Fatah. Loc. Cit. hlm. 79-80.
dengan segala keterbatasannya –
terutama dari segi status sosial ekonomi
– tetap dianggap sebagai pelopor
ditengah masyarakat.
Peranan
guru sebagai pendidik
profesional akhir-akhir ini
mulai dipertanyakan eksistensinya
secara fungsional. Hal ini antara lain disebabkan oleh munculnya serangkaian fenomena para
lulusan pendidikan yang secara moral
cenderung merosot dan secara intelektual akademik juga kurang siap untuk memasuki lapangan kerja. Jika fenomena
tersebut benar adanya, maka baik langsung
maupun tidak langsung
akan terkait dengan
peranan guru sebagai pendidik profesional.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi