BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Fasakh berasal
dari bahasa arab
dari akar kata
fa-sa-kha yang secara etimologi berarti membatalkan. Hal ini dijelaskan pula oleh Sayyid Sabiq dalam bukunya fikih
sunnah menjelaskan bahwa
memfasakh akad nikah
berarti membatalkannya dan
melepaskan ikatan pertalian antara suami-isteri.
Pembatalan
perkawinan terjadi apabila
hal-hal yang menghalangi terjadinya
suatu perkawinan itu
dilanggar. Diantara beberapa
hal yang dapat menghalangi terjadinya
suatu perkawinan atau
perkawinan itu tidak
sah dimata hukum telah diatur dalam Pasal 8 sampai Pasal 12
Undang-Undang No. 1 tahun 1974
tentang perkawinan. Yang
secara terperinci penulis
uraikan bahwa suatu perkawinan
dilarang diantara dua orang yang : berhubungan darah, berhubungan semenda,
berhubungan susuan, berhubungan
saudara dengan isteri,
yang oleh agama dilarang kawin, seorang yang masih
terikat tali perkawinan dengan orang lain kecuali
hal-hal yang ditentukan
lain dalam undang-undang, seorang
wanita yang putus perkawinannya
berlaku jangka waktu tunggu.
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan
Islam di Indonesia,
Jakarta: Kencana, 2006, hlm.
24 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 8, Bandung:
Al-Ma’arif, 1993, hlm.12 UU Perkawinan
(Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974), Semarang: Aneka Ilmu, 1990, hlm. 5-6 Dalam
fikih munakahat juga
terdapat beberapa hal
yang menyebabkan terhalangnya suatu ikatan perkawinan. Dimana
wanita yang haram dinikahi dapat dibagi
menjadi dua bagian: 1. Wanita yang haram
dinikahi untuk selamanya diantaranya: a.
Haram dinikahi karena hubungan nasab; b.
Haram dinikahi karena ada hubungan sesusuan; c. Haram dinikahi karena hubungan mushaharah
atau perkawinan d. Haram dinikahi karena
sudah dili’an (sudah melaksanakan sumpah li’an).
Ikatan perkawinan
yang dilarang dan dapat membatalkan
suatu perkawinan untuk selamanya
disebabkan karena adanya hubungan nasab dan kekerabatan seperti pada uraian penulis di
atas, hal tersebut dijelaskan pula dalam
surat An-nisa’ ayat 23: Artinya :“ Diharamkan
atas kamu (mengawini)
ibu-ibumu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, saudara-saudara ayahmu,
saudarasaudara ibumu, anak-anak
saudara laki-lakimu, anak-anak saudara-saudara perempuanmu.” (QS. An-Nisa’ :
23).
2.
Wanita yang haram dinikahi untuk sementara a. Memadu seorang wanita dengan saudaranya, atau
dengan bibinya; DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Jakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1971,
hlm. 120 b. Wanita yang masih menjadi isteri orang lain
atau bekas isteri orang lain yang masih
dalam masa iddah; c. Wanita yang ditalak
tiga kali; d. Wanita yang
sedang melakukan ihram,
baik ihram haji
maupun ihram umrah; e.
Wanita yang musyrik; f. Wanita
yang hendak dinikahi oleh seseorang yang telah beristeri empat orang.
Halangan-halangan perkawinan yang terjadi
untuk sementara tersebut oleh karena
adanya sebab-sebab yang menghalangi suatu perkawinan namun manakala sebab itu hilang atau berlalu maka hilang
pulalah keharaman atau larangan untuk terjadinya suatu
perkawinan, diantara halangan
perkawinan yang terjadi
untuk sementara adalah
mengumpulkan seorang wanita dengan
saudaranya dalam satu perkawinan
dengan seorang pria,
hal ini ditegaskan
pula oleh rasulullah
dalam hadistnya sebagai berikut: Artinya : “
Dari ad Dhah hak bin Fairuz ad Dailami, dari ayahnya r.a., ia mengatakan,”Aku mengadu wahai Rasulullah,
sesunngguhnya aku Djamaan Nur, Fiqih
Munakahat, Semarang: Toha Putra Semarang, 1993, hlm.51 -58.
sudah
masuk Islam, dan
aku mempunyai dua
orang isteri kakak beradik.”
Rasulullah saw. Bersabda, “ceraikanlah salah satu yang kamu kehendaki.” Dari
beberapa keterangan mengenai
larangan perkawinan di
atas dapat penulis
simpulkan bahwa perkawinan
yang melanggar aturan-aturan
tersebut maka menurut
undang-undang serta fiqih munakahat perkawinan tersebut dapat dibatalkan.
Dengan adanya pembatalan
sebuah perkawinan maka
akan menimbulkan beberapa
akibat hukum dan
diantara akibat hukum
tersebut telah diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang No. 1
tahun 1974 yang isinya adalah: (1)
Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan pengadilan mempunyai
kekuatan
hukum yang tetap
dan berlaku sejak
saat berlangsungnya perkawinan.
(2) Keputusan tidak berlaku surut terhadap: a. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan
tersebut.
b. Suami
atau isteri yang
bertindak dengan iktikad
baik, kecuali terhadap harta
bersama bila pembatalan
perkawinan didasarkan atas
adanya perkawinan lain yang lebih
dahulu.
c. Orang-orang
ketiga lainnya tidak
termasuk dalam a
dan b sepanjang mereka
memperoleh hak-hak dengan
iktikad baik sebelum
keputusan tentang pembatalan
mempunyai kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan
penjelasan mengenai akibat
hukum dari pembatalan
suatu perkawinan di
atas penulis menemukan
kekurangan mengenai hukum
yang mengatur status
harta bersama dalam
perkawinan yang dibatalkan
tersebut.
Sehingga ketidakpastian hukum itu dapat menyebabkan
suatu permasalahan yang dapat
terjadi dalam hal
pembagian harta bersama
ketika perkawinan tersebut Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Al Maram Min
Adillat Al Ahkam, Jakarta : Akbar Media Eka
Sarana, t.th, hlm. 21 Undang-Undang Perkawinan, op.cid, hlm. 11 dibatalkan. Maka berdasarkan permasalahan
tersebut penulis rasa perlu mengkaji permasalahan tersebut
lebih lanjut agar
dapat ditemukan pemecahan
dalam permasalahan tersebut, yang
penulis teliti dalam skripsi penulis dengan rumusan judul
“ANALISIS HUKUM ISLAM
TERHADAP STATUS HARTA BERSAMA SEBAGAI
AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERKAWINAN”.
B. Permasalahan Berdasarkan
latar belakang di
atas, maka dapat
penulis rumuskan permasalahan yang akan menjadi topik
pembahasan dalam penulisan skripsi ini,
yaitu: 1. Bagaimanakah status
harta bersama sebagai
akibat hukum dari
pembatalan perkawinan menurut
hukum perkawinan di Indonesia? 2.
Bagaimanakah status harta
bersama sebagai akibat
hukum dari pembatalan perkawinan menurut fikih munakahat? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan
yang hendak dicapai
dalam penulisan skripsi
ini adalah untuk
memenuhi tugas akademik
guna memperoleh gelar
sarjana dalam ilmu Syariah
IAIN Walisongo Semarang. Selain itu, berkaitan dengan permasalahan di atas penelitian ini juga mempunyai tujuan
yakni: 1. Untuk mengetahui status harta bersama sebagai akibat hukum dari pembatalan perkawinan menurut hukum perkawinan di
Indonesia.
2. Untuk
mengetahui status harta
bersama bersama sebagai
akibat hukum dari pembatalan
perkawinan menurut fikih munakahat.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi