Senin, 25 Agustus 2014

Skripsi Syariah: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS HARTA BERSAMA SEBAGAI AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Fasakh  berasal  dari  bahasa  arab  dari  akar  kata  fa-sa-kha  yang  secara  etimologi berarti membatalkan.  Hal ini dijelaskan pula oleh Sayyid Sabiq  dalam  bukunya  fikih  sunnah  menjelaskan  bahwa  memfasakh  akad  nikah  berarti  membatalkannya dan melepaskan ikatan pertalian antara suami-isteri.

 Pembatalan  perkawinan  terjadi  apabila  hal-hal  yang  menghalangi  terjadinya  suatu  perkawinan  itu  dilanggar.  Diantara  beberapa  hal  yang  dapat  menghalangi  terjadinya  suatu  perkawinan  atau  perkawinan  itu  tidak  sah  dimata  hukum telah diatur dalam Pasal 8 sampai  Pasal 12  Undang-Undang  No.  1 tahun  1974  tentang  perkawinan.  Yang  secara  terperinci  penulis  uraikan  bahwa  suatu  perkawinan dilarang diantara dua orang yang : berhubungan darah, berhubungan  semenda,  berhubungan  susuan,  berhubungan  saudara  dengan  isteri,  yang  oleh  agama dilarang kawin, seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang  lain  kecuali  hal-hal  yang  ditentukan  lain  dalam  undang-undang,  seorang  wanita  yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.
  Amir Syarifuddin,  Hukum  Perkawinan  Islam  di  Indonesia,  Jakarta: Kencana, 2006, hlm.
24  Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 8, Bandung: Al-Ma’arif, 1993, hlm.12  UU Perkawinan (Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974), Semarang: Aneka Ilmu, 1990,  hlm. 5-6   Dalam  fikih  munakahat  juga  terdapat  beberapa  hal  yang  menyebabkan  terhalangnya suatu ikatan perkawinan. Dimana wanita yang haram dinikahi dapat  dibagi menjadi dua bagian: 1.  Wanita yang haram dinikahi untuk selamanya diantaranya: a.  Haram dinikahi karena hubungan nasab; b.  Haram dinikahi karena ada hubungan sesusuan; c.  Haram dinikahi karena hubungan mushaharah atau perkawinan d.  Haram dinikahi karena sudah dili’an (sudah melaksanakan sumpah li’an).
Ikatan  perkawinan  yang  dilarang  dan  dapat  membatalkan  suatu  perkawinan untuk selamanya disebabkan karena adanya hubungan nasab dan  kekerabatan seperti pada uraian penulis di atas, hal tersebut dijelaskan pula  dalam surat An-nisa’ ayat 23: Artinya  :“  Diharamkan  atas  kamu  (mengawini)  ibu-ibumu,  anak-anakmu,  saudara-saudaramu,  saudara-saudara  ayahmu,  saudarasaudara  ibumu,  anak-anak  saudara  laki-lakimu,  anak-anak  saudara-saudara perempuanmu.” (QS. An-Nisa’ : 23).
 2.  Wanita yang haram dinikahi untuk sementara a.  Memadu seorang wanita dengan saudaranya, atau dengan bibinya;  DEPAG RI,  Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir  Al-Qur’an, Jakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1971, hlm. 120   b.  Wanita yang masih menjadi isteri orang lain atau bekas isteri orang lain  yang masih dalam masa iddah; c.  Wanita yang ditalak tiga kali; d.  Wanita  yang  sedang  melakukan  ihram,  baik  ihram  haji  maupun  ihram  umrah; e.  Wanita yang musyrik; f.  Wanita yang hendak  dinikahi oleh seseorang  yang telah beristeri empat  orang.
 Halangan-halangan perkawinan yang terjadi untuk sementara tersebut oleh  karena adanya sebab-sebab yang menghalangi suatu perkawinan namun manakala  sebab itu hilang atau berlalu maka hilang pulalah keharaman atau larangan untuk  terjadinya  suatu  perkawinan,  diantara  halangan  perkawinan  yang  terjadi  untuk  sementara adalah mengumpulkan seorang  wanita dengan saudaranya dalam  satu  perkawinan  dengan  seorang  pria,  hal  ini  ditegaskan  pula  oleh  rasulullah  dalam  hadistnya  sebagai berikut: Artinya  :   “ Dari  ad Dhah hak bin    Fairuz ad Dailami, dari ayahnya r.a., ia  mengatakan,”Aku mengadu wahai Rasulullah, sesunngguhnya aku   Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, Semarang: Toha Putra Semarang, 1993, hlm.51 -58.
 sudah  masuk  Islam,  dan  aku  mempunyai  dua  orang  isteri  kakak  beradik.” Rasulullah saw. Bersabda, “ceraikanlah salah satu yang  kamu kehendaki.”  Dari  beberapa  keterangan  mengenai  larangan  perkawinan  di  atas  dapat  penulis  simpulkan  bahwa  perkawinan  yang  melanggar  aturan-aturan  tersebut  maka menurut undang-undang serta fiqih munakahat perkawinan tersebut dapat  dibatalkan.  Dengan  adanya  pembatalan  sebuah  perkawinan  maka  akan  menimbulkan  beberapa  akibat  hukum  dan  diantara  akibat  hukum  tersebut  telah  diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 yang isinya adalah: (1)   Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan pengadilan mempunyai  kekuatan  hukum  yang  tetap  dan  berlaku  sejak  saat  berlangsungnya  perkawinan.
(2)  Keputusan tidak berlaku surut terhadap: a.  Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.
b.  Suami  atau  isteri  yang  bertindak  dengan  iktikad  baik,  kecuali  terhadap  harta  bersama  bila  pembatalan  perkawinan  didasarkan  atas  adanya  perkawinan lain yang lebih dahulu.
c.  Orang-orang  ketiga  lainnya  tidak  termasuk  dalam  a  dan  b  sepanjang  mereka  memperoleh  hak-hak  dengan  iktikad  baik  sebelum  keputusan  tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.
 Berdasarkan  penjelasan  mengenai  akibat  hukum  dari  pembatalan  suatu  perkawinan  di  atas  penulis  menemukan  kekurangan  mengenai  hukum  yang  mengatur  status  harta  bersama  dalam  perkawinan  yang  dibatalkan  tersebut.
Sehingga  ketidakpastian hukum itu dapat menyebabkan suatu permasalahan yang dapat  terjadi  dalam  hal  pembagian  harta  bersama  ketika  perkawinan  tersebut   Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Al Maram Min Adillat Al Ahkam, Jakarta : Akbar Media  Eka Sarana, t.th,  hlm. 21  Undang-Undang Perkawinan, op.cid, hlm. 11   dibatalkan. Maka berdasarkan permasalahan tersebut penulis rasa perlu mengkaji  permasalahan  tersebut  lebih  lanjut  agar  dapat  ditemukan  pemecahan  dalam  permasalahan tersebut, yang penulis teliti dalam skripsi penulis dengan rumusan  judul  “ANALISIS  HUKUM  ISLAM  TERHADAP  STATUS  HARTA  BERSAMA  SEBAGAI  AKIBAT  HUKUM   PEMBATALAN  PERKAWINAN”.
B.  Permasalahan  Berdasarkan  latar  belakang  di  atas,  maka  dapat  penulis  rumuskan  permasalahan yang akan menjadi topik pembahasan dalam penulisan  skripsi ini, yaitu: 1.  Bagaimanakah  status  harta  bersama  sebagai  akibat  hukum  dari  pembatalan  perkawinan menurut hukum perkawinan di Indonesia? 2.  Bagaimanakah  status  harta  bersama  sebagai  akibat  hukum  dari  pembatalan  perkawinan menurut fikih munakahat? C.  Tujuan Penelitian Adapun  tujuan  yang  hendak  dicapai  dalam  penulisan  skripsi  ini  adalah  untuk  memenuhi  tugas  akademik  guna  memperoleh  gelar  sarjana  dalam  ilmu  Syariah IAIN Walisongo Semarang. Selain itu, berkaitan dengan permasalahan di  atas penelitian ini juga mempunyai tujuan yakni:   1.  Untuk mengetahui status harta bersama  sebagai akibat hukum  dari pembatalan  perkawinan menurut hukum perkawinan di Indonesia.
2.  Untuk  mengetahui  status  harta  bersama  bersama  sebagai  akibat  hukum  dari  pembatalan perkawinan menurut fikih munakahat.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi