BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Perbuatan yang
dianggap sebagai suatu
tindakan melanggar hukum perundang-undangan, dalam konteks agama
maupun hukum positif
memiliki kedudukan yang
sama, yakni harus
diperiksa untuk kemudian
ditentukan status pelakunya.
Maksud dari penentuan
status adalah apakah
pelaku – berdasarkan pemeriksaan
– tersebut terbukti
bersalah dan wajib
diberikan sanksi hukuman
ataukah sebaliknya, terbukti
tidak bersalah dan
harus dibebaskan. Pemeriksaan
terhadap pelaku yang disangka sebagai
pelaku tindak pidana
dilakukan oleh pihak
peradilan melalui suatu
proses pengadilan.
Proses pemeriksaan
terdakwa dalam persidangan
mencakup pemeriksaan terhadap
terdakwa, saksi, maupun
alat bukti yang
berkaitan dengan perkara yang
diperiksa. Keterangan atau informasi yang diperoleh dari pihak-pihak
tersebut kemudian menjadi
bahan pertimbangan untuk memutuskan
status dari pelaku tindak pidana. Secara
prosesnya, pemeriksaan dapat dibedakan
menjadi tiga, yakni pemeriksaan biasa, pemeriksaan singkat dan pemeriksaan cepat.
Terkait dengan
proses pemeriksaan pihak
yang didakwa sebagai
pelaku pidana dalam konteks hukum
agama (Islam) dapat
dilihat dalam Topo
Santoso, Membumikan Hukum
Pidana Islam: Penegakan Syariat
dalam Wacana dan Agenda , Jakarta: Gema Insani Press, 2003, hlm. 48 -54. Sedangkan
dalam konteks hukum
positif dapat dilihat
dalam Rusli Muhammad,
Potret Lembaga Pengadilan
Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 41-48.
Dalam pemeriksaan
biasa, pemeriksaan dilakukan
secara prosedural, mulai
dari pemanggilan terdakwa,
eksepsi terdakwa atau
penasehat hukum, hingga pembuktian. Pemeriksaan ini membutuhkan
waktu yang relatif lama.
Pemeriksaan singkat merupakan
pemeriksaan yang dilakukan terhadap perkara kejahatan
atau pelanggaran yang
tidak termasuk dalam
Pasal 205 KUHAP serta
menurut penuntut umum
pembuktian dan penerapan
hukumnya mudah dan
sifatnya sederhana. Sedangkan
pemeriksaan cepat adalah
pemeriksaan terhadap tindak
pidana ringan yang hukumannya paling lama tiga bulan atau denda maksimal sebesar Rp. 7.500,00 (tujuh
ribu lima ratus rupiah) maupun pelanggaran
terhadap lalu lintas.
Akan tetapi,
tidak selamanya pemeriksaan
dapat berjalan dengan mudah
dan lancar sesuai
dengan harapan. Kurangnya
alat bukti maupun keterangan
saksi yang berbelit
dan berbeda-beda antara
satu dengan lainnya menjadi
salah satu factor
penyebabnya. Untuk itu,
dalam lingkup hukum, dalam
hal pembuktian, terdapat
beberapa cara untuk
pembuktian dalam pemeriksaan
perkara. Pertama, pembuktian
yang didasarkan pada
keyakinan hakim dapat
dibedakan menjadi dua,
yakni sistem pembuktian
semata-mata Mengenai penjelasan
mengenai pemeriksaan biasa dapat dilihat dalam M. Taufik M dan Suhasril,
Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Bogor: Ghalia Indonesia,
2010., hlm. 95-138.
Pasal 205
KUHAP berisikan 3 ayat dengan
bunyi: 1) yang
diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak
pidana ringan ialah
perkara yang diancam
dengan pidana penjara
atau kurungan paling lama tiga
bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan
dalam paragraph dua bagian ini; 2) dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1, penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak
berita acara pemeriksaan
selesai dibuat, menghadapkan
terdakwa beserta barang
bukti, saksi, ahli dan atau juru
bahasa ke sidang pengadilan; 3) dalam acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, pengadilan mengadili
dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir,
kecuali dalam hal dijatuhkan pidana
perampasan kemerdekaan terdakwa
dapat minta banding. KUHP dan
KUHAP, Jakarta: Gama Press, 2010, hlm. 241.
M. Taufik M dan Suhasril, op.
cit., hlm. 139-142.
berdasarkan keyakinan hakim
(convictim in time) dan pembuktian berdasarkan keyakinan
hakim atas alasan
logis (la conviction
raisonee / convictimraisonee). Dari
kedua jenis pembuktian
yang didasarkan pada
keyakinan hakim, jenis pembuktian
kedua merupakan proses yang lebih kuat
dari jenis pembuktian yang pertama. Kedua, pembuktian yang didasarkan pada
undangundang yang juga dibagi menjadi dua, yakni secara positif dan secara
negatif.
Ketentuan-ketentuan terkait
dengan hal ikhwal
pemeriksaan di atas dapat dipilih
dan digunakan oleh
Majelis Hakim dalam
upaya proses pembuktian.
Salah satu praktek
dari penggunaan ketentuan-ketentuan pemeriksaan
di atas adalah
dalam memeriksa dan
memutuskan perkara No.
1002/Pid.B/2008/PN. Smg atas diri
terdakwa Ferdinando bin Giles Ardian.
Perkara tersebut
merupakan tindak lanjut
dari adanya perkelahian kelompok di wilayah tempat tinggal Ferdinando
antara kelompok Ferdinando dengan
kelompok Dedy Pramono yang menyebabkan
timbulnya korban jiwa atas nama
Darmadi. Pemeriksaan terhadap
perkara tersebut dilakukan sebanyak dua kali dengan putusan bebasnya
terdakwa Ferdinando dari segala tuduhan dan
tuntutan hukum. Dalam
proses pembuktiannya, Majelis
Hakim menggunakan prinsip
pembuktian berdasarkan undang-undang
secara negative, yakni
sesuai dengan Pasal
183 KUHAP yang
menjelaskan bahwa Majelis
Hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada
seseorang hanya didasarkan pada satu alat bukti saja.
Ibid., hlm. 103-106.
Sebagaimana dijelaskan dalam
Putusan No. 1002/Pid.B/2008/PN. Smg, hlm. 26.
Dalam pemeriksaan
tersebut memang tidak
diajukan senjata yang digunakan oleh
terdakwa yang menyebabkan
korban Darmadi meninggal dunia.
Penyebabnya adalah senjata
yang digunakan terdakwa
tidak diketemukan karena pada
saat kejadian, terdakwa langsung dibawa ke rumah sakit akibat luka-luka yang dideritanya.
Selain itu, keterangan dari para saksi dalam
pemeriksaan juga berbeda-beda dan dianggap oleh Majelis Hakim dapat berpeluang terkandung maksud tertentu
(subyektif) dan kurang obyektif. Oleh sebab
itu, kemudian Majelis
Hakim lebih menitikberatkan pada
keberadaan alat bukti,
keterangan dari terdakwa
dan keadaan terdakwa
dalam peristiwa pidana
sebagai bahan pertimbangan
dalam pembuktian. Hasil
dari upaya pembuktian tersebut adalah bebasnya terdakwa
dengan dasar argument bahwa yang
dilakukan terdakwa merupakan bentuk bela paksa (noodweer).
Jika mengacu pada upaya penegakan hukum, idealnya Majelis Hakim tidak
secara cepat mengambil
putusan melainkan mengupayakan
pencarian barang bukti serta memperjelas fakta dari perbedaan
keterangan saksi. Selain itu,
keberadaan beberapa saksi
yang diajukan tanpa
disumpah seakan -akan semakin
menguatkan adanya upaya
pengaturan pemeriksaan sebagai
jenis pemeriksaan cepat. Padahal
jika mengacu dari
keberadaan korban jiwa
dan ancaman hukuman, perkara yang
diperiksa tidak dapat dikategorikan sebagai jenis pemeriksaan cepat. Terlebih lagi jika
disandarkan pada aspek kausalitas kejadian peristiwa
pidana.
Hal ini
penting karena pada
dasarnya sebelum terjadi
peristiwa pidana, terdakwa-lah
yang menyulut kemarahan
dari Mengenai perbedaan antara peristiwa
pidana, perbuatan pidana dan tindak pidana dapat dilihat
di antaranya dalam
Sudarto, Hukum Pidana
I, Semarang: Fakultas
Hukum Undip, 1990, hlm.
38-39; Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm.
59-61.
kelompok Dedy Pramono. Jadi pada
dasarnya, dalam konteks kausalitas secara umum,
apabila tidak ada
aksi penganiayaan yang
dilakukan oleh terdakwa kepada
Dedy Pramono, mungkin
saja peristiwa pidana
yang menimbulkan korban jiwa tidak mungkin terjadi.
Dalam konteks
hukum pidana Islam,
apa yang menjadi
dasar pembuktian Majelis Hakim
dapat disebut sebagai hal-hal yang menghapuskan pertanggungjawaban dari
tindakan seseorang yang
dilakukannya. Namun di sisi lain,
hukum pidana Islam
tidak akan memandang
suatu akibat tindak pidana dari salah satu sudut saja namun harus
dipandang secara keseluruhan.
Proses pembuktian
harus dilakukan secara
seksama dengan memperhatikan aspek-aspek dalam pembuktian.
Berdasarkan penjelasan
di atas, maka
penulis merasa tertarik
untuk melakukan penelusuran
terhadap putusan No.
1002/Pid.B/2008/PN. Smg.
Tujuan dari penelitian ini tidak
lain adalah untuk mengetahui sudut
pandang hukum pidana Islam terhadap
proses penetapan putusan tersebut. Penelitian ini sendiri
akan diberi judul
“ANALISIS PUTUSAN NO. 1002/Pid.B/2008/PN.Smg TENTANG
PERKELAHIAN KELOMPOK”.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi