Jumat, 22 Agustus 2014

Skripsi Syariah:TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PROSES PENYELESAIAN PERKARA WALI AD}AL DI PENGADILAN AGAMA JOMBANG NOMOR 06Pdt.P2007PA.Jbg


  BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah Perwalian merupakan kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk  melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama  anak yang tidak mempunyai kedua orang tua, atau kedua orang tua  atau orang tua  yang masih hidup tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
 Seseorang boleh menjadi seorang wali apabila ia merdeka, berakal, dan dewasa. Adapun budak, orang gila, anak kecil tidak boleh menjadi wali, karena orang - orang tersebut tidak berhak mewalikan dirinya. Di samping itu wali juga harus  beragama Islam, karena orang yang bukan Islam tidak boleh menjadi wali.
 Sebagaimana firman Allah SWT  “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang  Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah  pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan  mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang  zalim.” (Q.S. Al - Maidah :51).
  Kompilasi Hukum Islam Pasal 1 poin (h)  Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqih Munakahat, h   Departemen Agama, Al- Qur'an dan Terjemah.

1   Dalam fenomena sekarang ini banyak terjadi seorang wali menolak untuk  menikahkan wanita yang ada dalam perwaliannya dengan berbagai alasan seperti  adanya ketidakseimbangan (sekufu’) dan adakalanya seorang wali te lah  menjodohkan dengan seorang laki - laki pilihan wali tersebut dan alasan - alasan yang  lainnya. Apabila ada alasan yang tidak benar menurut  syara’ maka wali tersebut  dapat digantikan atau hak perwaliannya dapat dicabut menurut ketentuan hukum dan  wali tersebut dinyatakan sebagai wali  ad}alyaitu wali yang tidak bersedia mengawinkan wanita yang dalam perwaliannya tanpa alasan yang dapat diterima,  padahal si perempuan telah mencintai bakal suaminya karena telah mengenal kafa'ahnya, baik agamanya maupun budi pekertinya.
 Adapun mengenai wali selain orang tua (ayah), tidak sama statusnya dengan  ayah atau bapak si perawan. Apabila seorang perempuan telah dilamar oleh seorang  laki - laki dan dia telah setuju dengan laki - laki itu, padahal walinya keberatan tanpa  alasa n yang dapat dipertanggungjawabkan, maka hakim berhak menikahkannya setelah nampak kedua calon mempelai itu sekufu’(setingkat).
 Sesuai dengan sabda  Rasulullah SAW H.S.A al - Hamdani, Risalah Nikah, h 120.
 H. Bgd. M. Leter, Tuntunan Rumah Tangga Muslim dan Keluarga Berencana, h 139   “Dari A’isyah r.a.  berkata bahwaRasulullah SAW bersabda : “Siapa perempuan yang menikah tanpa izin dari wali, maka nikahnya itu batal (diucapkan sampai tiga kali). Jika suaminya telah menggaulinya, maka maskawinnya adalah untuknya (wanita) karena apa yang telah diperoleh  darinya. Apabila mereka bertengkar, maka penguasa menjadi wali bagi orang  yang tidak mempunyai wali”.(H.R. Abu Dawud)  Dalam kasus wali  ad}al,sebagian besar lebih dipengaruhi oleh faktor kafa’ah, yang mana seorang wali tidak setuju jika wanita yang berada di bawah perwaliannya menikah dengan seorang laki - laki yang status sosialnya lebih rendah  atau dari segi pendidikan maupun usia dan faktor- faktor yang lainnya Dalam masalah kafa'ah yang perlu d iperhatikan dan yang menjadi ukuran utama adalah sikap hidup yang lurus dan sopan, bukan karena keturunan, pekerjaan,  kekayaan dan sebagainya. Seorang laki - laki yang saleh walaupun berasal dari keturunan rendah berhak menikah dengan perempuan yang berderajat tinggi, begitu  pula laki - laki yang fakir berhak menikah dengan perempuan yang kaya asalkan laki laki itu muslim dan dapat menjauhkan diri dari meminta- minta serta tidak ada seorangpun dari pihak wali yang menghalanginya atau menuntut pembatalan dan ada  kerelaan dari wali yang mengakadkan. Akan tetapi jika laki - laki tersebut bukan dari  golongan orang muslim dan atau tidak berbudi luhur dan jujur berarti ia tidak  kufu' dengan perempuan yang salehah. Bagi perempuan yang salehah jika dinikahkan oleh  walinya dengan laki - laki fasik, kalau perempuannya masih gadis dan dipaksa oleh   Imam Abu Daud, Sunan Abu Daud, Juz II, h. 95   orang tuanya, maka ia boleh menuntut pembatalan.
 Sehubungan dengan kedudukan  manusia, Allah SWT berfirman : "Wahai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki - laki dan  seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku -suku  supaya kamu saling kenal mengenal.  Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu." (Q.S.Al - Hujurat:13)  Ayat ini mengakui bahwa nilai manusia pada setiap orang adalah sama. Tak  seorangpun yang lebih mulia dengan yang lain, kecuali ketakwaannya kepada Allah  dengan menunaikan kewajibannya kepada Allah dan kepada sesama manusia.
 Dalam sebuah hadits juga dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. Bersabda : "Jika datang kepadamu seorang laki -laki yang agama dan akhlaknya  kamu sukai, maka nikahilah d ia. Jika kamu tidak berbuat demikian, akan terjadi  fitnah dan kerusakan dimuka bumi. Lalu para sahabat bertanya, "wahai Rasulullah! Bagaimana kalau dia sudah ada yang punya?" jawabnya, "Jika datang  kepadamu seorang laki -laki yang agama dan akhlaknya kamu  sukai, maka nikahkanlah dia." itu diucapkan oleh Nabi sampai tiga kali."  (H.R. Turmudzi,  dengan sanad hasan).
  Slamet Abidin dan H.Aminuddin, Fiqih Munakahat, h   Departemen Agama, Al- Qur'an dan Terjemah.
 Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqih Munakahat,h   Imam Al-Tirmidzi, Al-kutubus Sittah Al Jami'u Al-TirmidziMu'jam 9, h 1756    Dalam hadits di atas, ditujukan kepada para wali agar mereka menikahkan  perempuan - perempuan yang berada dalam perwaliannya kepada orang yang bera gama, berakhlak mulia dan bersifat amanah.
 Adapun terkait dengan perwalian yang mana jika seorang wali tidak bersedia  menjadi wali maka yang berhak menentukan wali tersebut sebagai wali  ad}aladalah  lembaga pengadilan dan melalui proses persidangan. Berda sarkan data statistik perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Jombang tahun 2007 yaitu s ebanyak 5  kasus tentang wali  ad }al.Dari kasus- kasus wali  ad }al  tersebut ada yang telah diputus oleh pengadilan dan ada juga yang dicabut oleh pemohon karena dari pihak  wali bersedia damai dan menjadi wali. Dalam hal ini kasus wali  ad}al  termasuk  kategori perkara terbanyak dalam perkara permohonan  (volunt air), meskipun sebagian besar perkara yang masuk lebih didominasi kasus perceraian yang mencapai ratusan kasus.
Sebaga imana pada umumnya, dalam proses penyelesaian perkara dalam suatu persidangan memiliki prosedur dan adanya tahapan - tahapan di dalam jalannya persidangan. Dalam hal ini, penulis ingin mengetahui fakta yang terjadi di Pengadilan Agama Jombang khususnya tenta ng perkara wali  ad}al, yang mana dalam proses persidangan perkara wali ad }al   tersebut penulis memperoleh informasi  terkait dengan fakta yang terjadi dalam persidangan bahwa dalam persidangan majelis hakim memanggil dan memberikan kesempatan kepada wali ya ng enggan  menjadi wali untuk bersedia menjadi wali terhadap wanita yang berada di bawah  Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqih Munakahat,h. l 53   perwaliannya. Padahal dalam kaitannya dengan perkara permohonan atau gugatan,  panggilan ditujukan kepada pihak termohon atau tergugat dan tidak ada unsur perlawan antarpihak beperkara. Sedan gkan wali dalam perkara wali  ad }al tidak  sebagai pihak termohon. Sehingga dalam hal ini, selain ingin mengetahui pertimbangan majelis hakim dalam hal pemanggilan wali, penulis juga ingin mengetahui status wali sebagai pihak apa dalamperkara wali  ad}altersebut dan  dasar hukum yang berlaku.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi