Senin, 25 Agustus 2014

Skripsi Syariah: ANALISIS STRATEGI PEMBERDAYAAN ZAKAT, INFAQ, DAN SHODAQOH DI KJKS BMT FASTABIQ PATI TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN UMMAT

BAB I .
PENDAHULUAN .
1.1  Latar Belakang Masalah .
Zakat  adalah  ibadah  māliyah  ijtimā'iyyah  yang  memiliki  posisi  sangat  penting, strategis dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari  sisi  pembangunan  kesejahteraan  ummat.  Sebagai  suatu  ibadah  pokok  (`ibadah  mahdah),zakat termasuk salah satu rukun (rukun ketiga) dari rukun Islam yang  lima,  sebagaimana  diungkapkan  dalam  berbagai  hadis  Nabi  SAW.  Sehingga  keberadaannya dianggap sebagai  ma'lum minad-diin bid-darūrah  atau diketahui  secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang.

 Zakat  juga  merupakan  ibadah  yang  mengandung  dua  dimensi  yaitu  dimensi  vertikal  atau  hablum  minallah dan  dimensi  horizontal  atau  hablum  minannas.   Ibadah  zakat  apabila  ditunaikan  dengan  baik  maka  akan  meningkatkan  kualitas  keimanan,  membersihkan  dan  mensucikan  jiwa  dan  mengembangkan serta memberkahkan harta yang dimiliki. Di sisi lain zakatjuga  merupakan  ibadah  yang  mengedepankan  nilai-nilai  sosial  disamping  nilai-nilai  spiritual.  Selain  itu  bila  dikelola  dengan  baik  zakat  juga  akan  meningkatkan  kesejahteraan dan etos kerja yang akan memacu pertumbuhan ekonomi.
Dari  zaman  Nabi  Muhammad  Rasulullah  SAW  sampai  pada  zaman  sahabat-sahabat  yang  pemerintahanya  sangat  memperhatikan  zakat.  Hal  itu  didukung  dengan  al-Qur'an  terdapat  berbagai  ayat  yang  memuji  orang-orang   Didin Hafihuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002, hlm.1-2   ACH.Syaful Hidayat, Analisis Tatakelola dan Distribusi Zakat Lembaga Zakat, Infaq, dan  Sedekah (LAZIS) Di Malang, Unifersitas Muhammadiyah Malang, www.keos.umm.ac.id, diakses 24  maret 2011, hlm.1  2  yang  secara  sungguh-sungguh  menunaikannya,  dan  sebaliknya  memberikan  ancaman bagi orang yang sengaja meninggalkan. Oleh karena itu Khalifah Abu  Bakar  aş-Şiddiq bertekad  memerangi  orang-orang  yang  shalat  tetapi  tidak  mau  mengeluarkan  zakat.  Ketegasan  sikap  ini  menunjukkan  bahwa  perbuatan  meninggalkan  zakat  adalah  suatu  kedurhakaan  dan  jika  hal  ini  dibiarkan  maka  akan memunculkan berbagai kedurhakaan dan kemaksiatan lain. Salah satu dari  berbagai  kedurhakaan  adalah  pelaksanaan  riba  yang  dapat  menghancurkan  perekonomian. Lain halnya dengan zakat,  selain mengangkat fakir miskin,  jika  akan menambah produktifitas masyarakat sehingga meningkatkan lapangan kerja  sekaligus meningkatkan pula tabungan msyarakat.
 Zakat  yang  mempunyai  fungsi  sosio-ekonomi,  apabila  dilaksanakan  dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab oleh umat Islam maka zakat dapat  menjadi  sumber  dana  tetap  yang  sangat  potensial.  Dengan  demikian  pada  gilirannya  dapat  digunakan  untuk  meningkatkan  kesejahteraan  hidup  ummat  terutama  dari  golongan  yang  berhak  menerima  zakat.  Diharapkan  mereka  bisa  hidup  dengan  layak  dan  mandiri  tanpa  menggantungkan  kepada  orang  lain.
 Yang  lebih  penting  adalah  untuk  mencegah  berputarnya  harta  kekayaan  itu  berada  di  tangan  orang-orang  kaya  saja  dan  demi  mewujudkan  pemerataan  pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk itu, zakat yang tetap dan jumlahnya cukup besar yang terkumpul  diperlukan sistem pengelolaan yang baik agar lebih mengena pada sasaran dan  terlihat  jelas  manfaatnya.  Ada  banyak  faktor  yang  mempengaruhi  lemahnya   Edi Bahtiar, Kea Rah Produktivitas Zakat, Yogyakarta: Idea Press,2009, Hlm 141   Nasrudin Rozak, Dienul Islam, Bandung: Al Ma'arif, 1985, Hlm 197.
3  sistem  pengelolaan  yang  meliputi  penghimpunan  dan  pemberdayaannya.
 Bahkan perhatian dari pemikir Islam tentang kajian zakat sangat kecil.
Persoalan zakat, sebetulnya bukanlah persoalan yang berdiri  sendiri. Pada  prakteknya,  zakat  dapat  dipandang  sebagai  fenomena  ganda,  keagamaan  dan  sosial.  Dipandang  sebagai  fenomena  keagamaan  sebab  ia  selalu  terkait  dengan  hukum-hukum agama yang secara normatif telah ditetapkan melalui wahyu. Hal ini  dapat dilihat sesuai dengan Firman Allah dalam surat Al Taubah ayat: 103  Artinya:   Ambillah  zakat  dari  sebagian  harta  mereka,  dengan  akat  itu  kamu  membersihkan  dan  mensucikan  mereka  dan  mendoalah  untuk  mereka  Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.Dan Allah  Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
 Pada sisi ini, eksistensi zakat dalam kaitannya dengan  mukallaf sebagai  pelaksana hukum hampir tidak terdapat banyak masalah di kalangan ummat Islam.
Silang pendapat berkenaan dengan dasar hukum dan aturan yang terkait dengan  pelaksanaanya hampir tidak muncul kepermukaan.
Persoalan  zakat  justru  datang  pada  sisi  kedua,  yaitu  ketika  ia  dipandang  sebagai  fenomena  sosial  di  kalangan  masyarakat  muslim.  Pelaksanaan  zakat,  mulai  dari  tahap  penghimpunan  sampai  pada  pendistribusiannya  memberikan  peluang  yang  luas  untuk  terjadinya  silang  pendapat,  hal  ini  terjadi  karena  ketentuan  sosial  yang  diterapkan  dalam  pelaksanaan  zakat  masih  sangat    Dawam  Raharjo,  Islam  dan  Transformasi  Sosial-Ekonomi,  Jakarta:  LSAF,  Cet  I,  1999,  Hlm  459-473.
 Al-Qur'an  dan  Terjemahnya,  Terj  Hasbi  Ashiddiqi  dkk,  Jakarta;  Yayasan  Peyelenggara/ Penafsiran Al Qur’an,1971, hlm.290.
4  interpretable.  Dilain  pihak,  ummat  Islam  sendiri  memiliki  jaminan  normatif  dalam memberikan pemaknaanya secara subyektif secara bebas dan terbuka.
Di  Indonesia,  lemahnya  sistem  pengelolaan  disebut  sebagai  faktor  yang  dominan yang menjadikan hilangnya ruh zakat. Hal ini dibuktikan bahwa upaya  penghimpunan zakat terhitung sangat kecil dibanding negara tetangga kita seperti  Malaysia. Karena undang-undang pengelolaan zakat di Indonesia baru terwujud  dua  belas  tahun  yang  lalu,  itupun  tidak  bisa  menjawab  masalah  yang  ada  di  dalam pengelolaan zakat agar dapat meningkatkan perekonomian ummat, karena  selama ini pengelolaan zakat di Indonesia masih bayak dilakukan dengan sistem  yang masih tradisional dan konvensional.
Harapan ummat Islam di Indonesia agar pelaksanaan pemungutan zakat  bisa  dilakukan  dengan  sebaik-baiknya  semakin  hari  semakin  besar.  Berbagai  macam  usaha  dilakukan  untuk  mewujudkannya,  baik  itu  dilakukan  oleh  badan  resmi seperti Kementrian Agama, Pemerintah Daerah, maupun lembaga-lembaga  yang lainnya, karena sejak zaman Nabi,  Khulafa’ al Rasyidindan pemerintahan  Islam, pengelolaan zakat ditangani oleh pemerintah.
 Harapan  umat  Islam  akan  suatu  sistem  pengelolaan  zakat  semakin  bertambah dengan adanya RUU yang kini sedang insentif dibahas adalah RUU  pengelolaan zakat yang merupakan amandemen terhadap UU. No. 38 tahun 1999  tentang  pengelolaan  zakat  dimana  di  dalamnya  mengatur  pelaksanaan  pengelolaan  zakat  dimulai  dari  perencanaan  sampai  pada  tahap  pendistribusian  dan pendayagunaannya. Adapun penghimpunan zakat dilakukan oleh amil zakat  yang  terdiri  atas  unsur  masyarakat  dan  pemerintah  yang  pembentukannya   Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah, Yogyakarta: CV. Haji Masagung,1991, Hlm 256  5  disesuaikan  dengan  tingkat  wilayahnya,  karena  secara  struktural  pemerintah  memiliki kewenangan untuk menegakkan kesejahteraan dan keadilan.
 Selama ini peneliti melihat lembaga atau badan amil zakat yang adasaat  ini kurang ada perhatian dari pemerintah. Entah itu karena adanya pengelolaan  zakat yang kurang baik atau kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap badan  amil zakat yang ada di pemerintahan. Yang pasti saat ini badan amil zakat yang  ada di Kementrian Agama atau yang ada di tingkat kecamatan seakan-akan tidak  ada jiwa atau rohnya. Padahal kita tahu bahwa dana dari zakat bila terkumpul dan  disalurkan  dengan  semestinya  pasti  akan  meningkatkan  perekonomian  ummat.
Koprasi Jasa Keuangan Syariah yang selama ini dikenal dengan BMT menyadari  itu,  bahwa  zakat  yang  dikelola  dengan  baik  akan  meningkatkan  perekonomian  ummat.
BMT  banyak  didirikan  untuk  menjawab  persoalan  ummat  tentang  masalah ekonomi Islam, serta pengelolaan zakat, karena BMT yang selama  ini  keberadaanya  cukup  dekat  dengan  masyarakat  kecil.  Untuk  itu  di  dalam  BMT  didirikan  lembaga  yang  mengurusi  tentang  zakat,  infaq,  dan  shodaqoh.  KJKS  BMT FASTABIQ merupakan salah satu lembaga pengelola dana zakat di daerah  Pati. KJKS BMT FASTABIQ Pati berdiri pada tahun 1998 dan sekarang berdiri  dengan 21 cabang yang berdiri di daerah Pati dan sekitarnya. Selama 11 tahun  pengeloaan  zakat  yang  ada  di  BMT  fastabiq  kurang  begitu  diperhatikan.
Dikarenakan  kurang  adanya  tenaga  terdidik  yang  diberikan  kepercayaan  oleh  manajemen  BMT  dan  karena  kurang  adanya  kesadaran  dari  manajemen  BMT  tentang manfaat dan potensi zakat, infaq, dan sedekah itu sendiri. Baru selama   Masdar F. Mas’udi, Agama Keadilan Risalah Zakat Dalam Islam, Jakarta: P3M, 1993, Hlm 124  6  dua tahun ini didirikan kantor dan tenaga kerja tersendiri untuk mengelola dan  meningkatkan  pengelolaan  dana  ZIS.  Mulai  saat  itu  pengelolaan  dana  zakat  mulai  tertata  rapi,  ada  pencatatan,  pengeluaran  dan  adanya  pemasukan  zakat yang selama 11 tahun belum tersusun.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi