BAB I .
PENDAHULUAN .
1.1 Latar Belakang Masalah .
Zakat adalah
ibadah māliyah ijtimā'iyyah
yang memiliki posisi
sangat penting, strategis dan
menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi
pembangunan kesejahteraan ummat.
Sebagai suatu ibadah
pokok (`ibadah mahdah),zakat termasuk salah satu rukun (rukun
ketiga) dari rukun Islam yang lima, sebagaimana
diungkapkan dalam berbagai
hadis Nabi SAW.
Sehingga keberadaannya dianggap
sebagai ma'lum minad-diin
bid-darūrah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian
mutlak dari keislaman seseorang.
Zakat
juga merupakan ibadah
yang mengandung dua
dimensi yaitu dimensi
vertikal atau hablum
minallah dan dimensi horizontal
atau hablum minannas. Ibadah
zakat apabila ditunaikan
dengan baik maka
akan meningkatkan kualitas
keimanan, membersihkan dan
mensucikan jiwa dan mengembangkan
serta memberkahkan harta yang dimiliki. Di sisi lain zakatjuga merupakan
ibadah yang mengedepankan
nilai-nilai sosial disamping
nilai-nilai spiritual. Selain
itu bila dikelola
dengan baik zakat
juga akan meningkatkan kesejahteraan dan etos kerja yang akan memacu
pertumbuhan ekonomi.
Dari zaman
Nabi Muhammad Rasulullah
SAW sampai pada
zaman sahabat-sahabat yang
pemerintahanya sangat memperhatikan
zakat. Hal itu didukung dengan
al-Qur'an terdapat berbagai
ayat yang memuji
orang-orang Didin Hafihuddin,
Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002, hlm.1-2 ACH.Syaful Hidayat, Analisis Tatakelola dan
Distribusi Zakat Lembaga Zakat, Infaq, dan Sedekah (LAZIS) Di Malang, Unifersitas
Muhammadiyah Malang, www.keos.umm.ac.id, diakses 24 maret 2011, hlm.1 2 yang secara
sungguh-sungguh
menunaikannya, dan sebaliknya
memberikan ancaman bagi orang
yang sengaja meninggalkan. Oleh karena itu Khalifah Abu Bakar
aş-Şiddiq bertekad memerangi orang-orang
yang shalat tetapi
tidak mau mengeluarkan
zakat. Ketegasan sikap
ini menunjukkan bahwa
perbuatan meninggalkan zakat
adalah suatu kedurhakaan
dan jika hal
ini dibiarkan maka akan
memunculkan berbagai kedurhakaan dan kemaksiatan lain. Salah satu dari berbagai
kedurhakaan adalah pelaksanaan
riba yang dapat
menghancurkan perekonomian. Lain
halnya dengan zakat, selain mengangkat
fakir miskin, jika akan menambah produktifitas masyarakat
sehingga meningkatkan lapangan kerja sekaligus
meningkatkan pula tabungan msyarakat.
Zakat
yang mempunyai fungsi
sosio-ekonomi, apabila dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab oleh
umat Islam maka zakat dapat menjadi sumber
dana tetap yang
sangat potensial. Dengan
demikian pada gilirannya
dapat digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup
ummat terutama dari
golongan yang berhak
menerima zakat. Diharapkan
mereka bisa hidup
dengan layak dan
mandiri tanpa menggantungkan kepada
orang lain.
Yang
lebih penting adalah
untuk mencegah berputarnya
harta kekayaan itu berada di
tangan orang-orang kaya
saja dan demi
mewujudkan pemerataan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk itu, zakat yang tetap dan
jumlahnya cukup besar yang terkumpul diperlukan
sistem pengelolaan yang baik agar lebih mengena pada sasaran dan terlihat
jelas manfaatnya. Ada
banyak faktor yang
mempengaruhi lemahnya Edi Bahtiar, Kea Rah Produktivitas Zakat,
Yogyakarta: Idea Press,2009, Hlm 141 Nasrudin
Rozak, Dienul Islam, Bandung: Al Ma'arif, 1985, Hlm 197.
3 sistem
pengelolaan yang meliputi
penghimpunan dan pemberdayaannya.
Bahkan perhatian dari pemikir Islam tentang
kajian zakat sangat kecil.
Persoalan zakat, sebetulnya
bukanlah persoalan yang berdiri sendiri.
Pada prakteknya, zakat
dapat dipandang sebagai
fenomena ganda, keagamaan
dan sosial. Dipandang
sebagai fenomena keagamaan
sebab ia selalu
terkait dengan hukum-hukum agama yang secara normatif telah
ditetapkan melalui wahyu. Hal ini dapat
dilihat sesuai dengan Firman Allah dalam surat Al Taubah ayat: 103 Artinya:
Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka,
dengan akat itu
kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan
mendoalah untuk mereka Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka.Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Pada sisi ini, eksistensi zakat dalam
kaitannya dengan mukallaf sebagai pelaksana hukum hampir tidak terdapat banyak
masalah di kalangan ummat Islam.
Silang pendapat berkenaan dengan
dasar hukum dan aturan yang terkait dengan pelaksanaanya hampir tidak muncul kepermukaan.
Persoalan zakat
justru datang pada
sisi kedua, yaitu
ketika ia dipandang sebagai
fenomena sosial di
kalangan masyarakat muslim.
Pelaksanaan zakat, mulai
dari tahap penghimpunan
sampai pada pendistribusiannya memberikan peluang
yang luas untuk
terjadinya silang pendapat,
hal ini terjadi
karena ketentuan sosial
yang diterapkan dalam
pelaksanaan zakat masih
sangat Dawam Raharjo, Islam
dan Transformasi Sosial-Ekonomi, Jakarta:
LSAF, Cet I,
1999, Hlm 459-473.
Al-Qur'an
dan Terjemahnya, Terj
Hasbi Ashiddiqi dkk,
Jakarta; Yayasan Peyelenggara/ Penafsiran Al Qur’an,1971,
hlm.290.
4 interpretable.
Dilain pihak, ummat
Islam sendiri memiliki
jaminan normatif dalam memberikan pemaknaanya secara subyektif
secara bebas dan terbuka.
Di Indonesia,
lemahnya sistem pengelolaan
disebut sebagai faktor
yang dominan yang menjadikan
hilangnya ruh zakat. Hal ini dibuktikan bahwa upaya penghimpunan zakat terhitung sangat kecil
dibanding negara tetangga kita seperti Malaysia.
Karena undang-undang pengelolaan zakat di Indonesia baru terwujud dua
belas tahun yang
lalu, itupun tidak
bisa menjawab masalah
yang ada di dalam
pengelolaan zakat agar dapat meningkatkan perekonomian ummat, karena selama ini pengelolaan zakat di Indonesia
masih bayak dilakukan dengan sistem yang
masih tradisional dan konvensional.
Harapan ummat Islam di Indonesia
agar pelaksanaan pemungutan zakat bisa dilakukan
dengan sebaik-baiknya semakin
hari semakin besar.
Berbagai macam usaha
dilakukan untuk mewujudkannya, baik
itu dilakukan oleh
badan resmi seperti Kementrian
Agama, Pemerintah Daerah, maupun lembaga-lembaga yang lainnya, karena sejak zaman Nabi, Khulafa’ al Rasyidindan pemerintahan Islam, pengelolaan zakat ditangani oleh
pemerintah.
Harapan
umat Islam akan
suatu sistem pengelolaan
zakat semakin bertambah dengan adanya RUU yang kini sedang
insentif dibahas adalah RUU pengelolaan
zakat yang merupakan amandemen terhadap UU. No. 38 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat dimana
di dalamnya mengatur
pelaksanaan pengelolaan zakat
dimulai dari perencanaan
sampai pada tahap
pendistribusian dan
pendayagunaannya. Adapun penghimpunan zakat dilakukan oleh amil zakat yang
terdiri atas unsur
masyarakat dan pemerintah
yang pembentukannya Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah, Yogyakarta:
CV. Haji Masagung,1991, Hlm 256 5 disesuaikan
dengan tingkat wilayahnya,
karena secara struktural
pemerintah memiliki kewenangan
untuk menegakkan kesejahteraan dan keadilan.
Selama ini peneliti melihat lembaga atau badan
amil zakat yang adasaat ini kurang ada
perhatian dari pemerintah. Entah itu karena adanya pengelolaan zakat yang kurang baik atau kurangnya
kepercayaan masyarakat terhadap badan amil
zakat yang ada di pemerintahan. Yang pasti saat ini badan amil zakat yang ada di Kementrian Agama atau yang ada di
tingkat kecamatan seakan-akan tidak ada
jiwa atau rohnya. Padahal kita tahu bahwa dana dari zakat bila terkumpul dan disalurkan
dengan semestinya pasti
akan meningkatkan perekonomian
ummat.
Koprasi Jasa Keuangan Syariah
yang selama ini dikenal dengan BMT menyadari itu,
bahwa zakat yang
dikelola dengan baik
akan meningkatkan perekonomian ummat.
BMT banyak
didirikan untuk menjawab
persoalan ummat tentang masalah ekonomi Islam, serta pengelolaan
zakat, karena BMT yang selama ini keberadaanya
cukup dekat dengan
masyarakat kecil. Untuk
itu di dalam
BMT didirikan lembaga
yang mengurusi tentang
zakat, infaq, dan
shodaqoh. KJKS BMT FASTABIQ merupakan salah satu lembaga
pengelola dana zakat di daerah Pati.
KJKS BMT FASTABIQ Pati berdiri pada tahun 1998 dan sekarang berdiri dengan 21 cabang yang berdiri di daerah Pati
dan sekitarnya. Selama 11 tahun pengeloaan zakat
yang ada di
BMT fastabiq kurang
begitu diperhatikan.
Dikarenakan kurang
adanya tenaga terdidik
yang diberikan kepercayaan
oleh manajemen BMT
dan karena kurang
adanya kesadaran dari
manajemen BMT tentang manfaat dan potensi zakat, infaq, dan
sedekah itu sendiri. Baru selama Masdar
F. Mas’udi, Agama Keadilan Risalah Zakat Dalam Islam, Jakarta: P3M, 1993, Hlm
124 6 dua tahun ini didirikan kantor dan tenaga
kerja tersendiri untuk mengelola dan meningkatkan pengelolaan
dana ZIS. Mulai
saat itu pengelolaan
dana zakat mulai
tertata rapi, ada
pencatatan, pengeluaran dan
adanya pemasukan zakat yang selama 11 tahun belum tersusun.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi