Rabu, 27 Agustus 2014

Skripsi Syariah: DERADIKALISASI GERAKAN TERORISME

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah .
Masih segar dalam ingatan kita, peristiwa berdarah yang terjadi pada  12 Oktober 2002 silam. Sebuah catatan sejarah untuk kali pertama serangan  bom  bunuh  diri  (suicide  bomber)  terbesar  terjadi  di  Indonesia  .  Peristiwa  yang  terjadi  di  Paddy‟s  Bar  dan  Sari  Club  Legian,  Kuta  Bali  tersebut  menewaskan  lebih  kurang  202  nyawa  manusia  dan  melukai  ratusan  lainnya  .

Walau sesaat, ledakan yang terjadi tepat pukul 23.05 WITA tersebut  mempunyai  pengaruh  signifikan  terhadap  bangsa,  khususnya  masyarakat  Bali.  Di  bidang  ekonomi  misalnya,  dibutuhkan  lebih  2,5  tahun  untuk  memulihkan  perekonomian  masyarakat  Bali.  Selama  itu  pula  terjadi  pengangguran  sebanyak  3,5%,  penurunan  jumlah  jam  kerja  4,2%,   Ledakan tersebut merupakan ledakan terbesar sekaligus sebagai ledakan puncak pasca  runtuhnya Soeharto (1998). Sebelum terjadi ledakan, Indonesia sudah diguncang dengan berbagai  ledakan   di  belahan  nusantara,  antara  lain;  Plaza  Hayam  Wuruk  (15/4/1999),  Masjid  Istiqlal  (19/4/1999),  Kejaksaan  Agung  (4/6/2000),  Kedubes  Filipina  Jakarta  (3/8/2000),  Bursa  Efek  Jakarta  (13/9/2000),  serangkaian  bom  natal  di  Jakarta,  Bekasi,  Sukabumi,  Mataram,  Pematangsiantar, Medan, Batam dan Pekanbaru (24/12/2000  ),  Gereja  Santa  Anna  dan  Huria  Kristen  Batak  Protestan  (HKBP)  Jakarta  (22/7/2001),  Gereja  Bethel  Tabernakel  Kristus  Alfa  Omega Semarang (31/7/2001), Plaza Atrium Jakarta (23/9/2001),  Australian International School (AIS)  Jakarta  (6/11/2001),  Restoran  KFC  Makassar  (12/10/2001).  Baca  Bambang  Abimanyu,  Teror Bom Azhari-Noor Din, Jakarta: Republika, 2006, hlm. 83-  Diledakkan  oleh  Iqbal  alias  ar-Nasan  alias  Jimi  dari  Banten.  Walaupun  ledakan  bom  ransel  ini  tidak  begitu  kuat,  tapi  mampu  menghancurkan  tubuh  Jimi  berkeping -keping.
Selengkapnya baca Majalah Tempo, Edisi 4-10 April 2011, hlm.
 Diledakkan oleh Iqbal alias Isa. Ramuan bom ditaruh di 48  laci dan 12  Filing cabinet  yang  disatukan  dan  dijejalkan  ke  mobil  Mitsubishi  L-300  yang  dikendarai  Ali  Imron  (kini  menjalani hukuman seumur hidup). Ibid.
 Dari  202  korban  meninggal,  88  orang  berkebangsaan  Australia,  10  orang  WNI  dan  selebihnya dari wisatawan asing. Baca, Bambang Abimanyu, op.cit, hlm. 61     penurunan  upah  riil  47%  dan  pendapatan  rumah  tangga  juga  menurun  hingga  22,6%  .  Selain  berimbas  terhadap  perekonomian  bangsa,  ledakan  Bom  Bali  I  mampu  mengantarkan  Indonesia  mendapatkan  stigma  negatif  sebagai  bagian  dari  negara  teroris  di  mata  dunia  .  Satu  pertanyaan  yang  muncul kala itu, siapa aktor intelektual di balik peristiwa berdarah tersebut?  Berbagai  pendapat  pun  mengemuka,  mulai  anggapan  skenario  Amerika, misi Australia menguasai Indonesia, bahkan sempat muncul pula  anggapan  bahwa  Inteligen  dan  TNI  berada  di  balik  aksi  teror  bom  itu.
 Hingga  ditemukan  fakta  bahwa  pelaku  sekaligus  dalang  bom  bunuh  diri  adalah kelompok teroris  Jamaah Islamiyah.
 Dalam  waktu  singkat,  kepolisian  bekerja  sama  dengan  berbagai  stakeholder  membentuk tim investigasi bom Bali.  Walhasil,  tim investigasi  mampu menangkap sekaligus mengadili beberapa nama yang diduga terlibat   Data  dapat  dibaca  dari,  http://nasional.vivanews.com/news/read/140779-riset__dampak_bom_bali_i_berkelanjutan, diunduh pada tanggal 4 Juli 20  Noor Huda Ismail,  Temenku Teroris? Saat Dua Santri Ngruki Menempuh Jalan yang  Berbeda, Jakarta; PT Mizan Republika, 2010, hlm. 98   Nasir Abas,  Membongkar Jamaah Islamiyah, Pengakuan Mantan Anggota JI,  Jakarta:  2006, hlm. 11   Hamzah Haz, selaku wakil presiden saat itu sebenarnya dengan tegas telah membantah  keberadaan terorisme di Indonesia. Walau demikian pendapat Hamzah Haz kemudian berbalik 180  derajat  ketika  Barat  dan  sebagian  besar  dunia  mengatakan  bahwa  teroris  terlibat  di  dalamnya.
http://www.gusdur.net/Berita/Detail/?id=116/hl=id/Akhirnya_Hamzah_Haz_Akui_Ada_Terorisme _Di_Indonesia diunduh pada tanggal 4 Juli 2011.
 Al-Jamaah  Al-Islamiyah  merupakan organisasi pecahan dari Jamaah Darul Islam atau  yang  dikenal  dengan  NII.  Organisasi  ini  mempunyai  teritori  di  kawasan  Asia  Tenggara  yang  meliputi  Indonesia,  Malaysia,  Singapura,  Thailand,  Filipina,  Brunei  dan  Kamboja.  Dibentuk  sekitar  bulan  Januari  1993  setelah  terjadinya  perpecahan  (imtishol)  di  intern  Darul  Islam  antara  Abdullah  Sungkar  dengan  Anjengan  Masduki.  Salah  satu  pemicunya  adalah  kritik  keras  yang  dilontarkan  oleh  Abdullah  Sungkar  terhadap  ajaran  thariqot  Anjengan  Masduki  yang  dianggap  menyimpang  dari  paham  Saalafi  Jihadi.  Sehingga  Abdullah  Sungkar  keluar  dan  membentuk  Jama‟ah Islamiyah. Baca Solahudin, NII Sampai JI, Salafy Jihadi di Indonesia, Jakarta: Komunitas  Bambu, 2011, hlm. 277    dalam peristiwa tersebut  . Tim investigasi juga berhasil menyeret Amrozi,  Imam  Samudra  dan  Ali  Gufron  berhadapan  dengan  eksekusi  hukuman  mati  .
Jika  kita  tarik  dalam  kancah  global,  peristiwa  bom  Bali  I  mempunyai  korelasi  terhadap  tragedi  11  September  2001  di  Amerika  Serikat  yakni  atas  nama  Islam.  Di  mana  empat  pesawat  Boeing  milik  Amerika  dibajak  dan  menabrak  dua  menara  kembar  WTC  (Word  Trade  Center)  yang  mengakibatkan  lebih  dari  3.000  tewas  dan  ribuan  lainnya  terluka.
 Dalam  catatan  sejarah,  peristiwa  tersebut  menjadi  titik  awal  dimulainya  perang  terbuka  antara  Barat  (Amerika  Serikat  dan  sekutu)  terhadap  Gerakan  Islam  Radikal  yang  dianggap  teroris.  Pasca  serangan  tersebut,  di  bawah  komando  George  Walker  Bush,  Amerika  mengadakan  ekspansi  besar-besaran  ke  negara-negara  Timur  Tengah.
 Salah  satunya  adalah  Irak  (2003)  yang  disinyalir  menjadi  tempat  persembunyian  Al- Hasil pemeriksaan menyebutkan bahwa para pelaku merupakan veteran perang Timur  Tengah sekaligus bagian dari Jamaah Islamiyah. Baca, pengakuan Fadhullah Hasan, salah seorang  terpidana yang mendapat vonis hukuman  seumur  hidup bom Bali I dalam, Noor Huda Ismail.  Op.
Cit. Noor Huda Ismail, hlm. 2   Eksekusi dilaksanakan pada hari minggu, 9 November 2008, tepat pada pukul 00.15 di  Nusa Kambangan Cilacap Jawa Tengah oleh tim penembak dari Polda Jawa Tengah. Baca koran  harian Kompas, 10 November 2008.
 Munawir  Aziz,  “Relasi  Islam-Terorisme;  Subjek  dan  Objek”,  dalam  Abdul  Wachid  (ed.), Islam dan Terorisme, Yogjakarta: Grafindo Litera Media, 2010, hlm. 122      Eksistensi  gerakan Islam  Radikal  yang  menghendaki tegaknya Khilafah Islamiyah di  muka bumi dianggap sebagai ancaman terbesar bagi stabilitas  regional  Timur Tengah khususnya  dan  kepentingan-kepentingan  Barat  di  dunia  Islam  secara  lebih  luas.  Lihat  tulisan  D.  Pipes.
“Fundamentalist  Muslims‟,  Foreign  Affairs,  Summer  1986,  pp.  939-59  –  dikutip  dalam  J.L.
Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realitas, Edisi Revisi, Bandung : Mizan, 1996, hlm. 14.       Qaedah,  kelompok  teroris  yang  bertanggung  jawab  terhadap  penyerangan  WTC.
 Selain  memerangi  terorisme,  alasan  G.W.  Bush  menjadikan  Irak  sebagai  target  operasi  adalah  tuduhan  bahwa  Irak  memproduksi  senjata  pemusnah  massal  (nuklir).  Bahkan  alasan  yang  tidak  ada  keterkaitannya  dengan  terorisme  menjadi  legitimasi  serangan  Amerika  ke  Irak,  yakni  keinginan  membebaskan  masyarakat  Irak  dari  belenggu  kediktatoran  Saddam Hussein.
 Namun, apapun  alasan  Amerika dan sekutu memerangi  Irak, badai  kritik  terus  bermunculan  dari  berbagai  kalangan  di  seluruh  penjuru  dunia.
Ada  tiga  alasan  yang  setidaknya  muncul  ke  permukaan,  pertama,  perang  yang dilakukan AS terhadap Irak tidak mendapat restu PBB.  Kedua,  sejak  dimulainya  perang  hingga  perang  berakhir,  tidak  ada  bukti  bahwa  Irak  memproduksi  senjata  pemusnah  massal.  Terakhir,  perang  tersebut  telah  menelan  korban  lebih  dari  85  ribu  jiwa,  dan  sebagian  besar  dari  mereka  adalah warga sipil, khususnya anak-anak dan perempuan.
 Perang tersebut  juga berdampak serius pada konstitusi Irak, karena berhasil menumbangkan  rezim Saddam Hussein yang kemudian di hukum di tiang gantungan.
  Benturan antara Barat dan Gerakan Islam sebenarnya sudah diramalkan oleh Samuel P.
Huntington  dalam  tesisnya,  Clash  of  Civilization,  Remaking  of  the  World  Order,  New  York:  Simon and Schuster, 1997.
 Saiful Munjani, Jajat Burhanudin, dkk, Benturan Peradaban, Sikap dan Perilaku Islam  Indonesia  terhadap  Amerika  Serikat,  Jakarta:  Pusat  Pengkajian  Islam  dan  Masyarakat  (PPIM),  2005, hlm. 3   http://koran.republika.co.id/berita/82551/85_Ribu_Warga_Irak_Tewas_Akibat_  Perang, diunduh pada tanggal 4 Juli 20  Eksekusi  hukuman  gantung  terhadap  Saddam  Hussein  dilaksanakan  pada,  30  Desember 2006 di Bagdad. Video eksekusi bisa diakses di http://metrotvnews.com/index.php/met   Ketidakjelasan alasan Barat yang diwakili oleh Amerika Serikat dan  sekutu  mengadakan  ekspansi  ke  Timur  Tengah  serta  banyaknya  pelanggaran HAM yang terjadi di dalamnya menjadi salah satu alasan para  penganut  Islam  radikal  menebar  teror  di  penjuru  dunia,  termasuk  di  Indonesia.  Imam  Samudra  dalam  Aku  Melawan  Teroris  mengungkapkan  kegelisahan hatinya,  “Kekejaman dan kebiadaban bangsa-bangsa penjajah (Amerika dan  sekutu_red)  yang  telah  memangsa  jutaan  nyawa  kaum  muslimin  dengan  pembantaian  yang  kejam,  mulai  dari  Irak,  Afghanistan,  Somalia,  sampai  Indonesia  hanya  bisa  dihadapi  dengan  cara  jihad.
Kepedihan  dan  kesakitan  hati  kaum  muslimin  hanya  dapat  diobati  oleh jihad”  .
Dalam  perjalanan  Bangsa  Indonesia,  kekerasan  mengatasnamakan  agama sebenarnya bukan hal baru. Bahkan, beberapa saat setelah Indonesia  merdeka,  para  founding  father  bangsa  berselisih  faham  saat  hendak  menentukan  ideologi  bangsa.  Satu  sisi,  kaum  Islam  fundamentalis  yang  menghendaki  dimasukkannya  tujuh  kata  Piagam  Jakarta  dalam  pancasila  dan kelompok nasionalis yang menolaknya di lain sisi.
Menangnya  kelompok  nasionalis  dengan  dihapuskannya  tujuh  kata  piagam Jakarta dalam pancasila memunculkan kekecewaan bagi kelompok  fundamentalis.  Dan  berangkat  dari  kekecewaan  dan  beberapa  p ersoalan  yang  muncul  saat  itulah  Kartosoewiryo  (1905-1962),  memproklamirkan  romain/newscatvideo/internasional/2009/12/31/96974/Video-Eksekusi-Saddam-Hussein-Marakdiunduh pada tanggal, 25 November 2011    Imam Samudra, Aku Melawan Teroris, Solo: Jazera, 2004, hlm. 97   Kartosoewirjo  yang  mempunyai  nama  lengkap  Sekarmadji  Maridjan  Kartosoewirjo,  dilahirkan  di  Cepu,  Jawa  Tengah.  Ayah  Kartosoewirjo  adalah  seorang  mantri  yang  mengkoordinasikan para penjual candu di Kota Pamotan, Rembang. Ayahnya mempunyai posisi  cukup  penting  sebagai  seorang  pribumi  pada  saat  itu,  karena  mantri  candu  sederajat  dengan   berdirinya  Negara  Islam  Indonesia  (NII)  pada  tanggal,  7  Agustus  1949.
 Munculnya  NII  ini  tidak  bisa  dipisahkan  dari  Darul  Islam/Tentara  Islam  Indonesia  (DI/TII)  pasukan  berbasis  muslim  Indonesia  yang  diciptakan  untuk mengadakan perlawanan terhadap kolonial. Pasca dideklarasikan NII  inilah perang saudara antara TNI dan DI/TII tak bisa dielakkan di negeri ini.
Jika kita telisik lebih dalam, Pemberontakan DI/TII mempunyai titik  persamaan  dengan  Gerakan  Terorisme  yang  muncul  belakangan,  yaitu  sama-sama mengatasnamakan Islam. Bahkan menurut pengakuan Sukanto,  mantan  aktivis  NII  KW  9,  gerakan  terorisme  di  Indonesia  yang  diwakili  oleh Jamaah Islamiyah (JI) merupakan transformasi NII fundamentalis versi  Abdullah  Sungkar.
 Namun,  akan  sangat  berbeda  jika  keduanya  dilihat  dari sisi teritori maupun tujuan akhirnya. DI/TII merupakan  gerakan lokal  dalam  satu  negara  untuk  membentuk  negara  Islam,  sedangkan  Gerakan  Terorisme (Jamaah Islamiyah) merupakan gerakan transnasional, bertujuan  membentuk Khilafah Islamiah di muka bumi.
 Perbedaan  DI/TII  versi  Kartosoewirjo  dengan  Gerakan  Terorisme  yang muncul belakangan meniscayakan rumusan strategi yang berbeda pula  dalam  mengatasinya.  Jika  DI/TII  dapat  diselesaikan  dengan  mengadakan  jabatan Sekretaris Distrik. Dengan salah satunya modal itulah Kartosoewirjo meniti karir di publik.
Baca  Adhe  Firmansyah,  SM.  Kartosoewirjo,  Biografi  Singkat  1907 -1962,  Jogjakarta:  Garasi,  2009, hlm. 11   Umar Abduh, disampaikan dalam seminar nasional, Menangkal Penetrasi Pemikiran &  Gerakan  NII  ke  Dunia  Kampus,  yang  diselenggarakan  oleh  Jurusan  Siyasah  Jinayah  Fakultas  Syari‟ah IAIN Walisongo Semarang, 23 Juni 2011   Sukanto,  NII  VS  NKRI,  Telaah  Singkat  Penanganan  Kasus  NII  KW  9,  NII  Crisis  Center, 2011, hlm. 17   Baca  Pedoman  Umum  Perjuangan  Al-Jama‟ah  Al-Islamiyah  (PUPJI),  sumber:  lipsus.Vivanews.com, 16 Desember 2008    penyerangan  di  daerah  kekuasaan  mereka  dengan  strategi  Operasi  Pagar  Betis,  tidak  demikian  untuk  terorisme.  Di  samping  masyarakat  dunia  sudah  tidak  suka  dengan  konsep  peperangan  fisik,  para  teroris  juga  kini  telah berbaur dengan masyarakat, sehingga tidak mudah untuk membedakan  mereka dengan masyarakat pada umumnya.
Selanjutnya, jika pemerintah menggunakan strategi perang (represif)  menghadapi  teroris,  yang  terjadi  justru  perlawanan.  Bukan  tanpa  fakta,  selama  ini  pemerintah  lebih  menekankan  tindakan  represif  dalam  menghadapi  teroris,  bahkan  cenderung  mengabaikan  nilai-nilai  asasi  dari  manusia  (HAM)  .  Walhasil,  gerakan  mereka  semakin  masif  dan  terbuka.
Bahkan,  mereka  kian  beringas  dengan  berani  mengadakan  penyerangan  kepada aparat hukum, seperti penyerangan yang terjadi di Polsek Hamparan  Perak, Deli Serdang, Sumatra Utara dengan menewaskan tiga anggota polisi  (22/9).
  Adhe Firmansyah, op.cit, hlm. 82   Munculnya kejahatan terorisme yang mengatasnamakan Jamaah Islamiyah di Indonesia  selain  telah  menimbulkan  hilangnya  nyawa,  rusaknya  harta  benda,  menimbulkan  rasa  takut  dan  ketidakamanan  bagi  masyarakat  sipil  juga  melahirkan  UU  Anti  Kejahatan  Terorisme  yang  mengesampingkan UU Hukum Acara Pidana biasa. Di bawah UU tersebut, polisi dengan mudah  dapat  melakukan  penangkapan,  penahanan,  penggeledahan,  pemeriksaan  bahkan  kekerasan  dan  penyiksaan terhadap siapa saja yang diduga menjadi bagian dari jaringan aktivitas terorisme. Baca,  Mufti  Makaarim  dan  Wendy  Andika  Prajuli  (eds),  Almanak  Hak  Asasi  Manusia  di  Sektor  Keamanan  Indonesia  2009,  Jakarta:  Institut  for  Defence  Security  and  Peace  Studies  (IDSPS),  2009. hlm. xiv-xv   Peristiwa  tersebut  merupakan  serangan  balasan  atas  penyergapan  tiga  pelaku  perampokan Bank CIMB Niaga Medan oleh Densus 88. Kelompok ini dipimpin oleh Abu Tholut  alias  Mustofa,  salah  satu  pendiri  Jamaah  Islamiyah.  Karir  pria  kelahiran  Kudus,  Jawa  Tengah  dalam kelompoknya dimulai sejak 1987, setelah Abu Tholut lulus pelatihan kemiliteran Angkatan  IV  di  Afghanistan  dan  menjadi  Instruktur  di  Akademi  Militer  Mujahidin  Afghanistan  di  Sadda.
Pada tahun 1993 bergabung dengan Jamaah Islamiyah, lalu diminta Abdullah Sungkar menjajaki  tempat  latihan  militer  di  Moro  Filipina.  Menjadi  pelatih  kemiliteran  di  Al-Islamic  al-Jamaah  Military  Academy  di  Muaskar,  Hudaybiyah,  Filipina  Selatan,  perintis  Mantiqi  III  (Kalimantan,  Sulawesi  Tengah,  Sabah,  dan  Filipina  Selatan),  ketua  Kamp  latihan  militer  Hudaybiyah  di  Mindanao, Filipina Selatan. Terlibat dalam tragedi Poso, sekaligus sebagai perekrut Asmar Latin   Pada  titik  tertentu,  penulis  ingin  mengamini  satu  teori  yang  diutarakan oleh Thomas More (1478-1535), bahwa memberantas kejahatan  dengan  tindakan  kekerasan  tidak  akan  membuat  kejahatan  itu  berhenti.
 Begitu  juga  dalam  konteks  pemberantasan  terorisme,  strategi  represif  kuranglah tepat. Jika dalam satu dekade ini, pemerintah berhasil menumpas  seluruh teroris  yang ada, maka tidak ada garansi dalam jangka 10 atau 15  tahun yang akan datang Indonesia bisa benar-benar bersih dari terorisme.
Alasannya  cukup  sederhana,  di  saat  keturunan  para  teroris  yang  terbunuh  sudah  tumbuh  dewasa,  ketika  spirit  jihad  terwariskan  dalam  diri  mereka,  kejahatan  terorisme  dipastikan  akan  lebih  kejam.  Bukan  hanya  jihad yang mendasari aksi mereka, melainkan juga motivasi balas dendam.
 Karena  gerakan teroris tersebut didasari atas faham keagamaan yang  radikal, maka deradikalisasi adalah jawabannya.  Deradikalisasi merupakan  segala  upaya  untuk  menetralisir  paham-paham  radikal  melalui  pendekatan  interdisipliner,  seperti  hukum,  psikologi,  agama  dan  sosial  budaya  bagi  mereka  yang dipengaruhi paham radikal dan/atau pro kekerasan.
 Proses  deradikalisasi lebih mengutamakan dialog dari pada tindakan fisik sehingga  Sanai, pelaku bom Hotel Marriot. Baca Tempo, edisi 27 September  -  3 Oktober 2010, hlm. 109-115   Dikutip oleh Hendrojono, Kriminologi, Pengaruh Perubahan Masyarakat dan Hukum, Surabaya: PT. Dieta Persada, 2005, hlm. 13   Terorisme  atas  motif  balas  dendam  juga  dapat  kita  jumpai  di  Moskow  yang  dikenal  dengan  janda-janda  hitam  “Black  Widows”.  Para  janda  melakukan  bom  bunuh  diri  di  tempattempat umum  seperti dalam kereta dan bandara karena  ingin  meneruskan  misi suami-suami dan  kerabat  mereka  yang  tewas  dalam  "Perang  Jihad"  melawan  tentara  Federasi  Rusia  tahun  1995-1999.  Baca  Tempo  online,  31  Januari  2011(http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/01/31/ITR/mbm.20110131.ITR135822.id.h tml), diunduh pada tanggal 4 Juli 20  Petrus Reinhard Golose. Op.cit., hlm. 63    lebih  mengena  dan  aman  dari  pelanggaran  HAM.  Deradikalisasi  juga  diterapkan  oleh  negara-negara  lain  seperti  Arab  Saudi,  Yaman,  mesir,  Singapura,  Malaysia,  Kolombia,  Al-Jazair,  dan  Tajikistan.  Di  Indonesia  sendiri, pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme  sebagai  lembaga  yang  penanggung  jawab  membuat  kebijakan  dan  strategi  nasional penanganan terorisme, termasuk program deradikalisasi.
Islam sebagai agama mayoritas yang dianut oleh bangsa Indonesia,  menekankan  pada  perdamaian  dan  mendeklarasikan  diri  sebagai  ajaran  rahmatan  lil  alamin,  tentu  bisa  menjadi  sudut  pandangan  sendiri  terhadap  strategi  deradikalisasi  yang  menekankan  soft  approach  rancangan  BNPT.
Karena  itu,  penulis  tertarik  untuk  mengadakan  penelitian  dengan  tema,  “Deradikalisasi Gerakan Terorisme, Analisis Politik Hukum Islam terhadap  Program Deradikalisasasi Terorisme BNPT Tahun 2012”.
B.  Rumusan Masalah .
Berdasarkan  uraian  di  atas,  dapat  peneliti  kemukakan  beberapa  pokok permasalahan yang dapat dirumuskan, antara lain:  1.  Bagaimana  tinjauan  politik  hukum  Islam  terhadap  program  deradikalisasi terorisme BNPT? 2.  Bagaimana Implementasi Program Deradikalisasi oleh BNPT Terhadap  Pelaku Kejahatan Terorisme di Indonesia?  C.  Tujuan dan Manfaat Penelitian.
Setelah  menentukan  rumusan  masalah  dalam  penelitian  ini  dengan  pasti,  maka  ada  beberapa  tujuan  dan  manfaat  yang  dapat  diambil  dari  penelitian ini, antara lain: .
1.  Mengetahui  tinjauan  hukum  Islam  terhadap  program  deradikalisasai  terorisme oleh BNPT.
2.  Mengetahui berbagai implementasi program deradikalisasi  oleh BNPT  Terhadap Pelaku Kejahatan Terorisme di Indonesia.
Adapun manfaat penelitian dibagi menjadi dua, yaitu manfaat secara  teoritis  dan  praktis.
 Secara  teoritis,  penelitian  ini  berguna  untuk  perkembangan  keilmuan  sekaligus  mengisi  kekosongan  penelitian  yang  menelaah analisis hukum Islam terhadap deradikalisasi oleh BNPT terhadap  para  pelaku  tindak  kejahatan  terorisme.  Sedangkan  manfaat  secara  praktis  empirik,  penelitian  ini  dapat  dijadikan  sebagai  bahan  pengetahuan  serta  evaluasi  bagi  masyarakat  umum  maupun  pemerintah  terkait  program  deradikalisasi  yang  dilaksanakan  oleh  BNPT  terhadap  pelaku  kejahatan  terorisme.
Selain  kedua  manfaat  di  atas,  karena  pada  prinsipnya  sebuah  penelitian  atau  ilmu  pengetahuan  merupakan  pengembangan  terhadap  pengetahuan sebelumnya, maka penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai  pijakan  untuk  para  peneliti  mendatang  dalam  bidang  yang  tidak  jauh  berbeda.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi