Jumat, 22 Agustus 2014

Skripsi Syariah: HUBUNGAN CITRA MURABAHAH DENGAN MINAT NASABAH DI BMT NU SEJAHTERA

BAB I.
PENDAHULUAN.
1.1.Latar Belakang.
Bank Syari’ah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari  kelompok  ekonom  dan  praktisi  perbankan  muslim  yang  berupaya  mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia  jasa  transaksi  keuangan  yang  dilaksanakan  sejalan  dengan  nilai  moral  dan  prinsip-prinsip syari’ah Islam. Utamanya adalah berkaitan dengan pelarangan  praktek riba, kegiatan maisir (spekulasi), dan  gharar (ketidakjelasan).

Hal ini  karena  Bank  syari’ah  telah  memberikan  jalan  keluar  dari  apa-apa  yang  dilarang  oleh  kitab  suci  mereka.  Serta  inilah  yang  tepat  untuk  mengembangkan kerja sama antar umat beragama, bersama-sama memerangi  riba yang dilarang oleh agama Samawi.
Aktifitas  perbankan  syari’ah  hampir  tidak  berbeda  dengan  aktifitas  perbankan  konvesional,  yakni  berkisar  pada  aktifitas  pembiayaan  dan  pengumpulan dana. Perbedaannya hanya pada aspek syari’ah yang terkandung  dalam  tiap  produk  perbankan  syari’ah  yang  mana  dalam  produk  perbankan  syari’ah  berlaku  sistem  bagi  hasil  sedangkan  dalam  perbankan  konvensional  berlaku sistem bunga.
Muhammad,  Manajemen  Bank  Syari’ah,  Yogyakarta  :  Unit  Penerbit  dan  Percetakan  (UPP) AMP YKPN, hlm. 13.
Karnaen  A.  Perwataatmadja  dan  Syafi’i  Antonio,  Apa  dan  Bagaimana  Bank  Islam,  Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1992, hlm. 14  Salah satu produk  yang  ada dalam perbankan syari’ah adalah produk  murabahah.  Pengertian  murabahah  sendiri  adalah  suatu  perjanjian  jual  beli  untuk barang tertentu antara penjual dengan pembeli, dimana pemilik barang  akan  menyerahkan  barang  seketika,  sedangkan  pembayaran  dilakukan  pada  saat  jatuh  tempo.
Aplikasi  dalam  lembaga  keuangan:  pada  sisi  aset,  murabahah  dilakukan  antara  nasabah  sebagai  pembeli  dan  bank  sebagai  penjual, dengan harga dan keuntungan  disepakati diawal. Pada sisi liabilitas,  murabahah  diterapkan  untuk  deposito,  yang  dananya  dikhususkan  untuk  pembiayaan murabahah saja.
Jika  harga  jual  telah  ditetapkan  dan  disepakati,  maka  harga  tersebut  tidak boleh diubah walaupun terjadi inflasi, deflasi, atau kenaikan tingkat suku  bunga  pasar.  Hal  inilah  yang  membedakannya  dengan  konsep  ekonomi  konvensional,  yang  menetapkan  imbalan  atas  kredit/pembiayaan  yang  diberikan  berdasarkan  prosentase  tertentu  (sesuai  tingkat  suku  bunga  pasar)  dari  saldo  kredit/pembiayaan.  Dengan  demikian  bunga  atau  imbalan  yang  dibebankan kepada nasabah akan mengikuti pergerakan (naik atau turunnya)  tingkat  suku  bunga.  Perbedaan  yang  lain  adalah  jika  terjadi  penunggakan  pembayaran,  maka  dalam  konsep  ekonomi  konvensional  akan  dikenakan  penalti  dengan  bunga-berbunga.  Hal  ini  tidak  boleh  terjadi  dalam  ekonomi  Islam  karena bunga atau riba menjadi salah satu larangan dalam hukum Islam  sebagaimana ditegaskan Allah dalam Q.S. al-Baqarah ayat 275 berikut ini: Yadi  Janwari,  Lembaga-Lembaga  Perekonomian  Umat  Sebuah  Pengenalan,  Jakarta:  PT  Raja  Grafindo  Persada,  2002,  hal.  76;  lihat  juga  dalam  Totok  Budi  Santoso  dan  Sigit  Triandaru, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: Salemba Empat, 2006, hlm.171.
Zainul Arifin,  Memahami Bank Syari’ah; Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek,  Jakarta: Alvabet, Cet. 3, 2000, hlm. 201.   Artinya  :  Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri  melainkan  seperti  berdirinya  orang  yang  kemasukan  syaitan  lantaran  (tekanan)  penyakit  gila.  keadaan  mereka  yang  demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat),  Sesungguhnya  jual  beli  itu  sama  dengan  riba,  padahal  Allah  Telah  menghalalkan  jual  beli  dan  mengharamkan  riba.  orangorang  yang  Telah  sampai  kepadanya  larangan  dari  Tuhannya,  lalu  terus  berhenti  (dari  mengambil  riba),  Maka  baginya  apa  yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan  urusannya  (terserah)  kepada  Allah.  orang  yang  kembali  (mengambil  riba),  Maka  orang  itu  adalah  penghuni-penghuni  neraka; mereka kekal di dalamnya.
Selain  beberapa  hal  diatas,  yang  membedakan  murabahah  dengan  kredit di bank konvensional di antaranya adalah :  1.  Pihak bank berperan sebagai penjual barang (komoditas) kepada nasabah  (akad jual beli), sedangkan pada bank konvensional pihak bank berperan  selaku pemberi kredit (uang kepada nasabah).
2.  Hutang  nasabah  sebesar  harga  jual  (tetap)  selama  jangka  waktu  murabahah,  adapun  dalam  bank  konvensional  hutang  nasabah  sebesar  kredit ditambah bunga yang besarnya berubah-ubah.
3.  Bank  syari’ah  melakukan  analisa  supplier,  ini  tidak  dilakukan  di  bank  konvensional Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Jakarta: Departemen Agama, 1995, hlm. 69.
Margin  (mark  up) yang diterima oleh bank syari’ah (BMT) ditetapkan  berdasarkan  manfaat  (added  value)  bisnis  yang  dijalankan  nasabah  dan  merupakan kesepakatan penuh dari kedua belah pihak. Sedangkan dalam bank  konvensional besarnya bunga ditetapkan berdasarkan rate pasar yang berlaku.
Salah  satu  lembaga  keuangan  syari’ah  yang  menjadikan  murabahah sebagai  salah  satu  produknya  adalah  BMT  NU  Sejahtera  yang  berlokasi  di  Jalan Raya Mangkang. Keberadaan BMT NU Sejahtera tidak dapat dilepaskan  dari Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) yang merupakan rekomendasi  dari  hasil  Konferensi  Cabang  (Konfercab)  NU  Kota  Semarang  pada  tahun  2006.
Praktek  murabahah  di  BMT  NU  Sejahtera  baru  dilaksanakan  pada  tahun 2009, tepatnya sejak bulan Oktober.  Prosedur untuk menjadi nasabah di  BMT  NU  Sejahtera  Mangkang  Kota  Semarang  tidaklah  terlalu  sulit.
Masyarakat yang ingin menjadi nasabah Murabahah tinggal mendaftarkan diri  ke  BMT  yang  kemudian  ditindaklanjuti  oleh  pihak  BMT  dengan  survei  ke  tempat  tinggal  pemohon.  Apabila  disetujui,  maka  BMT  akan  segera  mencairkan dana Murabahah kepada pemohon dalam bentuk uang tunai  dan  bukan  dalam  bentuk  peralatan  maupun  barang  yang  dibutuhkan  oleh  pemohon.
Inastitute  Bankir  Indonesia,  Konsep  Produk  Dan  Implementasi  Operasional  Bank  Syari’ah, Jakarta: Jembatan, 2001, hlm 84.
Profil  BMT  NU  Sejahtera,  “Company  Profile  PC  LPNU  Kota  Semarang  Lembaga  Keuangan Syari’ah BMT NU Sejahtera”, Arsip Powerpoint, Semarang: BMT NU Sejahtera.
Wawancara dengan Bapak Idris Imron, Manager HRD BMT NU Sejahtera Mangkang,  2 Desember 2010.
Jumlah  nasabah  produk  murabahah  pada  tahun  2009  (OktoberDesember) sebanyak 52 orang dengan jumlah dana yang ditasharufkan sebesar  Rp. 568.250.000,00 (Lima ratus enam puluh delapan juta dua ratus lima puluh  ribu  rupiah).  Apabila  dibuat  rata-rata,  maka  masing-masing  nasabah  mendapatkan  tasharuf  murabahah  sebesar  Rp.  10.927.884,00  (Sepuluh  juta  sembilan  ratus  dua  puluh  tujuh  ribu  delapan  ratus  delapan  puluh  empat  rupiah).  Jumlah  nasabah  murabahah  BMT  NU  Sejahtera  pada  tahun  2010  mengalami  peningkatan  yang  signifikan.  Total  nasabah  hingga  tahun  2010  adalah  sebanyak  180  orang.  Dengan  demikian,  terjadi  peningkatan  jumlah  nasabah  sebanyak  128  orang  selama  tahun  2010.  Dana  yang  ditasharufkan  juga mengalami peningkatan, yakni menjadi Rp. 2.684.594.468,00 (Dua miliar  enam  ratus  delapan  puluh  empat  juta  lima  ratus  sembilan  puluh  empat  ribu  empat ratus enam delapan rupiah). Jumlah tersebut jika dirata-ratakan, maka  masing-masing  nasabah  menerima  tasharuf  sebesar  Rp.  20.973.394,00  (Dua  puluh juta sembila ratus  tujuh puluh tiga ribu tiga ratus sembilan puluh empat  rupiah)  Penjelasan ini secara tidak langsung mengindikasikan adanya faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan tersebut. Berikut ini tabulasi  peningkatan nasabah dan pembiayaan yang dialami  oleh BMT NU Sejahtera  Mangkang Kota Semarang.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi