BAB I.
PENDAHULUAN.
1.1.Latar Belakang.
Bank Syari’ah pada awalnya
dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonom
dan praktisi perbankan
muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang
menginginkan agar tersedia jasa transaksi
keuangan yang dilaksanakan
sejalan dengan nilai
moral dan prinsip-prinsip syari’ah Islam. Utamanya
adalah berkaitan dengan pelarangan praktek
riba, kegiatan maisir (spekulasi), dan
gharar (ketidakjelasan).
Hal ini karena
Bank syari’ah telah
memberikan jalan keluar
dari apa-apa yang dilarang oleh
kitab suci mereka.
Serta inilah yang
tepat untuk mengembangkan kerja sama antar umat beragama,
bersama-sama memerangi riba yang
dilarang oleh agama Samawi.
Aktifitas perbankan
syari’ah hampir tidak
berbeda dengan aktifitas perbankan
konvesional, yakni berkisar
pada aktifitas pembiayaan
dan pengumpulan dana.
Perbedaannya hanya pada aspek syari’ah yang terkandung dalam
tiap produk perbankan
syari’ah yang mana
dalam produk perbankan syari’ah
berlaku sistem bagi
hasil sedangkan dalam
perbankan konvensional berlaku sistem bunga.
Muhammad, Manajemen
Bank Syari’ah, Yogyakarta
: Unit Penerbit
dan Percetakan (UPP) AMP YKPN, hlm. 13.
Karnaen A.
Perwataatmadja dan Syafi’i
Antonio, Apa dan
Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1992, hlm. 14 Salah satu produk yang
ada dalam perbankan syari’ah adalah produk murabahah.
Pengertian murabahah sendiri
adalah suatu perjanjian
jual beli untuk barang tertentu antara penjual dengan
pembeli, dimana pemilik barang akan menyerahkan
barang seketika, sedangkan
pembayaran dilakukan pada saat jatuh
tempo.
Aplikasi dalam
lembaga keuangan: pada
sisi aset, murabahah
dilakukan antara nasabah
sebagai pembeli dan
bank sebagai penjual, dengan harga dan keuntungan disepakati diawal. Pada sisi liabilitas, murabahah
diterapkan untuk deposito, yang
dananya dikhususkan untuk pembiayaan
murabahah saja.
Jika harga
jual telah ditetapkan
dan disepakati, maka
harga tersebut tidak boleh diubah walaupun terjadi inflasi,
deflasi, atau kenaikan tingkat suku bunga pasar.
Hal inilah yang
membedakannya dengan konsep
ekonomi konvensional, yang
menetapkan imbalan atas
kredit/pembiayaan yang diberikan
berdasarkan prosentase tertentu
(sesuai tingkat suku
bunga pasar) dari
saldo kredit/pembiayaan. Dengan
demikian bunga atau
imbalan yang dibebankan kepada nasabah akan mengikuti
pergerakan (naik atau turunnya) tingkat suku
bunga. Perbedaan yang
lain adalah jika
terjadi penunggakan pembayaran,
maka dalam konsep
ekonomi konvensional akan
dikenakan penalti dengan
bunga-berbunga. Hal ini
tidak boleh terjadi
dalam ekonomi Islam
karena bunga atau riba menjadi salah satu larangan dalam hukum Islam sebagaimana ditegaskan Allah dalam Q.S.
al-Baqarah ayat 275 berikut ini: Yadi
Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian
Umat Sebuah Pengenalan,
Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002,
hal. 76; lihat
juga dalam Totok
Budi Santoso dan
Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga
Keuangan Lain, Jakarta: Salemba Empat, 2006, hlm.171.
Zainul Arifin, Memahami Bank Syari’ah; Lingkup, Peluang,
Tantangan dan Prospek, Jakarta: Alvabet,
Cet. 3, 2000, hlm. 201. Artinya
: Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila.
keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya
jual beli itu
sama dengan riba,
padahal Allah Telah
menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba.
orangorang yang Telah
sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, lalu
terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka
baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang
yang kembali (mengambil
riba), Maka orang
itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Selain beberapa
hal diatas, yang
membedakan murabahah dengan kredit di bank konvensional di antaranya
adalah : 1. Pihak bank berperan sebagai penjual barang (komoditas)
kepada nasabah (akad jual beli),
sedangkan pada bank konvensional pihak bank berperan selaku pemberi kredit (uang kepada nasabah).
2. Hutang
nasabah sebesar harga
jual (tetap) selama
jangka waktu murabahah,
adapun dalam bank
konvensional hutang nasabah
sebesar kredit ditambah bunga
yang besarnya berubah-ubah.
3. Bank
syari’ah melakukan analisa
supplier, ini tidak
dilakukan di bank konvensional
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama,
1995, hlm. 69.
Margin (mark
up) yang diterima oleh bank syari’ah (BMT) ditetapkan berdasarkan
manfaat (added value)
bisnis yang dijalankan
nasabah dan merupakan kesepakatan penuh dari kedua belah
pihak. Sedangkan dalam bank konvensional
besarnya bunga ditetapkan berdasarkan rate pasar yang berlaku.
Salah satu
lembaga keuangan syari’ah
yang menjadikan murabahah sebagai salah satu
produknya adalah BMT NU Sejahtera
yang berlokasi di Jalan
Raya Mangkang. Keberadaan BMT NU Sejahtera tidak dapat dilepaskan dari Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS)
yang merupakan rekomendasi dari hasil
Konferensi Cabang (Konfercab)
NU Kota Semarang
pada tahun 2006.
Praktek murabahah
di BMT NU
Sejahtera baru dilaksanakan
pada tahun 2009, tepatnya sejak
bulan Oktober. Prosedur untuk menjadi
nasabah di BMT NU
Sejahtera Mangkang Kota
Semarang tidaklah terlalu
sulit.
Masyarakat yang ingin menjadi
nasabah Murabahah tinggal mendaftarkan diri ke
BMT yang kemudian
ditindaklanjuti oleh pihak
BMT dengan survei
ke tempat tinggal
pemohon. Apabila disetujui,
maka BMT akan
segera mencairkan dana Murabahah
kepada pemohon dalam bentuk uang tunai
dan bukan dalam
bentuk peralatan maupun
barang yang dibutuhkan
oleh pemohon.
Inastitute Bankir
Indonesia, Konsep Produk
Dan Implementasi Operasional
Bank Syari’ah, Jakarta: Jembatan,
2001, hlm 84.
Profil BMT
NU Sejahtera, “Company
Profile PC LPNU
Kota Semarang Lembaga Keuangan Syari’ah BMT NU Sejahtera”, Arsip
Powerpoint, Semarang: BMT NU Sejahtera.
Wawancara dengan Bapak Idris
Imron, Manager HRD BMT NU Sejahtera Mangkang, 2 Desember 2010.
Jumlah nasabah
produk murabahah pada
tahun 2009 (OktoberDesember) sebanyak 52 orang dengan
jumlah dana yang ditasharufkan sebesar Rp.
568.250.000,00 (Lima ratus enam puluh delapan juta dua ratus lima puluh ribu
rupiah). Apabila dibuat
rata-rata, maka masing-masing
nasabah mendapatkan tasharuf
murabahah sebesar Rp.
10.927.884,00 (Sepuluh juta sembilan ratus
dua puluh tujuh
ribu delapan ratus
delapan puluh empat rupiah). Jumlah
nasabah murabahah BMT NU
Sejahtera pada tahun
2010 mengalami peningkatan
yang signifikan. Total
nasabah hingga tahun
2010 adalah sebanyak
180 orang. Dengan
demikian, terjadi peningkatan
jumlah nasabah sebanyak
128 orang selama
tahun 2010. Dana
yang ditasharufkan juga mengalami peningkatan, yakni menjadi Rp.
2.684.594.468,00 (Dua miliar enam ratus
delapan puluh empat
juta lima ratus
sembilan puluh empat
ribu empat ratus enam delapan
rupiah). Jumlah tersebut jika dirata-ratakan, maka masing-masing
nasabah menerima tasharuf
sebesar Rp. 20.973.394,00
(Dua puluh juta sembila
ratus tujuh puluh tiga ribu tiga ratus
sembilan puluh empat rupiah) Penjelasan ini secara tidak langsung
mengindikasikan adanya faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan
tersebut. Berikut ini tabulasi peningkatan
nasabah dan pembiayaan yang dialami oleh
BMT NU Sejahtera Mangkang Kota Semarang.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi