Rabu, 27 Agustus 2014

Skripsi Syariah: JAMINAN NAFKAH DALAM PUTUSAN IZIN POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Fitrah untuk hidup secara berdampingan merupakan suatu kebutuhan bagi kehidupan manusia. Untuk memenuhi dorongan biologis ini dibuatlah peraturan pernikahan yang mana dalam peraturan tersebut dilandasi oleh kebutuhan dan kondisi masyarakat Indonesia.

Perkawinan yang bahagia adalah perkawinan yang berteraskan kasih sayang serta kemesraan menjadi motivasi dan penggerak ke arah kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat. Sebaliknya perkawinan yang tidak harmonis akan menghasilkan ketidakteguhan pribadi yang membawa kesan negatif bukan saja terhadap dirinya tetapi juga masyarakat.
Perkawinan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu monogami dan poligami.
 Monogami merupakan perkawinan seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Sedangkan poligami adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa orang perempuan.
 Pada dasarnya undang-undang tentang perkawinan No.1 tahun 19 berasaskan monogami, yaitu seorang laki-laki hanya beristeri seorang perempuan. Seperti yang tertera dalam pasal 3 ayat (1), yang berbunyi “Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai  http;//www.islam.gov.my/portal/pdf/PoligamiPPUU.pdf,diakses pada tanggal  Oktober 20  Abdur Rahman Ghazaly ,Fikih Munakahat  ³Seri Buku Daras´, Jakarta: Prenada Media, 2003, hal.1  seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami”.
 Tetapi dalam pasal selanjutnya undang-undang memberikan kelonggaran bagi suami untuk melakukan poligami, namun harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Hal ini dimuat dalam pasal 3 ayat (2) yang berbunyi “Pengadilan dapat memberi izin kepada suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan”, pasal  ayat (1) ”Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya”, ayat (2) berbunyi “pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila : a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, c.
isteri tidak dapat melahirkan keturunan ” dan pasal 5 ayat (1) menyebutkan “Untuk dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) undang-undang ini, harus dipenuhi syarat sebagai berikut ; a. adanya persetujuan dari isteri atau isteri-isteri, b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteriisteri dan anak-anak mereka, c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri, dan anak-anak mereka”.
 Poligami dalam masyarakat adalah salah satu bagian dari budaya masyarakat pra Islam. Seorang laki-laki dapat mengawini perempuan dalam  Undang-undang RI No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Citra Umbara,2007, hal.
 Ibid, hal.2-  jumlah yang tak terbatas. Bahkan banyaknya isteri menjadi simbol kehebatan seorang laki-laki. Al-Qur’an membatasi kebiasaan berpoligami dengan memberikan syarat yang tidak ringan, dan dibatasi tidak boleh lebih dari empat orang, yakni dalam surat an-nisa’(4) : Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hakhak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinlah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (surat an-nisa¶(4) : 3).
 Dalam hal ini al-Qur’an dari satu sisi memberikan syarat kebolehan melakukan poligami bagi orang yang dapat memenuhi persyaratannya, akan tetapi pada ayat yang lain memustahilkan persyaratan itu dapat dicapai.
Artinya : Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteriisteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(An-nisa¶(4) : 129).
  Departement Agama RI,Al-Qur¶an dan Terjemahnya,Kudus: Mubarakatan Toyyibah, hal.
 Munir ,Lily Zakiyah (editor), Perempuan Memposisikan Kodrat: Perempuan dan Perubahan dalam Perspektif Islam, Bandung; Anggota IKAPI, 1999, hal.1  Departement Agama RI, op.cit. hal.
 Di atas telah disebutkan bahwasanya salah satu syarat poligami yang harus dipenuhi adalah suami harus mampu berlaku adil dan benar-benar mampu mencukupi nafkah keluarganya, baik nafkah lahir maupun batin.
Pada kenyataannya praktek poligami sering tidak didasari pertimbangan-pertimbangan yang logis diperbolehkannya poligami, tetapi lebih didasari atas dorongan nafsu serakah kaum laki-laki, dan tanpa mengindahkan faktor keadilan sebagaimana disyari’atkan dalam al-Qur’an,  sehingga banyak suami yang penghasilannya sedikit ingin memiliki isteri lebih dari satu. Akibatnya terjadilah hubungan yang tidak harmonis antara keluarga mereka.
Seperti kasus poligami yang terjadi di Tangerang, seorang isteri muda hangus terbakar akibat dibakar oleh Ny. Jeni (isteri pertama) dari Saroni, seorang penjual sate keliling. Pada awalnya keluarga mereka baik-baik saja dan dikaruniai 2 orang anak yan sekarang dalam asuhan mereka berdua.
Selang 5 tahun usia perkawinannya, saroni menikah lagi dengan seoarang gadis bernama Euis dan perkawinannya ini direstui oleh Jeni. Antara isteri pertama dan kedua ini pada awalnya mereka rukun-rukun saja, tetapi selang beberapa waktu saroni sering memukul Jeni dan lebih sering bersama Euis.
Hal ini membuat Jeni terbakar api cemburu dan pada puncaknya terjadi keributan antara Jeni dan Euis yang berakhir pada dibakarnya Euis oleh Jeni ke seluruh anggota badannya.
 Hal ini terjadi karena suami tidak  M. Anshory MK, Hukum Perkawinan di Indonesia  ³masalah-masalah krusial´, Yogyakarta : Pustaka Pelajar cet.Ke-1, hal.
 http://www.tempo.co.id/hg/tangerang/2007/10/06/brk,20071006-109146,id.html, diakses pada tanggal 23 Desember 20  mempertimbangkan pertimbangan-pertimbangan yang logis diperbolehkannya poligami dan berimbas pada ketidakharmonisan diantara keluarga mereka.
Kewajiban suami yang paling pokok adalah memberikan nafkah bagi isteri dan anak-anaknya,  seperti dalam firman Allah dalam surat At-Thalaq (65) :  Artinya : Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.(Surat At-Thalaq (65) : 7)  Suami yang ingin poligami harus mengajukan permohonan ke pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
 Selanjutnya hakim memeriksa ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi,  ada atau tidaknya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan maupun tertulis, ada atau tidaknya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup isteriisteri dan anak-anaknya, dan ada atau tidaknya jaminan bahwa suami akan  Abdurrafman al-Jaziri, Al-Fiqih  µAla Madzahibi al-Arba¶ah, juz IV, Mesir, 1969, hal.
5  Departement Agama RI, op.cit. hal. 5  Dalam Undang-undang RI No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 4 (1), dan PP No.9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.1 tahun 1974 pasal 40. Undang-undang RI No.
tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, op.cit. hal.2 dan   Yakni: i. Bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, ii. Bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, iii. Bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan. (PP. No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU. No. 1 tahun 19 tentang Perkawinan). Ibid. Hal.
 berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu .
Nampaknya hakim dalam memberikan putusan permohonan poligami kurang mempertimbangkan masalah kemampuan memberikan nafkah. Karena dalam prakteknya penulis menemui beberapa putusan izin poligami di Pengadilan Agama (PA) Semarang, suami yang nafkahnya sedikit tetapi mendapatkan izin poligami.
Dalam observasi awal, ditemukan ada 29 putusan Pengadilan Agama (PA) Semarang tentang poligami pada tahun 2007, 2008, dan 2009. Diantara putusan-putusan tersebut, peneliti hanya mengambil 5 putusan saja, yakni putusan pada tahun 2007 dan 2008 dengan pertimbangan bahwa terdapat kesamaan jenis kasus dalam putusan itu, yakni dilihat dari alasan permohonan izin poligami, penghasilan minim yang diperoleh pemohon, dan pertimbangan hakim yang dipergunakan dalam mengabulkan permohonan izin poligami.
Jika melihat kondisi kebutuhan saat ini yang amat beragam dan semakin lama semakin meningkat, maka putusan-putusan Pengadilan Agama (PA) Semarang tersebut di atas menarik untuk dijadikan bahan penelitian dan apa yang menjadi pertimbangan Hakim atas dikabulkannya permohonan poligami tersebut. Berpijak dari latar belakang di atas, maka penulis akan mengkajinya dalam sebuah skripsi yang berjudul “Jaminan Nafkah dalam Putusan Izin Poligami di Pengadilan Agama Semarang (Analisis Putusan Pengadilan Agama Semarang Tahun 2007 dan 2008 tentang Poligami)”.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi