Rabu, 27 Agustus 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS PELAKSANAAN AKAD MUDHARABAH TERHADAP INVESTASI DINAR (Studi Kasus Tabungan M-Dinar di BMT “Artha Kencana Mulia” Semarang)


 BAB I PENDAHULUAN  
A.  Latar Belakang Masalah Sejauh  ini  masih  terdapat  anggapan  bahwa  Islam  menghambat  kemajuan,  seolah-olah  Islam  hanya  berkaitan  dengan  masalah  ritual  bukan  suatu  sistem  yang  mencakup  seluruh  aspek  kehidupan.  Manusia  adalah  khalifah  di  bumi,  Islam  memandang  bahwa  bumi  dengan  segala  isinya  merupakan  amanah  Allah  SWT  kepada  sang  khalifah  untuk  dipergunakan  sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama.
 Dengan kata lain, dalam  Islam  tidak ada pemisah antara amal dunia dan amal akhirat, sebab sekecil apapun  aktivitas manusia di dunia harus didasarkan pada ketetapan Allah SWT, agar  kelak selamat di akhirat.
 Sebagai  sistem  kehidupan,  Islam  memberikan  warna  dalam  setiap  dimensi  kehidupan  manusia,  tak  terkecuali  dunia  ekonomi.  Bersamaan  dengan  fenomena  semakin  bergairahnya  masyarakat  kembali  ke  ajaran  agama, banyak bermunculan lembaga-lembaga ekonomi yang berusaha untuk  menerapkan  prinsip  syariat  Islam,  dapat  dicontohkan  dengan  ketentuan- Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,  2001), hlm.
 Rachmat Syafii,  Fiqih Muamalah,  (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), hlm. 15. Hal ini  juga sesuai dengan firman Allah sebagai berikut :  “Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), Karena di sisi  Allah ada pahala dunia dan akhirat. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Melihat”  (QS. AnNisa: 134)   ketentuan  dasar  ekonomi  seperti  larangan  riba,  adanya  prinsip  bagi  hasil,  pengenaan zakat, dan lain-lain.

 Walaupun  terdapat  persamaan  dengan  sistem  ekonomi  yang  lain,  namun  dalam  sistem  ekonomi  Islam  terdapat  perbedaan  pandangan  dengan  sistem  ekonomi  yang  lain  dan  ini  terlihat  dalam  idealitas  transaksi  pemesanan, bagi hasil, asuransi, jaminan, deposito, pinjaman, jual beli valas,  jual beli saham, dan premi dalam transaksi perbankan. Aktivitas-aktivitas itu  dapat bernilai ibadah manakala  yang melingkupi sesuai dengan aturan  yang  telah ditetapkan oleh Islam.
 Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang  berbunyi : “Apabila  telah  ditunaikan  shalat,  Maka  bertebaranlah  kamu  di  muka  bumi;  dan  carilah  karunia  Allah  dan  ingatlah  Allah  banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS. Al-Jumuah: 10)  Dari ayat di atas dapat  kita tafsirkan secara jelas, bahwasanya Allah  telah memerintahkan kita untuk mencari karunia-Nya, rezeki yang telah Allah  persiapkan untuk semua makhluk yang ada di muka bumi. Salah satu upaya  agar kita beruntung seperti yang tersirat di dalam ayat tersebut adalah dengan  melakukan  perencanaan  finansial  untuk  menunjang  kehidupan  kita  di  masa  depan, apalagi di zaman modern seperti sekarang. Tujuan jangka panjangnya   Muhammad Syafii Antonio, op.cit., hlm.
 Abdullah  Abdul  Husain  at-Tariqi,  Ekonomi  Islam:  Prinsip,  Dasar  dan  Tujuan,  (Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004), hlm. xxi  Departemen  Agama  RI,  Al-Quran  dan  Terjemahnya,  (Bandung:  CV  Penerbit  Diponegoro, 2008), hlm. 554   adalah  untuk  menjamin  keberlangsungan  hidup  kita  ketika  memasuki  masa  “pensiun”. Selain itu, bagaimana agar harta kita bermanfaat dunia dan akhirat.
Dalam pengelolaan finansial, hal yang lazim menjadi fokus perhatian  masyarakat  adalah  bagaimana  berinvestasi.  Dalam  hal  ini,  banyak  pilihan  yang bisa kita ambil. Namun, dalam ekonomi konvensional, ladang investasi  yang  tersedia  pada  umumnya  belum  tentu  sesuai  kaidah  syariah.  Sebagai  Muslim, kita tidak boleh terjebak untuk ikut dalam ladang investasi ribawi.
Istilah investasi  berasal dari bahasa Latin, yaitu  investire  (memakai),  sedangkan  dalam  bahasa  Inggris,  disebut  dengan  investment.
 Hakikat  investasi  adalah  penanaman  modal  untuk  proses  produksi.  Karena  Islam  adalah  agama  yang  mudah,  tentunya  batasan  syari  tidak  menjadikan  kita  kesulitan dalam mengelola finansial. Oleh karena itu, upaya untuk memutar  modal  dalam  investasi,  sehingga  mendatangkan  return  merupakan  aktivitas  yang sangat dianjurkan.  Oleh sebab itu, ajaran tentang mekanisme investasi  bagi  hasil  harus  dikembangkan,  sehubungan  dengan  masalah  kapital  dan  keahlian.
 Bila dalam ekonomi konvensional alat investasi  –  lebih khusunya  uang atau saham – memiliki fluktuasi nilai yang ditentukan oleh pasar, dalam  Islam dikenal alat investasi yang bernama dinar.
 Aktivitas  yang  berkaitan  dengan  usaha  penarikan  sumber-sumber  (dana)  yang  dipakai  untuk mengadakan barang modal pada saat sekarang, dan dengan barang modal akan dihasilkan  aliran produk baru di masa yang akan datang.
 Salim  HS  dan  Budi  Sutrisno,  Hukum  Investasi  di  Indonesia,  (Jakarta:  Rajawali  Press,  2008), hlm.
 Muhamad,  Dasar-dasar Keuangan Islam, (Yogyakarta: EKONISIA, 2004), Cet. I, hlm.
75   Investasi  (saving)  emas  menjadi  pilihan  yang  menjanjikan.
 Hal  ini  dikarenakan  emas  adalah  salah  satu  alternatif  investasi  yang  sangat  menguntungkan.  Nilai  investasinya  yang  tidak  tergerus  inflasi,  tren  harga  yang terus meningkat, ditambah lagi transaksi jual belinya fleksibel dan pasar  terbuka, membuat komoditas itu menjadi pilihan alternatif investasi. Hal itu  pula yang mendorong lembaga jasa keuangan ikut menawarkan produk gadai  emas, murabahah emas, dan mudharabah atau qiradh emas.
Akan tetapi, memperlakukan emas (dan pasangannya, perak) sebagai  investasi  dalam  arti  ditabung  untuk  sekadar  menjaga  nilai  justru  sangat  merugikan  masyarakat  secara  keseluruhan.  Dalam  pandangan  Islam,  emas  beserta pasanganya perak, adalah uang, alat tukar yang harus beredar. Emas  dan perak, dalam bentuk mata uang Dinar emas (4.25 gr) dan Dirham perak  (2.975  gr)  harus  ditransaksikan  dalam  perdagangan  sehari-hari.  Ia  harus  berpindah  tangan,  dipertukarkan  dengan  komoditas  dan  jasa,  dan  tidak  ditimbun dalam brankas, hanya untuk suatu saat ditukarkan kembali menjadi  rupiah. Dalam surat at-Taubah ayat 34-35 Allah SWT menegaskan : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak (baik sebagai  komoditi maupun mata uang) dan tidak menyalurkannya di jalan  Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan   Moh. Ismail Yusanto, dkk,  Dinar Emas: Solusi Krisis Moneter, (Jakarta: PIRAC, 2001),  hlm. 117   mendapat)  siksa  yang  pedih,  pada  hari  dipanaskan  emas  perak  itu  dalam  neraka  jahanam,  lalu  dibakarnya  dahi  mereka,  lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka,  “inilah harta benda kalian yang kalian simpan untuk diri kalian  sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kalian  simpan itu.” (QS. At-Taubah: 34-35)  Memperlakukan  Dinar  dan  Dirham  sebagai  “alat  investasi”  pasif  seperti  ini  melawan  perintah  Allah  Taala,  sebab  didalam  Al  Quran  telah  jelas disebutkan bahwasanya : “Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja  di antara kamu” (QS. Al- Hasyr: 7)  Agar dinar bisa beredar dan kita sebagai seorang Muslim dapat berinvestasi  secara benar dan tepat sesuai syari maka ada beberapa prasarana yang harus  ada dan saat ini telah dirintis. Salah satunya melalui lembaga keuangan non  bank  atau  lembaga  pembiayaan  (multifinance)  dan  Baitul  Maal  wa  Tamwil  (BMT).


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi