Sabtu, 16 Agustus 2014

Skripsi Syariah: KAJIAN OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DI BNI SYARI’AH CABANG SURABAYA


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang  Harta merupakan salah satu amanahyang diberikan Allah kepada  manusia. Oleh karena harta merupakan amanah, maka manusia harus mampu  mengelola hartanya dengan baik. Salah satu cara untuk menjaga harta yakni  dengan menginvestasikan harta kita padahal-hal yang tidak dilarang syari’at.
Berbagai macam bentuk investasi, diantaranya adalah investasi dalam bentuk  tabungan di bank.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam  bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka  meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
 Secara umum, bank menggunakan  konsep bunga untuk menarik nasabahnya. Yakni bagi nasabah yang menggunakan  jasa pada suatu bank, maka bank tersebut akan memberi imbalan berupa uang  yang besar prosentasenya berdasarkan pada jumlah uang yang dititipkan dengan  pedoman harus selalu menguntungkan pihak bank.
 Hal tersebut biasa dikenal  dengan istilah bunga. Jadi berinvestasi di bank secara umum adalah  menguntungkan bagi nasabahnya.

Namun, sistem bunga bank dalam hal ini menjadi kendala bagi muslim  yang mau menginvestasikan hartanya ke bank. Karena dalam Islam kedudukan   UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 pasal 1 ayat 1   Muhammad Ghafur W, Potret Perbankan Syari’ah Terkini, h. 14  1   bunga sampai sekarang masih diperselisihkan hukumnya oleh sebagian Ulama’  Fiqh, sebagian dari mereka berpendapat bahwa bunga pada bank itu sama halnya  dengan riba (kelebihan dari sesuatu) yang dilarang agama.
Untuk menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga, maka  lahirlah Bank Islam sebagai salah satu alternatif khususnya bagi warga muslim  terhadap persoalan pertentangan antara bunga bank dan riba.
Menurut Ensiklopedi Islam, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang  usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran  serta peredaran uang yang pengoperasiannyadisesuaikan dengan prinsip-prinsip  syari’at Islam.
 Berdasarkan rumusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Bank Islam  adalah bank yang tata cara beroperasinya menggunakan ketentuan-ketentuan  bermuamalat secara Islami, yakni berlandaskan syari’ah (Al-Qur’an dan Hadist).
Sehingga bank Islam bisa disebut juga Bank Syari’ah.
Dasar pemikiran terbentuknya bank Islam bersumber dari adanya larangan  riba di dalam Al-Qur’an, diantaranya yaitu dalam surat al-Baqarah ayat 275-276.
 َ 275 (  Warkum Sumitro “Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait (BMUI &  TAKAFUL)”, hal 5   Ibid hal 9   Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri  melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran  (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah  disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu  sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan  mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya  larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),  maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang  larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang  mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghunipenghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”(QS. Al-Baqarah : 275-280)  Perbankan Syari’ah secara teoritis memiliki beberapa keunggulan pada  sistemnya yang berdasarkan atas prinsip bagi hasil yang memiliki produk dan jasa  yang berkarakteristik sebagai berikut:  1.  Peniadaan atas pembebanan bunga yang berkesinambungan.
2.  Membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif.
3.  Pembiayaan ditujukan kepada usaha-usaha yang halal sesuai dengan prinsip  syari’ah.
Setelah dikeluarkannya UU RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan  UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, peluang mendirikan kantor Bank  Syari’ah baru semakin terbuka, karena pembukaan kantor Bank Syari’ah dengan  cara konversi dari Bank Konvensional telah diperbolehkan. Sehingga saat ini  banyak bermunculan bank-bank umum yang beroperasi dengan sistem Syari’ah,  diantaranya BNI Syari’ah, Bank Niaga Syari’ah dan Bank BTN Syari’ah.
  Zainul Arifin, “Dasar-dasar Manajemen Bank Syari’ah”, hal 43   Kedudukan Bank Syari’ah yang masih menginduk kepada Bank Konvensional  disebut sebagai Unit Usaha Syari’ah(UUS) dari Bank Konvensional.
Dalam UU Nomor 7 Tahun 1992 pasal 6 tentang perbankan telah diubah  dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa usaha bank umum dalam  menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito  berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau yang dipersamakan dengan itu.
Akan tetapi seperti diungkapkan oleh Zainul Arifin, dalam prakteknya perbankan  syariah masih terbentur dengan kendala kurangnya perangkat hukum dan  peraturan perundang-undangan yang mendukung sehingga perbankan syari’ah  terpaksa berusaha mempersesuaikan diri produk-produknya dengan hukum  perbankan yang berlaku umum. Akibatnya, ciri-ciri Syari’ah Islam yang melekat  padanya menjadi tersamar, sehingga perbankan syari’ah tampil seperti perbankan  konvensional berikut konsekuensi-konsekuensi lain bagi sistem operasionalnya.
 Memang tidak dapat dipungkiri bahwa Bank Syari’ah yang statusnya  masih UUS tidak saling berhubungan dengan induknya (Bank Konvensional).
Misal pada Bank BTN Syari’ah, menurut hasil wawancara penulis pada Bank  BTN Syari’ah bahwa modal awal pendirian Bank BTN Syari’ah itu sepenuhnya  berasal dari Bank BTN Konvensional (induknya) dengan menggunakan akad  pinjaman, begitu juga jika Bank BTN Syari’ah kekurangan dana dalam  operasionalnya maka Bank BTN Syari’ah meminjam dana lagi dari induknya.
 Zainul, Dasar-dasar Managemen Bank syari’ah, hal 10   Dari pemaparan di atas bisa kita ketahui bahwa kedudukan Bank Syari’ah  yang masih merupakan UUS dari Bank Konvesional sejauh ini masih belum  sepenuhnya berdiri sendiri, karena keduanya masih saling berkaitan, khususnya  dalam hal yang bersifat intern, misal dalam hal pengelolaan dana.
Lain halnya untuk Bank-bank Syari’ah yang sudah melakukan pemisahan  Unit Usaha Syari’ah (UUS) atau dikenal dengan spin off, seperti diantaranya  Bank Mandiri Syari’ah, Bank Mega Syari’ah dan Bank Bukopin Syari’ah. Bankbank Syari’ah yang telah  spin off  tersebut telah sepenuhnya melakukan  operasional kegiatannya tanpa campur tangan induk perusahaannya yakni Bank  Konvensional.
Menurut informasi yang didapat dari koran Republika yang terbit pada  hari Kamis 23 Agustus 2007, bahwa direktur bidang Syari’ah Lembaga  Pengembangan Perbankan Indonesia (LLPI), Ari Mooduto menyatakan bahwa  spin off UUS memang penting dilakukan untuk mendorong perkembangan bisnis  Perbankan Syari’ah Indonesia.
Oleh karena Bank-bank Syari’ah yang statusnya UUS dalam  operasionalnya masih berkaitan dengan induknya (Bank Konvensional), maka hal  tersebut memunculkan pertanyaan, sejauh mana keterkaitan antara Bank Syari’ah  yang UUS dengan induknya (Bank Konvensional), khususnya terhadap hal-hal  yang bersifat intern, misal dalam pengelolaan keuangannya. Karena jika ternyata  bank yang merupakan UUS dari konvensional di dalam mengelola dana  nasabahnya melakukan kerjasama dengan induknya (Bank Konvesional), misal   Bank Syari’ah yang UUS menginvestasikan dana nasabahnya ke dalam kegiatan  bank induknya (konvensional), maka hal tersebut sama dengan melanggar  ketentuan hukum Islam. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa produk-produk  yang diterapkan di Bank Konvensional mayoritas menggunakan sistem bunga,  yang mana hal itu dilarang oleh hukum Islam.
Jika ternyata Bank Syari’ah yangstatusnya UUS di dalam praktek  sebenarnya melakukan hal-hal sebagaimana yang telah terurai di atas, maka bisa  dikatakan bahwa secara spesifik berinvestasi di Bank Konvesional dan di Bank  Syari’ah yang statusnya UUS dari konvensional adalah sama saja. Namun hal ini  masih merupakan asusmsi yang bersifat eksplisit.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi