Sabtu, 23 Agustus 2014

Skripsi Syariah: KETENTUAN KH. AHMAD RIFA’I TENTANG KUALIFIKASI SAKSI PERNIKAHAN

BAB I.
PENDAHULUAN.
“Pekih iku nek rupek yo diokeh-okeh”.
(Fikih itu kalau sempit ya diupayakan agar longgar).
(Pernyataan KH. Wahab Hasbullah Jombang, .
dalam Kata Pengantar KH. Sahal Mahfudh di Buku.
Solusi Problematika Aktual Hukum Islam).
A.  Latar Belakang Masalah.
Dalam  Kompilasi  Hukum  Islam  dijelaskan  pada  Bagian  ke-empat  pasal  24  bahwa  saksi  merupakan  rukun  dari  akad  nikah.  Setiap  perkawinan  harus  disaksikan  oleh  dua  orang  saksi,  kemudian  di  pasal  25  Kompilasi  Hukum Islam  juga  dijelaskan bahwa  “  untuk menjadi saksi dalam akad nikah  ialah seorang laki-laki muslim, adil, aqil, baligh, tidak terganggu ingatan dan  tuna  rungu  atau  tuli”.  Selanjutnya  pada  pasal  26  dijelaskan  bahwa  “saksi  harus  hadir  dan  menyaksikan  secara  langsung  akad  nikah  serta  menandatangani  Akta  Nikah  pada  waktu  dan  di  tempat  akad  nikah  dilangsungkan”.

Selain  merupakan  rukun  nikah,  keberadaan  saksi  juga  dimaksudkan  untuk  mengantisipasi  kemungkinan-kemungkinan  yang  akan  terjadi  dikemudian hari dalam hubungan pernikahan, apabila suami atau istri terlibat  perselisihan  dan  diajukan  perkaranya  ke  pengadilan.  Saksi-saksi  tersebutlah  yang  menyaksikan  akad  nikah.
Oleh  karena  itu,  selain  harus  menyaksikan  Lihat Kompilasi Hukum Islam (KHI), Bandung : Fokus Media, 2007,  h. 13.
Ahmad Rofik,  Hukum Islam di Indonesia,  Jakarta: PT Raja  Grafindo Persada, 1995,  h.
96.
langsung  akad  nikah,  saksi  juga  dimintai  tanda  tangan  di  akta  nikah  pada  waktu dan tempat akad nikah dilangsungkan.
Dalam ajaran  KH. Ahmad Rifa‟i  terdapat suatu  penerapan  kualifikasi saksi  pernikahan  sebenarnya  sama  dengan  para  imam  mażhab  fikih  pada  umumnya,  hanya perbedaan bahasa  yang dipakai  dan perincian  makna  yang  lebih  mendalam.  secara  umum  ulama  fikih  menggunakan  bahasa  „adil sedangkan KH. Ahmad Rifa‟i menyebutnya dengan mursyid.
Saksi pernikahan menurut KH. Ahmad Rifa‟i diharuskan seorang yang  mursyid,  yaitu orang  yang tidak melakukan dosa kecil secara terus menerus  dan tidak pernah melakukan dosa besar. Pengertian  mursyid  sebenarnya sama  dengan „adil dan tidak  fāsiq. Mursyid dimaknai lebih dalam oleh KH. Ahmad  Rifa‟i  yang mana dari pemahaman tersebut melahirkan penerapan syarat sah  saksi  yang  tidak  lazim  dilakukan  oleh  masyarakat  pada  umumnya,  sebagai  contoh  orang  yang  sering  menonton  televisi  tidak  sah  menjadi  saksi  pernikahan, karena menurut KH. Ahmad Rifa‟i  sebagian besar program acara  yang kita saksikan di  televisi adalah maksiat  dan mengakibatkan orang yang  menontonnya kehilangan sifat ke‟adilannya.
Contoh lain, orang  mendengarkan musik yang ada suara gitarnya juga  tidak bisa menjadi saksi pernikahan, yang mana menurut ajaran  KH. Ahmad  Rifa‟i  bahwa  bermain  gitar  hukumnya  adalah  haram,  begitu  juga  mendengarkannya  termasuk  dalam  kategori  dosa  kecil.  Jadi,  orang  yang  Idhoh Anas, Risalah Nikah ala Rifa‟iyah, Pekalongan: al-Asri, 2008, h. 60.
sering  menonton  televisi  dan  mendengarkan  musik  tidak  memenuhi  syarat  sebagai saksi pernikahan dengan kata lain orang tersebut tidak mursyid.
Tidak  diperbolehkannya  saksi  pernikahan  melihat  televisi  tentunya  merupakan sebuah masalah  menarik untuk diteliti. Karena di era  globalisasi  seperti sekarang ini  dimana masyarakat sangat membutuhkan beberapa media  untuk mengikuti perkembangan zaman, diantaranya adalah media elektronik  seperti  televisi,  radio  dan  lain  sebagainya.  Media  elektronik  tidak  selalu  menayangkan  hal-hal  yang  tidak  pantas  ditonton  seperti  apa  yang  dijadikan  alasan  KH.  Ahmad  Rifa‟i  terhadap  ketidakbolehan  saksi  pernikahan  menonton  televisi.  Televisi  menayangkan  acara  pengajian,  pendidikan,  bahkan  acara-acara  yang  justru  mendukung  penonton  untuk  menjadi  insan  yang lebih baik.
Mursyid  tidak  hanya  berlaku  bagi  saksi  perkawinan  saja.  tetapi  juga  pada  wali  nikah,  yang  juga  dijelaskan  dalam  kitab  Tabyīn  al-Iṣlāh  (kitab  karangan KH. Ahmad Rifa‟i yang menjelaskan nikah dan yang berhubungan  dengannya).  Ketika  kriteria  mursyid  tidak  ada  pada  saksi  maka  akibat  hukumnya adalah batalnya saksi pernikahan  yang juga mengakibatkan tidak  adanya  ījāb  qabūl,  ketika  tidak  ada  ījāb  qabūl  maka  pernikahan  dianggap  batal (tidak sah).
Hasil  wawancara  dengan  Kyai  Ali  Syibron  (Ketua  Lembaga  Pendidikan  Rifa‟iyah  Kelurahan Tanjung Anom, Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal), pada tanggal 23 Februari  2011, di Rowosari, Pkl. 14.30.
Idhoh Anas, op.cit.,  h. 39-40.
Dalam  perkawinan  dan  kehidupan  rumah  tangga,  warga  Jam‟iyyah Rifa‟iyah juga terpengaruh oleh ajaran dan pemahaman yang diajarkan oleh  KH. Ahmad Rifa'i  melalui kitab-kitabnya.  terutama dalam bidang  munākahah (perkawinan) dan kekeluargaan terpengaruh oleh ajaran  yang diketengahkan  dalam kitab Tabyīn al-Iṣlāh.
Sedangkan  kitab  Tabyīn  al-Iṣlāh  sendiri  berisi  aturan  yang  menyangkut  konteks  keberagamaan  masyarakat.  Kitab-kitab  yang  dijadikan  pegangan  tidak  akan  lepas  dari  latar  belakang  KH.  Ahmad  Rifa'i  (sebagai  Penulis). Ia juga tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan masyarakat pada waktu  itu  yakni  masyarakat  pedalaman  Jawa  (Rural  Java)  Desa  Kalisalak  tempat berdakwah pertama KH. Ahmad Rifa'i.
Ketentuan  kualifikasi  saksi  dalam  pembahasan  karya  ilmiah  ini  merupakan pandangan KH.  Ahmad Rifa‟i yakni ketentuan saksi pernikahan.
Seiring  dengan  perkembangan  pengetahuan  dan  teknologi,  tidak  menutup  kemungkinan  adanya  perubahan  pemahaman  terhadap  produk  hukum  KH.
Ahmad Rifai dalam memahami ketentuan kualifikasi saksi pernikahan.
Hal  ini  terbukti  dalam  kesimpulan  penelitian  skripsi  M.  Nasrudin,  yang  menyatakan  bahwa  terjadi  pergeseran  pemikiran  dalam  memahami  status hukum  pernikahan  yang diakadkan oleh penghulu terjadi di  Jam'iyyah Rifa'iyah pada beberapa daerah. Jika pada masa KH. Ahmad Rifa'i akad nikah  yang diakadkan penghulu  dianggap  tidak sah, sekarang tidak lagi. Tentunya,  Jam‟iyyah Rifa‟iyah adalah organisasi sosial keagamaan yang melestarikan fatwa -fatwa  KH. Ahmad Rifa‟i.
masih  ada  beberapa  orang  dari    Jam'iyyah  Rifa'iyah  yang  masih  berpegang  teguh dengan pemikiran terdahulu tetapi tidak banyak.
Oleh  karenanya, tidak menutup kemungkinan pergeseran  pemahaman  warga  Jam‟iyyah  Rifa‟iyah juga akan merambah pada produk hukum di  KH.
Ahmad Rifa‟i  selain keabsahan nikah  yang dilakukan oleh penghulu (PPN),  apalagi setelah wafatnya KH. Ahmad Rifa‟i.
Berdasarkan  latar  belakang  di  atas  maka  penulis  akan  melaksanakan  penelitian  lapangan  dan  mendeskripsikannya   dalam  sebuah  karya  ilmiah dengan  judul  “KETENTUAN  KH.  AHMAD  RIFA’I  TENTANG  KUALIFIKASI SAKSI PERNIKAHAN ”.
B.  Perumusan Masalah.
Untuk  menjadikan  permasalahan  lebih  fokus  dan  spesifik  maka  diperlukan  suatu  rumusan  masalah  agar  pembahasan  tidak  keluar  dari  kerangka  pokok  permasalahan.  Berdasarkan  latar  belakang  diatas,  penulis  merumuskan permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:  1.  Bagaimana  ketentuan  KH.  Ahmad  Rifa‟i  tentang  kualifikasi  saksi  pernikahan?
 2.  Apa  dasar  hukum  ketentuan  KH.  Ahmad  Rifa‟i  tentang  kualifikasi  saksi  pernikahan?
C.  Tujuan Penelitian.
Adapun  tujuan  penelitian  dalam  penyusunan  karya  ilmiah  ini  adalah  sebagai berikut: .
1.  Mendeskripsikan  dan  menganalisis  ketentuan  KH.  Ahmad  Rifa‟i  tentang kualifikasi saksi pernikahan.
2.  Mendeskripsikan  dan  menganalisis  dasar  hukum  ketentuan  KH.  Ahmad  Rifa‟i tentang kualifikasi saksi pernikahan.
D.  Manfaat Penelitian.
Manfaat dari penelitian ini adalah:.
1.  Memberikan  pengetahuan  tentang  ketentuan  KH.  Ahmad  Rifa‟i  tentang  kualifikasi  saksi  pernikahan  sehingga  dapat  dijadikan  acuan  untuk  memperkaya hazanah keilmuan Islam dalam hal pernikahan.
2.  Memberikan  pemahaman  dasar  hukum  ketentuan  KH.  Ahmad  Rifa‟i tentang  kualifikasi  saksi  pernikahan  untuk  dijadikan  acuan  bagi  umat  Islam pada umumnya dan umat Islam di Indonesia khususnya.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi