Kamis, 28 Agustus 2014

Skripsi Syariah: PELIBATAN ANAK DALAM KEGIATAN PORNOGRAFI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Anak  merupakan  amanah  sekaligus  karunia  Tuhan  Yang  Esa,  bahkan  anak dianggap sebagai harta kekayaan  yang paling berharga dibandinggkan  kekayaan harta benda lainnya. Karenanya, anak sebagai amanah Tuhan harus  senantiasa  dijaga  dan  dilindungi  karena  dalam  diri  anak  melekat  harkat,  martabat, dan hak-hak sebgai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi  anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam UndangUndang  dasar  1945  dan  konvensi  perserikatan  bangsa-bangsa  tentang  hakhak anak. Dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah  pewaris  dan  sekaligus  potret  masa  depan  bangsa  dimasa  dating,  generasi  penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas perlindungan dari  kekerasan dan deskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

 Anak sebagai penerus bangsa adalah bagian dari masyarakat. Citra anak  yang  berada  di  tengah-tengah  masyarakat  mempengaruhi  citra  masyarakat  tersebut  di  masa  yang  akan  datang.  Citra  inilah  yang  kemu dian  mengembangkan  rasa  tanggung  jawab  terhadap  seseorang  untuk  ikut   serta  dalam usaha perlindungan anak. Hal ini dikarenakan anak adalah pihak yang  sangat rentan terhadap berbagai macam ancaman mental, fisik, dan sosial.
 Ahmad  Kamil  dan  M.  fauzan,   Hukum  Perlindungan  dan  Pengangkatan  Anak  di  Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008, hlm. vii    Di  Indonesia,  perlindungan  terhadap  anak  tertuang  dalam  berbagai  macam  peraturan  perundang-undangan.  Masing-masing  bertujuan  untuk  melindungi  kepentingan  anak  yang  terdapat  dalam  berbagai  bidang  penghidupan  dan  kehidupannya  di  tengah  keluarga,  masyarakat  bahkan  bangsa  dan  negara,  sebab  dalam  kenyataannya  anak  tidak  mampu  melaksanakan  dan  mempertahankan  kepentingannya  karena  situasi  dan  kondisi yang mempengaruhinya.
Sejak  diselenggarakannya  Seminar  Perlindungan  Anak/Remaja  pada  tanggal 30 Mei  –  4 Juni 1977 oleh para Yunawa Pusat di Jakarta, kesadaran  akan  pembenahan  semua  kegiatan  di  bidang  perlindungan  anak  dan  remaja  mulai  diperhatikan,  termasuk  di  antaranya  perhatian  kepada  ketentuanketentuan  hukum  yang  dalam  pelaksanaannya  belum  atau  tidak  punya  perspektif kepentingan anak  Perkembangan  zaman  yang  seiring  dengan  perkembangan  ilmu  pengetahuan  menimbulkan  berbagai  masalah  dan  ancaman  baru  bagi  anak  baik  secara  fisik  maupun  psikis.  Media  internet  yang  dapat  dengan  mudah  diakses oleh siapa pun, tidak jarang menyajikan hal-hal yang tidak sepatutnya  diketahui oleh seorang anak, seperti situs porno. Bahkan, tontonan sehari-hari  dan film-film kartun yang tidak patut. Tragisnya, di zaman sekarang ini anak  tidak lagi bertindak sebagai penonton saja, namun juga turut menjadi pelaku.
 Irma Setyowati Soemitro,  Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: Bumi aksara, Cet.
I, 1990, hlm.10   Ada  banyak  peraturan  perundang-undangan  yang  dikeluarkan  oleh  pemerintah  untuk  mencegah  meluasnya  pornografi  seperti  pada  UU  no.23  Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yaitu : Pasal  66  ayat  3  :  setiap  orang  dilarang  menempatkan,  membiarkan,  melaksanakan,  menyuruh  lakukan,  atau  turut  serta  melakukan  eksploitasi secara ekonomi dan atau seksual terhadap anak.
Pasal 88 : setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi dan/atau seksual  anak   dengan   maksud  untuk  menguntungkan  diri  sendiri  atau   orang  lain, di pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling  banyak  Rp 200.000.000,- ( dua ratus juta rupiah ) Ketentuan pasal 66 dan 88 Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang  Perlindungan Anak terhadap kejahatan pornografi anak :  a.  Pengertian  eksploitasi  ekonomi  dan/atau  seksual  adalah  tindak  pidana  yang  dilakukan  secara  terbuka  melalui  publikasi  media  cetak, elektronik, audio visual dan perangkat teknologi informatika  serta industry hiburan.
b.  Tidak  ada  pasal  yang  mengatur  pornografi  pada  anak  (  child  pornography )  ataupun yang membatasi akses anak pada kejahatan  pornografi dalam undang-udang perlindungan anak.
UU  no.44  Tahun  2008  tentang  pornografi  adalah  produk  hukum  berbentuk  undang-undang  yang  tidak  hanya  mengatur  tentang  perlindungan  anak  dari  tindakan  pornografi  anak.  Menurut  UU  no.44  Tahun  2008,  pengertian pornografi diatur dalam Pasal 1 angka satu berbunyi :  http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/37-belum-adanya-perangkathukum-yang-tepat-bagi-kejahatan-pornografi-anak-child-pornography-.html?start=1,  diakses  pada tanggal 15 Januari 2011   “ Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,  gambar  bergerak,  animasi,  kartun,  perrcakapan,  gerak  tubuh,  atau  bentuk  pesan  lainnya  melalui  berbagai  bentuk  media  komunikasi  dan/atau  pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual  yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat “.
Sedangkan dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf f UU no.44 Tahun  2008 dikatakan, bahwa pornografi anak adalah segala bentuk pornografi yang  melibatkan  anak  atau  yang  melibatkan  orang  dewasa  yang  berperan  atau  bersikap seperti anak.
Dalam KUHP pasal 293 menjelaskan, tindak pidana dengan pemberian  atau  janji  akan  memberikan  uang  atau  benda  dengan  menyalahgunakan  hubungan  yang  ada  dengan  sengaja  menggerakkan  seorang  anak  di  bawah  umur  untuk  melakukan  tindakan-tindakan  melanggar  kesusilaan  atau  membiarkan dilakukannya tindakan-tindakan seperti itu oleh anak di bawah  umur tersebut dengan dirinya sendiri.
 Saat  ini  di  Indonesia,  pornografi  anak  semakin  marak  dan  semakin  mengkhawatirkan. Kemajuan system informasi dan teknologi yang demikian  pesat  selain  memberi  manfaat  yang  cukup  besar,  ternyata  juga  memiliki  dampak  negative  yang  luar  biasa.  Media  pornografi  anak  semakin  mudah  diakses  melalui  media  elektronik  dan  cetak,  dan  pornografi  anak  adalah  gelombang  terakhir  yang  sangat  mematikan  karena  kasus  perkosaan  pada   P.A.F.  Lamintang,  Delik-Delik  Khusus  Tindak  Pidana-Tindak  Pidana  Melanggar  Norma-Norma  Kesusilaan  dan  Norma-Norma  Kepatutan,  Bandung  :  CV.  Mandar  Maju,  1986,  hlm. 179   anak  dieksploitasi  menjadi  ragam  tayangan  seks.  Sebagian  besar  mengakibatkan kematian dan cacat fsik-mental seumur hidup.
 Pornografi  anak  merupakan  bentuk  eksploitasi  seksual,  sehingga  perlindungan  kepada  anak  semestinya  mendapatkan  perhatian  yang  besar.
Terdapat  dua  hal  yang  berbahaya  di  dalam  pornografi  anak;  pertama,  pelibatan anak di dalam pornografi berarti sama dengan mengekspolitasi anak  bekerja  dalam  bentuk  pekerjaan  terburuk.  Kedua,  membiarkan  anak  mengakses pornografi akan sangat berdampak pada proses tumbuh kembang  anak.
Masuknya  anak-anak  dalam  dunia  prostitusi  dan  dunia  pornografi  di  internet dianggap sebagian orang sebagai kebebasan anak untuk berekspresi.
Ternyata  implikasi  dari  kebebasan  berekspresi  bagi  anak-anak  di  internet  menimbulkan  masalah  baru,  yaitu  anak-anak  terperangkap  dalam  jaringan  sindikat  kejahatan  seksual.  Orang  sering  lupa  bahwa  par  pelaku  kejahatan  seksual  sudah  lama  memanfaatkan  internet  sebagai  media  untuk  mendapatkan anak-anak.
 Bentuk kejahatan seksual lain yang ditemukan di internet adalah anakanak  diperjualbelikan  di  dalam  internet.  Ada  sejumlah  website  terselubung  yang memperjualkan anak untuk tujuan seksual. Sebagian anak yang hanya di  jadikan  obyek  pornografi  dan  sebgian  anak  lainnya  bisa  digunakan  untuk  tujuan prostitusi.
 Soni Adi Setiawan,  500 + Gelombang Video Porno Indonesia, Jangan Bugil Di Depan  kamera, Yogyakarta : CV. Andi Offset, 2007, hlm. 126 -1  Http://Eduksi.Kompasiana.com/2010/03/23/Jaringan-Sosial-Anak-anak-DijadikanObyek-Seks-Komersial.diakses pada tanggal 15 januari 2011   Kasus  prostitusi  anak  yeng  terungkap  dalam  jaringan  sosial  ini merupakan bagian dari kejahatn seksual yang disebutkan dengan eksploitasi  seksual  komersial  anak  (  ESKA  ).  ESKA  ini  merupakan  bentuk  kejahatan  seksual  yang trorganisasi yang obyeknya adalah anak-anak. Sejumlah bentuk  ESKA  yg  kerap  kali  dijumpai  di  Indonesia  adalah  pornografi  anak  dan  pelacuran anak.
Pemanfaatan  pornografi  anak  yang  paling  jelas  adalah  untuk  menimbulkan  gairah  dan  kepuasan  seksual.  Dengan  karakteristik  perbuatan  child  pornografi  yang  seperti  itu,  maka  kedudukan  anak-anak  yang  dieksploitasi  adalah  korban,  seluruh  korban  child  pornography  mesti  dilindungi seperti korban eksploitasi seksual komersial anak lainnya.
Kekhawatiran  ancaman  pornografi  terhadap  anak  yang  sedemikian  besar tersebut bila tidak dicermati dapat merusak moral anak Indonesia. Hal  ini  bila  berlangsung  lama  tanpa  ada  yang  membentengi,  maka  dapat  dibayangkan  akibatnya.  Berapa  banyak  lagi  anak  Indonesia  yang  akan  menjadi pelaku sekaligus korban kekerasan seks. Karena jika dibiarkan akan  terjadi  efek  domino  dan  mata  rantai  yang  diakibatkan  oleh  perbuatan  pornografi  anak  dan  akan  menimbulkan  persoalan  bangsa  yang  lebih  besar  lagi.
Dalam rangka mengembangkan usaha kegiatan perlindungsn anak kita  harus  waspada  dan  sadar  akan  akibat-akibat  yang  tidak  diinginkan  yang  menimbulkan korban, kerugian karena pelaksanaan perlindungan  yang anak  yang  tidak  rasional  positif,  tidak  bertanggungawab  dan  tidak  bermanfaat.
 Oleh  sebab  itu,  harus  diusahakan  adanya  sesuatu  yang  mengatur  dan  menjamin pelaksanaan perlindungan anak.
 Dilihat  dari  substansinya,  cyber  pornography  dan  cyber  child  pornography  jelas sudah tercakup dalam perumusan delik kesusilaan dalam  KUHP karena delik pornografi dalam KUHP meliputi sebagai berikut :   1.  Dalam Pasal 282, diatur mengenai : a.  Menyiarkan,  mempertunjukkan  atau  menempelkan  di  muka  umum  tulisan  ,  gambaran  atau  benda  yang  melanggar  kesusilaan, b.  Membikin  tulisan,  gambaran  atau  benda  tersebut  (  dengan  maksud  untuk  disiarkan,  dipertunjukkan  atau  ditempelkan  di  muka umum ), c.  Memasukkannya  ke  dalam  negeri,  meneruskan,  mengeluarkannya  dari  negeri,  atau  mempunyai  dalam  persediaan  (  dengan  maksud  untuk  disiarkan,  dipertunjukkan  atau ditempelkan di muka umum ); atau  d.  Menawarkan  atau  menunjukkannya  sebagai  bias  diperoleh  ( tanpa unsur di muka umum ).
2.  Dalam Pasal 283, diatur mengenai : Menawarkan/memberikan,  menyerahkan  atau  memperlihatkan  tulisan/gambaran  atau  benda  yang  melanggar  kesusilaan  kepada   Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta : Akademika Pressindo, Cet. I, 1985,  hlm.
 Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara, Perkembangan Kajian cyber crime di  Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 183-184   seseorang  yang  belum  cukup  umur,  dan  yang  diketahui  atau  sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum tujuh belas tahun.
Pelaksanaan  perlindungan  terhadap  anak  menjadi  tanggungjawab  bagi  umat  manusia  karena  perlindungan  terhadap  anak  dijamin  dalam  berbagi  landasan hukum, seperti deklarasi tentang hak anak.
 Deklarasihak anak-anak  ini menegaskan beberapa hak yang dimiliki anak. Hak-hak tersebut adalah : a.  Memperoleh  perlindungan  khusus,  kesempatan  dan  fasilitas  yang  dijamin  oleh  hukum,  serta  sarana  lain  sehinga  secara  jasmani,  mental, akhlak, rohani, dan sosial mereka dapat berkembang dengan sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan bermartabat.
b.  Memiliki nama dan berkebebasan sejak lahir.
c.  Mendapat  jaminan  sosial,  termasuk  gizi  yang  cukup,  permahan,  rekreasi,  dan  pelayanan  kesehatan.  Selain  itu  juga  menerima  pendidikan, rawatan, dan perlakuan khusus jika mereka cacat.
d.  Tumbuh  dan  dibesarkan  dalam  suasana  yang  penuh  kasih  sayang  dan  rasa  aman  sedapat  mungkin  di  bawah  asuhan  serta  tanggung  jawab orang tua mereka sendiri.
e.  Menjadi  orang  pertama  yang  menerima  perlindungan  dan  pertolongan jika terjadi malapetaka.
f.  Memperoleh  perlindungan  baik  atas  segala  bentuk  penyia-nyiaan,  kekejaman,  dan  penindasan  maupun  atas  segala  perbuatan  yang  mengarah ke dalam bentuk diskriminasi.
 Amin Suprihartini,  Perlindungan Terhadap anak, Klaten : Cempaka Putih, Cet.I, 2008,  hlm.3-4   g.  Dibesarkan  dalam  jiwa  yang  penuh  pengertian,  toleransi,  persahabatan antar bangsa, perdamaian, dan persaudaraan semesta.
Hal –hal yang telah dipaparkan diatas, menjadi dasar bagi penulis untuk  membahas skripsi yang berjudul : Pelibatan Anak Dalam kegiatan Pornografi  Menurut Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
B.  Rumusan Masalah.
Adapun  permasalahan  yang  akan  diangkat  penulis  dalam  skripsi  ini  adalah :.
1.  Bagaimana  pelibatan  anak  dalam  kegiatan  pornografi  dalam  undang-undang nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi ?
2.  Bagaimana  tinjauan  hukum  pidana  Islam  terhadap  pelibatan  anak  dalam kegiatan pornografi ?
C.  Tujuan Penulisan Skripsi.
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :.
1.  Mengetahui  bagaimana  pelibatan  anak  dalan  kegiatan  pornografi dalam undang-undang nomor 44 tahun 2008 tentang  pornografi.
2.  Mengetahui bagaimana  tinjauan hukum pidana Islam terhadap  pelibatan anak dalam kegiatan pornografi.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi