BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Anak merupakan
amanah sekaligus karunia
Tuhan Yang Esa,
bahkan anak dianggap sebagai
harta kekayaan yang paling berharga
dibandinggkan kekayaan harta benda
lainnya. Karenanya, anak sebagai amanah Tuhan harus senantiasa
dijaga dan dilindungi
karena dalam diri
anak melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebgai manusia yang
harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak
merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam UndangUndang dasar
1945 dan konvensi
perserikatan bangsa-bangsa tentang
hakhak anak. Dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak
adalah pewaris dan
sekaligus potret masa
depan bangsa dimasa
dating, generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak
berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan deskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
Anak sebagai penerus bangsa adalah bagian dari
masyarakat. Citra anak yang berada
di tengah-tengah masyarakat
mempengaruhi citra masyarakat tersebut
di masa yang
akan datang. Citra
inilah yang kemu dian mengembangkan
rasa tanggung jawab
terhadap seseorang untuk
ikut serta dalam usaha perlindungan anak. Hal ini
dikarenakan anak adalah pihak yang sangat
rentan terhadap berbagai macam ancaman mental, fisik, dan sosial.
Ahmad
Kamil dan M.
fauzan, Hukum Perlindungan
dan Pengangkatan Anak
di Indonesia, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2008, hlm. vii Di
Indonesia, perlindungan terhadap
anak tertuang dalam
berbagai macam peraturan
perundang-undangan.
Masing-masing bertujuan untuk melindungi kepentingan
anak yang terdapat
dalam berbagai bidang penghidupan
dan kehidupannya di
tengah keluarga, masyarakat
bahkan bangsa dan
negara, sebab dalam
kenyataannya anak tidak
mampu melaksanakan dan
mempertahankan
kepentingannya karena situasi
dan kondisi yang mempengaruhinya.
Sejak diselenggarakannya Seminar
Perlindungan Anak/Remaja pada tanggal
30 Mei –
4 Juni 1977 oleh para Yunawa Pusat di Jakarta, kesadaran akan
pembenahan semua kegiatan
di bidang perlindungan
anak dan remaja mulai
diperhatikan, termasuk di
antaranya perhatian kepada
ketentuanketentuan hukum yang
dalam pelaksanaannya belum
atau tidak punya perspektif
kepentingan anak Perkembangan zaman
yang seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan
menimbulkan berbagai masalah
dan ancaman baru
bagi anak baik
secara fisik maupun
psikis. Media internet
yang dapat dengan
mudah diakses oleh siapa pun,
tidak jarang menyajikan hal-hal yang tidak sepatutnya diketahui oleh seorang anak, seperti situs
porno. Bahkan, tontonan sehari-hari dan
film-film kartun yang tidak patut. Tragisnya, di zaman sekarang ini anak tidak lagi bertindak sebagai penonton saja,
namun juga turut menjadi pelaku.
Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: Bumi
aksara, Cet.
I, 1990, hlm.10 Ada
banyak peraturan perundang-undangan yang
dikeluarkan oleh pemerintah
untuk mencegah meluasnya
pornografi seperti pada
UU no.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yaitu : Pasal 66
ayat 3 :
setiap orang dilarang
menempatkan, membiarkan, melaksanakan,
menyuruh lakukan, atau
turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan atau seksual
terhadap anak.
Pasal 88 : setiap orang yang mengeksploitasi
ekonomi dan/atau seksual anak dengan
maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau
orang lain, di pidana penjara
paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 200.000.000,- ( dua ratus juta rupiah ) Ketentuan pasal 66 dan 88
Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak terhadap kejahatan pornografi anak :
a. Pengertian eksploitasi
ekonomi dan/atau seksual
adalah tindak pidana
yang dilakukan secara
terbuka melalui publikasi
media cetak, elektronik, audio
visual dan perangkat teknologi informatika serta industry hiburan.
b. Tidak
ada pasal yang
mengatur pornografi pada
anak ( child pornography
) ataupun yang membatasi akses anak pada
kejahatan pornografi dalam undang-udang
perlindungan anak.
UU no.44
Tahun 2008 tentang
pornografi adalah produk
hukum berbentuk undang-undang
yang tidak hanya
mengatur tentang perlindungan anak
dari tindakan pornografi
anak. Menurut UU
no.44 Tahun 2008, pengertian
pornografi diatur dalam Pasal 1 angka satu berbunyi : http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/37-belum-adanya-perangkathukum-yang-tepat-bagi-kejahatan-pornografi-anak-child-pornography-.html?start=1, diakses pada tanggal 15 Januari 2011 “ Pornografi adalah gambar, sketsa,
ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
animasi, kartun, perrcakapan,
gerak tubuh, atau
bentuk pesan lainnya
melalui berbagai bentuk
media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat
kecabulan atau eksploitasi seksual yang
melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat “.
Sedangkan dalam penjelasan Pasal
4 ayat (1) huruf f UU no.44 Tahun 2008
dikatakan, bahwa pornografi anak adalah segala bentuk pornografi yang melibatkan
anak atau yang
melibatkan orang dewasa
yang berperan atau bersikap
seperti anak.
Dalam KUHP pasal 293 menjelaskan,
tindak pidana dengan pemberian atau janji
akan memberikan uang
atau benda dengan
menyalahgunakan hubungan yang
ada dengan sengaja
menggerakkan seorang anak
di bawah umur
untuk melakukan tindakan-tindakan melanggar
kesusilaan atau membiarkan dilakukannya tindakan-tindakan
seperti itu oleh anak di bawah umur
tersebut dengan dirinya sendiri.
Saat ini di
Indonesia, pornografi anak
semakin marak dan
semakin mengkhawatirkan. Kemajuan
system informasi dan teknologi yang demikian pesat
selain memberi manfaat
yang cukup besar,
ternyata juga memiliki dampak
negative yang luar
biasa. Media pornografi
anak semakin mudah diakses melalui
media elektronik dan
cetak, dan pornografi
anak adalah gelombang
terakhir yang sangat
mematikan karena kasus
perkosaan pada P.A.F.
Lamintang, Delik-Delik Khusus
Tindak Pidana-Tindak Pidana
Melanggar Norma-Norma Kesusilaan
dan Norma-Norma Kepatutan,
Bandung : CV.
Mandar Maju, 1986, hlm.
179 anak dieksploitasi
menjadi ragam tayangan
seks. Sebagian besar mengakibatkan
kematian dan cacat fsik-mental seumur hidup.
Pornografi
anak merupakan bentuk
eksploitasi seksual, sehingga perlindungan
kepada anak semestinya
mendapatkan perhatian yang
besar.
Terdapat dua
hal yang berbahaya
di dalam pornografi
anak; pertama, pelibatan anak di dalam pornografi berarti
sama dengan mengekspolitasi anak bekerja dalam
bentuk pekerjaan terburuk.
Kedua, membiarkan anak mengakses
pornografi akan sangat berdampak pada proses tumbuh kembang anak.
Masuknya anak-anak
dalam dunia prostitusi
dan dunia pornografi
di internet dianggap sebagian
orang sebagai kebebasan anak untuk berekspresi.
Ternyata implikasi
dari kebebasan berekspresi
bagi anak-anak di
internet menimbulkan masalah
baru, yaitu anak-anak
terperangkap dalam jaringan sindikat
kejahatan seksual. Orang
sering lupa bahwa
par pelaku kejahatan seksual
sudah lama memanfaatkan
internet sebagai media
untuk mendapatkan anak-anak.
Bentuk kejahatan seksual lain yang ditemukan
di internet adalah anakanak
diperjualbelikan di dalam
internet. Ada sejumlah
website terselubung yang memperjualkan anak untuk tujuan seksual.
Sebagian anak yang hanya di jadikan obyek
pornografi dan sebgian
anak lainnya bisa
digunakan untuk tujuan prostitusi.
Soni Adi Setiawan, 500 + Gelombang Video Porno Indonesia, Jangan
Bugil Di Depan kamera, Yogyakarta : CV.
Andi Offset, 2007, hlm. 126 -1 Http://Eduksi.Kompasiana.com/2010/03/23/Jaringan-Sosial-Anak-anak-DijadikanObyek-Seks-Komersial.diakses
pada tanggal 15 januari 2011 Kasus prostitusi
anak yeng terungkap
dalam jaringan sosial
ini merupakan bagian dari kejahatn seksual yang disebutkan dengan
eksploitasi seksual komersial
anak ( ESKA
). ESKA ini
merupakan bentuk kejahatan seksual
yang trorganisasi yang obyeknya adalah anak-anak. Sejumlah bentuk ESKA
yg kerap kali
dijumpai di Indonesia
adalah pornografi anak dan
pelacuran anak.
Pemanfaatan pornografi
anak yang paling
jelas adalah untuk menimbulkan gairah
dan kepuasan seksual.
Dengan karakteristik perbuatan child
pornografi yang seperti
itu, maka kedudukan
anak-anak yang dieksploitasi adalah
korban, seluruh korban
child pornography mesti dilindungi
seperti korban eksploitasi seksual komersial anak lainnya.
Kekhawatiran ancaman
pornografi terhadap anak
yang sedemikian besar tersebut bila tidak dicermati dapat
merusak moral anak Indonesia. Hal ini bila
berlangsung lama tanpa
ada yang membentengi,
maka dapat dibayangkan
akibatnya. Berapa banyak
lagi anak Indonesia
yang akan menjadi pelaku sekaligus korban kekerasan
seks. Karena jika dibiarkan akan terjadi efek
domino dan mata
rantai yang diakibatkan
oleh perbuatan pornografi
anak dan akan
menimbulkan persoalan bangsa
yang lebih besar lagi.
Dalam rangka mengembangkan usaha
kegiatan perlindungsn anak kita harus waspada
dan sadar akan
akibat-akibat yang tidak
diinginkan yang menimbulkan korban, kerugian karena
pelaksanaan perlindungan yang anak yang
tidak rasional positif,
tidak bertanggungawab dan
tidak bermanfaat.
Oleh
sebab itu, harus
diusahakan adanya sesuatu
yang mengatur dan menjamin
pelaksanaan perlindungan anak.
Dilihat
dari substansinya, cyber
pornography dan cyber
child pornography jelas sudah tercakup dalam perumusan delik
kesusilaan dalam KUHP karena delik
pornografi dalam KUHP meliputi sebagai berikut : 1. Dalam Pasal 282, diatur mengenai : a. Menyiarkan,
mempertunjukkan atau menempelkan
di muka umum
tulisan , gambaran
atau benda yang
melanggar kesusilaan, b. Membikin
tulisan, gambaran atau
benda tersebut (
dengan maksud untuk
disiarkan, dipertunjukkan atau
ditempelkan di muka umum ), c. Memasukkannya
ke dalam negeri,
meneruskan, mengeluarkannya dari
negeri, atau mempunyai
dalam persediaan (
dengan maksud untuk
disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum ); atau d.
Menawarkan atau menunjukkannya sebagai
bias diperoleh ( tanpa unsur di muka umum ).
2. Dalam Pasal 283, diatur mengenai : Menawarkan/memberikan, menyerahkan
atau memperlihatkan tulisan/gambaran atau
benda yang melanggar
kesusilaan kepada Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak,
Jakarta : Akademika Pressindo, Cet. I, 1985, hlm.
Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara,
Perkembangan Kajian cyber crime di Indonesia,
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 183-184 seseorang
yang belum cukup
umur, dan yang
diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum
tujuh belas tahun.
Pelaksanaan perlindungan
terhadap anak menjadi
tanggungjawab bagi umat
manusia karena perlindungan
terhadap anak dijamin
dalam berbagi landasan hukum, seperti deklarasi tentang hak
anak.
Deklarasihak anak-anak ini menegaskan beberapa hak yang dimiliki
anak. Hak-hak tersebut adalah : a.
Memperoleh perlindungan khusus,
kesempatan dan fasilitas
yang dijamin oleh
hukum, serta sarana
lain sehinga secara
jasmani, mental, akhlak, rohani,
dan sosial mereka dapat berkembang dengan sehat dan wajar dalam keadaan bebas
dan bermartabat.
b. Memiliki nama dan berkebebasan sejak lahir.
c. Mendapat
jaminan sosial, termasuk
gizi yang cukup,
permahan, rekreasi, dan
pelayanan kesehatan. Selain
itu juga menerima pendidikan, rawatan, dan perlakuan khusus jika
mereka cacat.
d. Tumbuh
dan dibesarkan dalam
suasana yang penuh
kasih sayang dan
rasa aman sedapat
mungkin di bawah
asuhan serta tanggung jawab orang tua mereka sendiri.
e. Menjadi
orang pertama yang
menerima perlindungan dan pertolongan
jika terjadi malapetaka.
f. Memperoleh
perlindungan baik atas
segala bentuk penyia-nyiaan, kekejaman,
dan penindasan maupun
atas segala perbuatan
yang mengarah ke dalam bentuk
diskriminasi.
Amin Suprihartini, Perlindungan Terhadap anak, Klaten : Cempaka
Putih, Cet.I, 2008, hlm.3-4 g.
Dibesarkan dalam jiwa
yang penuh pengertian,
toleransi, persahabatan antar
bangsa, perdamaian, dan persaudaraan semesta.
Hal –hal yang telah dipaparkan
diatas, menjadi dasar bagi penulis untuk membahas skripsi yang berjudul : Pelibatan
Anak Dalam kegiatan Pornografi Menurut
Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
B. Rumusan Masalah.
Adapun permasalahan
yang akan diangkat
penulis dalam skripsi
ini adalah :.
1. Bagaimana
pelibatan anak dalam
kegiatan pornografi dalam undang-undang
nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi ?
2. Bagaimana
tinjauan hukum pidana
Islam terhadap pelibatan
anak dalam kegiatan pornografi ?
C. Tujuan Penulisan Skripsi.
Adapun tujuan dari penulisan
skripsi ini adalah :.
1. Mengetahui
bagaimana pelibatan anak
dalan kegiatan pornografi dalam undang-undang nomor 44 tahun
2008 tentang pornografi.
2. Mengetahui bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pelibatan anak dalam kegiatan pornografi.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi