BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Salat merupakan suatu persoalan yang sangat
signifikan dalam Islam.
Salat juga
merupakan ukuran kualitas
Islam seseorang, bahkan
ciri keislaman seseorang adalah
salatnya. Oleh karena itu, Islam memposisikan salat sebagai suatu yang khusus dan
fundamental, yaitu salat menjadi salah satu rukun
Islam yang harus
ditegakkan. Kaum muslimin
terikat pada waktu-waktu
yang sudah ditentukan,
dalam menunaikan kewajiban salat tersebut.
Hal ini sebagaimana yang telah diisyaratkan
dalam surat an-Nisa’ : 103.
ً
“Maka laksanakanlah salat,
sesungguhnya salat itu
adalah kewajiban yang
ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’ (4) : 103).
Ayat tersebut menjelaskan adanya
anjuran untuk melaksanakan salat sesuai dengan
waktunya. Hal ini
berarti tidak dibolehkan
untuk menunda dalam
menjalankan salat sebab
waktu-waktunya telah ditentukan.
Salat Susiknan
Azhari, Ilmu Falak
: Perjumpaan Khazanah
Islam dan Sains
Modern Yogyakarta : Suara
Muhammadiyah, cet II, 2007, hlm.63.
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahnya,Surabaya : CV. Pustaka Agung Harapan,
2006, hlm. 125.
mempunyai
waktu dalam arti
ada masa dimana
seseorang harus menyelesaikannya. Apabila
masa itu berlalu,
maka pada dasarnya
berlalu juga waktu salat
tersebut. Sebagian ayat tersebut juga menunjukkan dalam arti
kewajiban yang bersinambung
dan tidak berubah, sehingga dalam kalimat berarti
salat adalah kewajiban
yang tidak berubah, selalu harus dilaksanakan dan tidak pernah
gugur apapun sebabnya.
Kalimat
menunjukkan adanya keharusan
untuk melaksanakan salat pada
waktunya. Menurut Syafi’i, kalimat tersebut berarti adanya
suatu kewajiban yang
tidak bisa ditunda
pelaksanaannya ketika waktu salat sudah datang.
Penutup ayat tersebut, menjelaskan bahwa tidak
ada alasan bagi siapapun untuk
meninggalkan salat, karena salat merupakan suatu kewajiban yang sudah mempunyai
waktu-waktu tertentu.
Kata 9:و<و=
menunjukkan bahwa waktu-waktu
ibadah yang telah ditetapkan Islam
mengharuskan adanya pembagian
dalam pelaksanaan waktu-waktu salat secara tepat. Pelaksanaan
waktu-waktu salat secara teknis telah dijelaskan
dalam al-Qur’an dan
hadis, namun perlu
diketahui bahwa dengan menggunakan ilmu falak dapat ditentukan
dengan jelas kapan awal waktu salat
tersebut terjadi (jam, menit dan detik). Dengan demikian, ilmu falak sangat penting untuk dipelajari karena
jika salat tersebut dilakukan di M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,Vol. 8, Jakarta : Lentera Hati, Cet 1, 2002,
hlm.
570.
Nizham
al-Din al-Hasan bin Muhammad bin
Husain al-Kummy al-Naesabury,
Tafsir Gharaib al-Qur’an wa
Raghaib al-Fur’qan, Beirut - Libanon :
Dar al-Kutub al-Alamiah, jild II, hlm.
490.
Imam Fakhruddin Muhammad bin Umar bin Husain
bin Hasan bin Ali Tamimy al-Bakri al-Razy al-Syafi’i,
Tafsir al-Kabir au
Mafatih al-Ghoib, Beirut
– Libanon :
Dar al-Kutub alAlamiah, jild VI, hlm. 23.
luar jam salat (yakni, belum masuk waktu salat
ataubahkan telah melewati waktunya),
maka salatnya menjadi tidak sah.
Waktu-waktu pelaksanaan
salat memang tidak
dijelaskan secara terperinci
dalam al-Qur’an, namun
waktu pelaksanaan salat tersebut
tidak dapat dilakukan
dalam sembarang waktu.
Penjelasan tentang waktu-waktu salat yang terperinci diterangkan dalam
hadis-hadisNabi saw. Berdasarkan hadis-hadis waktu
salat tersebut, terdapat
adanya batasan-batasan waktu salat
dengan munculnya berbagai cara atau metode yang diasumsikan untuk menentukan waktu-waktu salat tersebut.
Terdapat beberapa asumsi yang menyatakan bahwa
caramenentukan waktu-waktu salat adalah
dengan menggunakan cara melihat langsung pada tanda-tanda
alam, seperti menggunakan
alat bantu tongkat
istiwa’ .
Sedangkan sebagian yang lain mempunyai pemahaman secara
kontekstual, dimana awal
dan akhir waktu
salat ditentukan oleh
posisi matahari dilihat dari suatu tempat di bumi, sehingga metode
atau cara yang dipakai adalah hisab(menghitung waktu salat).
Ahmad Izzuddin,
Ilmu Falak Praktis
(Metode Hisab-Rukyah Praktis
dan Solusi Permasalahannya),
Semarang : Komala Grafika, 2006, hlm. 51.
Istiwa’
(tongkat istiwa’) merupakan
tongkat yang biasa
ditancapkan tegak lurus
pada bidang datar di tempat
terbuka (sinar matahari tidak terhalang). Kegunaannya untuk menentukan arah secara tepat dengan menghubungkan dua
titik (jarak kedua titik ke tongkat harus sama) ujung bayangan tongkat saat matahari disebelah timur
dengan ujung bayangan setelah matahari bergerak ke barat. Kegunaan lainnya adalah untuk
mengetahui secara persis waktu Zuhur,
tinggi matahari, dan –setelah menghitung
arah barat- menentukan arahkiblat. Adapun yang disebut dengan istiwa’ (waktu
istiwa’) adalah waktu
yang didasarkan pada
perjalanan matahari hakiki.
Menurut waktu hakiki,
matahari berkulminasi pada
pukul 12.00 dan
berlaku sama untuk
setiap hari dan
untuk dijadikan waktu
rata-rata, dikoreksi dengan
perata waktu atau
equation of time. Uraian selengkapnya baca Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah,yogyakarta ; Pustaka
Pelajar, cet II, 2008, hlm. 105.
Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 52.
Hisab yang
dimaksud dalam uraian
tersebut adalah perhitungan gerakan
benda-benda langit untuk
mengetahui kedudukan-kedudukannya
pada
suatu saat yang
diinginkan, maka apabila
hisab dikhususkan penggunaannya –misalnya-
pada hisab waktu, maka
yang dimaksudkan adalah
menentukan kedudukan matahari
sehingga dapat diketahui kedudukan matahari tersebut pada bola langit
di saat-saat tertentu. Hakikat hisab
waktu salat berarti
menghitung kapan matahari
akan menempati posisi-posisinya
pada waktu-waktu salat.
Awalnya,
waktu salat ditentukan
berdasarkan observasi terhadap gejala alam dengan melihat langsung matahari.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi