BAB I.
PENDAHULUHAN.
1.1. Latar Belakang Masalah.
Perkembangan zaman
terus melangkah maju
dan banyak menyumbangkan perubahan-perubahan, membangun
tatanan dan peradaban baru, seperti
ideologi-ideologi
kemanusiaan, life style,
dan sebagainya.
Perilaku budaya
dan sosial masyarakat
telah banyak mengabaikan moralitas,
nilai-nilai, persahabatan yang
manusiawi, bahkan lebih
condong pada materi,
kekuasaan, kehormatan, kesenangan
duniawi, dan lebih mementingkan dunianya
sendiri.
Hal
ini karena orientasi
hidup manusia diarahkan
hanya untuk ”menguasai”,
meskipun pada hakekatnya
manusia tidak sadar
bahwa ia dikuasai
oleh emosi dan
nafsunya. Spinoza dalam karyanya
yang disadur oleh Erich Fromm membenarkan adanya gejala atau kecenderungan yang sama antara zaman modern
dan zaman beberapa ratus tahun silam
mengenai kecenderungan manusia
yang rakus dan
ambisius, yang memikirkan nama
harum dirinya.
Demikian pula yang terjadi pada umat Islam,
baik masa lalu maupun saat ini.
Berdasarkan konteks sejarah,
umat Islam pernah
mengalami masa kejayaan antara tahun 610-1250 M dan juga masa kemunduran. Faktor yang menyebabkan
kemunduran umat Islam
salah satunya adalah
adanya pengekangan berfikir
(tertutupnya pintu ijtihad) dan pengharaman terhadap H.
Undang Ahmad Kamaludin dan
Muhammad Alfan, Etika
Manajemen Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010, h.
Ibid, h.22 filsafat,
serta masalah pendidikan
dan pengajaran yang
merupakan tujuan diutusnya paraNabi . Rasulullah SAW. Bersabda ”Sesungguhnya aku
diutus untuk menyempurnakan akhlak”.
Oleh sebab
itu, etika menjadi
bagian penting dalam
doktrin Islam.
Munculnya etika dimulai pada abad
kelima sebelum masehi dengan berbagai mazhab di
Yunani, yang ditandai
dengan kehadiran Socrates,
yang mengatakan bahwa
kebaikan adalah pengetahuan.
Kemudian plato yang berpendapat
bahwa pengetahuan dikatakan baik apabila ia dikuasai oleh akal budi,
dan dikatakan buruk
apabila ia dikuasai
oleh keinginan dan
hawa nafsu.
Salah
satu tokoh etika
dalam Islam adalah
Ibnu miskawaih. Ia mengatakan bahwa
ada kalanya manusia
mengalami perubahan Khuluq sehingga membutuhkan
aturan-aturan syari’at, nasihat,
dan ajaran-ajaran tradisi
yang terkait sopan
santun.
Dari
aturan-aturan tersebut diharapkan manusia
mendapatkan petunjuk dalam
menjalani hidup demi
memperoleh kebahagiaan.
Demi memperoleh
kebahagiaan di dunia
dan akhirat agama
Islam mengajarkan agar umatnya
melakukan kerja keras baik dalam bentuk ibadah maupun amal sholeh. Ibadah adalah merupakan
perintah-perintah yang harus dilakukan
oleh umat Islam yang berkaitan langsung dengan Allah SWT dan telah
ditentukan secara terperinci
tentang tata cara
pelaksanaannya.
ibid, h.
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika,
Yogyakarta : Kanisius, 1997, h. 19.
http://www.islamic-center.or.id/29/syariah-mainmenu-44/27-syariah/826-ibnumiskawaih-bapak-etika-islam.diakses
pada tanggal 9 Nopember 2010 pada pukul 22.30 WIB Sedangkan
amal sholeh adalah
perbuatan-perbuatan baik yang
dilakukan oleh umat
Islam, dimana perbuatan-perbuatan tersebut
berdampak positif bagi diri yang bersangkutan, bagi masyarakat,
bagi bangsa dan negara serta bagi umat
islam itu sendiri.
Bekerja adalah suatu bentuk ibadah yang
dilakukan di dunia. Bekerja dengan etika
kerja yang benar sesuai ajaran Islam merupakan syarat mutlak untuk dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Sebab dengan etika yang baik
dan berakhalaq dapat
meningkatkan semangat kerja
yang berpengaruh dalam
meningkatkan produktivitas. Hal
ini dikarenakan nilai etik, moral,
susila atau akhlaq
adalah nilai -nilai yang
mendorong manusia menjadi
pribadi yang utuh
seperti kejujuran, kebenaran,
keadilan, kemerdekaan, kebahagiaan
dan cinta kasih.
Apabila nilai etik
ini dilaksanakan akan
menyempurnakan hakikat manusia
seutuhnya. Setiap orang
boleh punya seperangkat
pengetahuan tentang nilai,
tetapi pengetahuan yang
mengarahkan dan mengendalikan
perilaku orang Islam hanya
ada dua yaitu Al-Qur’an dan Hadist sebagai sumber segala nilai dan pedoman dalam setiapsendi kehidupan, termasuk
dalam bisnis.
Dari
pemaparan di atas
dapat diambil benang
merah bahwa sesungguhnya
antara penghayatan agama
yang diwujudkan dalam
bentuk iman yang sempurna,
mempunyai hubungan timbal balik dengan etika atau akhlaq
seseorang. Seseorang yang
memiliki iman yang
sempurna dapat dipastikan
bahwa yang bersangkutan
memiliki etika kerja
yang baik pula, H.
Buchari Alma dan
Donni Juni Priansa,
Manajemen Bisnis Syari’ah,
Bandung: Alfabeta, 2009, h. 1 Ali Hasan, Manajemen Bisnis Syari’ah,
Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2009, h. 172
Karena etika kerja Islam tidak
mengajarkan untuk mendurhakai Allah dalam bekerja
. Yaitu meningkatkan
kejujuran, keadilan dan
semangat dalam bekerja
sehingga target dapat
tercapai dengan meningkatnya
produktivitas tanpa adanya
tindakan yang menyimpang seperti korupsi.
Etika berasal
dari bahasa Latin
yaitu ’etos’ yang
berarti kebiasaan.
Sedangkan bahasa
Arabnya ’Akhlak’, yang
berarti budi pekerti.
Keduanya bisa diartikan
sebagai suatu kebiasaan
atau adat istiadat
(custom atau mores),
yang menunjuk kepada
perilaku manusia itu
sendiri, tindakan atau sikap yang dianggap
benar atau baik.
Dalam kamus bahasa Indonesia etos kerja
adalah semangat kerja
yang menjadi ciri
khas seseorang atau
suatu kelompok.
Menurut
Ibnu Maskawaih, akhlak
merupakan bentuk jamak
dari khuluq yang berarti
keadaan jiwa yang
mengajak seseorang melakukan perbuatan-perbuatan tanpa
memikirkan dan memperhitungkan sebelumnya yang dapat dijadikan fitrah
manusia ataupun hasil dari
latihan-latihan yang telah
dilakukan, hingga menjadi
sifat diri yang
dapat melahirkan khuluq yang
baik.
Dalam
pengertian lain akhlak
atau etika dalam
terminologi Prof. Dr.
Ahmad Amin, kesimpulannya
etika adalah sikap
yang tetap dan mendasar yang
melahirkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah
dalam pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan
diluar dirinya.
http://spesialis-torch.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=37
diakses padatanggal 23 september 2011
pada pukul 19.
Ali Hasan, op.cit, h. 1 Kh.
Toto Tasmara, Membudayakan
Etos Kerja Islami,
Jakarta : Gema
Insani Press, 2002, h. 15.
H. Undang Ahmad Kamaludin dan Muhammad Alfan,
Op.cit, h. 103 Etika kerja
Islam menekankan pekerjaan
kreatif sebagai sumber kebahagiaan dan prestasi. Kerja keras dianggap
sebagai kebajikan dan orang yang bekerja
keras lebih besar
kemungkinan hidupnya maju,
sebaliknya tidak bekerja
keras dianggap menyebabkan
kegagalan. Nilai pekerjaan
di dalam etika kerja Islam
dihasilkan dari keinginan yang menyertai, bukannya dari
hasil pekerjaan. Ali
(1988) mengungkapkan bahwa
keadilan dan kebaikan
di tempat kerja
adalah kondisi-kondisi yang dibutuhkan
untuk kemakmuran masyarakat.
Permasalahan lain
dalam peningkatan produktivitas
kerja adalah motivasi kerja. Target suatu perusahaan akan
dapat tercapai apabila kinerja dari karyawan
yang ada didalamnya
mempunyai motivasi yang
tinggi.
Upaya membedah
teori motivasi berangkat
dari beberapa asumsi
yang mendasari konsep-konsep
tentang motivasi, Stoner,
dalam Winardi , mengemukakan
asumsi tentang teori motivasi yaitu sebagai berikut : 1. Pendapat umum bahwa motivasi merupakan suatu
hal yang baik 2. Motivasi merupakan
salah satu dari
berbagai faktor yang
masuk ke dalam kerja seseorang 3. Memotivasi merupakan hal yang langka dan ia
memerlukan penggantian secara periodik.
4. Memotivasi adalah sebuah alat dengan apa para
manajer dapat mengatur dengan
hubungan-hubungan pekerjaan di dalam organisasi.
Winardi,
Memotivasi Pemotivasian Dalam
Manajemen, Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2001, h. 67. Di dalam
Al-Qur’an terdapat ayat
yang menyuruh dan
memotivasi bekerja. Dengan
bekerja dan berpenghasilan manusia
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Dalam
surat Al-Jum’ah ayat
10 Allah telah menegaskan
: Artinya: apabila telah
ditunaikan shalat, Maka
bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia
Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung .
Sedangkan Motivasi kerja dalam
Islam itu adalah
untuk mencari nafkah
yang merupakan bagian
dari ibadah. Motivasi
kerja dalam Islam bukanlah untuk
mengejar hidup hedonis,
bukan juga untuk
status, apa lagi untuk
mengejar kekayaan dengan segala cara. Tapi untuk beribadah. Bekerja untuk
mencari nafkah adalah
hal yang istimewa
dalam pandangan Islam.
Dalam sebuah
hadist diriwayatkan :
Sesungguhnya Allah suka
kepada hamba yang
berkarya dan terampil
(professional atau ahli).
Barangsiapa bersusah-payah
mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza
wajalla.(HR. Ahmad) .
Ketika motivasi
dikaitkan dengan niat dan niat
dikaitkan dengan keikhlasan
maka hal ini
sangat sulit diukur,
namun yang perlu
digaris bawahi terlepas
dari keikhlasan dan
riya ketika motivasi
itu dibahas dan Al-Qur’an
Digital, Surat Al-Jum’ah, Ayat 10 http://ummuhanik.wordpress.com/about/jendela-keluarga/motivasi-kerja-dalam-islam/
diakses pada tanggal 9 Nopember 2011 pukul 19.30 WIB dibicarakan maka
ada persamaannya yaitu
sama–sama sulit diklaim
secara mutlak namun hanya bisa
diprediksi kemungkinannya .
Menurut Asep Ridrid Karana .kata niat jika disejajarkan lebih tinggi daripada motivasi karena motivasi seorang
muslim harus timbul karena niat pada Allah.
Pada prakteknya kata
motivasi dan niat
hampir sama–sama dipakai dengan arti yang sama, yaitu bisa
kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan
(wish), dorongan (drive) atau kekuatan . Walaupun dalam bahasa Inggris
intention diartikan niat
dan motivation dengan
motivasi namun dalam berbagai penelitianpun kata motivasi
yang digunakan.
Manusia diciptakan
tidak lain hanyalah
untuk beribadah pada Allah . Semua aspek kehidupan bisa bernilai ibadah
ketika diniatkan karena Allah. Hal
ini dikuatkan dengan
sebuah hadits dari
Umar radhiyallahu anha , Memurnikan
niat karena Allah
semata merupakan landasan
amal yang ikhlas. Maksud niat
disini adalah pendorong kehendak manusia untuk mewujudkan
suatu tujuan yang
dituntutnya. Maksud pendorong
adalah penggerak kehendak manusia
yang mengarah pada amal. Sedangkan tujuan pendorongnya banyak sekali dan sangat beragam .
Dari pemaparan
di atas dapat
disimpulkan bahwa motivasi
itu dipengaruhi dari
dalam dan luar
diri. Motivasi yang
kuat adalah lahir
dari http://ekisonline.com/component/content/article/39-sumber-daya-manusia/185-motivasi-dalam-islam.htmldiakses
pada tanggal 20 Agustus 2011 pukul 22.30 WIB
Kepala Bagian SDM
Yayasan Daarut Tauhiid, Hasil
wawancara Asep Ridrid
Karana tanggal 13 Agustus 20 Adz-Dzariyaat
(51):56. dan Al-Baiyinah (98):5.
The Hadisth Sofware, Revelation, Shahih
Bukhari, Vol 1,Book1.
Yusuf
Al Qardhawy, Niat
dan Ikhlas, Cet-Ke 13,
Jakarta Timur; Pustaka Al-Kaustar, 2005, h.17-.
dalam
diri sendiri. Seseorang
yang termotivasi akan
melaksanakan upaya substansial
guna menunjang tujuan-tujuan
produksi kesatuan kerjanya
dan organisasi dimana
ia bekerja. Sedangkan
seseorang yang tidak
termotivasi hanya memberikan
upaya minimum dalam
hal bekerja .
Namun di Indonesia bekerja masih dianggap sebagai
sesuatu yang rutin. Bahkan pada sebagian karyawan,
bisa jadi bekerja
dianggap sebagai beban
dan paksaan terutama bagi orang yang malas. Pemahaman
tentang etika kerja Islam dan motivasi kerja
islami juga masih
lemah, khususnya di
lembaga keuangan syari’ah.
Dari pemikiran
ini didapatkan bagaimana
cara untuk meningkatkan produktifitas kerja dengan menerapkan etika
dan motivasi kerja Islam yang tinggi.
Setiap manajer pasti selalu menginginkan karyawannya untuk bekerja secara
maksimal agar produktifitas
meningkat. Akan tetapi
menuntut terus menerus karyawan
tanpa melihat kondisi
mereka bukanlah hal
yang bijaksana, malah
dapat membuat karyawan
patah semangat atau
kondisi fisiknya menurun.
Hal ini menjadi
tugas para manajer
untuk senantiasa memotivasi
karyawannya agar dapat
bekerja sesuai dengan
target. Dalam perbankan, motivasi
juga sangat penting
bagi karyawan. Karyawan
yang memiliki motivasi tinggi
otomatis akan meningkatkan semangatnya.
Pada penelitian
ini penulis menerapkan
pada perbankan syari’ah.
Perkembangan Bank
Syariah di Indonesia
tergolong pesat. Dengan
adanya Undang-Undang no
10 tahun 1998
dalam waktu kurang
dari 15 tahun Winardi, op.cit, h.68 banyak
Bank-Bank yang semula
bersifat konvensional akhirnya
membuka Cabang Perbankan yang
bersifat syariah. Perusahaan-perusahaanPerbankan tersebut
bukanlah hanya sekedar
mencoba untuk mengembangkan
prinsip syariah di
Indonesia, tetapi faktor
yang lebih penting
adalah produktivitas dan peningkatan untuk dibentuknya Perbankan syariah. Perbankan syariah mulai dipakai dan diminati oleh bukan hanya
negara-negara Islam, tetapi di Eropa juga
telah mengembangkan prinsip-prinsip syariah
pada sektor Perbankan mereka karena Perbankan syariah
mampu bertahan dalam gejolak tingkat
suku bunga yang tinggi.
Di Indonesia
banyak bermunculan Bank-Bank yang
operasionalnya yang berlandaskan
syariah. Akan tetapi, munculnya perbankan syariah tidak cukup
untuk mendukung pertumbuhan penghimpunan dana
dari pihak ketiga
(DPK) atau dari
masyarakat Perbankan Syariah
Indonesia. Terbukti jelas dalam grafik 1.1 : Sumber : Outlook Perbankan Syariah Indonesia
20 Dari grafik diatas,
jumlah penghimpun dana
Perbankan Syariah di Indonesia
dari tahun ke tahun memang mengalami peningkatan. Akan tetapi permasalahannya adalah
pertumbuhan jumlah dana
yang dihimpun Perbankan
Syariah di Indonesia
itu mengalami penurunan
dan tidak konsisten.
Sampai dengan pertengahan
tahun 2010 kinerja
penghimpunan dana Perbankan
Syariah sempat melambat
hingga pertengahan 2010.
Untuk meningkatkan pertumbuhan
penghimpunan dana dari
masyarakat di Indonesia. Perbankan Syariah
di Indonesia perlu
bekerja keras untuk meningkatkan
produktivitas kerja.
Direktorat Perbankan Syariah, Outlook Perbankan Syariah Indonesia
2011, Jakarta: Bank Indonesia, 2011, hlm. 39.
Salah satu BUS
yang ada di wilayah Semarang, yaitu BNI Syari’ah.
Pada data
yang diperoleh dari
koran Jawa Pos
tertanggal 8 Oktober
2011 menyebutkan bahwa
pertumbuhan dan kinerja
perbankan syari’ah di
tanah air melaju pesat. Tapi itu
tidak dibarengi ketersediaan sumber daya manusia (SDM).
Minimnya jumlah
SDM dapat menjadi
penghambat utama perkembangan
perbankan syari’ah kedepan.
Dalam koran ini
Dirut BNI Syari’ah
Rizqullah mengatakan, ”dalam
tiga tahun kedepan
industri perbankan syari’ah
secara nasional membutuhkan 30 ribu
tenaga baru, tapi SDM yang tersedia hanya berkisar 50%”. Selain
itu, beliau juga menyatakan ”minimnya SDM
berkualitas ini dapat
berdampak pada produktivitas
dan perkembangan bank
syari’ah. Sebab keterbatasan
tenaga kerja membuat industri perbankan syari’ah tidak bisa
melakukan ekspansi cepat”. Suplai itu banyak berasal
dari perguruan tinggi
yang membuka jurusan
ekonomi syari’ah, namun
yang terserap tidak
bisa langsung fungsional.
”perbankan masih harus mendidik
lagi, karena SDM yang siap pakai masih terbatas”.
Untuk
SDM, BNI syari’ah
tahun ini telah
merekrut 500 pegawai baru. Tahun depan akan bertambah lagi menjadi
1200 orang seiring dengan berkembangnya jaringan.
Hal ini juga
diungkapkan oleh Direktur
Bisnis BNI syari’ah yang
mengatakan ”pada 2012 BNI Syari’ah akan membuka 40 outlet sehingga total jaringan tahun kedepan
adalah 153 kantor”. Dari data ini
menunjukkan bahwa kebutuhan tenaga kerja yang banyak tidak didukung Dio,
Perbankan Syari’ah Minim
SDM Siap Pakai,
Jawa Pos Edisi
Sabtu, 8 Oktober 2011. h.7 dengan
ketersediaan SDM yang
berkualitas dan siap
pakai. Hal ini merupakan identifikasi adanya masalah
yang mengakibatkan produktivitas perbankan
syari’ah mengalami penurunan
dan peningkatan. Karena
tidak tercukupinya kebutuhan
SDM agar produktivitas
perbankan syari’ah dapat melaju pesat.
Selain masalah tersebut,
penelitian ini dilakukan
untuk membuktikan argumentasi
dari beberapa literatur yang menyatakan bahwa etika
dan motivasi adalah
salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi produktivitas.
Dari uraian
permasalahan diatas, penulis
mencoba suatu penelitian tentang seberapa besar pengaruh etika kerja
Islam dan motivasi kerja Islam terhadap
produktivitas kerja yang berjudul, “ PENGARUH ETIKA KERJA DAN
MOTIVASI KERJA ISLAM
TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA
KARYAWAN”. Studi penelitian
ini pada karyawan
Bank Negara Indonesia Syari’ah di wilayah kota Semarang.
1.2. Rumusan Masalah.
Etika kerja
dan motivasi kerja
Islami memegang peranan
penting dalam upaya
peningkatan produktivitas kerja
pada lembaga keuangan syari’ah,
bahkan sudah seharusnya
lembaga keuangan syari’ah menggunakan nilai-nilai syari’at Islam dalam
segala aktifitasnya. Agar dapat tercapainya
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: 1.
Adakah pengaruh yang signifikan antara Etika kerja dan motivasi kerja Islami terhadap peningkatan produktifitas
kerja? 2. Seberapa besar
pengaruh Etika kerja
dan motivasi kerja
Islami secara parsial dan simultan terhadap
peningkatanproduktifitas kerja? 1.3.
Tujuan dan Manfaat Penulisan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah etika kerja dan motivasi kerja Islam berpengaruh terhadap
produktifitas. Disamping itu untuk membuktikan
argumen dalam literatur
maupun jurnal yang menyatakan
bahwa etika dan motivasi dapat mempengaruhi produktifitas.
Hasil penelitian
ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi pada pengembangan teori
terutama yang berkaitan
dengan etika kerja
dan motivasi kerja Islam. Hasil
penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi
praktis bagi perbankan
khususnya Bank Umum
syari’ah (BUS) dan
Unit Usaha Syari’ah
(UUS) guna kesuksesan
perencanaan dan implementasi lingkungan kerja Islam.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi