Senin, 25 Agustus 2014

Skripsi Syariah: PENGARUH KERAGAMAN PRODUK DAN ETIKA BISNIS ISLAM TERHADAP MINAT NASABAH MENGGUNAKAN JASA BMT “ROBBANI” KALIWUNGU

BAB I.
PENDAHULUAN.
1.1  Latar Belakang .
Di Indonesia lembaga keuangan dapat dikelompokkan dalam dua  bentuk  yaitu  lembaga  keuangan  Bank  dan  lembaga  keuangan  non  Bank. Mengenai  lembaga  keuangan  bank  atau  perbankan,  Menurut  undangundang  no.  10  tahun  1998,  perbankan  adalah  badan  usaha  yang  menghimpun  dana  dari  masyarakat  dalam  bentuk  kredit  dan  atau  bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.

Sekarang ini pertumbuhan perbankan di Indonesia sangatlah cepat,  sehingga  membawa perekonomian Indonesia semakin  berkembang. Sektor  perbankan  sangatlah  berperan  dalam  memobilisasikan  dana  masyarakat  untuk  berbagai  tujuan  mengalami  peningkatan  yang  sangat  besar.  Dahulu  sektor  perbankan  tersebut  tidak  lebih  hanya  sebagai  fasilitator  kegiatan  pemerintah dan beberapa perusahaan besar, dan kini telah berubah menjadi  sektor yang sangat berpengaruh bagi perekonomian.
Sistem perbankan di Indonesia itu sendiri diatur dalam UU No. 7  tahun  1992  (diubah  dengan  UU  No.  10  tahun  1998)  tentang  perbankan  bahwa perbankan di Indonesia terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu Bank umum  dan  Bank  perkreditan  rakyat.
  Yang  masing-masing  dapat  melakukan  kegiatan  usaha  konvensional  ataupun  kegiatan  usaha  berdasarkan  prinsip   Ascarya, “Akad dan Produk Bank Syariah”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.    syariah. Sedangkan lembaga keuanagan non Bank itu antara lain berbentuk  koperasi,  asuransi  dan  yang  lainnya  yang  melakukan  kegiatan  usahanya  dalm bentuk konvensional maupun syariah.
Tetapi  belakangan  ini  di  Indonesia  masih  marak-maraknya  bermunculan  lembaga  keuangan  bank  dan  lembaga  keuangan  non  bank  yang berprinsip syariah. Dan bericara mengenai lembaga keuangan syariah  di Indonesia, perkembangannya ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat  Indonesia  (BMI)  pada  1  November  1991.  Kehadirannya  memberikan  inspirasi  untuk  membangun  kembali  sistem  keuangan  yang  lebih  menyentuh  kalangan  bawah  (grass  root).  Semula  harapan  ini  hanya  bertumpu  pada  BMI.  Namun  harapan  ini  terhambat  oleh  UU  perbankan,  karena usaha kecil/mikro tidak mampu memenuhi prosedur perbankan yang  telah  dibakukan  oleh  UU.  BMI  sebagai  Bank  umum  terkendala  dengan  prosedur  ini.  Meskipun  misi  keumatannya  cukup  tinggi,  namun  realitas  dilapangannya mengalami banyak hambatan, baik dari segi prosedur, plafon  pembiayaan maupun lingkunagan bisnisnya.
Untuk  memberikan  pelayanan  yang  lebih  baik  luas  kepada  masyarakat  bawah,  dibentuklah  BPRS.  Nama  perkreditan  sesungguhnya  tidak  tepat,  karena  Bank  Islam  tidak  melayani  perkreditan  tetapi  pembiayaan,  sehingga  penggunaan  nama  perlu  dipertimbangkan.  Istilah  perkreditan menjadikan makna pembiayaan menjadi kabur. Harapan kepada  BPRS, menjadi sangat besar, mengingat cakupan bisnis bank ini lebih kecil.
Namun sungguhpun demikian, dalam realitasnya  sistem  bisnis  BPRS  juga   terjebak pada pemusatan kekayaan hanya pada segelintir orang, yakni para  pemilik  modal.  Komitmen  untuk  membantu  meningkatkan  derajat  hidup  masyarakat bawah mengalami kendala baik dari sisi hukum maupun teknis.
Dari sisi hukum, prosedur peminjaman Bank umum dan BPRS sama, begitu  juga  dari  sisi  teknis.  Padahal  inilah  kendala  utama  pengusaha  kecil,  sehingga harapan besar pada BPRS hanya menjadi idelita.
 Dari  persoalan  diatas,  mendorong  munculnya  keuangan  syariah  alternatif.  Yakni  sebuah  lembaga  yang  tidak  saja  berorientasi  bisnis  tetapi  juga sosial. Juga lembaga yang tidak melakukan pemusatan kekayaan pada  sebagian  kecil  orang  pemilik  modal  (pendiri)  dengan  penghisapan  pada  mayoritas  orang,  tetapi  lembaga  yang  kekayaannya  terdistribusi  secara  merata  dan  adil.  Lembaga  yang  terlahir  dari  kesadaran  umat  dan  “ditakdirkan”  untuk  menolong  kelompok  mayoritas  yakni  pengusaha  kecil/mikro.  Lembaga  yang  tidak  terjebak  pada  permainan  bisnis  untuk  keuntungan  pribadi,  tetapi  membangun  kebersamaan  untuk  mencapai  kemakmuran bersama. Lembaga yang tidak terjebak pada pikiran pragmatis  tetapi  memiliki  konsep  idealis  yang  istiqomah.  Lembaga  tersebut  adalah  Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).
 Sebagai  lembaga  bisnis,  BMT  lebih  mengembangkan  usahanya  pada  sektor  keuangan,  yakni  simpan  pinjam.  Usaha  ini  seperti  usaha  perbankan  yakni  menghimpun  dana  anggota  dan  calon  anggota  (nasabah)  serta menyalurkan kepada sektor ekonomi yang halal dan menguntungkan.
 Muhammad Ridwan, “ManajemenBaitu Maal Wa Tamwil (BMT)”, Yogyakarta: UII  Press, 2004. h. 72   Ibid., h. 73    Namun  demikian,  terbuka  luas  bagi  BMT  untuk  mengembangkan  lahan  bisnisnya  pada  sektor  riil  maupun  sektor  keuangan  lain  yang  dilarang  dilakukan oleh lembaga keungan Bank. Karena BMT bukan Bank, maka ia  tidak tunduk pada aturan perbankan.
 Perlu  dimengerti  hingga  sekarang  ini  di  tahun  2011  di  daerah  Kecamatan Kaliwungu terdapat 5 lembaga keuangan dalam bentuk syari’ah.
Diantaranya 4 lembaga yang berbentuk BMT (Baitul Maal wal Tamwil) dan  1  pegadaian  syariah.  Dari  4  lembaga  yang  berbentuk  BMT  di  kaliwungu,  BMT  “Robbani”  salah  satunya,  BMT  “Robbani”  yang  menjadi  salah  satu  lembaga  keuangan  non  Bank  juga  mempunyai  tujuan  yang  sama  dengan  BMT-BMT  lainnya  yaitu  sebagai  lembaga  untuk  meningkatkan  kualitas  usaha  ekonomi  untuk  kesejahteraan  anggota  pada  khususnya  dan  masyarakat pada umumnya.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi