BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini
sering didapati maraknya
eksploitasi manusia untuk dijual
atau biasa disebut dengan human
trafficking. Terutama pada wanita untuk perzinaan atau dipekerjakan tanpa upah.
Tentunya ini semua tidak sesuai dengan
syari’ah dan norma-norma yang berlaku („urf). Kemudian bila
kita tinjau ulang
ternyata manusia-manusia tersebut
berstatus hur (merdeka).
Perdagangan
manusia (trafficking in
human) merupakan masalah yang
sangat kompleks. Perdagangan
manusia telah menjadi
bisnis lintas negara,
yang mempunyai jaringan
sangat rapi, mulai
dari tingkat lokal maupun
internasional, yang sulit dipantau aparat. Berbagai upaya preventif telah dilakukan, namun hingga kini praktek
kejahatan ini terus berjalan.
Dengan lahirnya
DUHAM (Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia)
penganiayaan secara fisik
maupun mental, perbudakan, memperdagangkan orang
dan mengeksploitasi orang
lain, merupakan perbuatan
yang disebut sadisme
(kekejaman) dan pelanggaran terhadap nilai
humanisme. Dalam hukum
Islam, trafficking, meski
dalam prakteknya jelas
lebih kompleks, bisa
di-qiyas-kan dengan perbudakan.
Upaya penghapusan perbudakan
telah ada sejak zaman Nabi Muhammad Faqihuddin Abdul
Qodir, dkk., Fiqh
Anti Trafficking; Jawaban
atas Berbagai Kasus Kejahatan Perdagangan
Manusia dalam Perspektif
Hukum Islam, Cirebon:
Fahmina Institut, 2006, hlm. 71.
saw. Semangat
menghapus perbudakan terus
menggelora dalam literatur hukum Islam.
Salah satu bukti yang sangat nyata adalah
pilihan hukuman bagi pelanggar ajaran
Islam adalah memerdekakan budak. Kemudian Nabi Muhammad
menguraikan banyak hal,
termasuk begaimana seharusnya dalam membebaskan budak.
Allah
menyuruh kepada pemilik
budak agar memberikan kesempatan
kepada budak mereka
yang ingin membebaskan
dirinya dari perbudakan
dengan menebus dirinya
dengan harta, bilamana
budak itu bermaksud
baik juga punya
sifat jujur dan
amanah. Baik pembayaranya secara
berangsur atau kontan.
Ini adalah suatu
cara yang disyari`atkan Islam
untuk melenyapkan perbudakan,
sebab pada dasarnya
Islam tidak mengakui
perbudakan karena bertentangan
dengan perikemanusiaan dan bertentangan pula
dengan harga diri
seseorang yang dalam
Islam sangat dihormati.
Manusia adalah makhluk Allah Swt yang
dimuliakan, sehingga anak Adam ini
dibekali dengan sifat-sifat yang mendukung, seperti akal untuk berfikir,
kemampuan berbicara, bentuk
rupa yang baik
serta hak kepemilikan yang tidak dimiliki oleh
makhluk-makhluk lainnya.
Tatkala Islam memandang manusia sebagai pemilik, maka
hukum asalnya ia tidak dapat dijadikan
sebagai barang yang dapat dimiliki atau diperjualbelikan.
Ibid, hlm. 63.
Asrori S. Karni, ed, Pesan-Pesan Taqwa
Nurcholish Masjid; Kumpulan Khutbah Jum‟at di Paramadina, Jakarta: Paramadina, 2005, hlm.
73.
Muhammad
Rifai, al-Qur`an dan
Tafsirnya 6, Semarang:
CV. Wicaksana,1993, hlm.
629.
Thabathaba’i,
al-Mizan fiy Tafsir al-Qur‟an, Juz
XIII, Beirut: Mu’assasah al-Islamiy li al-Mathbu’at, tt, hlm. 152.
Hal ini berlaku jika manusia tersebut
berstatus merdeka, tetapi di zaman modern
ini tidak ada manusia yang tidak merdeka.
Perbudakan, dalam
arti zaman jahiliyah,
disepakati ulama untuk diharamkan. Tidak
berarti perbudakan kemudian
lenyap. Perbudakan era jahiliyah kini
menjelma dalam bentuk
trafficking atau perdagangan manusia untuk kepentingan bisnis prostitusi
yang dikelola sangat rapi oleh jaringan mafia
internasional. Sebagaimana perbudakan
berbau seks yang terjadi
pada masa Nabi dilarang yang disebutkan dalam QS: al-Nûr “Dan orang-orang
yang tidak (belum)
mampu kawin hendaklah menjaga
kesucian dirinya sehingga
Allah menganugerahinya kemampuan.
Dan budak-budak yang
kamu miliki yang menginginkan
perjanjian (untuk pembebasan dirinya) hendaklah kamu
buat perjanjian dengan
mereka, jika kamu
mengetahui kebaikan pada mereka.
Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta
Allah yang dikaruniakan
kepadamu. Dan janganlah kamu
paksa budak-budak perempuanmu
untuk melakukan pelacuran,
padahal mereka menginginkan
kesucian diri, karena kamu
hendak mencari keuntungan
duniawi. Dan barangsiapa memaksa mereka maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun Maha
Penyayang (kepada mereka)
sesudah mereka dipaksa”.
(Q.S. al-Nur:33).
Departemen
Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Semarang:
Thoha Putra, 1989, hlm. 549.
Dengan
memperhatikan ayat di
atas, trafficking harus
diharamkan, dan semua
yang terlibat didalamnya
berdosa. Pengharaman trafficking tentu bukan tanpa alasan. Akan
tetapi pengharaman saja belumlah cukup.
Bagi pelaku
yang melakukan trafficking
juga harus diberi
sanksi yang dapat
mencegah terulanginya perbuatan
ini. Hukuman yang
diberikan adalah sebagai
bentuk pertanggungjawaban pidana
oleh pelaku, Sebab disamping dapat
dikategorikan sebagai kejahatan
kemanusiaan karena merampas
dan menodai hak-hak
dasar manusia, juga
mengancam dan merusak
tatanan nilai yang
dibangun ajaran agama
seperti keadilan, kesetaraan,
kemaslahatan. Nilai-nilai yang
sangat penting dan
menjadi dasar pijakan dalam upaya
membangun hubungan kemanusiaan ideal.
Isu perdagangan anak dan
perempuan mulai menarik perhatian banyak pihak
di Indonesia tatkala
ESCAP (Komite Sosial
Ekonomi PBB untuk Wilayah Asia-Pasifik)
mengeluarkan pernyataan yang
menempatkan Indonesia bersama
22 negara lain
pada peringkat ketiga
atau terendah di dalam merespon
isu ini.
Secara
rinci perdagangan perempuan
dan anak untuk tujuan seks komersial di Indonesia
menurut data Polri mencapai 173 kasus yang
dilaporkan dan 134
kasus selesai pada
tahun 1999, pada
tahun 2000 sebanyak
24 kasus dan
yang selesai 16
kasus dan pada
tahun 2001 sebanyak 178 kasus dilaporkan dan 128 kasus
bisa terselesaikan.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi