BAB I.
PENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang Masalah.
Perkembangan ekonomi
syari’ah di Indonesia
boleh dikatakan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini ditandai
dengan banyak berdirinya lembaga keuangan yang
secara operasional menggunakan
prinsip bagi hasil
atau dikenal dengan prinsip syari’ah.
Perkembangan
lembaga keu angan syariah diawali
dengan terbitnya UndangUndang No 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah denganUndang-Undang
No 10 tahun 1998.
Implikasi
positif dari kebijakan
pemerintah diatas adalah
banyak berdirinya lembaga-lembaga keuangan
syariah. Dalam perkem bangannya sekarang ini,
ada dua jenis
lembaga keuangan syariah
yaitu lembaga keuangan
syariah yang berupa bank dan non bank. Lembaga keuangan
syariah yang berupa bank terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS)
dan Unit Usaha
Syariah (UUS) sedangkan
lembaga keuangan syariah non bank
antara lain berupa Asuransi Syariah (AS), Baitul Maal Wa Tamwill (BMT), Unit Simpan Pinjam Syariah
(USPS) dan Asuransi Takaful ( AT ).
Lembaga-lembaga keuangan
syariah tersebut, pada
umumnya mempunyai karakteristik yang berbeda denganlembaga
keuangan konvensional yakni berpegang pada prinsip- prinsip ekonomi
syariah dan mempunya
lembaga pengawas syariah.
Namun yang
paling banyak ditemukan
di lapangan saat
ini adalah berkembangnya lembaga keuangan syariah non bank yakni Baitul
Mal Wa Tamwil (BMT).
Ahmad Hassan Ridwan, BMT & BANK ISLAM: Instrumen Lembaga Keuangan
Syari’ah, Bandung : Pustaka Bani
Quraisy. 2004 , h. 31.
H. Malayu S.P Hasibun, Dasar-Dasar Perbankan,
Jakarta :PT BumiAksara. 2008, h. 39.
Ahmad Hassan Ridwan, Op. Cit. h. 159.
Ibid.h. 159-160.
Menurut
Muhammad Ridwan BMT
merupakan kependekan dari
Baitul Mal wa
Tamwil atau dapat juga
ditulis dengan baitul
maal wa baitul
tanwil. Secara harfiah/lughowi baitul
maal berarti rumah dana
dan baitul tamwil
berarti rumah usaha.
Baitul maaldikembangkan berdasarkan sejarah perkembangannya, yakni dari masa
Nabi sampai abad
pertengahan perkembangan Islam.
Dimana baitul maal berfungsi untuk
mengumpulkan sekaligus mentasyarufkan dana
sosial. Sedangkan baitul tanwilmerupakan lembaga bisnis yang
bermotif laba.
Dari
pengertian tersebut dapat
ditarik suatu pengertian
yang menyeluruh bahwa
BMT merupakaan organisasi
bisnis yang juga
berperan sosial. Peran
sosial BMT akan
terlihat pada definisi
baitul maal, sedangkan
peran bisnis BMT
terlihat dari definisi baitul
tamwil. Sebagai lembaga sosial, baitul
maal memiliki kesamaan fungsi dan peran dengan Lembaga Amil Zakat
(LAZ), oleh karenanya, baitul maalini harus
didorong agar mampu berperan secara profesional menjadi LAZ yang mapan.
Fungsi tersebut paling tidak
meliputi upaya pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah, wakaf dan sumber dana-dana sosial yang lain,
dan upaya pensyarufan zakat kepada golongan
yang paling berhak sesuai dengan ketentuan asnabiah (UU Nomor 38 tahun 1999).
Sedangkan
menurut Andri Soemitra BMT
adalah kependekan kata
Balai Usaha Mandiri Terpadu atau
Baitul Mal wat Tamwil, yaitu lembaga keuangan mikro (LKM)
yang beroperasi berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. BMT
merupakan balai usaha
mandiri terpadu yang isinya berintikan
lembaga bait al-mal
wa al-tamwil, dengan
kegiatan mengembangkan usaha-usaha
produktif dan investasi
dalam meningkatkan kualitas
kegiatan ekonomi pengusaha
kecil bawah dan
kecil dengan antara
lain mendorong kegiatan
menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa
Tamwil, Yogyakarta : UII Pres. 2004, h. 126.
Ibid.
ekonominya. Selain itu, baitul mal wat
tamwiljuga bisa menerima titipan zakat, infaq, dan sedekah, serta menyalurkannya sesuai
dengan peraturan dan amanatnya.
Banyaknya
lembaga keuangan mikro
syariah yang tersebar
di Indonesia ternyata
masih belum memberikan
sinyal positif, termasuk
Baitul Mal Wa
Tamwil (BMT). Sebagai
lembaga keuangan mikro
yang mempunyai keberpihakan
terhadap masyarakat ekonomi
lemah, banyak tantangan
dan permasalahan yang
timbul dan dihadapi dalam perkembangan BMT, baik yang
bersifat internal maupun eksternal.
Munculnya begitu
banyak BMT di
Indonesia tidak didukung
oleh faktorfaktor yang dapat
mendukung suatu BMT untuk dapat terus berkembang dan berjalan dengan baik. Fakta di lapangan menunjukkan
banyak BMT yang tenggelam dan bubar disebabkan berbagai
hal, antara lain karena
manajemen yang kurang
profesional, pengelola yang
tidak amanah memunculkan
ketidakpercayaan masyarakat sehingga memicu penarikan dana secara besar-besaran dan
kesulitan modal.
Selain
kelemahan internal BMT
yang telah disebut
diatas, BMT juga dihadapkan pada
tantangan yang lebih
berat. BMT tidak
dapat lagi mengandalkan modal
kepercayaannya pada sentimen
masyarakat tentang isu-isu
syariah, seperti keharaman
riba dan sistem
bunga serta menjalankan
sistem ekonomi berdasarkan syariah Islam. Oleh karena itu mau tidak mau
BMT harus meningkatkan mutu sumber daya manusia
dalam suatu sistem
yang lebih besar
yaitu strategi organisasi.
Dalam penempatan sasaran-sasaran organisasi
dengan cara efektif
dan efisien melalui perencanaan,
pengorganisasian, kemimpinan dan
pengendalian sumber daya organisasi
agar mampu bersaing dan bertahan hidup.
Andri Soemitra, Bank
Dan Lembaga Keuangan
Syariah, Jakarta : Kencana
Prenada Media Group.
2009, h. 448.
Muhammad Ridwan, Op. cit. h. 136.
Rifki
Ali Akbar, “Analisis
Efisiensi Baitul Mal
Wa Tamwil Dengan
Menggunakan DATA ENVELOPMENT ANALYSIS
(DEA) Studi pada
BMT Bina Ummat
Sejahtera di Jawa
Tengah pada Tahun 2009”,
Skripsi,Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, 2010,
diPublikasikan, h. 20.
Mengingat
semakin ketatnya persaingan
antar lembaga keuangan
syariah dewasa ini menuntut BMT
harus mampu bertahan dan berkompetisi dengan lembaga keuangan syariah lain, salah satu hal yang
dapat ditempuh BMT agar mampu bertahan dalam persaingan
yang ketat, yaitu
peranan sumber daya
manusia dalam BMT sangatlah penting
kerena sebagai penggerak
utama seluruh kegiatan
atau aktivitas BMT dalam mencapai tujuannya, baik untuk
memperoleh keuntungan maupun untuk mempertahankan kelangsungan
hidup. Berhasil tidaknya
suatu BMT dalam mempertahankan eksitensinya
dimulai dari manusia
itu sendiri untuk mempertahankan BMT
dalam meningkatkan afektivitas
dan efisiensi secara maksimal. Dengan kata lain kinerja organisasi
atau lembaga keuangan syariah sangat dipengaruhi
dan bahkan tergantung pada kualitas dan kemampuan kompetitif sumber daya manusia yang dimilikinya.
Kinerja ialah
hasil kerja dan
kemajuan yang telah
dicapai seorang dalam bidang tugasnya.
Tujuan
dilakukannya penilaian kerja
secara umum adalah
untuk memberikan feedbackkepada pegawai dalam upaya
memperbaiki tampilan kerjanya dan upaya
meningkatkan produktivitas organisasi, dan secara khusus dilakukan dalam kaitannya
dengan berbagai kebijaksanaan
terhadap pegawai seperti
untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan.
Salah
satu BMT yang ada
di Indonesia adalah BMT
Bina Ummat Sejahtera (BUS).
BMT ini beroperasi
di daerah pesisir
utara Jawa, diantara
nelayan-nelayan kecil di
Lasem, Rembang. Pada
awal pendiriaannya BMT
Bina Ummat Sejahtera mampu menggerakkan lebih dari 20 pendiri
dengan mengumpulkan modal awal Rp Husaini
Usman, MANAJEMEN Teori, Praktik, & Riset Pendidikan, Jakarta : PT Bumi
Aksara. 2008, h. 456.
Marihot
Tua Efendi Hariandja,
Manajemen Sumber Daya
Manusia, Jakarta :
PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 2002, h. 195.
10 juta. Pada April 2004, BMT Bina Ummat
Sejahtera telah memiliki aset Rp 17,1 Milyar.
Kenaiakan
Upah atau gaji
di BMT ( BUS )
naik sesuai jabatan
yang di kerjakan
yaitu dari training
( 3 bln
) sampai magang
naik 25%, magang
( 3 bln ) sampai
kontrak naik 50%,
kontrak (1 th
) sampai calon
penglola naik 10%,
calon penglola ( 1 th ) sampai
penglola naik 20%. Kenaikan upah juga bisa didapat dengan hasil
kinerja yang dinilai
langsung oleh Manajer
cabang masing-masing seperti prestasi,
fanding, landing, dan
lain-lain.
Hasil
wawancara yang saya
dapat dari Manajercabang utama Semarang upah yang
diberiakan sudah dipotong zakat. Zakat adalahsejumlah harta tertentu yang diwajibkan
oleh Allah diserahkan kepada orangorang yang berhak.
Zakat mempunyai kedudukan penting dalam
struktur ekonomi keagamaan dari
mekanisme keuangan Islam.
Nabi menyebutnya sebagai
salah satu rukun
Islam.
Yaitu
tiada tuhan selain
Allah, Muhammad adalah
utusan Allah, ditegakkannya
solat, pembayaran zakat,
pelaksanaan haji dan
puasa pada bulan Ramadhan.
Upah dapat
digunakan sebagai alat
untuk memotivasi karyawan
untuk meningkatkan prestasi kerja
mereka dan merangsang karyawan untuk berperan aktif dalam
peran pencapaian tujuan
perusahaan. Selain itu
upah merupakan salah
satu faktor yang
mempengaruhi produtivitas karyawan.
Tujuan upah diberikan
kepada karyawan adalah untuk
meningkatkan produktivitas karyawan, apakah dengan sistem pemberian upah di BMT Bina Ummat Sejahtera
tersebut karyawan bisa meningkatkan produktivitasnya.
ttp://aenulloh.blogspot.com/2010/02/agus-muharram-banyaknya-skim-di-kjks.html Data sumber diperoleh dari manajer BMT Bina
Umat Sejahtera Cabang Sayung.
Makhalul
Ilmi, Teori Dan
Praktek Mikro Keuangan
Syariah : Beberapa
Permasalahan Dan Alternative Solusi, Yogyakarta: UII Pres,
2002, h. 67.
Sabahuddin Azmi, Menimbang Ekonimi Islam, Bandung: Penerbit
Nuansa, 2005, Cet. I, h. 93-94.
Produktivitas adalah ukuran
sampai sejauh mana
sebuah kegiatan mampu mencapai target
kuantitas dan kualitas
yang telah ditetapkan.
Untuk
itu sudah layaknya
pemilik lembaga keuangan
baik swasta maupun
pemerintah memberikan sebuah
motivasi bagi karyawannya
supaya menghasilkan produktivitas
yang tinggi.
Oleh karena itu lembaga keuangan
memberikan semacam perhatianyang khusus pada karyawannya
untuk meningkatkan kemajuan
dan kemampuan tenaga
kerja serta kesejahteraan karyawan.
Berbagai ungkapan
seperti output, kinerja,
efisiensi, efektivitas, sering dihubungkan
dengan produktivitas. Secara
umum, pengertian produktivitas dikemukakan orang dengan menunjukkan kepada
rasio output terhadap input.
Input bisa mencakup biaya
produksi dan biaya peralatan. Sedangkan output bisa terdiri dari penjualan (sales), pendapatan, market share,
dan kerusakan.
John Kendrick mendefinisikan produktivitas
sebagai “ hubungan antara output (O)
barang serta jasa dan input ( I )
sumberdaya manusia dan bukan manusia, yang digunakan
dalam proses produksi,
hubungan tersebut biasanya
dinyatakan dalam bentuk ratio O/I “, dalam arti bahwa
produktivitas adalah rasio output terhadap input.
Semakin tinggi numerik dari rasio
ini, semakin besar pula angka produktivitas.
Pada umumnya seseorang bekerja pada perusahaan
mempunyai tujuan untuk mendapatkan upah
guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, dengan upah yang cukup akan tercipta suasana kerja yang menyenangkan
dilingkungan perusahaantersebut.
Sebagai bagian
dari biaya, upah
sering dipandang sebagai
aspek yang diharapkan
dapat memberikan dampak
produktivitas setinggi-tingginya agar kelangsungan
hidup perusahaan dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu. Sebaliknya Ernie Tisnawati. S. dan Kurniawan. S,
Pengantar Manajemen, Jakarta: Kencana, 2005, Cet. I, h. 369.
Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya
Manusia,Yogyakarta: ANDI. 2003, h. 159.
James A.F Stoner Charles Wankel, Perencanaan & Pengembalian Keputusan
Dalam Manajemen, Jakarta: PT Rineka
Cipta,2003, h. 318-319.
dari
kacamata kaum pekerja, upah
adalah sarana untuk
memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan keluarga.
Menurut
Saul W. Gellerman
upah adalah harga
untuk adanya bakat.
Pentingnya bagi motivasi terutama
ialah karena pengaruhnya untuk mendistribusikan orang-orang dengan watak,
tujuan, dan nilai yang
berbeda-beda di antara pekerjaan yang bersaing.
Menurut
Susilo Martoyo upah
atau gaji karyawan
adalah suatu bentuk pemberian
kompensasi yang
bersifat “financial” dan
merupakan yang utama
dari bentuk-bentuk kompensasi
yang ada bagi karyawan.
Upah Islami adalah imbalan yang diterima
seseorang atas pekerjaannya dalam bentuk
imbalan materi di dunia (Adil dan Layak) dan dalam bentuk imbalan pahala di akherat (imbalan yang lebih baik).
Proses
penentuan upah yang
Islami berasal dari
dua faktor, obyektif
dan subyektif. Obyektif adalah upah
ditentukan melalui pertimbangan
tingkat upah di pasar tenaga
kerja, sedangkan subyektif
adalah upah ditentukan
melalui pertimbangan-pertimbangan
sosial.
Maksud dari pertimbangan-pertimbangan sosial adalah
nilai- nilai kemanusiaan dari
tenaga kerja tersebut.
Selama ini ekonomi konvensional berpendapat bahwa upah ditentukan
melalui pertimbangan tingkat upah dipasar
tenaga kerja. Namun ada sisi kemanusiaan yang harus dipertimbangkan pula.
Menurut Dewan
penelitian pengupahan nasional
Upah merupakan suatu penerimaan
sebagai suatu imbalan dan pemberian jasa kepada penerima jasa. Untuk Budi W. Soetjipto,Paradigma Baru Manajemen
Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : Amara Book.
2008, h. 247.
Saul W. Gellerman, Manajer dan Bawahan,
Jakarta : PT. Djaya Pirusa. 1983, h. 20.
Kompensasi
adalah keseluruhan balas
jasa yang diterima
oleh pegawai sebagai
akibat dari pelaksanaan pekerjaan di organisasi dalam
bentuk uang atau lainnya.
Susilo Martoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta. 1990, h. 102.
http://java-wira-oke.blogspot.com/2010/05/upah-dalam-islam.html Ibid. suatu
pekerjaan atau jasa
yang telah dan
akan dilakukan yang
berfungsi sebagai jaminan
kelangsungan kehidupan yang
layak bagi kemanusiaan
dan produksi yang dinyatakan atau
dinilai dalam uang
yang ditetapkan menurut
suatu persetujuan undang-undang dan peraturan dan dibayarkan
atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja.
Perusahaan
perlu memberikan perhatian
yang lebih terhadap
keberadaan karyawan agar
loyalitas karyawan terhadap
perusahaan juga tinggi.
Perusahaan sebaiknya juga
perlu mengetahui latar
belakang penyebab penurunnya
kinerja karyawan, salah
satunya adalah masalah
upah karyawan dalam
pemberian upah, perusahaan harus memperhatikan prinsip
keadilan dan kelayakan sesuai syariah Islam.
Dalam pemberian
upah perlu diperhatikan
apakah upah tersebut
telah mencukupi kebutuhan minimal, selain itu faktor upah dan
gaji ikut mempengaruhi baik tidaknya kinerja
karyawan.
Upah sebagai
salah satu komponen
kompensasi memegang peranan
penting dalam upaya
meningkatkan kinerja karyawan
dan sebagai faktor
perangsang dalam mendorong karyawan tercapainya tujuan,
sehingga pemberian upah yang layak bagi karyawan
harus diperhatikan. Tujuan utama pemberian kompensasi tampaknya sudah tidak
perlu dipermasalahkan lagi,
yaitu untuk menarik
pegawai yang berkualitas, mempertahankan pegawai, memotivasi kinerja,
membangun komitmen karyawan, dan satu
hal yang sering kali terlupakan adalah mendorong peningkatan pengetahuan dan ketrampilan
karyawan dalam upaya
meningkatkan kompetensi organisasi
secara Heidjrachman Dan Suad
Husnan, Manajemen Personalia, Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, 2002, h.
138.
keseluruhan.
Sehingga kompensasi dapat
juga dilihat sebagai
salah satu aspek pengembangan
sumber daya manusia.
Upah
adalah faktor yang
sangat berpengaruh terhadap
peningkatan produktivitas
karyawan. Seorang karyawan yang mempunyai upah tinggi atau sesuai dengan
yang diharapkan akan
memotivasi karyawan sehingga
dapat tercapainya maksud
dan tujuan perusahaan.
Berdasarkan latar belakang
diatas, maka peneliti terdorong untuk mengangkat permasalahan ini
dalam bentuk penelitian dengan judul : PENGARUH
SISTEM PEMBERIAN UPAH
ISLAMI TERHADAP PENINGKATAN
PRODUKTIVITAS KARYAWAN “Studi
Pada BMT Bina Ummat
Sejahtera di Kantor Cabang Utama Semarang “.
1.2 Rumusan Masalah.
Sebagai suatu lembaga keuangan
syariah, BMT Bina Ummat Sejahtera dalam menjalankan
bidang usahanya, BMT sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitasagar produktivitas karyawan
maksimal dan dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas,
maka permasalahan yang
diajukan dalam penelitian
ini adalah : “ Bagaimana
pengaruh sistem pemberian
upah Islami terhadap peningkatan produktivitas karyawan “.
1.3 Tujuan Penelitian.
Berdasarkan permasalahan diatas
maka tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana pengaruh sistem pemberian
upah Islami terhadap peningkatan produktivitas
karyawan ? 1.4 Manfaat Penelitian.
Penelitian ini diharapkan
mempunyai kegunaan sebagai berikut :.
1. Bagi BMT Bina Ummat Sejahtera.
Marihot
Tua Efendi Hariandja,
Manajemen Sumber Daya
Manusia, Jakarta :
PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 2002, h. 245.
BMT
Bina Ummat Sejahtera
menggunakan penelitian ini
dapat diketahui kelemahan dan kelebihan dari langkah-langkah
yang diambil selama ini, sehingga dimasa datang
BMT Bina Ummat
Sejahtera dapat menentukan
kebijakan khususnya mengenai upah
yang Islami.
2. Bagi Penulis.
Dapat digunakan
untuk menerapkan teori
yang telah diperoleh
penulis dibangku kuliah dan untuk
menambah dan memperluas pengetahuan.
3. Bagi Pihak Lain.
Sebagai tambahan
pengetahuan, wawasan, dan
referensi bagi yang
ingin mengembangkan penelitian
ini, dan sebagai
sumbangan pemikiran dalam menyebarluaskan
dan mengembangkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi