Rabu, 27 Agustus 2014

Skripsi Syariah:METODE PENENTUAN AWAL BULAN DZULHIJJAH MENURUT HIZBUT TAHRIR INDONESIA (Analisis Terhadap Penentuan Idul Adha Berdasarkan Rukyatul Hilal Penguasa Mekkah)


 BAB I  PENDAHULUAN  
A.  Latar Belakang Masalah  Penentuan  awal  bulan  Qamariyah  merupakan  hal  yang  sangat  urgen  dalam kehidupan manusia pada umumnya dan umat Islamkhususnya. Sebab,  hal  itu  berkaitan  dengan  sejumlah  hukum  yang  terkait  dengan  berbagai  macam  ritualitas  Islam  yang  keabsahannya  sangat  ditentukan  oleh  waktu  seperti dengan shalat, puasa, lebaran dan ibadah haji.
Syariat  telah  menjadikan  tanda-tanda  alam,  seperti  hilal,  bulan,  bintang, matahari dan lainnya sebagai batas waktu penetapan ibadah.
ّ"Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit (hilal). Katakanlah:  "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi  ibadat) haji". (al-Baqarah : 189)  Imam  At-Tirmidzi  pun  meriwayatkan  hadits  “Bulan  Puasa  adalah  bulan  mereka  (kaum  muslimin)  berpuasa.  Idul  Fitri  adalah  hari  mereka  berbuka.  Idul  Adha  adalah  hari  mereka  menyembelih  kurban.”  (HR.Tirmidzi)    Departemen  Agama  RI,  Alqur’an dan  Terjemahannya, Bandung:Syamil  Cipta  Media,  2005, h. 29.
 Lihat Imam Syaukani, Nail al-Authar, Beirut:Dar Ibn Hazm, 2000, h. 697.
2  Dalam  penentuan  awal  bulan  Qamariyah  pada  umumnya  tidak  semudah menentukan awal bulan pada bulan Syamsiyah.

 Hal ini dikarenakan  dalam penentuan awal bulan Qamariyah yang menjadi tumpuan adalah hilal.
 Sedangkan hilal pun akan sulit dilihat oleh mata telanjang, karena bentuknya  yang sangat kecil.
Berawal  dari  persoalan  yang  seringkali  muncul  di  kalangan  umat  Islam mengenai perbedaan awal bulan Qamariyah khususnya Ramadhan dan  jatuhnya  Hari  Raya  baik  Idul  Fitri  maupun  Idul  Adha karena  perbedaan  metode  dalam  menentukannya,  tentunya  semua  organisasi  Islam  juga  mempunyai  kebebasan  untuk  berpendapat  dalam  hal  tersebut.  Begitu  juga  Hizbut Tahrir  , Hizbut Tahrir sebagai organisasi Islam dalam penetapan awal  bulan Qamariyah berpegang dengan metode rukyah.
Metode  rukyah  yang  diterapkan  oleh  Hizbut  Tahrir  adalah  model  rukyah global  dimana apabila satu penduduk suatu negeri telah melihat hilal,   Ada  dua  jenis  sistem  penanggalan  yaitu  pertama  ;  sistem  yang  didasarkan  pada  peredaran  bumi  mengelilingi  matahari,  yang  dikenal  dengan  sistem  Syamsiyah  (solar  system).
Lama  satu  tahun  adalah  354  hari  dan  366  hari  untuk  tahun  kabisat.   Kedua  ;  sistem  yang  didasarkan  pada  peredaran  bulan  mengelilingi  bumi  yang  kemudian  dikenal  dengan  sistem  Qamariyah (lunar system). Satu tahun Qamariyah lamanya 354 hari (untuk tahun pendek) dan 355  (untuk tahun panjang / kabisat).
 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hilal adalah bulan sabit (bulan yang terbit pada  tanggal satu bulan Qamariyah).
 Hizbut  Tahrir  merupakan  salah  satu  gerakan  Islam  kontemporer  yang  cukup  besar  pengaruhnya di Dunia Islam. Gerakan ini didirikan oleh Taqiyuddin Al Nabhani. Dijelaskan dalam  Jamhari,  Jajang  Jahroni,  Gerakan  Salafi  Radikal  di  Indonesia,  Jakarta:Raja  Grafindo  Persada,  2004, h. 165.
 Ruswa  Darsono,  Penanggalan  Islam,  Tinjauan  Sistem  Fiqh  dan  Hisab  Penanggalan,  Yogyakarta:LABDA Press, 2010, h. 127.
3  maka  wajib  bagi  seluruh  dunia  berpuasa  tanpa  memperhatikan  perbedaan  mathla`.
 Permasalahan  penentuan  awal  bulan  Qamariyah   dari  berbagai  aspeknya selalu menarik untuk  dikaji,  khususnya  tentang  penentuan  awal  Ramadhan,  Syawal,  dan  tanggal  10  Dzulhijjah. Karena  banyak  ritualitas  dalam  Islam  yang  keabsahannya  sangat  ditentukan  oleh  waktu  tersebut.
Sebelum kita menjalankan ibadah tersebut kita harusmengetahui apakah kita  sudah  wajib  untuk  melaksanakannya  atau  belum  karena ibadah  itu  terkait  dengan dimensi ruang dan waktu.
Dalam  konteks  Indonesia  pula  yang  merupakan  salah  satu  Negara  yang  mayoritas  berpenduduk  muslim,  masalah  penentuan  awal  bulan  Qamariyah  khususnya  Ramadhan,  Syawal  dan  Dzulhijjah seringkali  dihadapkan  pada  perbedaan  metode.  Hal  ini  disebabkan  karena  adanya  perbedaan  metode  dalam  penetapan  awal  bulan  dan  perbedaan  kriteria.
perbedaan di dalam memahami dan mengaplikasikan salah satu hadits Rasul.
  Perbedaan  wilayah  geografis  atau  dalam  ilmu  astronomi  disebut  `mathla`,  yakni  batas  dimana satu wilayah dihitung mengalami terbit dan terbenam matahari pada waktu yang hampir  bersamaan yang memungkinkan perbedaan dalam penetapan hari raya.
  “Dari  Abu  Hurairah  r.a  berkata,  nabi  menjelaskan  tentang  hilal,  kemudian  beliau  bersabda  :”Jika  kalian  melihatnya  maka  berpuasalah  dan  jika  kamu  melihatnya  (lagi)  maka  berbukalah.  Jika  kalian  di  tutupi  mendung  maka  hitunglah  (bulan  Sya’ban)  30  hari”  (H.R  Muslim) (  Lihat  Abu Husain Muslim bin al Hajjaj,  Al Jamius Shahih,  Jilid 3 , Beirut:Darl al Fikr, h. 124 –  125.
4  Penentuan awal bulan Qamariyah merupakan salah satumasalah yang  membutuhkan perhatian serius karena bagi umat Islamkhususnya, penentuan  awal  bulan  Qamariyah  merupakan  salah  satu  yang  penting  dan  diperlukan  ketepatannya.  Hal  itu dikarenakan  berkaitan  dengan  pelaksanaan  ibadah  dalam ajaran Islam seperti puasa dan lebaran.
Perselisihan  yang  selalu  muncul  saat  penentuan  awal bulan-bulan  Qamariyah tersebut sebenarnya merugikan kepentinganumat Islam sendiri, di  samping  akan  merapuhkan  persatuan  umat  juga  akan  menggoyahkan  persatuan bangsa.
Persoalan  perbedaan  metode  terhadap  penentuan  awal  bulan  Qamariyah  pada  dasarnya  bersumber  pada  hadits-hadits  hisab  rukyah.
Dengan  begitu  banyak  juga  ormas-ormas  yang  memiliki metode  tersendiri  sesuai dengan pemahamannya terhadap dalil yang dipakai.
Pada umumnya ada dua metode yang dipakai untuk menentukan awal  bulan Qamariyah, yaitu hisab dan rukyah. Sebagian berpendapat bahwa untuk  menentukan awal bulan, adalah dengan benar-benar melakukan pengamatan  hilal  secara  langsung  (rukyah).  Sebagian  yang  lain  berpendapat  bahwa  penentuan  awal  bulan  cukup  dengan  melakukan  hisab  (perhitungan  matematis/astronomis),  tanpa  harus  benar-benar  mengamati  hilal.  Keduanya  mengklaim memiliki dasar yang kuat.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi