Rabu, 27 Agustus 2014

Skripsi Syariah: PENGARUH TINGKAT BAGI HASIL DAN PENDAPATAN NASABAH TERHADAP PEMBIAYAAN BERMASALAH

BAB I.
PENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang.
BMT memiliki landasan syari’ah dan landasan filosofis. Landasan syari’ahnya yaitu Al-Qur'an dan hadits, sedangkan landasan filosofisnya yaitu ketauhidan, keadilan, keseimbangan, kebebasan, amanah, tanggung jawab, tolong menolong dan menanggung beban, maka sudah barang tentu landasan filosofisnya berbeda dengan bank. Landasan ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman operasional, sehingga setiap penggunaan nama BMT (bukan bank) harus mengacu pada landasan filosofis. Landasan ini juga berfungsi untuk membedakan BMT dan entitas bisnis yang lain, baik yang syari’ah maupun konvensional, juga sekaligus membedakan antara lembaga keuangan syari’ah bank bukan bank dengan bank syari’ah.

 BMT sebagai lembaga keuangan yang ditumbuhkan dari peran masyarakat yang luas, tidak ada batasan ekonomi, sosial bahkan agama.
Semua komponen masyarakat dapat berperan aktif dalam membangun sebuah sistem keuangan yang lebih adil dan yang lebih penting mampu menjangkau lapisan pengusaha yang terkecil sekalipun.
Peran BMT dalam Menumbuh kembangkan usaha mikro dan usaha kecil di lingkungannya merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi pembangunan nasional. Bank yang diharapkan mampu menjadi perantara keuangan ternyata hanya mampu bermain pada level menengah atas.
 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), Yogyakarta: UII Press, 2004, hlm. 125.
 Sementara lembaga keuangan nonformal yang notabene mampu menjangkau pengusaha mikro, tidak mampu meningkatkan kapitalisasi usaha kecil. Maka BMT diharapkan tidak terjebak pada dua kutub sistem ekonomi yang berlawanan tersebut.
BMT tidak digerakkan dengan motif laba semata, tetapi juga motif sosial. Karena beroperasi dengan pola syari’ah, sudah barang tentu mekanisme kontrolnya tidak saja dari aspek ekonomi saja atau kontrol dari luar tetapi agama atau akidah menjadi faktor pengontrol dari dalam yang lebih dominan.
 Efisiensi sistem bagi hasil bagaimanapun lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan efisiensi dengan sistem bunga. Dengan alasan keuntungan yang diharapkan akan membantu menunjukkan situasi pasar yang lebih sempurna untuk mengalokasikan sumber dana dan tidak adanya bunga tidak akan menimbulkan masalah di kemudian hari.
 Dari hasil survey Astria Rini di BMT Kharisma Magelang menyatakan bahwa di dalam BMT rentan terjadinya pembiayaan bermasalah dan penyebab utamanya adalah terlalu mudahnya pihak BMT memberikan pinjaman atau melakukan investasi. Hal ini dilakukan karena BMT dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditasnya, sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan resiko usaha yang dibiayai. Resiko ini akan menjadi nampak ketika perekonomian dilanda krisis.
Maka dari itu pihak BMT harus selektif dalam memilih calon nasabah yang berhak untuk mendapatkan pinjaman tersebut.
 Ibid., hlm. 73.
 Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syari’ah, Yogyakarta: UII Press, 2004, hlm. 24-25.
 Dari hasil survey BMT yang dilakukan Astria Rini dan Fithri Kurniawati menyatakan bahwa 50% BMT tidak berkembang dikarenakan terjadinya pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah dikarenakan adanya faktor-faktor intern dan ekstern dari BMT itu sendiri.
 Faktor intern meliputi: pendapatan nasabah dari usaha yang labil, penentuan tingkat bagi hasil yang tidak sesuai aturan, dan kinerja manajerial BMT yang tidak profesional. Sedangkan faktor ekstern meliputi: faktor lingkungan yang meliputi letak berdirinya BMT dan keadaan masyarakat yang tidak memungkinkan untuk bekerjasama.
Ketika bagi hasil yang ditentukan terlalu tinggi bagi BMT, maka penghasilan BMT akan meningkat namun di sisi lain nasabah merasa terbebani apalagi ketika terjadi krisis yang mengakibatkan usaha mengalami penurunan. Hal ini dapat mengakibatkan resiko terjadinya pembiayaan bermasalah, dikarenakan nasabah tidak mampu membagi hasilnya kepada BMT atas prosentase bagi hasil yang besarnya tidak sebanding yang diterima oleh pihak BMT dan kondisi usaha nasabah yang naik turun.
Kemudian faktor pendapatan nasabah di sini juga merupakan salah satu predictor untuk memprediksi pembiayaan bermasalah. Jika pendapatan nasabah itu naik, maka resiko pembiayaan bermasalah akan turun, karena nasabah dengan mudah melunasi hutang-hutangnya kepada BMT. Namun terjadi sebaliknya, jika pendapatan nasabah rendah, maka resiko pembiayaan bermasalah akan naik. Karena nasabah akan lamban dalam melunasi hutang- Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari’ah, Yogyakarta: Ekonisia, 2004, hlm. 143-144.
 hutangnya kepada BMT, dan kondisi usaha nasabah yang mengalami penurunan.
Dari pengertian di atas BMT tidak semata-mata memutar uang untuk mencari keuntungan perusahaan, tetapi juga untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan usahanya.
 Dalam perjalanan pertumbuhan koperasi serba usaha syari’ah (KSUS) BMT Marhamah Wonosobo dari tahun 1995 sampai dengan sekarang telah menggandeng sejumlah pihak terkait yang ikut andil dalam menumbuhkembangkan Koperasi Serba Usaha Syari’ah (KSUS) Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Marhamah. Selain melakukan penggalangan dana serta penyaluran dana, Koperasi Serba Usaha Syari’ah (KSUS) tersebut juga melakukan usaha secara riil dan juga melakukan pembinaan terhadap pengusaha kecil dalam hal manajemen usahanya serta pendanaannya. Selain melakukan kegiatan Baitul MaalWat Tamwil (BMT) Marhamah juga melakukan Baitul Maaldalam hal pengumpulan dan penyaluran dana yang bersifat non profit.
Prinsip dasar operasional Baitul MaalWat Tamwil (BMT) Marhamah adalah lembaga keuangan syari’ah yang dirancang dalam kebersamaan untuk berbagi hasil dalam usaha, sehingga dalam pengumpulan dan penyalurannya juga menggunakan prinsip syariah Islam.
Penghimpunan dana oleh Baitul MaalWat Tamwil (BMT) Marhamah diperoleh melalui simpanan yaitu dana yang dipercayakan oleh anggota atau nasabah selaku shahibul maalkepada BMT sebagai mudharib.
 Dalam penelitian ini, obyek yang diambil adalah BMT Marhamah Wonosobo. Alasan pengambilan objek di BMT Marhamah Wonosobo karena di BMT ini masih rentan terjadinya pembiayaan bermasalah. Penyebab utama terjadinya pembiayaan bermasalah adalah karena penentuan tingkat bagi hasil belum menggunakan aturan baku dan masih bersifat subyektif meliputi (kepercayaan, nama baik, keluarga dan rasa kasih antar sesama). Kemudian faktor pendapatan nasabah yang tidak stabil dari usahanya tersebut. Di BMT  Tim Litbang, Profil BMT Marhamah Wonosobo: Marhamah Collection, 2002.
 Ibid., 2002.
 Marhamah Wonosobo, besarnya tingkat bagi hasil diterapkan berdasarkan akad atau perjanjian antara kedua belah pihak. Di mana akad atau perjanjian itu dilakukan pada awal nasabah meminjam modal kepada BMT setelah semua persyaratan-persyaratan diselesaikan. Tinggi rendahnya prosentase bagi hasil di BMT Marhamah Wonosobo ditentukan atas persetujuan dari nasabah itu sendiri, sehingga tingkat bagi hasil antar nasabah berbeda-beda, masih bersifat subyektif.
 Bagi hasil merupakan salah satu pendapatan dari BMT, sehingga penentuan tingkat bagi hasil harus dilakukan secara cermat sesuai dengan aturan yang baku. Pendapatan nasabah merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah nasabah mampu memenuhi kewajibannya, sehingga pentingnya penetapan minimum pendapatan nasabah dan jaminan yang pasti dari nasabah sebagai persyaratan awal pemberian pinjaman modal. Oleh karena itu, apabila terjadi pembiayaan bermasalah secara langsung akan merugikan pihak BMT itu sendiri.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dalam penelitian ini penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH TINGKAT BAGI HASIL DAN PENDAPATAN NASABAH TERHADAP PEMBIAYAAN BERMASALAH (Studi Kasus di BMT Marhamah Wonosobo)”.
 Wawancara dengan Kusmulyanto, Manajer BMT Marhamah Wonosobo, Wonosobo: 2010. pada tanggal 15 November 2010 jam 13.00 WIB.
 1.2 Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan di atas maka pokok permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah tingkat bagi hasil berpengaruh terhadap pembiayaan bermasalah?.
2. Apakah pendapatan nasabah berpengaruh terhadap pembiayaan bermasalah?.
3. Apakah tingkat bagi hasil dan pendapatan nasabah berpengaruh terhadap pembiayaan bermasalah?.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi