Sabtu, 23 Agustus 2014

Skripsi Syariah: PRAKTEK EKONOMI ISLAM DI PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR’AN AL-ASY’ARIYYAH WONOSOBO

BAB I.
PENDAHULUAN .
A.  Latar Belakang Masalah .
Kita  semua  menyaksikan  kemajuan  pesat  ekonomi  Islam beberapa  tahun  terakhir  ini.  Baik  dilihat  dari  kajian  akademis  di  universitas-universitas  maupun  penerapannya  di  lapangan.  Dalam  kurun  waktu  lima  tahun  terakhir,  kajian  dan  pembahasan tentang ekonomi Islam di Indonesia mendapat perhatian yang sangat  serius.  Berbagai  seminar,  simposium,  workshop,  lokakarya,  diskusi  baik  tingkat  nasional maupun regional banyak digelar untuk mencari solusi alternatif terhadap  problem-problem  ekonomi  yang  lebih  Islami.  Gerakan  ekonomi  Islam  di  Indonesia telah dimulai oleh kehadiran bank syariahpada awal tahun 1990-an.

Dalam  prakteknya  ekonomi  Islam  telah  mewujud  sebagai  lembaga  baik  yang  perbankan  maupun  non  perbankan.  Bukti  aspek  praktis  adalah  munculnya  lembaga-lembaga  keuangan  syari’ah,  seperti  Bank  Syari’ah,  Baitul  mal  wa  alTamwil(BMT), Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS), Bank Umum Syariah,  Asuransi Syari’ah, Obligasi Syari’ah.
Adapun  aspek  akademis  adalah  munculnya  lembaga  pendidikan  yang  menawarkan mata kuliah atau program studi ekonomi Islam pada tingkat sarjana  (S1) maupun pascasarjana (S2), bahkan pada tingkat  doktor (S3). Program Studi  Ekonomi  Islam  (EI)  pada  jenjang  S.1  di  Universitas  Islam  Negeri  dan  Institut  Agama  Islam  Negeri  (IAIN)  maupun  Sekolah  Tinggi  Agama  Islam  Negeri  (STAIN)  semakin  banyak  diminati  oleh  mahasiswa.  Di  Fakultas  Syari’ah  IAIN  2  Walisongo  Semarang  misalnya,  dalam  empat  tahun  terakhir  Program  Studi  Ekonomi Islam mendapat mahasiswa paling banyak dibanding jurusan lainnya.
Ekonomi  Islam  sebenarnya  sudah  diajarkan  sejak  lama di  Indonesia:  di  pesantren,  madrasah,  dan  sekolah,  terlebih  lagi  perguruan  tinggi  Islam  dengan  nama  fiqh  muamalah.
 Salah  satu  elemen  penting  dalam  pesantren  adalah  pengajaran  kitab-kitab  Islam  klasik  atau  sering  disebut  “kitab-kitab  kuning”  (kutub al-safra’). Adapun metode pengajaran yang diberikan di pesantren adalah  wetonan  dan  sorogan,  bandongan.  Melalui  kajian  terhadap  kitab-kitab  kuning  itulah, terutama kitab-kitab fiqh, pondok pesantren mengenal dan mengkaji teoriteori yang berkaitan erat dengan ekonomi Islam.
Pelajaran  fiqh  muamalah  hampir  diajarkan  di  seluruh pondok  pesantren,  maka fiqh muamalah akan selalu dijumpai dari setiapjenjang kelas dan tiap-tiap  kitab fiqh yang dikajinya. Artinya, kalau sejak lama insan pondok pesantren telah  mempelajari  fiqh  muamalah,  maka  sebenarnya  tradisi  penggalian  ilmu  ekonomi  Islam  itu  sudah  sejak  dulu  eksis.  Eksistensi  ilmu  teoritis  fiqh  muamalah  ala  pondok pesantren seharusnya down to earth bisa menyelesaikan problem-problem  transaksi dengan bersih  dan syar’i di lapangan.  Namun, insan pondok pesantren  yang  pakar  sekalipun   tentang  fiqh  muamalah  justru  kebanyakan  tidak  berkutik  manakala  berhadap-hadapan  langsung  dengan  sistem  kapitalis  yang  membelit  seperti  sistem  bunga.
 Santri  pondok  pesantren  adalah  bagian  dari  insan-insan  yang  banyak  mengetahui  kajian-kajian  fiqh  muamalah. Lalu  bagaimana  sebuah   Qodry  Azizy,  Membangun  Fondasi  Ekonomi  Umat  (MeneropongProspek  Berkembangnya Ekonomi Islam),Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, h. 180.
 Asmuki,  “Paradigma  Mua’malah  Menuju  Paradigma  Iqtishsdiyyah”,  dalam  Amin  khaedari (eds.), Khazanah Intelektual Pesantren, Jakarta: CV. Maloho Jaya Abadi, 2008, h. 185.
3  pondok pesantren yang telah banyak mengkaji fiqh muamalah menjalankan suatu  kegiatan ekonomi.
Dalam perkembangannya, jumlah pesantren di Indonesia semakin banyak  dengan  jumlah  santri  yang  sangat  besar.  Data  Bidang Pendidikan  Kementerian  Agama RI pada tahun 2010 saja mencatat jumlah pondok pesantren  yang sudah  terdaftar  sebanyak  25.785  pondok  pesantren  dengan  jumlah  santri  sekitar  1.980.653  santri  laki-laki  dan  1.671.430  santri  perempuan.
 Jumlah  tersebut  mungkin ada yang belum terdaftar. Tidak sedikit pula pondok pesantren yang juga  mengelola sebuah usaha.
Sistem  pengajaran  dan  kurikulum  yang  ada  di  pesantren-pesantren,  biasanya  kurang  tertata  dan  terstruktur  dengan  baik.  Hal  lain  yang  menjadi  problem mendasarkan pada pendidikan pesantren, sebagaimana dikemukakan oleh  Abdurrahman Wahid adalah : (1) Tidak adanya perencanaan pendidikan, termasuk  pengajaran  bahasa  Indonesia;  (2)  Belum  ada  kebutuhan  untuk  menyusun  kurikulum dalam pola yang mudah dicerna dan dikuasai oleh anak didik; dan (3)  Tidak  ada  skala  prioritas  antara  hal-hal  yang  benar-benar  diperlukan  dan  yang  kurang diperlukan dan yang kurang diperlukan pada setiap jenjang pendidikan.
Melihat  pola  dan  metode  pengajaran  yang  dilakukan  di  pesantren,  yakni  wetonan,  sorogan,  dan  bandongan,  belum  memberikan  sikap  kritis  bagi  para  santri  terhadap  materi  yang  dikaji  dalam  sebuah  kitab.  Hal  ini  karena  biasanya  hanya mencatat hal-hal disampaikan oleh kyainya saja tanpa berani bertanya dan  Www.kemenag.go.id/file/dokumen/KEMENAGDALAMANGKAupload.pdf,  diakses tanggal 8 februari 201M. Amin Haedari dkk.,  Masa Depan Pesantren (Dalam Tantangan Modernitas dan  Tantangan Kompleksitas Global), Jakarta : IRD Press, Cetakan Pertama, 2004, h. 144.
4  mengkritisi  terhadap  apa  yang  disampaikan  oleh  kyainya  tersebut.  Mungkinkah  hal ini akan mempengaruhi pemahaman komunitas pesantren terhadap persoalanpersoalan yang berkembang di masyarakat, termasuk di dalamnya persoalan yang  berkaitan  dengan  ekonomi  Islam.  Dinamika  pendidikan pesantren   diartikan  pondok  pesantren  sebagai  lembaga  pendidikan  tradisional  Islam  untuk  mempelajari,  memahami,  mendalami,  menghayati  dan  mengamalkan  ajaran  agama  Islam  dengan  menekankan  penting  moral  keagamaan  sebagai  perilaku  sehari-hari.
Untuk  menjawab  permasalahan  tersebut  dipandang  perlu  mengadakan  dinamika kajian ekonomi Islam, dalam hal ini “Praktek Ekonomi Islam Di Pondok  Pesantren”. Pesantren dinilai penting untuk diketahui praktek ekonominya karena  pesantren adalah lembaga pendidikan yang merupakan produk budaya masyarakat  Indonesia  yang  sadar  sepenuhnya  akan  pentingnya  arti  sebuah  pendidikan  bagi  orang pribumi yang tumbuh secara natural.
Penelitian  ini  mengambil  tempat  di  Asrama  PPTQ  Al-Asy’ariyyah  Wonosobo.  Alasan  pengambilan  di  PPTQ  Al-Asy’ariyyah Wonosobo  adalah  karena  PPTQ  Al-Asy’ariyyah  merupakan  salah  satu  pondok  pesantren  yang  mempunyai  Badan  Usaha  Milik  Yayasan  (BUMY).  Selain  Pondok  Pesantren  tersebut merupakan pesantren dengan jumlah santri y ang sangat besar juga pada  sistem  pembelajarannya  menitikberatkan  pada  tiga  komponen  sebagai  ciri  khasnya yaitu: Al-Qur’an Al-Karim dengan program unggulan Tahfidzul Qur’an,  kajian kitab kuning, serta penguasaan bahasa asing (Inggris dan Arab).
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta : INIS, 1994, h. 53.
5  Berdasarkan  latar  belakang  pemikiran  di  tersebut,  maka  penelitian  “Praktek  Ekonomi  Islam  di  Pondok  Pesantren  Tahfidzul  Qur’an  AlAsy’ariyyah Wonosobo” menjadi penting untuk dilakukan.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi