BAB I.
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang Masalah .
Kita semua
menyaksikan kemajuan pesat
ekonomi Islam beberapa tahun terakhir ini.
Baik dilihat dari
kajian akademis di
universitas-universitas maupun penerapannya
di lapangan. Dalam
kurun waktu lima
tahun terakhir, kajian
dan pembahasan tentang ekonomi
Islam di Indonesia mendapat perhatian yang sangat serius.
Berbagai seminar, simposium,
workshop, lokakarya, diskusi
baik tingkat nasional maupun regional banyak digelar untuk
mencari solusi alternatif terhadap problem-problem ekonomi
yang lebih Islami.
Gerakan ekonomi Islam
di Indonesia telah dimulai oleh
kehadiran bank syariahpada awal tahun 1990-an.
Dalam prakteknya
ekonomi Islam telah
mewujud sebagai lembaga
baik yang perbankan
maupun non perbankan.
Bukti aspek praktis
adalah munculnya lembaga-lembaga keuangan
syari’ah, seperti Bank
Syari’ah, Baitul mal
wa alTamwil(BMT), Bank
Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS), Bank Umum Syariah, Asuransi Syari’ah, Obligasi Syari’ah.
Adapun aspek
akademis adalah munculnya
lembaga pendidikan yang menawarkan
mata kuliah atau program studi ekonomi Islam pada tingkat sarjana (S1) maupun pascasarjana (S2), bahkan pada
tingkat doktor (S3). Program Studi Ekonomi
Islam (EI) pada
jenjang S.1 di
Universitas Islam Negeri
dan Institut Agama
Islam Negeri (IAIN)
maupun Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN)
semakin banyak diminati
oleh mahasiswa. Di
Fakultas Syari’ah IAIN 2
Walisongo Semarang
misalnya, dalam empat
tahun terakhir Program
Studi Ekonomi Islam mendapat
mahasiswa paling banyak dibanding jurusan lainnya.
Ekonomi Islam
sebenarnya sudah diajarkan
sejak lama di Indonesia:
di pesantren, madrasah,
dan sekolah, terlebih
lagi perguruan tinggi
Islam dengan nama
fiqh muamalah.
Salah
satu elemen penting
dalam pesantren adalah pengajaran
kitab-kitab Islam klasik
atau sering disebut
“kitab-kitab kuning” (kutub al-safra’). Adapun metode pengajaran
yang diberikan di pesantren adalah wetonan dan
sorogan, bandongan. Melalui
kajian terhadap kitab-kitab
kuning itulah, terutama
kitab-kitab fiqh, pondok pesantren mengenal dan mengkaji teoriteori yang
berkaitan erat dengan ekonomi Islam.
Pelajaran fiqh
muamalah hampir diajarkan
di seluruh pondok pesantren, maka fiqh muamalah akan selalu dijumpai dari
setiapjenjang kelas dan tiap-tiap kitab
fiqh yang dikajinya. Artinya, kalau sejak lama insan pondok pesantren telah mempelajari
fiqh muamalah, maka
sebenarnya tradisi penggalian
ilmu ekonomi Islam
itu sudah sejak
dulu eksis. Eksistensi
ilmu teoritis fiqh
muamalah ala pondok pesantren seharusnya down to earth bisa
menyelesaikan problem-problem transaksi
dengan bersih dan syar’i di
lapangan. Namun, insan pondok pesantren yang
pakar sekalipun tentang
fiqh muamalah justru
kebanyakan tidak berkutik manakala
berhadap-hadapan langsung dengan
sistem kapitalis yang
membelit seperti sistem
bunga.
Santri
pondok pesantren adalah
bagian dari insan-insan yang
banyak mengetahui kajian-kajian
fiqh muamalah. Lalu bagaimana
sebuah Qodry
Azizy, Membangun Fondasi
Ekonomi Umat (MeneropongProspek Berkembangnya Ekonomi Islam),Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004, h. 180.
Asmuki,
“Paradigma Mua’malah Menuju
Paradigma Iqtishsdiyyah”, dalam
Amin khaedari (eds.), Khazanah
Intelektual Pesantren, Jakarta: CV. Maloho Jaya Abadi, 2008, h. 185.
3 pondok pesantren yang telah banyak mengkaji
fiqh muamalah menjalankan suatu kegiatan
ekonomi.
Dalam perkembangannya, jumlah
pesantren di Indonesia semakin banyak dengan jumlah
santri yang sangat
besar. Data Bidang Pendidikan Kementerian Agama RI pada tahun 2010 saja mencatat jumlah
pondok pesantren yang sudah terdaftar
sebanyak 25.785 pondok
pesantren dengan jumlah
santri sekitar 1.980.653
santri laki-laki dan
1.671.430 santri perempuan.
Jumlah
tersebut mungkin ada yang belum
terdaftar. Tidak sedikit pula pondok pesantren yang juga mengelola sebuah usaha.
Sistem pengajaran
dan kurikulum yang
ada di pesantren-pesantren, biasanya
kurang tertata dan
terstruktur dengan baik.
Hal lain yang
menjadi problem mendasarkan pada
pendidikan pesantren, sebagaimana dikemukakan oleh Abdurrahman Wahid adalah : (1) Tidak adanya
perencanaan pendidikan, termasuk pengajaran bahasa
Indonesia; (2) Belum
ada kebutuhan untuk
menyusun kurikulum dalam pola
yang mudah dicerna dan dikuasai oleh anak didik; dan (3) Tidak
ada skala prioritas
antara hal-hal yang
benar-benar diperlukan dan
yang kurang diperlukan dan yang
kurang diperlukan pada setiap jenjang pendidikan.
Melihat pola
dan metode pengajaran
yang dilakukan di
pesantren, yakni wetonan,
sorogan, dan bandongan,
belum memberikan sikap
kritis bagi para santri terhadap
materi yang dikaji
dalam sebuah kitab.
Hal ini karena
biasanya hanya mencatat hal-hal
disampaikan oleh kyainya saja tanpa berani bertanya dan Www.kemenag.go.id/file/dokumen/KEMENAGDALAMANGKAupload.pdf, diakses tanggal 8 februari 201M. Amin Haedari
dkk., Masa Depan Pesantren (Dalam
Tantangan Modernitas dan Tantangan
Kompleksitas Global), Jakarta : IRD Press, Cetakan Pertama, 2004, h. 144.
4 mengkritisi
terhadap apa yang
disampaikan oleh kyainya
tersebut. Mungkinkah hal ini akan mempengaruhi pemahaman komunitas
pesantren terhadap persoalanpersoalan yang berkembang di masyarakat, termasuk
di dalamnya persoalan yang berkaitan dengan
ekonomi Islam. Dinamika
pendidikan pesantren diartikan pondok
pesantren sebagai lembaga
pendidikan tradisional Islam
untuk mempelajari, memahami,
mendalami, menghayati dan
mengamalkan ajaran agama
Islam dengan menekankan
penting moral keagamaan
sebagai perilaku sehari-hari.
Untuk menjawab
permasalahan tersebut dipandang
perlu mengadakan dinamika kajian ekonomi Islam, dalam hal ini
“Praktek Ekonomi Islam Di Pondok Pesantren”.
Pesantren dinilai penting untuk diketahui praktek ekonominya karena pesantren adalah lembaga pendidikan yang
merupakan produk budaya masyarakat Indonesia yang
sadar sepenuhnya akan
pentingnya arti sebuah
pendidikan bagi orang pribumi yang tumbuh secara natural.
Penelitian ini
mengambil tempat di
Asrama PPTQ Al-Asy’ariyyah Wonosobo.
Alasan pengambilan di
PPTQ Al-Asy’ariyyah Wonosobo adalah karena
PPTQ Al-Asy’ariyyah merupakan
salah satu pondok
pesantren yang mempunyai
Badan Usaha Milik
Yayasan (BUMY). Selain
Pondok Pesantren tersebut merupakan pesantren dengan jumlah
santri y ang sangat besar juga pada sistem pembelajarannya menitikberatkan pada
tiga komponen sebagai
ciri khasnya yaitu: Al-Qur’an
Al-Karim dengan program unggulan Tahfidzul Qur’an, kajian kitab kuning, serta penguasaan bahasa
asing (Inggris dan Arab).
Mastuhu, Dinamika Sistem
Pendidikan Pesantren, Jakarta : INIS, 1994, h. 53.
5 Berdasarkan
latar belakang pemikiran
di tersebut, maka
penelitian “Praktek Ekonomi
Islam di Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an
AlAsy’ariyyah Wonosobo” menjadi penting untuk dilakukan.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi