Kamis, 28 Agustus 2014

Skripsi Syariah: STRATEGI PELAKSANAAN KELOMPOK BIMBINGAN IBADAH HAJI NAHDLATUL ULAMA' DALAM MEMBERI KEPUASAN JAMA’AH

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Haji  adalah  rukun  Islam  yang  kelima.  Menurut  arti  bahasa,  haji  itu  menuju suatu tempat suci. Sedangkan menurut istilah berarti berziarah ke Bait  Allah  al-haram  (Ka'bah),  melakukan  wukuf  di  Arafah  dan  sa'i  antara  bukit  Shafa dan Marwa, dengan cara tertentu dalam waktu dan niat tertentu.

 Ibadah  haji adalah  fardlu  yang  dalam  seumur  hidup  dilakukan  sekali  oleh  setiap  orang,  laki-laki  maupun  perempuan,  dengan  syarat -syarat  yang  telah  ditentukan.  Tentang  kewajiban  haji  telah  ditetapkan  berdasarkan  Al Qur'an, Hadis dan Ijma'. Dalil dari Al Qur'an ialah firman Allah SWT.: Artinya:   Padanya  terdapat  tanda-tanda  yang  nyata,  maqam  Ibrahim;  barangsiapa  memasukinya  menjadi  amanlah  dia;  mengerjakan  haji  adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu orang yang sanggup  mengadakan  perjalanan  ke  Baitullah.  Barangsiapa  mengingkari,  maka sesungguhnya  Allah Maha Kaya dari semesta alam. (Qs. Ali  Imran: 97).
  Nasruddin Razak, Dienul Islam, Bandung: PT. al-Ma’arif, 1986, hlm. 271.
 Ibrahim  Muhammad  al-Jamal,  Fiqhul  Mar’ah  al-Muslimah.  terj.  Anshari  Umar  Sitanggal, tth, Fiqih Wanita, Semarang: CV. Asy Sifa, 1980, hlm. 286.
 Yayasan  Penterjemah/Pentafsir  al-Qur’an,  Al-Qur’an  dan  Terjemahnya,  Surabaya:  DEPAG RI, 1978, hlm. 92.
 Seseorang  yang  mengingkari  hukum  wajibnya,  adalah  kufur  dan  murtad dari agama Islam.
 Menurut pendirian yang terpilih di kalangan para  jumhur  'ulama, ketetapan haji itu terjadi pada tahun keenam Hijriyah, sebab  pada waktu itulah turun firman Allah:  Artinya:   Dan  sempurnakanlah  ibadah  haji  dan  'umrah  karena  Allah.  Jika  kamu  terkepung  ,  maka   korban   yang  mudah  didapat,  dan  jangan  kamu  mencukur  kepalamu,  sebelum  korban  sampai  di  tempat  penyembelihannya.  Jika  ada  di  antaramu  yang  sakit  atau  ada  gangguan  di  kepalanya  ,  maka  wajiblah  atasnya  berfidyah,  yaitu:  berpuasa  atau  bersedekah  atau  berkorban.  Apabila  kamu  telah  aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji,  korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan, maka  wajib  berpuasa  tiga  hari  dalam  masa  haji  dan  tujuh  hari   apabila  kamu  telah  pulang  kembali.  Itulah  sepuluh  yang  sempurna.
Demikian  itu  bagi  orang-orang  yang  keluarganya  tidak  berada  Masjidil  Haram.  Dan  bertakwalah  kepada  Allah  dan  ketahuilah  bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. (Q.S. Al Baqarah: 196).
 Abu  Bakar  Jabir  al-Jazairi  menyatakan  bahwa  di  antara  hikmah  disyariatkannya haji dan umrah ialah untuk membersihkan jiwa orang muslim   Zakiah Daradjat,  et.al,  Ilmu Fiqh.  Jilid 1, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995,  hlm. 293.
 Yayasan Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, op.cit., hlm. 48.
 dari  ekses-ekses  dosa  agar  jiwa  layak  menerima  kemuliaan  Allah  Ta'ala  di dunia dan akhirat,  karena Rasulullah SAW., bersabda, Artinya:   Telah mengabarkan kepada kami dari Abu al-Walid at-Thayasiy dari  Syu'bah dari Mansur berkata: saya telah mendengar Abu Hazim dari  Abu  Hurairah  bahwa  Nabi  Saw.,  bersabda:  barangsiapa  haji  ke  rumah ini (Baitullah), kemudian tidak berkata kotor, dan tidak fasik,  ia keluar dari dosa-dosanya seperti hari ia dilahirkan ibunya. "(HR.
ad-Darimi).
 Bagi  umat  Islam  Indonesia  ibadah  haji  merupakan  ibadah  yang  membutuhkan  kesiapan  yang  menyeluruh  termasuk  di  dalamnya  kesiapan  penguasaan manasik haji, kesehatan fisik dan ketaqwaan yang prima. Hal ini  dapat dimengerti mengingat letak geografis Indonesia dan Arab Saudi relatif  jauh dan posisi strategis.
Namun  demikian,  kenyataan  menunjukkan  bahwa  masih  banyak  didapati  sebagian  umat  Islam  dalam  menunaikan  ibadah  haji  belum  sesuai  dengan  harapan  dan  tuntunan  yang  ada,  bahkan  yang  ada  hanya  ikut-ikutan  tanpa mengerti apa yang sedang  ia lakukan. Hal ini dapat terjadi, karena latar  belakang jamaah haji khususnya dari Jawa Tengah adalah:   Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaj al-Muslim, Kairo: Maktabah Dar al-Turast, 2004,  hlm. 436.
 Al-Imam  Abu  Muhammad  Abdullah  ibn  Abdir-Rahman  ibn  Fadl  ibn  Bahran  ibn  Abdis Samad at-Tamimi ad-Dârimi, hadis No. 1196 dalam CD program  Mausu'ah Hadis alSyarif, 1991-1997, VCR II, Global Islamic Software Company).    1  Sebagian  besar  jamaah  adalah  dari  pedesaan  dengan  segala  kekurangannya  seperti  kurangnya  pengetahuan,  pendidikan  dan  pengalaman serta penguasaan manasik Haji.
2  Terdiri dari jamaah yang berusia lanjut (55 tahun ke atas) sehingga sudah  menurun kondisi fisiknya.
3  Sistem  pembinaan  jamaah  yang  kurang  memadai  sehingga  penataran  manasik haji untuk jamaah seolah-olah hanya untuk memenuhi target dan  bukannya membentuk jamaah yang mandiri.
 Di  samping  itu  banyak  pula  dijumpai  haji  yang  menderita  di  Arab  Saudi yang hanya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang perawatan  kesehatan. Padahal masalah kesehatan sangat berkaitan dengan kesempurnaan  pelaksanaan ibadah haji.
Dinamika  dan  problematika  penyelenggaraan  haji  yang  timbul  dari  masa ke masa lebih banyak disebabkan karena peraturan perundang-undangan  yang berlaku dan hubungan antara dua negara yang memiliki perbedaan sosio  kultur  serta  perbedaan  mazhab  yang  dianut  sebagian  masyarakatnya.
Perubahan  sistem  perhajian  di  Indonesia  tentunya  sangat  dipengaruhi  oleh  kebijaksanaan  yang  ditetapkan  oleh  Pemerintah.  Dalam  khasanah  penyelenggaraan  haji  di  Indonesia  telah  diberlakukan  berbagai  peraturan  perundang-undangan yang banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial politik pada  masanya.
  http://haji.kemenag.go.id/  Achmad Nidjam dan Alatief Hanan,  Manajemen Haji, Jakarta: Nizam Press, 2004,  hlm. 9.
 Penyelenggaraan haji selama ini dinilai kurang efektif dan efisien, hal  ini  turut  mempengaruhi  kualitas  pemberian  pelayanan  dan  perlindungan  kepada  jamaah.  Tidak  adanya  kesesuaian  dengan  persyaratan  dan  tuntutan  mengakibatkan  ketidak  puasaan  jama’ah.  Hal  ini  semua  sebagai  akibat  dari  penyimpangan  arah,  kurang  efektivitas,  efisiensi,  pengeksploitasian  sikap  ikhlas dan sabar jamaah haji, maka sepanjang perjalanan sejarah perhajian di  Indonesia  bahwa  penyelenggaraan  haji  hingga  saat  ini  senantiasa  diwarnai  kemelut  dan  persoalan  yang  tak  kunjung  selesai.  Penyelenggaraan  haji  di  Indonesia selalu dihadapkan pada masalah klasik, yaitu meningkatnya jumlah  jamaah  dari  tahun  ke  tahun  namun  kurang  mamp u  diimbangi  dengan  peningkatan kualitas pelayanan sehingga tidak adanya kepuasan jama’ah .
Untuk  mengantisipasi  problematika  tersebut,  maka  ada  Kelompok  Bimbingan Ibadah Haji yang merupakan partner pemerintah dalam pelayanan  ibadah haji bagi jamaah haji.  Namun demikian, pro kontra tentang keberadaan  Kelompok  Bimbingan  Ibadah  Haji  (KBIH)  terus  bergulir,  sejak  ada  yang  menilai  kinerja  kelompok  bimbingan  tersebut  ternyata  tidak  maksimal,  bersamaan  dengan  itu,  ada  pula  yang  berpendapat  lembaga  tersebut  masih  sangat diperlukan.
Pada  dasarnya,  KBIH  merupakan  persoalan  yang  tak  terpisahkan  dalam penyelenggaraan ibadah haji. Hingga detik ini pelaksanaan ibadah haji  yang  merupakan  salah  satu  rukun  Islam  masih  sering  menyisakan  banyak  persoalan,  termasuk  persoalan  KBIH.  Tragisnya  persoalan-persoalan  yang  mengiringi  penyelenggaraan  haji  dari  tahun  ke  tahun  selalu  ada  dan  belum   pernah terselesaikan secara tuntas. Mulai dari pemondokan jamaah yang jauh  atau  dan  tidak  layak  huni,  jamaah  sakit,  dan  terlantar  hingga  penunda an  pesawat terbang ketika mau pulang dan sebagainya.
Pemerintah Indonesia  selalu memperbarui kebijakannya dalam rangka  mewujudkan  penyelenggaraan  ibadah  haji  yang  baik,  aman,  nyaman  bahkan  jika  perlu  dengan  biaya  yang  murah.  Pemerintah  juga  membentuk  Tim  Pembimbing  Haji  Indonesia  (TPHI),  Tim  Kesehatan  Haji  Indonesia  (TKHI)  dan  Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI) untuk setiap kelompok  penerbangan (kloter).
Pembentukan  tim-tim  ini  dimaksudkan  agar  pelaksanaan  ibadah  haji  berjalan  dengan  aman,  tertib,  dan  lancar.  Selain  itu  calon  jamaah  haji  agar  mendapatkan  bimbingan  sehingga  mereka  bisa melaksanakan  ibadah  dengan  benar  dan mencapai kepuasan. Namun kadang yang terjadi justru sebaliknya.
Alih-alih dibimbing oleh TPIHI yang mestinya bertugas membimbing ibadah  setiap jamaah haji, mereka kenal atau tahu pun tidak. Banyak calon   haji yang  tidak  mengenal  petugas  pembimbing,  demikian  sebaliknya  petugas  tidak  paham dengan anggota jamaah yang seharusnya dibimbing.
Banyak faktor yang menyebabkan kondisi ini harus terjadi. Antara lain  karena  jamaah  haji  dalam  satu  kloter  sering  ditempa tkan  dalam  rumah  pemondokan yang berbeda. Jamaah yang satu dengan yang lain kadang tidak  pernah  bertemu.  Demikian  juga  dengan  para  petugas  pembimbing  yang  disediakan  pemerintah,  tidak  mampu  menangani  semua  persoalan  yang  dihadapi jamaah.
 Dengan  kendala  seperti  inilah  kemudian  jamaah  haji  lebih  percaya  kepada  kiai-kiai  atau  tokoh  agama  yang  sebelum  berangkat  ke  Tanah  Suci  banyak  memberikan  bimbingan  kepada  mereka.  Kebanyakan  para  kiai  itu  tergabung dalam KBIH. Maka muncullah kelompok-kelompok bimbingan haji  pada  pertengahan  tahun  1990-an  berdasarkan  KMA  No  374.A/  1996  sangat  dirasakan  sekali  manfaatnya  oleh  calon  jamaah  haji.  Sebab  kebodohan  dan  kekurangan bekal pemahaman tentang manasik haji telah dipenuhi oleh KBIH.
Bahkan kemudian banyak KBIH yang tidak hanya memberikan bimbingan di  Tanah Air tetapi juga dilanjutkan hingga ke Tanah Suci.
Dalam  penyelenggaraan  haji,  misalnya,  salah  satu  bentuk  demokratisasinya adalah membagi peran serta secara adil dan proporsional. Ini  dibutuhkan  karena  selama  ini  penyelenggaraan  haji  Indonesia  tidak  pernah  bebas dari masalah yang membelitnya. Dengan asas proporsionalitas ini maka  akan  diperoleh  pembagian  yang  adil.  Pemerintah  menjalankan  fungsinya  sebagai regulator, begitu juga dengan masyarakat sebagai operatomya. Seperti  kita  ketahui  selama  ini  penyelenggaraan  haji  dimonopoli  oleh  pemerintah  (Departemen  Agama).  Depag  selama  ini  membimbing,  membina,  dan  memfasilitasi sekitar 190 ribu jemaah haji Indonesia setiap tahunnya. Jumlah  itu dilayani oleh 3.200 petugas dan dibantu oleh kelompok bimbingan ibadah  haji  (KBIH).  Diakui  atau  tidak,  jumlah  petugas  itu  jauh  dari  ideal  untuk  melayani jemaah sebanyak itu. Lumrah bila pelayanan yang diberikan kurang  maksimal.    Menariknya  tema  ini  diangkat  adalah  karena  kualitas  pelayanan  Kelompok Bimbingan Ibadah Haji Nahdlatul Ulama' telah dapat memberikan  kepuasan  Jama’ah  di  Kabupaten  Tegal  Periode  2007  –  2010.  Kepuasan  tersebut  dibuktikan  oleh  makin  meningkatnya  jama’ah  haji  yang  dibimbing  KBIH Kabupaten Tegal. Demikian pula dalam penelitian pendahuluan didapat  keterangan  dari  beberapa  jama’ah  yang  merasa  puas  dengan  kualitas  pelayanan  Kelompok  Bimbingan  Ibadah  Haji  Nahdlatul  Ulama'.  Kualitas  tersebut  ditandai  oleh  adanya  kesesuaian  pelayanan  KBIH  Kabupaten  Tegal  dengan  persyaratan  atau  tuntutan  pelaksanaan  ibadah  haji.  Selain  itu,  KBIH  Kabupaten  Tegal  selalu  melakukan  perbaikan/penyempurnaan  berkelanjutan,  pemenuhan  kebutuhan  jama’ah  semenjak  awal  dan  setiap  saat,  melakukan  segala sesuatu secara benar semenjak awal, dan  KBIH Kabupaten Tegal  dapat  membahagiakan jama’ah.   Berdasarkan  keterangan  di  atas,  peneliti  memilih  judul:  Strategi  Pelaksanaan  Kelompok  Bimbingan  Ibadah  Haji  Nahdlatul  Ulama'  dalam  Memberi Kepuasan Jama’ah di Kabupaten Tegal Periode 2007 – 2010  B.  Perumusan Masalah.
Bertitik  tolak  dari  uraian  itu,  maka  timbul  rumusan  masalah  dalam  penelitian ini, yaitu:  1.  Bagaimana cara pelaksanaan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji Nahdlatul  Ulama'  dalam  memberi  kepuasan  jama’ah  di  Kabupaten  Tegal  Periode  2007 – 2010?    2.  Bagaimana  aplikasi  fungsi-fungsi manajemen oleh  Kelompok Bimbingan  Ibadah  Haji  Nahdlatul  Ulama'  dalam  memb antu  kepuasan  jama’ah  di  Kabupaten Tegal Periode 2007 – 2010? C.  Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah:.
1.  Untuk mengetahui strategi pelaksanaan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji  Nahdlatul Ulama' dalam memberi kepuasan jama’ah di Kabupaten Tegal  Periode 2007 – 20 2.  Untuk  mengetahui  aplikasi  fungsi-fungsi  manajemen  oleh  Kelompok  Bimbingan  Ibadah  Haji  Nahdlatul  Ulama'  dalam  memberi  kepuasan  jama’ah di Kabupaten Tegal Periode 2007 – 20 D.  Telaah Pustaka .
Dalam  penelitian  di  perpustakaan  tidak  dijumpai  skripsi  yang  judul  atau  materi  bahasanya  sama  dengan  penelitian  saat  ini.  Akan  tetapi  ada  beberapa penelitian yang berbicara KBIH, di antaranya: Skripsi  Ahmad  Bukhori  (Tahun  2008)  berjudul:  Kepemimpinan  K.H.
Shoddiq Hamzah dalam Upaya Pengembangan Kelompok Bimbingan Ibadah  Haji (Studi Kasus KBIH as-Shoddiqiyyah Kota Semarang). Temuan skripsi ini  menjelaskan bahwa dalam hubungan dengan kepemimpinannya, K.H. Shoddiq  Hamzah  dapat  dikatakan  sebagai  pemimpin  yang  kharismatis.  Sebagai  pemimpin, ia mempunyai "daya tarik" yang amat besar, sehingga pengikutnya  amat  besar  pula  jumlahnya.  Kepatuhan  dan  kesetiaan  para  pengikut   tampaknya  timbul  dari  kepercayaan  yang  penuh  kepada  K.H.  Shoddiq  Hamzah.  Peran  spiritual  yang  dilakukan/dicontohkan  K.H.  Shoddiq  Hamzah yaitu membina jama'ah pengajian bukan hanya dari aspek fisik melainkan juga  aspek  rohaninya.  Banyak  jama'ah  yang  pada  awalnya  berlatar  belakang  sebagai orang yang terguncang jiwanya, namun kemudian sesudah berada dan  mengikuti pengajian melalui penanaman  spiritual oleh  K.H. Shoddiq Hamzah ternyata  dapat  berperilaku  baik  sehingga  jama'ah   tersebut  merasa  puas  dan  tidak  keliru  mengikuti  pengajian.  K.H.  Shoddiq  Hamzah  telah  berjasa  menolong masyarakat yang tadinya di antara anggota masyarakat itu putus asa  kemudian  sesudah  mendapat  binaan  dari  K.H.  Shoddiq  Hamzah  itu  maka  anggota masyarakat hidup penuh dengan optimis dan tawakal. Demikian pula  anggota masyarakat yang mengalami tekanan mental dapat dipulihkan melalui  binaan spiritual kyai.
Skripsi Siti Suhartatik (Tahun 2007) berjudul "Manajemen Bimbingan  Manasik  Haji  Departemen  Agama  Kota  Semarang  Tahun  2003-2005  (Studi  tentang  Penerapan  Fungsi-fungsi  Manajemen)".  Penelitian  ini  membahas  tentang  sejauh  mana  Penerapan  fungsi -fungsi  Manajemen  Dakwah  Pada  Departemen  Agama  Kota  Semarang  Terhadap  Proses  Penyelenggaraan  Bimbingan  Manasik  Haji  Tahun  2003-2005,  serta  mengetahui  kendala  dan  hambatan yang dihadapinya.
Skripsi  yang  disusun  Sutamto  (Tahun  2006):  "Penerapan  Sistem  Manajemen dan Profesi Manajerial Kepemimpinan  (Studi Kasus di  Yasalam  Kab.  Blora)".  Pada  intinya  penulis  skripsi  ini  menjelaskan  bahwa  yang   menjadi rumusan masalah adalah bagaimana penerapan sistem manajemen  di  Yasalam Kab. Blora? Bagaimana penerapan profesi manajerial kepemimpinan  di  Yasalam  Kab.  Blora?  Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  pada  intinya  masih terdapat kekurangan dalam menerapkan sistem manajemen  di Yasalam  Kab. Blora.
Berdasarkan  uraian  di  atas,  maka  penelitian  ini  berbeda  dengan  penelitian  sebelumnya.  Perbedaannya  terletak  pada  pendekatan  dan  fokus  kajian. Penelitian yang penulis susun saat ini  fokusnya adalah tentang strategi  pelaksanaan  Kelompok  Bimbingan  Ibadah  Haji  Nahdlatul  Ulama'  dalam  memberi kepuasan jama’ah di Kabupaten Tegal Periode 2007 – 2010.
E. Metode Penelitian.
1.  Jenis Penelitian.
Penelitian ini menggunakan  jenis  penelitian  kualitatif  dan  dengan  menggunakan  studi  lapangan  (field  research).  Metode  ini  bermaksud  menggambarkan,  memaparkan  keadaan  obyek  penelitian  pada  saat  sekarang,  yaitu  menggambarkan  tentang  strategi  pelaksanaan  Kelompok  Bimbingan  Ibadah  Haji  Nahdlatul  Ulama'  dalam  memberi  kepuasan  jama’ah di Kabupaten Tegal Periode 2007 – 20 Dalam penelitian ini bertujuan mengembangkan teori berdasarkan  data  dan  pengembangan  pemahaman.  Data  yang  dikumpulkan  disusun,  dijelaskan,  dan  selanjutnya  dilakukan  analisa,  dengan  maksud  untuk  mengetahui  hakikat  sesuatu  dan  berusaha  mencari  pemecahan  melalui   penelitian pada faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan fenomena  yang sedang diteliti.
 2.  Populasi dan Sampel.
Populasi  adalah  keseluruhan  obyek  penelitian  yang  akan  diteliti.
Dalam hal ini populasinya adalah  para pengurus KBIH Nahdlatul Ulama’ serta beberapa jamaah haji KBIH Nahdlatul Ulama' Kabupaten Tegal.
Sampel  adalah  sebagian  atau  wakil  populasi  yang  akan  diteliti.
Dalam  penelitian  ini  penulis  mengambil  sampel  20  (dua  puluh  orang)  pengurus  KBIH  Nahdlatul  Ulama’  dan  10  orang  jamaah  haji  KBIH  Nahdlatul Ulama' Kabupaten Tegal.
Pengambilan  sampel  pada  penelitian  ini  berpedoman  pada  acuan teknik  Snowball  sampling.  Dalam  menentukan  sampel,  peneliti  menggunakan teknik  Snowball sampling  adalah teknik penentuan sampel  yang  mula-mula  jumlahnya  kecil,  kemudian  membesar.  Ibarat  bola  salju  yang  menggelinding  yang  lama-lama  menjadi  besar.  Dalam  penentuan  sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, kemudiam dua orang ini  disuruh  memilih  teman-temannya  untuk  dijadikan  sampel.  Begitu  seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi