BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bank adalah lembaga keuangan yang berfungsi
untuk menghimpun dan menyalurkan dana
baik dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
Jadi usaha perbankan meliputi tiga yaitu : menghimpun dana, menyalurkan danadan
memberikan jasa bank lainnya.
Jika dikaitkan dengan perkembangan
bank syari’ah beberapa tahun ini hasilnya
cukup menggembirakan. Tercatatpula perkembangan likuiditas dari bank syari’ah yang meningkat. Namun seiring
dengan itu, bank syari’ah masih menghadapi
kesulitan untuk menghindari posisi keuangan yang mismatched, yaitu ketidaksesuaian jangka waktu
antarapenerimaan dan penyaluran dana, yang jika resiko tersebut tidak segera tiak
ditanggulangi maka berpotensi menimbulkan masalah yang lebih besar dan struktural.
Sebanarnya bank adalah lembaga
yang meneliti leverage (rasio hutang terhadap
modal) yang tinggi, struktur aset dan kewajiban bank yang juga tidak seimbang. Pada umumnya dana yang dihimpun bank
berjangka pendek sedangkan Undang-Undang
RI No. 10 tahun 1998 November 1998 tentang Perubahan terhadap Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang
Perbankan. lembaran Republik Indonesia tahun 1998 No.182.
penanaman atau aktiva produktifnya berjangka
menengah panjang. Karenanya usaha bank
mengandung berbagai resiko, yakni resiko pasar termasuk likuiditas, risiko kredit, atau risikooperasional.
Risiko-risiko tersebut harus di kelolah dengan
baik sesuai dengan peraturan yang berlaku dan standar internasional.
Jika permasalahan likuiditas
tersebut melanda sebuah bank, maka ada instrumen
yang dimanfaatkan oleh bank konvensional, salah satunya adalah pasar uang antarbank yang kita kenal dengan istilah
PUAB. Sama halnya dengan bank konvensional,
bank syariah pun memerlukan instrumen moneter yang berdasarkan syariat Islam dalam menjalankan kegiatan
perbankan.
Dalam pasar uang antarbank yang
dianut oleh bank konvensional terdapat unsur
riba atau bunga di dalamnya yang diharamkan dalam syariat Islam, maka hal ini bertentangan dengan sistem syariah.
Maka pada tahun 2000 Bank Indonesia menerapkan berbagai jenis instrumen
moneter syariah yang antara lain adalah
pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah. Pasar uang ini tidak lain merupakan kebijakan bank sentral dalam
mengatur aktivitas perbankan, lebih khusus
perbankan syariah yang berbeda dari sistem riba atau bunga.
Selanjutnya bank yang berfungsi
sebagai lembaga penghimpun dan penyalur
pengguna dana ini dalam aktifitasnya sangat besar dapat mengalami kekurangan ataupun kelebihan likuiditas.
Kekurangan likuiditas ini dapat disebabkan
oleh perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana, Muhammad Syfi’i Antonio, Bank Syariah Bagi
Bankir dan Praktisi Keuangan, h. 263 sedangkan
kelebihan likuiditas dapat terjadi karena dana yang terhimpun belum dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang
membutuhkan.
Sarana untuk menempatkan
kelebihan likuiditas tersebut sebenarnya sudah tersedia, yaitu melalui sarana pasar
uang antarbank dengan berlandaskan prinsip
syariah dan Sertifikat Wad}i<’ahBank Indonesia (SWBI). Itilah pasar uang antarbank syariah ini secara resmi
terdapat dalam peraturan Bank Indonesia nomor
9/5/PBI/2007 tentang pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah.
Peraturan tersebut ditetapkan
oleh Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 30 Maret 2007, lalu diterbitkanlah Surat Edaran
(SE) yang berperihal Sertifikat Investasi
Mud}a>rabahAntarbank.
Pasar uang antarbank berdasarkan
prinsip syariah adalah kegiatan transaksi
keuangan jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing. Dengan
dikeluarkannya peraturan Bank Indonesia
ini, peraturan pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia No. 7/26/PBI/2005 dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Sertifikat IMA (Investasi
Mud}a>rabahAntarbank) menjadi piranti dari pasar uang tersebut. Sertifikat ini diterbitkan oleh bank syariah yang membutuhkan likuiditas, kemudian diserahkan
kepada pihak kedua yaitu bank syariah
atau bank konvensional sebagai penanam dana.
Peraturan Bank Indonesia PBI No. 9/5/PBI/2007
tentang Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip syariah, lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 No. 53 DPM Akan
tetapi pasar uang antarbank syariah tidak hanya berfungsi untuk memanfaatkan ketika bank mempunyai kelebihan
dana, akan tetapi juga berfungsi untuk
mencari dana tambahan atau ketika bank syariah kekurangan dana.
Mengingat dalam rangka
meningkatkan efisiensi pengelolahan dana agar bank syari’ah dapat melakukan kegiatan
usahanya pada pasar uang antarbank berdasarkan
prinsip syari’ah maka diperlukan suatu instrumen yang dapat digunakan dalam pasar uang antarbank yang
sesuai dengan prinsip syari’ah, maka dikeluarkan
Fatwa Dewan Syari’ahNasional No.38/DSN-MUI/X/2002 menetapkan bahwa Sertifikat Investasi Mud}a>rabahAntarbank (IMA) merupakan piranti dalam kegiatan pasar uang
antarbank dan dibenarkan menurut syari’ah.
Sedangkan sertifikat investasi lainyang berdasar bungatidak dibenarkan menurut syari’ah.
Jika dilihat fatwa Dewan Syari’ah Nasional
tentang Sertifikat IMA, sebenarnya
diterbitkan sertifikat IMA dalam kegiatan investasi dipasar uang antar bank tidak lepas bahwa Islam memperbolehkan
atau membenarkan umatnya melakukan
transaksi muamalah seperti jual beli, sewa menyewa, hutang piutang, dan lain-lain. Selain itu, tentunya juga
terkait erat dengan adanya fatwa Dewan Syari’ah
yang sebelumnya tentang bolehnya
mud}a>rabahyakni Fatwa No.36/DSN-MUI/X/2002
tentang bolehnya pasar uang perbankan.
Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Edisi kedua, Diterbitkan atas
kerjasama Dewan Syari’ah Nasional,
Majelis Ulama Indonesia, Bank Indonesia. h.251 http://72.14.235.132/search?q=cache:S3E4N1rnTqYJ:infad.usim.edu.my/print.php%3Fsid%
3D10353+fatwa+No.36/DSN-MUI/X/2002&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id Pada prinsipnya semua kegiatan muamalah
tersebut haruslah bebas dari riba
(bunga). oleh sebab itu dalam kegiatan bisnis yang bebas dari riba, Islam menawarkan alternatif pilihan dalam melakukan
transaksi bisnis yang sama-sama akan
mendapatkan keadilan salah satunya bagi hasil.
Lahirnya fatwa tentang Sertifikat
Investasi Mud}a>rabahAntarbank (IMA)
merupakan piranti atau instrumen dalam transaksi investasi dipasar uang antarbank yang bertujuan untuk mengeliminirunsur
riba. Sertifikat bertujuan sebagai
pijakan dalam pembagian keuntungan dan dasar atau bukti dalam penyelesaian masalah jika terjadi wanprestasi,
untuk itulah maka sertifikat IMA diterbitkan.
Selain itu juga sertifikat IMA merupakan salah satu surat berharga, yang dapat dipindah tangankan kepada bank lain.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi