Jumat, 22 Agustus 2014

Skripsi Syariah: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG SYARAT WANITA ZINA YANG AKAN MENIKAH

A.  Latar Belakang Masalah.
Perkawinan  merupakan pintu gerbang kehidupan yang wajar atau biasa  dilalui oleh umumnya umat manusia. Dimana-mana di seluruh pelosok bumi,  termasuk di tempat paling jauh, didapati orang laki-laki dan perempuan hidup  sebagai  suami  istri.  Apabila  kita  mengakui  keluarga  yang  kokoh  merupakan  syarat  penting  bagi  kesejahteraan  masyarakat,  haruslah  diakui  pula  langkah  persiapan untuk membentuk sebuah keluarga.

 Dalam  Al-Qur’an  dinyatakan  bahwa  hidup  berpasang-pasangan,  adalah sunnatullah. Sebagimana firman-Nya  : Artinya:  “Dan  segala  sesuatu  kami  ciptakan  berpasang-pasangan  supaya  kamu mengingat kebesaran Allah.” (Q.S. Ad-Dzariyat : 49)  Hal yang  senada  juga diterangkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya  dalam ayat yang lain, dinyatakan bahwa: H. Sutan Marajo Nasaruddin Latif,  Ilmu Perkawinan  : Problematika Seputar Keluarga  Dan Rumah Tangga, Bandung : Pustaka Hidayah, 2001, hal. 13.
 Abdul Ghofur Ghozali, Fiqih Munakahat, Jakarta : Kencana, 2008, hlm. 12.
 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Surabaya : Surya Cipta Aksara,  1993, hlm. 862.
 Artinya:  “Maha  Suci  Tuhan  yang  Telah  menciptakan  pasangan-pasangan  semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri  mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (Q.S. Yaasin:  36)  Berpasang-pasangan merupakan pola hidup yang ditetapkan oleh Allah  SWT  bagi  makhluk-Nya  sebagai  sarana  untuk  memperbanyak  (melanjutkan)  keturunan  dan  mempertahankan  hidup,  yang  mana  masing-masing  pasangan  telah  diberi  bekal  oleh  Allah  SWT  untuk  mencapai  tujuan  tersebut  dengan  sebaik mungkin.
 Allah SWT berfirman: Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang  laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu  berbangsa  -bangsa  dan  bersuku-suku  supaya  kamu  saling  kenal-mengenal.”  (QS. Al -Hujurat: 13)  Artinya:  “Hai  sekalian  manusia,  bertakwalah  kepada  Tuhan-mu  yang  telah  menciptakan  kamu  dari  seorang  diri,  dan  dari  padanya  Allah  menciptakan  isterinya;  dan  dari  pada  keduanya  Allah  memperkembang  biakkan  laki-laki  dan  perempuan  yang  banyak.” (QS. An-Nisa: 1)  4 Ibid,  hlm. 710.
 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 3, Jakarta : Cakrawala Publishing, 2008, hal. 196.
 Departemen Agama RI, op cit, hlm. 847.
 Ibid, hlm. 114.
 Pada umumnya,  banyak  orang yang lebih tertarik dengan  sesama  yang  memiliki  harta yang melimpah, paras yang menawan, pangkat dan kedudukan  yang  tinggi,  atau  pun  kemuliaan  nasab  orang  tuanya.  Dengan  tanpa  memerhatikan  akhlak  dan  pendidikan  yang  dijalaninya,  kehidupan  rumah  tangganya akan berakhir dengan menyisakan kepiluan dan rasa sedih.
 Dalam  hal  menilih  pasangan,  yang  harus  diperhatikan  adalah  hendaknya dia melihat agamanya, apakah wawasan keagamaanya cukup baik  atau  belum,  sebab  agama  merupakan  muara  akal  dan  hati.  Jika  hal  itu  telah  terpenuhi  oleh  pasangan  hidupnya,  maka  hal  lain  boleh  dijadikan  sebagai  bahan pertimbangan, sesuai dengan keinginan masing-masing individu.
 Rasulullah SAW bersabda : .
Artiya  :  “Perempuan  dinikahi  karena  empat  perkara:  karena  hartanya,  keturunannya,  kecantikannya,  dan  karena  agamanya.  Pilihlah  karena agamanya, niscaya kamu beruntung.” Berdasarkan  hadis  di  atas,  kebanyakan  pemuda  dari  dahulu  sampai  sekarang ingin menikahi perempuan karena beberapa sebab: a.  Harta  Sayyid Sabiq, op cit., hlm. 214.
 Ibid., hlm. 216.
 Muhammad  Ibn  Ismail  As  San’ani,  Subulus  Salam,  Sarah  Bulughul  Maram,  juz  3,  Beirut: Darul Kitab al Arabi, 1991, hlm. 231.
 Kebanyakan orang ingin menikah dengan seorang hartawan, sekalipun dia  tahu perkawinan ini tidak akan sesuai dengan keadaan dirinya.  Orang yang  mementingkan  perkawinan  disebabkan  karena  harta  benda.  Pandangan  inibukanlah  pandangan  yang  sehat, terlebih  lagi  hal  ini  terjadi  pada  lakilaki.  Karena  sudah  pasti  akan  menjatuhkan  dirinya  di  bawah  pengaruh  perempuan dari hartanya.
 b.   Keturunan Karena  mengharapkan  keturunan  atau  bangsawan.  Berarti  mengharapkan  gelar atau pangkat. Ini juga tidak akan memberi faidah sebagaimana yang  diharapkannya,  bisa  saja  terjadi  kemungkinan  akan  menambah  hina  dan  dihinakan.  Karena  kebangsawanan  salah  seorang  suami  isteri  itu  tidak  akan berpindah kepada orang lain.
 c.  Kecantikan Memilih karena kecantikan, ini sedikit lebih baik daripada memilih karen  harta  dan  keturunan.  Karena  harta  dapat  lenyap  dengan  cepat,  tetapi  kecantikan seseorang dapat bertahan sampai tua.
d.  Agama Memilih karena agama inilah yang patut ddan baik untuk dijadikan ukuran  dalam  pergaulan  yang  akan  kekal.  Serta  dapat  menjadi  dasar  kerukunan  dan kemaslahatan rumah tangga serta keluarga.
 Selain beberapa hal di atas, perlu diperhatikan lagi beberapa hal yang  harus ada pada diri perempuan yang akan dilamar adalah:  Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, cetakan 17, Jakarta: Attahiriyah, 1976. hlm. 357.
 Ibid. hlm. 358.
 Ibid.
 Yang  pertama,  dia  berasal  dari  lingkungan  (keluarga)  yang  baik,  mampu  mengendalikan  diri,  tidak  berperilaku  aneh  sehingga  sehingga  dia  layak  untuk  menjalankan  perannya  dalam  mengasihi  anak -anaknya  dan  memenuhi  hak  suami.  Sebab,  perempuan  yang  memiliki  sifat  seperti  ini,  kemungkinan  besar  dia  bisa  mencurahkan  kasih  sayangnya  kepada  anakanaknya dan mampu menjaga hak suaminya.
Yang  kedua, dapat memberi keturunan  atau  tidak mandul  ( walud). Di  antara  tujuan  dari  pernikahan  adalah  unruk  mendapatkan  keturunan.
Karenanya,  hendaknya  perempuan  yang  (akan  dijadikan  istri)  dapat  melahirkan  (tidak  mandul).  Hal  ini  dapat  diketahui  dengan  melihat  kondisi  fisik calon istri, juga dapat dilihat dari keluarga yang  lain.  Sebagaimana sabda  Nabi saw: Artinya: “Nikahilah oleh kalian wanita yang pencinta dan subur, karena aku  akan  bangga  dengan  banyaknya  kalian  kepada  umat-umat  yang  lain.” Yang ketiga, memiliki paras yang menawan. Yang ada pada diri setiap  orang adalah menyukai dan tertarik pada sesuatu yang indah, dia akan hampa  jika suatu yang indah jauh dari dirinya. Jika sesuatu yang indah dan menarik  hatinya  selalu  berdekatan  dengannya,  dia  akan  merasakan  kedamaian  dan  ketenangan. Karena  itu, Islam tidak  menafikan kecantikan sebagai  salah satu  kriteria yang perlu diperhatikan saat memilih istri.
  Abu Daud, Sunan Abu Daud, Jilid II, Beirut, 1996, hlm. 86.
 Sayyid Sabiq, op cit, hlm. 218.
 Yang  keempat, mendahulukan yang masih perawan  bagi laki-laki yang  belum  menikah.   Hendaknya  perempuan  yang  dijadikan  istri  yang  ma sih  perawan,  karena  dia  cenderung  lebih  tulus  dan  belum  pernah  menjalin  hubungan dengan laki-laki lain (bersuami). Dengan demikian, cinta yang ada  pada dirinya merupakan cinta yang pertama.
Yang  kelima,  hendaknya  mencari  yang  sepadan.  Hal  lain  yang  perlu  diperhatikan usia, yaitu hendaknya tidak terpaut amat jauh, kedudukan sosial,  pendidikan,  dan  ekonomi.  Adanya  kesetaraan  dalam  beberapa  hal  tersebut  dapat menjaga keharmonisan rumah tangga.
 Islam  hanya  mengakui perkawinan antara laki-laki  dan perempuan dan tidak  boleh  lain  dari  itu,  seperti  sesama  laki-laki  atau  sesama  perempuan,  karena  ini  yang  tersebut  dalam  Al-Qur’an.  Adapun  syarat-syarat  yang  mesti  dipenuhi untuk  laki-laki dan perempuan  yang  akan kawin  ini adalah sebagai  berikut:  Yang  pertama,  keduanya  jelas  identitasnya  dan  dapat  dibedakan  dengan yang lainnya, baik menyangkut nama, jenis kelamin, keberadaan, dan  hal  lain  yang  berkenaan  dengan  dirinya.  Adanya  syariat  peminangan  yang  terdapat  dalam  Al -Qur’an  dan  Hadis  Nabi  kiranya  merupakan  suatu  syarat  supaya  kedua  calon  pengantin  telah  sama-sama  tahu  mengenal  pihak  lain,  secara  baik  dan  terbuka.  Yang  kedua,  keduanya  sama-sama  beragama  Islam.
Yang  ketiga,  antara  keduanya  tidak  terlarang  melangsungkan  perkawinan.
Yang  keempat,  kedua  belah  pihak  telah  setu ju  untuk  kawin  dan  setuju  pula   Ibid, hlm. 220.
 Amir  Syarifuddin,  Hukum  Perkawinan Islam Di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat  Dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta : Kencana, 2009, hlm. 64.
 dengan  pihak  yang  akan  mengawininya.  Yang  kelima,  keduanya  telah  mencapai usia yang layak untuk melangsungkan perkawinan.
 Selain  beberapa  syarat  di  atas,  calon  mempelai  dalam  hukum  perkawinan  Islam  di  Indonesia  menentukan  salah  satu  syarat,  yaitu  persetujuan calon mempelai. Hal ini berarti calon mempelai sudah menyetujui  yang akan menjadi pasangan (suami istri), baik dari pihak perempuan maupun  pihak  laki-laki  yang  akan  menjalani  ikatan  perkawinan,  sehingga  mereka  nantinya menjadi senang dalam melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai  suami dan istri. Persetujuan calon mempelai merupakan hasil dari peminangan  (khitbah)  dan  dapat  diketahui  sesudah  pegawai  pencatat  nikah  meminta  calon  mempelai  untuk  menandatangani  blanko  sebaga i  bukti  persetujuanya  sebelum melaksanakan akad nikah.
 Akhir-akhir  ini  banyak sekali perubahan peradaban  yang terjadi pada  manusia.  Sejalan  dengan  tuntutan  perkembangan  zaman,  manusia  semakin  banyak  kehilangan  nilai-nilai  yang  diyakini  sebelumnya.  Budaya  yang  serba  permisif  membuat  manusia  hingga  masuk  ke  dalam  kemaksiatan.  Pergaulan  bebas  hingga  free  sex  melanda  kalangan  muda-mudi.  Oleh  karena  itu,  hendaknya  memilih perempuan  itu  yang  tidak  menjerumuskan  suami kepada  kemaksiatan. Sebagaimana hadis dari Ibnu Abbas, Nabi saw bersabda:  Ibid, hlm. 66.
 Khitbah  (peminangan)  adalah  suatu  bentuk  aktifitas  yang  menjadi  pembuka  untuk  melangsungkan  pernikahan.  Allah  swt  memberlakukan  pinangan  (sebagai  langkah  awal)  agar  orang yang akan melangsungkan pernikahan saling mengenal satu sama lain (antara calon istri dan  calon  suami),  sehingga  di  antara  ke  duanya  mantap  melangsungkan  pernikahan.  Lihat  Sayyid  Sabiq, Fikih Sunnah 3, Jakarta : Cakrawala Publishing, 2008, hal. 225.
 Zainuddin  Ali, Hukum  Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2006, hlm.
13.
 οΊ€ Artinya:  “Empat  perkara  yang  mendapatkan  kebaikan  didunia  dan  akhirat:  hati  yang  selalu  bersyukur,  lisan  yang  selalu  berdzikir,  sabar  diwaktu  sakit,  istri  yang  mau  dikawini  bukan  karena  mau  menjerumuskannya ke dalam kemaksiatan dan menjaga hartanya.” Para  muda-mudi bebas bergaul tanpa ada yang menghalangi. Dampak  dari pergaulan bebas dapat kita lihat dari perubahan pandangan di masyarakat  dimana  terjadi  perubahan  nilai  atau  cara  pandang  terhadap  pergaulan  antar  lawan  jenis  yang  ternyata  sudah  berubah.  Dulu  pacaran  atau  bermesraan  di  depan  umum  dianggap  tabu,  kini  hal  itu  dianggap  biasa.  Jangankan  bersentuhan  atau  sekadar  berciuman,  yang  lebih  dari  itu  pun  bahkan  dilakukan,  dengan  tanpa  rasa  malu.  Pelan  tapi  pasti,  para  pelaku  pacaran  tersebut  akhirnya  terjerumus  kedalam  jurang  dosa  karena  melakukan  perbuatan  yang  amat  keji  dan  dilarang  oleh  Allah  SWT,  yaitu  berzina.  Dan  dampak  kerugian  yang  lebih  banyak  diterima  akibat  pergaulan  seperti  ini  adalah pihak perempuan.
Komisi  Perlindungan  Anak  (KPA)  mengungkapkan 97  persen  remaja  pernah  menonton  atau  mengakses  pornografi.  didapatkan,  sebanyak  62,7  persen  remaja  pernah  melakukan  hubungan  badan  atau  dalam  istilah  remaja   Muhammad  Abdul  Rauf  Munawi,  Faid  al  Qadir:  Syarah  Jami’  al  Shaghir,  Juz  I,  Beirut: Darul Kutub al Ilmiyah, 1994, hlm. 595.
 ML (making love).  “Survei KPA yang dilakukan terhadap 4.500 remaja di 12  kota  besar  seluruh  Indonesia  juga  menemukan  93  persen  remaja  pernah  berciuman, dan 62,7 persen pernah berhubungan badan, dan 21  persen remaja  telah melakukan oborsi,” ujar Tifatul dalam siaran persnya di Jakarta, Minggu  (9/5/2010).
 “Ini sangat memprihatinkan, saya minta semua pihak ikut mendukung  upaya  pembatasan  distribusi  konten  negatif,  baik  melalui  internet,  maupun  dunia  perfilman.  Semuanya  harus  terlibat  menjaga  generasi  muda  kita,”  ujar  Tifatul.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo)  juga menyatakan,  pertarungan  antar  nilai-nilai  budaya,  pengaruh  asing,  setiap  hari  terus  berlangsung,  sehingga  bangsa  ini  harus  menjaga  kekokohan  nilai-nilai  karakter bangsa. Jika tidak, maka Indonesia akan kehilangan identitas sebagai  bangsa besar.
 Jika  seorang  wanita  yang  telah  melakukan  zina,  ingin  melaksanakan  pernikahan.  Dalam  kasus  seperti  ini,  terjadi  perbedaan  pendapat  dikalangan ulama tentang syarat nikah bagi wanita yang telah melakukan zina.
Mazhab  Ahmad  bin  Hanbal  berpendapat:  tidak  boleh  menikahi  perempuan  yang  telah  dizinai  kecuali  dengan  dua  syarat  berikut:  pertama,  telah  bertaubat dari perbuatanya.  Kedua,  iddah  yaitu hingga melahirkan jika ia   http://nasional.kompas.com/read/2010/05/09/19005745/62.7.Persen.Remaja.Indonesia.
Pernah.Ml. Di unggah tanggal 15 Okrober 2011.
 Ibid.
 hamil  atau  menunggu  tiga  kali  haid  jika  ia  tidak  hamil.
 Pendapat  ini  dinyatakan oleh Ibnu Hazm, Ibnu Qudamah, dan Ibnu Taimiyah.
Ulama  Malikiyah  berpendapat  bahwa  perempuan  yang  dicampuri  dalam bentuk zina sama hukumnya dengan perempuan yang dicampuri secara  syubhat,  berdasarkan  akad  yang  batil  maupun  fasid  yaitu  dia  harus  menyucikan  dirinya  dalam  waktu  yang  sama  dengan  iddah  kecuali  jika  dikehendaki  untuk  dilakukan  had  atas  dirinya,  maka  ia  cukup  menyucikan  dirinya dengan satu kali haid.
Menurut Syafi’iyah  dan Hanafiyah  perempuan hamil karena zina tidak  diwajibkan untuk  menjalankan  iddah,  karena  iddah  bertujuan untuk  menjaga  nasab  sementara  persetubuhan  dalam  bentuk  zina  tidak  menyebabkan  hubungan nasab dengan laki-laki yang menyebabkan hamil.
 Dari  persoalan  yang  disampaikan  di  atas,  penyusun  ingin  melakukan  analisis   dalam  bentuk  skripsi  terhadap  pendapat  Ulama  Hanabilah  dengan  mengambil pendapat Ibnu Qudamah. Karena beliau seorang ulama yang lebih  dahulu  dari  pada  Ibnu  Taimiyah.  Sedangkan  Ibnu  Hazm  adalah  seorang  pengembang Mazhab Az-Zhahiri, bahkan dinilai sebagai pendiri kedua setelah  Daud Az-Zhahiri.
 Selain itu, pendapat ulama Hanabilah dalam permasalahan  ini  berbeda  dengan  yang  lain.  Di  mana  para  pelaku  zina  ini  disyaratkan  sebelum melakukan pernikahan.  Maka penulis membuat skripsi  dengan judul   Syaikh Allamah Muhammad Bin Abdurrahman Ad Damasyqi, Fikih Empat Mazhab,  Bandung : Hasyimi Press, 2001, hlm. 360.
25) Sayyid Sabiq, op cit, hlm. 282-283.
 Abdul  Azis  Dahlan,  Ensiklopedi  Hukum  Islam,  cetakan  I,  Jakarta:  Ichtiar  Baru  Van  Hoeve, 1996, hlm. 608.
 “Studi  Analisis  Pendapat  Ibnu  Qudamah  Tentang  Syarat  Wanita  Zina Yang Akan Menikah” B.  Pokok Permasalahan.
Berdasarkan  dari  latar  belakang  yang  telah  dipaparkan  di  atas,  maka  dapat  dikemukakan  di  sini  pokok-pokok  permasalahan  yang  akan  dibahas  dalam skripsi ini.
Pokok-pokok permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :.
1.  Bagaimana pendapat Ibnu Qudamah tentang syarat wanita  zina  yang  akan  menikah? 2.  Bagaimana  istinbath  hukum  Ibnu  Qudamah  tentang  syarat  wanita  zina  yang akan menikah? C.  Tujuan Penulisan Skripsi.
Adapun tujuan  yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah  sebagai berikut : 1.  Tujuan material.
a.  Untuk mengetahui pendapat Ibnu Qudamah tentang syarat wanita zina  yang akan menikah.
b.   Untuk mengetahui istinbath  hukum yang digunakan Ibnu Qudamah  tentang syarat wanita zina yang akan menikah.
2.  Tujuan formal .
 Adapun  tujuan  formal  dari  penelitian  ini  adalah  untuk  memenuhi  persyaratan  dalam  rangka  memperoleh  gelar  sarjana  hukum  Islam  pada  Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.
D.  Telaah Pustaka.
Sejauh  penelusuran  penulis,  belum  ditemukan  tulisan  dalam  bentuk  skripsi  yang  secara  spesifik  dan  mendetail  membahas  tentang  syarat  nikah  bagi wanita yang telah melakukan zina.  Bahan pustaka yang digunakan dalam  penelitian  ini  yaitu  dengan  mencari  kitab-kitab,  buku-buku,  maupun  dalam  bentuk skripsi.
Sumirah  (286137)  dengan  skripsinya  yang  berjudul  “Studi  Analisis  Terhadap  Persepsi  Imam  Syafi’i  Tentang  Kebolehan  Mengawini  Wanita  Pezina”.  Dalam  skripsi  ini  membahas  tentang  pendapat  Imam  Syafi’ i  yang  membolehkan menikahi wanita pezina tanpa adanya syarat apapun.
Moch  Asrori  dengan  skripsinya  yang  berjudul  “Analisis  Terhadap  Pendapat  Imam  Hanafi  Tentang  Tidak  Ada  Iddah  Bagi  Perempuan  Hamil  Karena  Zina”  yang  membahas  pendapat  Imam  Hanafi  tentang  tidak  adanya  iddah bagi perempuan yang hamil akibat zina.
Fatachudin Latif (2101086) dengan skripsinya yang berjudul “Analisis  Hukum Islam Terhadap Wali Nikah Bagi Anak Perempuan Hasil Nikah Hamil  (Studi kasus di KUA Kec. Semarang Tengah Kota Semarang) ”.  dalam skripsi  ini,  menjelaskan tentang  bagaimana cara  KUA dalam  menentukan  bagi anak  gadis yang lahir akibat peristiwa nikah hamil kedua orang tuanya.    Dari beberapa skripsi di atas, maka penulis akan lebih fokus terhadap  pendapat Ibnu Qudamah yang menerangkan tentang adanya syarat nikah bagi  wanita yang telah melakukan zina.
E.  Metode Penelitian.
Sebagai  pegangan  dalam penulisan skripsi ini berdasarkan pada suatu  penelitian kepustakaan yang relevan dengan pokok pembahasan dalam skripsi  ini.  Penelitian  ini  merupakan  penelitian  studi  pustaka  (library  research) dengan pendekatan kualitatif.  Dalam penulisan, skripsi ini akan menggunakan  metode sebagai berikut: 1.  Sumber Data.
Terdapat dua sumber data penelitian ini yaitu primer dan sekunder.
Sumber data primer adalah bahan orisinil yang menjadi dasar bagi peneliti  lain, dan merupakan penyajian formal pertama dari hasil penelitian.   Yaitu  pendapat  Ibnu  Qudamah  dalam  kitabnya  Al-Mughni,  yang  menjelaskan  tentang syarat nikah bagi wanita yang tela h melakukan zina.
Sumber data sekunder, adalah sumber yang mempermudah proses  penilaian  literatur  primer,  yang  mengemas  ulang,  menata  kembali,  menginterprestasi  ulang,  merangkum,  mengindeks  atau  dengan  cara  lain  “menambah  nilai”  pada  informasi  baru  yang  dilaporkan  dalam  literatur  primer.
 Pendapat  Ibnu  Taimiyah  dalam  kitabnya  Al  Fatawa  juz  32  halaman 109, yang menjelaskan tentang tidak boleh menikahi wanita zina   Lexi J.  Meleong,  Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya,  2007, hlm. 11.
 sebelum ia bertaubat. Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah, yang  menjelaskan tentang  nikah  wanita  zina.  Amir  Syarifuddin  dalam  bukunya  Hukum  Perkawinan  Islam  Di  Indonesia:  Antara  Fiqh  Menakahat  Dan  UndangUndang  Perkawinan,  yang  menjelaskan  perkawinan  dengan  pezina  dan  perkawinan  dengan  perempuan  hamil  karena  zina.  Direktorat  Jenderal  Pembinaan  Kelembagaan  Agama  Islam  Departemen  Agama,  dalam  bukunya  Ilmu  Fiqh  Jilid  II.  Yang  membahas  tentang  mengawini  perempuan yang berzina. Teungku muhammad hasbi ash-shiddieqy, dalam  bukunya  Koleksi  Hadis-Hadis  Hukum  8,  yang  membahas  tentang  nikah  pezina.
2.  Teknik Pengumpulan Data.
Teknik  pengumpulan  data  berupa  teknik  dokumentasi  atau  studi  dokumenter.  Yaitu  dengan  menggunakan  data  primer  yang  berupa  kitab  karya Ibnu Qudamah yang mengkaji tentang syarat nikah bagi wanita yang  telah  melakukan  zina  dan  data  sekunder  yang  berupa  buku-buku  sebagai  penunjang dalam analisis masalah tersebut.
3.  Teknik Analisa Data.
Berangkat dari studi  yang  bersifat  literatur  ini,  maka sumber data  skripsi  disandarkan  pada  riset  kepustakaan.  Demikian  pula  untuk   menghasilkan  kesimpulan  yang  benar-benar  valid,  maka  data  yang  terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitis.
 Metode deskriptif analit is ini untuk  memberikan data yang seteliti  mungkin  dan  menggambarkan  sikap  suatu  keadaan  dan  sebab-sebab  dari  suatu  gejala  tertentu.  Untuk  dianalisis  dengan  pemeriksaan  secara  konseptual atas suatu pendapat, sehingga dapat diperoleh  suatu kejelasan  arti seperti yang terkandung dalam pendapat tersebut.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi