BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar belakang Masalah.
Menurut arti
bahasanya wakaf berarti
menahan atau mencegah. Sedangkan dalam
peristilahan syara’ wakaf
adalah sejenis pemberian
yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan
(pemilikan) asal (tahbisul asl). Lalu menjadikan manfatnya
berlaku umum. Yang dimaksud dengan
tahbisul asl ialah menahan
barang yang diwakafkan
itu agar tidak
diwariskan, digunakan dalam
bentuk jual, dihibahkan,
digadaikan, disewakan, dipinjamkan,
dan sejenisnya. Sedangkan
cara pemanfaatanya ada lah
dengan menggunakan sesuai dengan kehendak pemberi wakaf tanpa imbalan.
Wakaf telah dikenal dan dilaksanakan umat
Islam Indonesia sejak lama, tetapi
umat Islam Indonesia
s elama ini memahami
wakaf hanya sebagai pemberian barang tidak bergerak seperti tanah
dan bangunan.
Menurut data
yang ada di
Kementerian Agama Republik
Indonesia, jumlah seluruh
tanah wakaf di Indonesia sebanyak
358.791 lokasi dengan
lusa 818.742.341, 86 meter
persegi.
Sebenarnya wakaf merupakan lembaga islam yang
sangat potensial untuk lebih dikembangkan
guna membantu masyarakat
yang kurang mampu.
Sayangnya wakaf yang jumlahnya begitu
banyak pada umumnya pemanfaatanya Muhammad
Jawad Mughniyah, fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera 2000 , hlm. 635.
Mustafa Edwin Nasution, Wakaf tunai Inovasi
Finansial Islam, Jakarta: Program studi timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia 2006,
hlm.19.
masih bersifat konsumtif dan belum dikelola
secara produktif. Dengan demikian lembaga wakaf
di Indonesia belum
terasa manfaatnya secara
optimal bagi kesejahteraan masyarakat.
Seiring berkembangnya
zaman akhirnya pemerintah
mengesahkan undang-undang Nomor
41 Tahun 2004
Tentang Wakaf yang
didalamnya mengatur segala aspek yang berkaitan dengan perwakafan
di Indonesia. Dengan disahkannya undang-undang ini berarti pemerintah sangat
serius memperhatikan dan memantau
permasalahan yang terjadi
di Indonesia khususnya
berkaitan dengan wakaf.
Pada pasal
16, Undang-undang Nomor
41 Tahun 2004
tertulis : Harta benda
wakaf terdiri dari; a. Benda tidak bergerak
b. Benda bergerak Pada ayat 3 dijelaskan benda bergerak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah benda yang tidak
bisa habis karena dikonsumsi, meliputi : a.
Uang; b. Logam mulia; c. Surat berharga; d. Kendaraan; e.
Hak atas kekayaan intelektual f .
Hak sewa; dan Undang-undang dan
Peraturan Pemerintah tentang Wakaf dan
Kewarganegaraan Indonesia Edisi 2008,
Semarang: Duta Nusindo, 2008, hlm. 9.
g.
Benda bergerak lain
sesuai dengan ketentuan
syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan penjelasan
mengenai perwakafan di
atas penulis menemukan
perbedaan yang sangat
jelas mengenai masalah
wakaf uang yaitu Menurut Imam
Az-Zuhri juga berpendapat
bahwa mewakafkan dinar
(benda bergerak) hukumnya boleh
dengan cara menjadikan dinar tersebut
sebagai modal usaha.
Keuntungan dari usaha
tersebut kemudian disalurkan
kepada mauquf alaih. Di
samping Imam Az-Zuhri
dan Ulama Hanafiyah,
sebagian madzhab Syafi’i juga membolehkan wakaf benda bergerak
(dinar dan dirham).
Sayyid Sabiq dalam kitabnya “Fiqh Sunnah” di
jelaskan mengenai wakaf yaitu apa
saja yang sah
diwakafkan dan apa saja yang
tidak sah diwakafkan.
Dalam kitab itu tertulis “Yang
sah diwakafkan ialah tanah, perabot yang bisa dipindahkan, mushhaf, kitab,
senjata dan binatang
demikian pula sah
untuk diwakafkan apa-apa yang
boleh diperjual-belikan dan boleh
dimanfaatkan dan tetap
utuhnya barang, yang demikian ini
telah kami kemukakan. Dan tidak sah mewakafkan apa
yang rusak dengan
dimanfaatkanya, seperti uang,
lilin, makanan, minuman,
dan apa yang
cepat rusak seperti
bau-bauan dan tumbuhtumbuhan aromatic, sebab ia cepat
rusak”.
Farida Prihatini, dkk., Hukum Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta: Papas
Sinar Sinanti, 2005, hlm. 114.
Sayyid Sabiq, fiqh Sunah, Kairo : Darul falah,
1999, hlm 262.
Di
Indonesia juga telah
di sahkanya Undang-undang
yang mengatur tentang
wakaf uang, maka berdasarkan
permasalahan tersebut penulis rasa perlu
mengkaji pendapat Sayyid Sabiq lebih lanjut
karena penulis menganggap bahwa pendapat
Sayyid Sabiq tersebut sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman
terutama di Indonesia,
maka penulis teliti
lagi dalam skripsi
dengan rumusan judul
“STUDI PENDAPAT SAYYID
SABIQ TENTANG TIDAK SAHNYA WAKAF
UANG’’. Penulis tertarik
mengkaji judul tersebut dikarenakan
wakaf benda begerak
(uang) pada masa
sekarang ini justru mempunyai nilai kemanfaatan lebih banyak,
tidak hanya sekedar sementara atau sekali pakai
sudah habis. Seiring
perkembangan zaman yang
pesat di masa sekarang, wakaf
uang pun banyak
dimanfaatkan nilainya sehingga
jauh dari unsur kerusakan.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar
belakang di atas,
maka dapat penulis
rumuskan permasalahan yang akan
menjadi topik pembahasan dalam penulisan
skripsi ini, yaitu: 1. Bagaimanakah Pendapat Sayyid Sabiq mengenai
wakaf uang? 2. Bagaimanakah istinbath
yang digunakan Sayyid
Sabiq dalam permasalahan wakaf uang.
C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pendapat Sayyid Sabiq
mengenai wakaf uang 2. Untuk
mengetahui istimbath yang
digunakan Sayyid Sabiq
dalam berpendapat mengenai wakaf
uang D. Telaah Pustaka Dalam menulis
sebuah skripsi penulis melakukan telaah pustaka, dengan membaca
buku, dengan melihat
isi buku yang
membahas tentang wakaf
dan menganalisa dengan
tujuan agar tidak
terjadi kemiripan dengan
skripsi orang lain. Buku-buku yang menulis tentang
permasalahan wakaf secara umum sangat banyak
dan beredar di masyarakat mulai dari perspektif agama dan hukum: 1. Dalam perspektif wakaf Muhammad Jawad
Mugniyah dalam bukunya “Fiqih Lima Mazhab”,
bahwa manfaat dari
adanya perselisihan mengenai kepemilikan
barang wakaf tanpa boleh atau
tidak menjualnya, pada barang yang diwakafkan untuk waktu tertentu, dan pada
pihak penerima wakaf yang musnah.
2. Skripsi
“Studi Analisis Terhadap
Fatwa MUI tentang
wakaf uang Oleh Muhammad Sodli
IAIN Walisongo 2004.
Dalam skripsi ini
membahas tentang istinbath
hukum Majelis Ulama
Indonesia tentang kebolehan wakaf
uang (cash waqf),
sebagai sebuah upaya
(alternatif) atas wakafwakaf
yang sudah ada
di Indonesia, seperti
perwakafan tanah, akan tetapi itu semua
belum terasa menyentuh
di kalangan umat
Islam, karena di
dalamnya masih banyak
permasalahan yang belum
dapat diselesaikan, misalnya
masalah pensertifikatan tanah
itu sendiri yang harus melalui
beberapa pejabat
yang terkadang juga
harus melalui birokrasi yang semrawut, yang pada akhirnya
harus memakan waktu yang begitu lama,
namun terkadang setelah menunggu lama, hasilnya pun tidak sesuai dengan data-data aslinya pada
pengukuran tanah tersebut.
3. Skripsi Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberdayaan Wakaf Tunai (Studi kasus
pemberdayaan wakaf tunai
pos keadilan peduli
umat cabang Jawa Tengah) oleh
Abdul Jalil IAIN
Walisongo 2006. Dalam
skripsi ini menjelaskan
pemberdayaan wakaf tunai,
sebagai sebuah upaya
atas wakafwakaf yang
sudah ada di
Indonesia, seperti pada
perwakafan tanah. Akan tetapi, itu semua
belum terasa menyentuh di
kalangan umat Islam. Karena pada prakteknya
perwakafan tanah yang ada selama
ini, cenderung kurang diberdayakan. Ini tercermin umat Islam di
Indonesia selama ini memahami bahwa
peruntukan wakaf hanya terbatas untuk kepentingan peribadatan dan hal-hal
yang lazim dilaksanakan di Indonesia, seperti pembentukan masjid, musholla, sekolah, makam, dan lain-lain.
4. Skripsi
Studi Analisis Putusan
Bahtsul Masail Nahdlatul
Ulama tentang wakaf
tunai Tahun 2000
oleh Abdul Ghofur
IAIN Walisongo semarang tahun
2004. Dalam skripsi
ini. Wakaf dengan
uang kontan atau
cash sebagaimana putusan bahtsul
masail NU adalah
hukumnya tidak sah,
dan bila dipaksakan
hanya menjadi sadaqoh
biasa, lain halnya
apabila si pemberi
bermaksud mewakafka n suatu barang
(bergerak atau tidak bergerak) dengan cara diberikan dalam bentuk uang kontan
atau cash, maka
harus melalui prosedur
taukil (pelimpahan mandat) dalam
hal pemberian barang
berikut waqfiah-nya, dan
nadzir penerima harus melaksanakannya
sebagai amanat wakif pemberi.
Dari pemaparan
diatas kiranya dari
pandangan penulis belum
ada yang mengkaji secara utuh seperti permasalahan yang penulis angkat sebagai skripsi ini. Karena dari penelitian-penelitian yang
telah ada seperti beberapa penelitian yang penulis
cantumkan di atas
penulis menyimpulkan bahwa
pada penelitian yang
penulis cantumkan sebelumnya
mempunyai sedikit persamaan
khususnya dalam hal-hal
tertentu dalam penelitian
penulis yaitu dalam
hal penggunaan analisis
hukumnya namun dalam pokok bahasan
atau data primer yang penulis teliti
dengan skripsi-skripsi di
atas jelas jauh
berbeda. Oleh karena
itu kiranya perlu
diadakan penelitian lebih
lanjut khususnya dalam
hal Pendapat Sayyid Sabiq mengenai tidak sahnya wakaf uang E. Metode Penelitian Metode pada
dasarnya berarti cara
yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan dari suatu
penelitian. Langkah-langkah yang akan ditempuh agar relevan dengan
masalah yang telah
dirumuskan, maka penulis
menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian
yang digunakan adalah
penelitian Pustaka ( Library Research)
yaitu serangkaian kegiatan
yang berkenaan dengan
pengumpulan data pustaka,
membaca dan mencatat
serta mengolah bahan
penelitian.
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2004, Penelitian ini
menggunakan penelitian Library
research karena data
pokok yang digunakan
adalah Kitab karangan
sayyid Sabiq yang
berjudul “Fiqh Sunah” 2.
Sumber Data Dalam penelitian ini
penulis menggunakan sumber-sumber
data sebagai berikut: a. Data primer Data primer adalah data yang
diperoleh langsung dari objek yang diteliti.
Data primer dalam penelitian ini adalah Kitab
Fiqih Sunnah.
b. Data sekunder Data sekunder
adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku,
hasil-hasil penelitian yang
berwujud laporan dan sebagainya.
Dalam
hal ini yang
penulis gunakan adalah
beberapa peraturan dan buku-buku
yang didalamnya mengatur mengenai Wakaf .
3. Metode pengumpulan data a. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi
yakni mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan
Hukum, Jakarta: Granit, Cet Ke-I 2004, hlm.
57.
Amirudin,
Zainal Asikin, Penghantar
Metode Penelitian Hukum,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. Ke-1, 2006. hlm. 30.
prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.
Metode dokumentasi ini penulis gunakan untuk mengumpulkan data-data
tentang Wakaf.
4. Metode Analisa Data Dalam penelitian
ini penulis menggunakan
metode analisis data kualitatif.
Dalam hal ini data
yang diperoleh akan dianalisis
dengan metode analisis
komparatif. Diskriptif analitis
adalah suatu penelitian
yang bersifat penjabaran
dan anlisis suatu
masalah.
Penulis
menggunakan metode Diskriptif
analitis dengan tujuan
untuk menganalisis data
dengan cara mengambil
dari sumber asli
yaitu fiqih Sunah
(Sayyid Sabiq) dan
dengan melakukan anlisis
pendapat Sayyid Sabiq
tentang mengapa uang
tidak diperbolehkan untuk wakaf.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi