BAB I.
TINDAK PIDANA INSES DALAM HUKUM
(JINAYAH) DAN KUHP.
A. Latar Belakang.
Inses dalam
bahasa Arab juga
disebut ghîsyân al-mahârim,
sifâh al-qurba atau zinâ al-mahârim
yaitu hubungan seksual
antara orang yang
diharamkan menikah di antara mereka
oleh syariah, karena
ras kekerabatan Secara
umum, Inses adalah
suatu hubungan seksual
yang dilakukan oleh
dua orang yang
masih ada hubungan
atau pertalian sedarah maupun
perkawinan.
Proses berlangsungnya Inses
bisa jadi berakibat pembatasan pergaulan
yang terlalu dekat,
tidur bersama satu
kamar atau satu
ranjang, atau kondisi rumah yang
terlalu sempit dan mencegah orang lain mengetahui hubungan mereka.
Pada kondisi ini
terjadinya Inses tidak
terencana atau malah
sangat terencana dengan
matang. Oleh arena
itu terjadinya Inses
tidak hanya tertutup
pada hubungan antara
ayah dan anak,
bisa juga antara
keponakan yang menginap
di rumah bibi,
atau paman yang
menginap di rumah
keponakan. Antara kakak
dengan adiknya dan lainlainnya.
Hukum Islam
adalah hukum yang
dibangun berdasarkan pemahaman
manusia atas nas
Al-Qur’an maupun al-Sunnah
untuk mengatur kehidupan
manusia .
Sebagaimana diketahui
bahwa hukum Islam
merupakan istilah khas
Indonesia, sebagai Munir al-Ba’albakki, Kamus al-Maurid:
Injelizi-’Arabi, ‘Arabi-Injelizi; madah: Inses.
I.P.M. Ranuhardoko, Terminologi Hukum (Inggris
-Indonesia). Jakarta: Sinar Grafika, 2000. Hlm. 3 Said Agil al-Munawar, Hukum Islam dan
Pluralitas Sosial, Jakarta: Penamadani, 2004, hlm. 6.
terjemahan dari al-fiqh al-Islamiy atau dalam
istilah barat dikenal dengan
Islamic Law.
Aspek penting
dalam hukum Islam
adalah mengutamakan keadilan
dan kemaslahatan.
Prinsip ini menjadi rujukan dalam
penetapan dan penerapan hukum Islam.
Menurut Abdul
Wahab Khallaf dalam
‘Ilmu Ushul al-Fiqh-nya
menjelaskan bahwa produk
hukum apa pun
dalam Islam harus
mempertimbangkan unsur maslahat yang
tercakup dalam al-dharuriyat
al-khamsah yang terdiri
dari hifź al-nafs
(menjaga jiwa), hifź
al-‘aql (menjaga akal),
hifź al-din (menjaga
agama), hifź al-mal
(menjaga harta) dan hifź al-nasl
(menjaga keturunan).
Kejahatan
atau tindak pidana
dalam Islam merupakan
larangan-larangan syariat yang dikategorikan dalam istilah jarimah
atau jinayah. Pakar fikih telah
mendefinisikan jarimah yaitu perbuatan-perbuatan tertentu
yang apabila dilakukan
akan mendapatkan ancaman hukuman had atau ta’zir.
Allah sebagai Al-Haliq yang telah menciptakan manusia adalah maha
mengetahui mengenai tabiat
atau watak manusia
sebagai makhluk ciptaannya.
Demikian pula hal hasrat seksual
antara laki-laki dan
perempuan. Oleh karena
itu Allah menentukan ketentuan-ketentuan hukum yang berkitan dengan
jarimah hudud, qishos-diyat dan ta’zir, sehingga manusi
bisa memelihara diri
dari dari perbuatan
keji dan mungkar
tersebut.
Tetapi banyak di antara manusia yang
tidak sadar, bahkan ada yang melanggar hukum.
Sebagai contoh jarimah zina yang
secara jelas di sebutka oleh Allah dalam surat An- Nuur ayat 2 Artinya : perempuan yang berzina dan laki-laki
yang berzina, Maka deralah tiaptiap
seorang dari keduanya
seratus dali dera,
dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat,
dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan
oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman.
Dari ayat alquran diatas
menunjukan bahwa perempua yang berzina
dan laki -laki yang berzina hukuman dari
tia-tiap orang keduanya seratus kali cambuk. Dan tidak boleh
ada belas kasihan
untuk menjalankan hukuman
Allah, untuk pelaksanaannya harus disaksikan oleh sekelompok orang orang
yang beriman.
Ketentu#an Allah
yang menempatkan masalah
perzinahan sebagai ranah
hak Tuhan yang menentukan bentuk
tindak pidana dan pembuktiannya merupakan ketentuan yang
Qoth’i maupun Dzanni.
Hanya saja ketentuan
hukum tersebut sering
mendapat penilaian sebagai
hukum yang tidak
manusiawi, melanggar hak
asasi manusia (HAM), karena
menurut mereka hukum
Islam terlalu kejam
dan sudah tidak
relevan dengan pekembangan
zaman sekarang dan
hanya belaku pada
saat turunnya ayat
tersebut saja, termasuk hukuman terhadap pelaku dan pebisnis
zina itu sendiri.
Jika dilihat dari bentuk hukuman zina itu
semata tanpa melihat aspek yang lain yang
berkaitan dengan perzinahan
berdasarkan syari’at Islam
maupun nilai-nilai Islam tentu
akan melihat dengan sudut pandang yang berbeda, misalnya dampak dari perbuatan zina terhadap anak yang akan dilahirkan, tentu hanya mempunyai
nasab denga ibunya maupun susunan
kemasyarakatan tanpa menghubungkannya dengan hukum kekeluargaan Neng Djubaedah,. Perzinahan dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia
ditinjau dari Hukum Islam. Jakarta:
Prenada Media Group, 2010, Hlm. 07 sesuai syari’at
Islam. Dengan kata
lain jika perbutan
zina itu hanya
semata-mata sebgaimana cara
pandang dan cara berfiir orang-orang barat, maka akan berbeda dengan cara pandang orang Islam yang mendasarkan
pemikirannya pada hukum Islam.
Selain surat An-nur ayat 2 juga
di jelaskan dalam Qur’an Surat Al-Isra’ : Artinya:
dan janganlah kamu
mendekati zina; Sesungguhnya
zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu
jalan yang buruk.
Dalam perzinahan itu sendiri
masalah perzinahan di golongkan menjadi beberapa kriteria,
antara lain: zina
mukhson dan zina
ghoiru mukhson, pelacuran,
homoseksual, liwadh, pelecehan
seksual, pemaksaan (pemerkosaan), serta
yang di lakukan
oleh keluarga dekat (Inses /
sumbing).
Tidak
hanya penzinahan yang
sering terjadi di
masyarakat tetapi Inses
juga dipraktekkan dalam
masyarakat tertentu dengan asumsi untuk menjaga keunggulan trah (garis keturunan) dan ternyata tidak ada akibat
negatif, hal itu tidak berarti bahwa secara logika
Inses menjadi sah-sah saja. Namun
sekali lagi, tidak ada sesuatu yang diharamkan Islam
yang tidak mengandung
bahaya. Sehingga boleh
jadi secara dlohir
Inses (baik karena
sedarah maupun sepersusuan)
bagi penjagaan jalur
murni ini tidak
ada bahaya, namun bisa saja secara kejiwaan dan moral bisa
berbahaya. Apalagi jika dihadapkan pada agama.
Semua agama memandang
praktek Inses sebagai sesuatu yang terlarang. Karena moral masyarakat secara kolektif baik yang
dibentuk oleh agama maupun yang dibentuk oleh
akal budi menolak
praktek ini sebagai
bentuk penyaluran naluri
seksual manusia.
Sayyid Sabiq.. Fiqh Sunnah (terj). Bandung: PT
Al- Ma’arif, 1990. Hlm. 95 Sekalipun argumen
dan pendekatan agama
berbeda-beda, bisa disimpulkan
mengenai pembahasan Inses semua agama memandang haram.
Sebagai isu
kekerasan seksual, Inses
bukanlah kasus baru.
Fakta tentang terjadinya
Inses seringkali tidak
muncul ke permukaan
karena dianggap sebagai
aib keluarga. Dari hasil telaah
literatur ditemukan bermacam-macam pengertian dari istilah Inses.
Inses adalah hubungan badan atau hubungan seksual yang terjadi antara
dua orang yang mempunyai
ikatan pertalian darah
dimana ikatan pertalian
darah diantara mereka cukup
dekat misalnya antara
kakak dengan adik,
bapak dengan anak
perempuan, ibu dengan
anak laki-laki atau
paman dengan keponakan.
Dalam hal ini
hubungan seksual yang
terjadi ada yang
bersifat sukarela dan
ada yang bersifat
paksaan. Yang bersifat paksaan
itulah yang dinamakan
perkosaan. Kasus Inses
yang banyak diketahui masyarakat
adalah perkosaan Inses,
karena kasus inilah
yang lebih banyak
dilaporkan oleh korban atau
keluarganya.
Menurut Hayati
(2004) Inses adalah
perkosaan yang dilakukan
oleh anggota keluarga atau orang yang telah dianggap
sebagai anggota keluarganya. Kekerasan seksual dalam kategori
ini adalah yang terberat
mengingat bahwa si pelaku adalah orang dekat atau keluarga sendiri sehingga Inses biasanya
terjadi berulang, dan diantara si korban dan si pelaku besar kemungkinan untuk saling
bertemu. Keadaan ini tentu saja sangat berat bagi
korban, karena pertemuan
dengan si pelaku
akan memacu ingatan
korban akan kejadian perkosaan yang dialaminya.
Dalam tulisan
lainnya dijelaskan pengertian
Inses adalah ketika
orang tua, keluarga,
kakak atau seseorang
dalam keluarga yang
memiliki kekuasaan melakukan hubungan seksual dengan orang dari keluarga
yang sama. Inses yang sering terjadi adalah antara
ayah dengan anak
perempuannya. Menurut Masland
dan Estridge Inses
adalah jenis perlakuan
atau penyiksaan secara
seksual yang melibatkan
dua anggota keluarg a dalam
satu keluarga, ayah
dengan anak perempuan,
ibu dengan anak
laki-laki, saudara laki-laki dengan saudara perempuan dan kakek
dengan cucu perempuan. Inses biasanya dapat terjadi karena rumah mereka sangat
sempit, akses untuk main keluar tidak ada atau sangat terbatas.
Kalau keluar misalnya
untuk main atau
bergaul dengan teman-teman, harus
mengeluarkan uang. Kondisi
di rumah, satu
kamar beramai-ramai. Maka
lamakelamaan orang yang berada di sana akan terangsang nafsu biologisnya
Kadang-kadang tidak ada
tanda-tanda pemaksaan yang
muncul. Tetapi ketika melibatkan orang tua dan anak, perasaan takut
ketahuan dan takut dihukum merupakan bagian dari
hubungan tersebut. Diakui
bahwa otoritas dan
kekuatan superior orang dewasa
biasanya mendorong anak menyetujui dan
mau melakukannya. Ini mungkin juga merupakan
dorongan bagi sebagian anak atau remaja untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang dewasa atau saudara
sekandung.
Menurut pengakuan
pelaku Inses yang
dipublikasi di media
massa, hubungan Inses
mereka lakukan dengan
alasan kesepian ditinggal
istri, kurang puas
dengan pelayanan istri,
karena kebiasaan anak
perempuan tidur dengan
bapaknya dan menurut petugas
yang memeriksa pelaku
Inses, kejadian ini
juga dapat terjadi
karena adanya dugaan pelaku mengidap kelainan seks dan
masalah gangguan kejiwaan.
Kejadian Inses
yang berulang dilatarbelakangi oleh
ketakutan korban terhadap pelaku
sehingga korban cenderung
memilih untuk diam,
tidak melaporkan kejadian tersebut kepada siapapun. Hal ini menyebabkan
pelaku merasa aman untuk mengulangi hal tersebut.
Kurangnya pengawasan orang
tua terhadap perkembangan
anak-anaknya juga mempengaruhi
terjadinya Inses.
Dampak yang
ditimbulkan dari peristiwa
Inses dapat dilihat
dari berbagai segi, yaitu
: 1). Dampak dari segi fiqh Islam dan hukum Seluruh pandangan mahzab fiqh Islam
mengharamkan perkawinan sedarah. Inses tidak bisa
dibenarkan meskipun dengan
sukarela apalagi dengan
paksaan (perkosaan).
Mereka menyamakannya
dengan zina yang
harus dihukum. Tetapi
ada perbedaan di antara mereka
soal hukumannya. Mahzab
Maliki Syafi’i, Hambali,
Zahiri, Syiah Zaidi dan
lain-lain menghukumnya dengan pidana hudud (hukum Islam yang sudah ditentukan bentuk dan kadarnya seperti hukum potong
tangan), persis seperti hukuman bagi pezina.
Sementara Abu
Hanifah menghukumnya dengan
tindak pidana ta’zir
(peringatan keras atau hukuman keras) bagi Inses sukarela.
2). Dampak dari segi psikologis Dari berbagai
peristiwa hubungan Inses
yang banyak dilaporkan
media akhirakhir ini
menunjukkan betapa menderitanya
perempuan korban Inses.
Ketergantungan dan ketakutan
akan ancaman membuat
perempuan tidak bisa
menolak diperkosa oleh ayah,
kakek, paman, saudara atau anaknya sendiri. Sangat sulit bagi mereka untuk
keluar dari kekerasan berlapis-lapis itu
karena mereka sangat tergantung hidupnya pada pelaku dan
masih berfikir tidak
mau membuka aib
laki-laki yang pada
dasarnya disayanginya dan
seharusnya menjadi pelindungnya.
Akibatnya mereka mengalami
trauma seumur hidup dan gangguan kejiwaan.
3). Dampak dari segi kemanusiaan Nurani kemanusian
universal (secara umum)
yang beradab sampai
hari ini mengutuk
Inses sebagai kriminalitas
terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Meskipun dilakukan secara suka
sama suka (sukarela) dan tidak ada yang merasa menjadi korban, Inses telah mengorbankan perasaan moral publik.
4). Dampak dari segi sosial Peristiwa hubungan
Inses yang terjadi
pada satu keluarga
akan menyebabkan hancurnya
nama keluarga tersebut
di mata masyarakat.
Keluarga tersebut dapat dikucilkan oleh
masyarakat dan menjadi
bahan pembicaraan di
tengah masyarakat.
Masalah yang lebih penting
dicermati dari kasus anak hasil
Inses adalah karena kondisi yang tidak sehat dalam konteks sosial, yang
berkaitan dengan konstruksi sosial tentang keluarga. Misalnya masyarakat mengenal ayah
dan anak sebagai satu kesatuan keluarga.
Tetapi jika terjadi kasus Inses, dimana ayah menghamili anak
perempuannya, maka bila lahir anak
dari anak perempuan
tersebut maka status
ayah itu menjadi
ganda, ayah sekaligus kakek.
5). Dampak dari segi kesehatan Peristiwa Inses
apalagi perkosaan Inses
dapat menyebabkan rusaknya
alat reproduksi anak dan resiko
tertular penyakit menular seksual. Korban dan pelaku menjadi stress
yang akan merusak
kesehatan kejiwaan mereka.
Dampak lainnya dari
hubungan Inses adalah
kemungkinan menghasilkan keturunan
yang lebih banyak
membawa gen homozygot.
Beberapa penyakit yang
diturunkan melalui gen
homozygot resesif yang dapat
menyebabkan kematian pada bayi yaitu
fatal anemia, gangguan penglihatan pada anak
umur 4-7 tahun yang bisa berakibat buta, albino, polydactyl dan sebagainya.
Pada perkawinan sepupu yang mengandung gen
albino maka kemungkinan keturunan albino lebih
besar 13,4 kali
dibandingkan perkawinan biasa.
Kelemahan genetik lebih berpeluang muncul
dan riwayat genetik
yang buruk akan
bertambah dominan serta banyak
muncul ketika lahir dari orang tua yang memiliki kedekatan keturunan.
Gangguan emosional yang dialami
si ibu akibat kehamilan yang tidak diharapkan akan
mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin pra
dan pascakelahiran.Selain itu
banyak penyakit genetik yang peluang
munculnya lebih besar pada anak yang
dilahirkan dari kasus
Inses seperti kelainan
genetik yang menyebabkan gangguan kesehatan jiwa (skizoprenia),
keterlambatan mental (idiot) dan perkembangan otak yang lemah.
kasus Inses
yang terungkap di
masyarakat sering di
jumpai, baik itu
melalui media cetak maupun elektronik. kasus-kasus Inses
yang belum terungkap, kemungkinan besar
dapat dipastikan bahwa
kasus-kasus yang terjadi
di masyarakat lebih
banyak dibandingkan kasus-kasus
yang terungkap tersebut.
Dari rumusan masalah di atas
penulis tertarik untuk menganalisis mengenai Inses akan penulis
tuangkan dalam skripsi
dengan judul STUDI
ANALISIS TINDAK PIDANA
INSES DALAM PERSPEKTIF
HUKUM PIDANA ISLAM
(JINAYAH) DAN HUKUM PIDANA
INDONESIA (KUHP).
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan
dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut 1. Bagaimanakah pandangan
hukum pidana Islam
terhadap Inses dan
bagaimana hukumannya ?
2. Bagaimanakah pandangan
hukum pidana positif
terhadap Inses dan
bagaimana hukumannya ?
C. Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah:.
1. Untuk
mengetahui pandangan hukum
pidana Islam terhadap
Inses dan bagaimana hukumannya.
2.
Untuk mengetahui pandangan
hukum pidana Islam
terhadap Inses dan
bagaimana Hukumannya.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi