Kamis, 28 Agustus 2014

Skripsi Syariah: STUDI ANALISIS TINDAK PIDANA INSES DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAH) DAN HUKUM PIDANA INDONESIA (KUHP)

BAB I.
TINDAK PIDANA INSES DALAM HUKUM (JINAYAH) DAN KUHP.
A.  Latar Belakang.
Inses  dalam  bahasa  Arab  juga  disebut  ghîsyân  al-mahârim,  sifâh  al-qurba  atau  zinâ  al-mahârim  yaitu  hubungan  seksual  antara  orang  yang  diharamkan  menikah  di  antara  mereka  oleh  syariah,  karena  ras  kekerabatan  Secara  umum,  Inses  adalah  suatu  hubungan  seksual  yang  dilakukan  oleh  dua  orang  yang  masih  ada  hubungan  atau  pertalian sedarah maupun perkawinan.

 Proses berlangsungnya  Inses  bisa jadi berakibat  pembatasan  pergaulan  yang  terlalu  dekat,  tidur  bersama  satu  kamar  atau  satu  ranjang,  atau kondisi rumah yang terlalu sempit dan mencegah orang lain mengetahui hubungan  mereka.  Pada  kondisi  ini  terjadinya  Inses  tidak  terencana  atau  malah  sangat  terencana  dengan  matang.  Oleh  arena  itu  terjadinya  Inses  tidak  hanya  tertutup  pada  hubungan  antara  ayah  dan  anak,  bisa  juga  antara  keponakan  yang  menginap  di  rumah  bibi,  atau  paman  yang  menginap  di  rumah  keponakan.  Antara  kakak  dengan  adiknya  dan  lainlainnya.
Hukum  Islam  adalah  hukum  yang  dibangun  berdasarkan  pemahaman  manusia  atas  nas  Al-Qur’an  maupun  al-Sunnah  untuk  mengatur  kehidupan  manusia  .
Sebagaimana  diketahui  bahwa  hukum  Islam  merupakan  istilah  khas  Indonesia,  sebagai   Munir al-Ba’albakki, Kamus al-Maurid: Injelizi-’Arabi, ‘Arabi-Injelizi; madah: Inses.
 I.P.M. Ranuhardoko, Terminologi Hukum (Inggris -Indonesia). Jakarta: Sinar Grafika, 2000. Hlm. 3  Said Agil al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, Jakarta: Penamadani, 2004, hlm. 6.
terjemahan dari  al-fiqh al-Islamiy  atau dalam  istilah barat dikenal dengan  Islamic Law.
Aspek  penting  dalam  hukum  Islam  adalah  mengutamakan  keadilan  dan  kemaslahatan.
Prinsip ini menjadi rujukan dalam penetapan dan penerapan hukum Islam.
Menurut  Abdul  Wahab  Khallaf  dalam  ‘Ilmu  Ushul  al-Fiqh-nya  menjelaskan  bahwa  produk  hukum  apa  pun  dalam  Islam  harus  mempertimbangkan  unsur  maslahat  yang  tercakup  dalam  al-dharuriyat  al-khamsah  yang  terdiri  dari  hifź  al-nafs  (menjaga  jiwa),  hifź  al-‘aql  (menjaga  akal),  hifź  al-din  (menjaga  agama),  hifź  al-mal  (menjaga  harta) dan hifź al-nasl (menjaga keturunan).
 Kejahatan  atau  tindak  pidana  dalam  Islam  merupakan  larangan-larangan  syariat  yang dikategorikan dalam istilah  jarimah  atau  jinayah. Pakar fikih telah mendefinisikan jarimah  yaitu  perbuatan-perbuatan  tertentu  yang  apabila  dilakukan  akan  mendapatkan  ancaman hukuman had atau ta’zir.
 Allah sebagai Al-Haliq  yang telah menciptakan manusia adalah maha mengetahui  mengenai  tabiat  atau  watak  manusia  sebagai  makhluk  ciptaannya.  Demikian  pula  hal  hasrat  seksual  antara  laki-laki  dan  perempuan.  Oleh  karena  itu  Allah  menentukan  ketentuan-ketentuan hukum yang berkitan dengan jarimah hudud, qishos-diyat dan ta’zir,  sehingga  manusi  bisa  memelihara  diri  dari  dari  perbuatan  keji  dan  mungkar  tersebut.
Tetapi banyak di antara manusia yang tidak sadar, bahkan ada yang melanggar hukum.
Sebagai contoh jarimah zina yang secara jelas di sebutka oleh Allah dalam surat  An- Nuur ayat 2  Artinya : perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiaptiap  seorang  dari  keduanya  seratus  dali  dera,  dan  janganlah  belas  kasihan  kepada  keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu  beriman kepada  Allah,  dan  hari  akhirat,  dan  hendaklah  (pelaksanaan)  hukuman  mereka  disaksikan  oleh  sekumpulan orang-orang yang beriman.
Dari ayat alquran diatas menunjukan  bahwa perempua yang berzina dan laki  -laki yang berzina hukuman dari tia-tiap orang keduanya seratus kali cambuk. Dan tidak  boleh   ada  belas  kasihan   untuk  menjalankan  hukuman  Allah,  untuk  pelaksanaannya  harus disaksikan oleh sekelompok orang orang yang beriman.
Ketentu#an  Allah  yang  menempatkan  masalah  perzinahan  sebagai  ranah  hak  Tuhan yang menentukan bentuk tindak pidana dan pembuktiannya merupakan ketentuan  yang  Qoth’i  maupun  Dzanni.  Hanya  saja  ketentuan  hukum  tersebut  sering  mendapat  penilaian  sebagai  hukum  yang  tidak  manusiawi,  melanggar  hak  asasi  manusia  (HAM),  karena  menurut  mereka  hukum  Islam  terlalu  kejam  dan  sudah  tidak  relevan  dengan  pekembangan  zaman  sekarang  dan  hanya  belaku  pada  saat  turunnya  ayat  tersebut  saja,  termasuk hukuman terhadap pelaku dan pebisnis zina itu sendiri.
 Jika dilihat dari bentuk hukuman zina itu semata tanpa melihat  aspek  yang lain  yang  berkaitan  dengan  perzinahan  berdasarkan  syari’at  Islam  maupun  nilai-nilai  Islam  tentu akan melihat dengan sudut pandang yang berbeda, misalnya dampak dari perbuatan  zina terhadap anak  yang akan dilahirkan, tentu hanya mempunyai nasab denga ibunya  maupun susunan kemasyarakatan tanpa menghubungkannya dengan hukum kekeluargaan   Neng Djubaedah,.  Perzinahan dalam  Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia ditinjau dari Hukum  Islam. Jakarta: Prenada Media Group, 2010, Hlm. 07  sesuai  syari’at  Islam.  Dengan  kata  lain  jika  perbutan  zina  itu  hanya  semata-mata  sebgaimana cara pandang dan cara berfiir orang-orang barat, maka akan berbeda dengan  cara pandang orang Islam yang mendasarkan pemikirannya pada hukum Islam.
Selain surat An-nur ayat 2 juga di jelaskan dalam Qur’an Surat Al-Isra’ :  Artinya:  dan  janganlah  kamu  mendekati  zina;  Sesungguhnya  zina  itu  adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.
Dalam perzinahan itu sendiri masalah perzinahan di golongkan menjadi beberapa  kriteria,  antara  lain:  zina  mukhson  dan  zina  ghoiru  mukhson,  pelacuran,  homoseksual,  liwadh,  pelecehan  seksual,  pemaksaan  (pemerkosaan),  serta  yang  di  lakukan  oleh  keluarga dekat (Inses / sumbing).
 Tidak  hanya  penzinahan  yang  sering  terjadi  di  masyarakat   tetapi  Inses  juga  dipraktekkan dalam masyarakat tertentu dengan asumsi untuk menjaga keunggulan trah  (garis keturunan) dan ternyata tidak ada akibat negatif, hal itu tidak berarti bahwa secara  logika  Inses  menjadi sah-sah saja. Namun sekali lagi, tidak ada sesuatu yang diharamkan  Islam  yang  tidak  mengandung  bahaya.  Sehingga  boleh  jadi  secara  dlohir  Inses  (baik  karena  sedarah  maupun  sepersusuan)  bagi  penjagaan  jalur  murni  ini  tidak  ada  bahaya,  namun bisa saja secara kejiwaan dan moral bisa berbahaya. Apalagi jika dihadapkan pada  agama.
Semua agama memandang praktek  Inses  sebagai sesuatu yang terlarang. Karena  moral masyarakat secara kolektif baik yang dibentuk oleh agama maupun yang dibentuk  oleh  akal  budi  menolak  praktek  ini  sebagai  bentuk  penyaluran  naluri  seksual  manusia.
 Sayyid Sabiq.. Fiqh Sunnah (terj). Bandung: PT Al- Ma’arif, 1990. Hlm. 95  Sekalipun  argumen  dan  pendekatan  agama   berbeda-beda,  bisa  disimpulkan  mengenai  pembahasan Inses  semua agama memandang haram.
Sebagai  isu  kekerasan  seksual,  Inses  bukanlah  kasus  baru.  Fakta  tentang  terjadinya  Inses  seringkali  tidak  muncul  ke  permukaan  karena  dianggap  sebagai  aib  keluarga. Dari hasil telaah literatur ditemukan bermacam-macam pengertian dari istilah  Inses.  Inses adalah hubungan badan atau hubungan seksual yang terjadi antara dua orang  yang  mempunyai  ikatan  pertalian  darah  dimana  ikatan  pertalian  darah  diantara  mereka  cukup  dekat  misalnya  antara  kakak  dengan  adik,  bapak  dengan  anak  perempuan,  ibu  dengan  anak  laki-laki  atau  paman  dengan  keponakan.  Dalam  hal  ini  hubungan  seksual  yang  terjadi  ada  yang  bersifat  sukarela  dan  ada  yang  bersifat  paksaan.  Yang  bersifat  paksaan  itulah  yang  dinamakan  perkosaan.  Kasus  Inses  yang  banyak  diketahui  masyarakat  adalah  perkosaan  Inses,  karena  kasus  inilah  yang  lebih  banyak  dilaporkan  oleh korban atau keluarganya.
Menurut  Hayati  (2004)  Inses  adalah  perkosaan  yang  dilakukan  oleh  anggota  keluarga atau orang yang telah dianggap sebagai anggota keluarganya. Kekerasan seksual  dalam kategori  ini adalah  yang terberat mengingat bahwa si pelaku adalah orang dekat  atau keluarga sendiri sehingga Inses biasanya terjadi berulang, dan diantara si korban dan  si pelaku besar kemungkinan untuk saling bertemu. Keadaan ini tentu saja sangat berat  bagi  korban,  karena  pertemuan  dengan  si  pelaku  akan  memacu  ingatan  korban  akan  kejadian perkosaan yang dialaminya.
Dalam  tulisan  lainnya  dijelaskan  pengertian  Inses  adalah  ketika  orang  tua,  keluarga,  kakak  atau  seseorang  dalam  keluarga  yang  memiliki  kekuasaan  melakukan  hubungan seksual dengan orang dari keluarga yang sama. Inses yang sering terjadi adalah  antara  ayah  dengan  anak  perempuannya.  Menurut  Masland  dan  Estridge  Inses  adalah  jenis  perlakuan  atau  penyiksaan  secara  seksual  yang  melibatkan  dua  anggota  keluarg a  dalam  satu  keluarga,  ayah  dengan  anak  perempuan,  ibu  dengan  anak  laki-laki,  saudara  laki-laki dengan saudara perempuan dan kakek dengan cucu perempuan.  Inses  biasanya  dapat terjadi karena rumah mereka sangat sempit, akses untuk main keluar tidak ada atau sangat  terbatas.  Kalau  keluar  misalnya  untuk  main  atau  bergaul  dengan  teman-teman,  harus  mengeluarkan  uang.  Kondisi  di  rumah,  satu  kamar  beramai-ramai.  Maka  lamakelamaan orang yang berada di sana akan terangsang nafsu biologisnya Kadang-kadang  tidak  ada  tanda-tanda  pemaksaan  yang  muncul.  Tetapi  ketika  melibatkan orang tua dan anak, perasaan takut ketahuan dan takut dihukum merupakan  bagian  dari  hubungan  tersebut.  Diakui  bahwa  otoritas  dan  kekuatan  superior  orang  dewasa biasanya mendorong anak menyetujui  dan mau melakukannya. Ini mungkin juga  merupakan dorongan bagi sebagian anak atau remaja untuk mendapatkan perhatian dan  kasih sayang orang dewasa atau saudara sekandung.
Menurut  pengakuan  pelaku  Inses  yang  dipublikasi  di  media  massa,  hubungan  Inses  mereka  lakukan  dengan  alasan  kesepian  ditinggal  istri,  kurang  puas  dengan  pelayanan  istri,  karena  kebiasaan  anak  perempuan  tidur  dengan  bapaknya  dan  menurut  petugas  yang  memeriksa  pelaku  Inses,  kejadian  ini  juga  dapat  terjadi  karena  adanya  dugaan pelaku mengidap kelainan seks dan masalah gangguan kejiwaan.
Kejadian  Inses  yang  berulang  dilatarbelakangi  oleh  ketakutan  korban  terhadap  pelaku  sehingga  korban  cenderung  memilih  untuk  diam,  tidak  melaporkan  kejadian  tersebut kepada siapapun. Hal ini menyebabkan pelaku merasa aman untuk mengulangi  hal  tersebut.  Kurangnya  pengawasan  orang  tua  terhadap  perkembangan  anak-anaknya  juga mempengaruhi terjadinya Inses.
Dampak  yang  ditimbulkan  dari  peristiwa  Inses  dapat  dilihat  dari  berbagai  segi,  yaitu : 1). Dampak dari segi fiqh Islam dan hukum Seluruh pandangan mahzab fiqh Islam mengharamkan perkawinan sedarah.  Inses tidak  bisa  dibenarkan  meskipun  dengan  sukarela  apalagi  dengan  paksaan  (perkosaan).
Mereka  menyamakannya  dengan  zina  yang  harus  dihukum.  Tetapi  ada  perbedaan  di  antara  mereka  soal  hukumannya.  Mahzab  Maliki  Syafi’i,  Hambali,  Zahiri,  Syiah  Zaidi  dan lain-lain menghukumnya dengan pidana hudud (hukum Islam yang sudah ditentukan  bentuk dan kadarnya seperti hukum potong tangan), persis seperti hukuman bagi pezina.
Sementara  Abu  Hanifah  menghukumnya  dengan  tindak  pidana  ta’zir  (peringatan  keras  atau hukuman keras) bagi Inses sukarela.
2). Dampak dari segi psikologis Dari  berbagai  peristiwa  hubungan  Inses  yang  banyak  dilaporkan  media  akhirakhir  ini  menunjukkan  betapa  menderitanya  perempuan  korban  Inses.  Ketergantungan  dan  ketakutan  akan  ancaman  membuat  perempuan  tidak  bisa  menolak  diperkosa  oleh  ayah, kakek, paman, saudara atau anaknya sendiri. Sangat sulit bagi mereka untuk keluar  dari kekerasan berlapis-lapis itu karena mereka sangat tergantung hidupnya pada pelaku  dan  masih  berfikir  tidak  mau  membuka  aib  laki-laki  yang  pada  dasarnya  disayanginya  dan  seharusnya  menjadi  pelindungnya.  Akibatnya  mereka  mengalami  trauma  seumur  hidup dan gangguan kejiwaan.
3). Dampak dari segi kemanusiaan Nurani  kemanusian  universal  (secara  umum)  yang  beradab  sampai  hari  ini  mengutuk  Inses  sebagai  kriminalitas  terhadap  nilai-nilai  kemanusiaan.  Meskipun  dilakukan secara suka sama suka (sukarela) dan tidak ada yang merasa menjadi korban,  Inses telah mengorbankan perasaan moral publik.
4). Dampak dari segi sosial Peristiwa  hubungan  Inses  yang  terjadi  pada  satu  keluarga  akan  menyebabkan  hancurnya  nama  keluarga  tersebut  di  mata  masyarakat.  Keluarga  tersebut  dapat  dikucilkan  oleh  masyarakat  dan  menjadi  bahan  pembicaraan  di  tengah  masyarakat.
Masalah yang lebih penting dicermati dari kasus anak hasil  Inses  adalah karena kondisi  yang tidak sehat dalam konteks sosial, yang berkaitan dengan konstruksi sosial tentang  keluarga. Misalnya masyarakat mengenal ayah dan anak sebagai satu kesatuan keluarga.
Tetapi jika terjadi kasus  Inses, dimana ayah menghamili anak perempuannya, maka bila  lahir  anak  dari  anak  perempuan  tersebut  maka  status  ayah  itu  menjadi  ganda,  ayah  sekaligus kakek.
5). Dampak dari segi kesehatan Peristiwa  Inses  apalagi  perkosaan  Inses  dapat  menyebabkan  rusaknya  alat  reproduksi anak dan resiko tertular penyakit menular seksual. Korban dan pelaku menjadi  stress  yang  akan  merusak  kesehatan  kejiwaan  mereka.  Dampak  lainnya  dari  hubungan  Inses  adalah  kemungkinan  menghasilkan  keturunan  yang  lebih  banyak  membawa  gen  homozygot.  Beberapa  penyakit  yang  diturunkan  melalui  gen  homozygot  resesif  yang  dapat menyebabkan kematian pada bayi  yaitu fatal anemia, gangguan penglihatan pada  anak umur 4-7 tahun yang bisa berakibat buta, albino, polydactyl dan sebagainya. Pada  perkawinan sepupu  yang mengandung  gen  albino maka kemungkinan keturunan albino  lebih  besar  13,4  kali  dibandingkan  perkawinan  biasa.  Kelemahan  genetik  lebih  berpeluang  muncul  dan  riwayat  genetik  yang  buruk  akan  bertambah  dominan  serta  banyak muncul ketika lahir dari orang tua yang memiliki kedekatan keturunan.
Gangguan emosional yang dialami si ibu akibat kehamilan yang tidak diharapkan  akan  mempengaruhi  pertumbuhan  dan  perkembangan  janin  pra  dan  pascakelahiran.Selain itu banyak penyakit genetik  yang peluang munculnya lebih besar pada  anak  yang  dilahirkan  dari  kasus  Inses  seperti  kelainan  genetik  yang  menyebabkan  gangguan kesehatan jiwa (skizoprenia), keterlambatan mental (idiot) dan perkembangan  otak yang lemah.
kasus  Inses  yang  terungkap  di  masyarakat   sering  di  jumpai,  baik  itu  melalui media cetak maupun elektronik. kasus-kasus  Inses  yang belum terungkap, kemungkinan  besar  dapat  dipastikan  bahwa  kasus-kasus  yang  terjadi  di  masyarakat  lebih  banyak  dibandingkan kasus-kasus yang terungkap tersebut.
Dari rumusan masalah di atas penulis tertarik untuk menganalisis mengenai Inses akan  penulis  tuangkan  dalam  skripsi  dengan  judul  STUDI  ANALISIS  TINDAK  PIDANA  INSES  DALAM  PERSPEKTIF  HUKUM  PIDANA  ISLAM  (JINAYAH)  DAN HUKUM PIDANA INDONESIA (KUHP).
B.  Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar  belakang tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini  adalah sebagai berikut 1.  Bagaimanakah  pandangan  hukum  pidana  Islam  terhadap  Inses  dan  bagaimana  hukumannya ?
2. Bagaimanakah  pandangan  hukum  pidana  positif  terhadap  Inses  dan  bagaimana  hukumannya ?
C.  Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:.
1.  Untuk  mengetahui  pandangan  hukum  pidana  Islam  terhadap  Inses  dan  bagaimana  hukumannya.
 2.  Untuk  mengetahui  pandangan  hukum  pidana  Islam  terhadap  Inses  dan  bagaimana  Hukumannya.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi