Senin, 25 Agustus 2014

Skripsi Syariah: STUDY KASUS TENTANG WANPRESTASI PEMESANAN BARANG ANTARA C.V SUMBER JATI BATANG DENGAN TIGA PUTRA WELERI

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.   Latar Belakang.
Al-Qur’an dan sunnah  merupakan sumber  hukum  yang paling utama,  yang  mempunyai  daya  atur  yang  universal,  meliputi  segenap  aspek  dalam  segala persoalan kehidupan umat di dunia. Hal  ini dapat dilihat dari teksnya  yang  selalu  tepat  untuk  diimplikasikan  dalam  kehidupan  aktual,  misalnya  dalam bidang muamalah.

Dalam  hal  muamalah  duniawiyah  yang  berkembang  sekarang  ini  perilaku nabi sebagai wirausahawan dapat diteladani dengan menyiapkan diri  dan  mulai  membangun  kompetensi  sumber  daya  insani  dengan  dibekali  ketrampilan  berniaga,  dengan  mulai  dan  mencari  peluang  bisnis,  menjalin  kemitraan,  mengembangkan  produk,  memahami  aturan  main,  membangun  budaya atau sikap mental usahawan, hingga kemahiran bernegosiasi.
Dunia  usaha  yang  semakin  berkembang  pesat  banyak  kesepakatan  untuk  mengadakan  transaksi  jual  beli  yang  dituangkan  dalam  perjanjian.
Pengertian  perjanjian  diatur  oleh  KUH  Perdata  Pasal  1313  yang  berbunyi  "Perjanjian  adalah  suatu  perbuatan  dengan  mana  satu  orang  atau  lebih  mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya".
 Secara  etimologis  perjanjian  yang  dalam  bahasa  arab  diistilahkan  dengan Mu’amalah ittifa’  akad atau kontrak dapat diartikan sebagai perjanjian   Prof. Subekti, KUHPerdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 1999, hlm. 325   atau  persetujuan  adalah  suatu  perbuatan  dimana  seseorang  mengikatkan  dirinya pada seorang atau lebih.
 Untuk  memenuhi  kebutuhan  hidupnya  manusia  selalu  berinteraksi  dengan  sesamanya  untuk  mengadakan  transaksi  ekonomi.  Salah  satunya  adalah jual beli. Secara bahasa jual beli (bai') berarti mempertukarkan sesuatu  dengan  sesuatu,  kata  bai'  memiliki  cakupan  makna  kebalikannya  yakni  as syira'  (membeli),  namun  demikianlah  kata  bai'  diartikan  sebagai  jual-beli.
 Secara  terminologi,  terdapat  beberapa  definisi  jual  beli  yang  dikemukakan  Ulama  fiqh,  sekalipun  substansi  dan  tujuan  masing-masing  definisi  adalah  sama,  yaitu  tukar  menukar  barang  dengan  cara  tertentu  atau  tukar  menukar  sesuatu  dengan  yang  sepadan  menurut  cara  yang  dibenarkan.  Jual-beli  (albuyu) adalah pertukaran harta atas dasar saling rela atau memindahkan hak  milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (berupa alat tukar yang sah).
 Landasan  syar'i  yang  menjadi  dasar  diperbolehkan  transaksi  jual  beli  adalah surat al- Baqarah ayat 275 yang berbunyi: Artinya  :  Dan  Allah  telah  menghalalkan  jual  beli  dan  mengharamkan  riba.
Orang-orang  yang  telah  sampai  kepadanya  larangan  dari  Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya  apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan  urusannya  (terserah)  kepada  Allah.  Orang  yang  kembali   Syafi’i Rahma, Fiqh Muamalah, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006, hlm.
 Gufran  A.  Mas’adi,  Fiqh  Muamalah  Konstektual,  Jakarta:  PT.  Raja  Grafindo  Persada,  2002, hlm. 1  Gemala Dewi,  Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Jakarta: Perdana Kencana Media,  2005, hlm, 101   (mengambil  riba),  Maka  orang  itu  adalah  penghuni-penghuni  neraka; mereka kekal di dalamnya.
 Ayat  tersebut  menjelaskan  bahwasanya  Allah  menghalalkan  jual  beli  dan mengharamkan riba. Jual beli yang dihalalkan adalah jual beli yang bersih  dan tidak mengandung riba serta memenuhi syarat dan rukun jua l beli.
Dalam  jual  beli  terdapat  syarat  dan  rukun  yang  harus  dipenuhi  oleh  kedua belah pihak baik penjual dan pembeli. Adanya rukun dan syarat dalam  jual beli yang telah ditetapkan oleh syara' adalah untuk dipenuhinya syarat dan  rukun tersebut sehingga jual beli yang dilakukan sah dan bisa dibenarkan oleh  syara'.
 Namun tentunya dalam praktek yang dapat ditemui dalam kehidupan  sehari-hari,  tidak  dapat  dihindarkan  adanya  beberapa  permasalahan  yang  berkaitan  dengan  jual  beli,  dalam  praktek  jual  beli  terkadang  ada  beberapa  persoalan dimana terdapat kurangnya atau tidak dipenuhinya syarat atau rukun  jual  beli.  Dari  sinilah  ada  beberapa  jual  beli  yang  dianggap  shahih  atau  sah  dan ada jual beli yang dianggap ghairu shahih atau tidak sah.
 Terkadang dalam jual beli pada kenyataannya konsumen memerlukan  barang  yang  tidak  atau  belum  dihasilkan  oleh  produsen  sehingga  konsumen  melakukan transaksi jual beli dengan produsen dengan cara pesanan, di dalam  hukum  Islam  transaksi  jual  beli  yang,  dilakukan  secara  pesanan  ini  disebut  dengan  Salam.  Salam  adalah  menjual  suatu  barang  yang  penyerahannya  ditunda atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran   Al-Quranulkarim, Kudus: Menara Kudus, 2009, hlm.
 Alaidin Koto,  Ilmu Fiqh dan Ushul  Fiqh, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persda, 2004, hlm.
  Husein Syahatah, dan Athiyah Fayyad, Bursa Efek Tahunan Islam dan Transaksi di Pasar  Modal, Terj. A. Syukur, Surabaya: Pustaka Progresif, 2004, hlm. 3   modal  lebih  awal,  Sedangkan,  barangnya  diserahkan  kemudian  hari.
 Transaksi Salam merupakan salah satu bentuk yang telah menjadi kebiasaan di  berbagai  masyarakat.  Orang  yang  mempunyai  perusahaan  sering  membutuhkan  uang  untuk  kebutuhan  perusahaan  mereka,  bahkan  sewaktuwaktu  kegiatan  perusahaannya  terhambat  karena  kekurangan  bahan  pokok.
Sedangkan  si  pembeli,  selain  akan  mendapatkan  barang  yang  sesuai  dengan  yang diinginkanya, ia pun sudah menolong kemajuan perusahaan saudaranya.
Maka, untuk kepentingan tersebut Allah mengadakan peraturan Salam.
Istishna’  di definisikan dengan kontrak penjualan antara pembeli da n  pembuat  barang.
 Dalam  kontrak  ini  pembuat  barang  (shani)  menerima  pesanan dari pembeli (mustashni') untuk membuat barang dengan spesifikasi  yang  telah  di  sepakati  kedua  belah  pihak  yang  bersepakat  atas  harga  sistem  pembayaran,  yaitu  dilakukan  di  muka,  melalui  cicilan,  atau  ditangguhkan  sampai waktu yang akan datang. Transaksi jual beli  istishna’  memiliki syaratsyarat  yang  harus  dipenuhi  sehingga  sah  hukumnya.  Diantara  syarat -syarat  tersebut  ada  yang  berkaitan  dengan  modal  (pembayaran)  dan  barang  yang  dijual.
Syarat pembayaran (modal): 1.  Jenisnya diketahui dengan jelas 2.  Kadarnya diketahui dengan jelas 3.  Penyerahan dilakukan dalam satu majelis.
Syarat barang yang diserahkan kemudian:   Syafi’i Rahmat, Loc.cit. hlm   Gemala Dewi, Op.cit., hlm. 100   1.  Barang tersebut dalam tanggungan 2.  Kriteria  barang  tersebut  menunjukkan  kejelasan  jumlah  dan  sifatsifatnya yang membedakan dengan lainnya agar terhindar dart fitnah.
3.  Batas waktu diketahui dengan jelas.
 Firman Allah menyebutkan dalam Surat Al- Baqarah ayat 282: Artinya:  “Apabila  kamu  berhutang  piutang  dengan  suatu  hutang  sampai  kepada waktu yang disebutkan”.
 Masyarakat Batang sebagian  besar bekerja sebagai pengrajin bak truk,  bak  truk  adalah  produksi  olahan  dari  bahan  kayu  dengan  sedemikian  rupa  dengan  model dan ukuran  yang  jelas  sesuai dan  permintaan. Usaha  bak truk  ini  dilakukan  dengan  cara  jual  beli  secara  pesanan  (dalam  Islam  disebut  dengan  bai’  istishna’)  dimana  pihak  pembeli  memesan  barang  langsung  kepada pihak pengrajin bak truk (penjual) dengan  kontrak  perjanjian jual beli  sebagai  landasan  bisnis  dan  dasar  hukum  serta  ketentuan-ketentuan  lainnya,  baik  mengenai  harga,  ataupun  waktu  pembayaran  yang  telah  disepakati,  dan  dasar  hukum  hubungan  kerja  ke  dua  belah  pihak.  Dalam  kontrak  perjanjian  jual beli tersebut dijelaskan cir i -ciri barang yang nantinya akan dibuat cara dan  waktu pembayaran yang telah disepakati.
Akan  tetapi  dalam  perkembangannya  akad  pemesanan  barang  atau kontrak  perjanjian  jual beli bak truk  ini ,  pembayarannya tidak dapat dilakukan   Imam Syafi’i,  Al Umm, Jilid 1V, Terjemah Prof.  TK.  Ismail Yakub,  Jakarta: 1982,  hlm.
207.
 Al-Quranulkarim, Kudus: Menara Kudus, 2005, hlm. 49   secara  langsung,  tetapi  menunggu  barang  jadi  ataupun  ditangguhkan  sesuai  kesepakatan dalam kontrak perjanjian jual beli tersebut. Sedangkan kenyataan  yang  seringkali  terjadi,  pembeli  (pihak  pemesan  barang)  tidak  memenuhi  kewajibanya seperti yang sudah diatur dalam kontrak jual beli  tersebut.  pihak  penjual  terkatung-katung  menunggu  pelunasan  pembayaran  tersebut,  karena  pihak pembeli terlambat membayar hutang dan belum memberikan kepastian  waktunya.
Inilah  yang  terjadi  pada  penjual  bak  truk  CV.  Sumber  jati  di  desa  Subah  Kab.  Batang  dengan  pedagang  Tiga  Putra  di  Weleri,  dimana  C.V  Sumber  jati  sebagai  pihak  penjual  barang,  dan  Tiga  putra  weleri  sebagai  sebagai pihak pemesan  barang. Pada awal perjanjian keduanya telah  sepakat  melakukan  transaksi  jual  beli.  Dalam  perjanjian  jual  beli  tersebut,  menghasilkan  kesepakatan  antara  kedua  belah  pihak  (penjual  dan  pembeli)  antara  lain,  Tiga  Putra  Weleri  telah  memesan  barang  pada  C.V  Sumber  jati  yaitu satu buah  bak truk cold diesel  bahan  baku  kayu  merbau, dengan harga  25.000.000,00,uang  muka  sebesar  5.000.000,00  yang  dibayarkan  diawal  perjanjian  untuk  sisa  pembayaran  setelah  barang  selesai  dibuat.  Dan  C.V  Sumber jati sebagai pihak penjual telah menerima pesanan tersebut dan barang  pesanan akan diselesaikan satu minggu setelah pemesanan diterima. Keduanya  telah  menyepakati  perjanjian  tersebut,  akan  tetapi  setelah  jatuh  tempo,  Tiga  Putra Weleri sebagai pihak pemesan  barang tidak  menepati  janjinya  ataupun  tidak  melakukan  kewajibannya,  yaitu  setelah  barang  pesanan  diselesaikan  pada  tanggal  10  september  2010,  tiga  putra  weleri  belum  bisa  melunasi   pembayaran, sementara barang sudah diserahka, dimana dalam perjanjian jual  beli  tersebut  terjadi  wanprestasi.  Wanprestasi  yaitu  apabila  salah  satu  pihak  lalai,  tidak  memenuhi  kewajibanya,  terlambat  memenuhi  kewajiba nnya  atau  memenuhinya  tetapi  tidak  sesuai  yang  diperjanjikan.  Hal  seperti  ini  bisa  beresiko penipuan, yang akibatnya merugikan pihak penjual.
 Berdasarkan  latar  belakang  tersebut,  maka  penulis  tertarik  untuk  membahas dan  mengungkapnya  menjadi  judul penelitian  yaitu “Study Kasus  Wanprestasi Akad Pemesanan Barang Dalam Perjanjian Jual  Beli  Bak Truk  Antara C.V Sumber Jati dan Tiga Putra Weleri”.
B.  Rumusan Masalah.
Dari  uraian  di  atas  kiranya  dapat  dirumuskan  pokok  permasalahan  yang  perlu  dikaji,  dan  mendapat  penjelasan  yang  lebih  mendetail  untuk  dibahas yaitu : 1.  Apakah   akad  pemesanan  barang  antara  C.V  sumber  Jati  dan  Tiga  Putra  weleri bisa dinamakan akad istishna’? 2.   Bagaimanakah  praktek  akad  pemesanan  barang  antara  C.V  Sumber  Jati  dan Tiga Putra Weleri ? 3.  Bagaimana perspektif  hukum Islam  terhadap  wanprestasi akad  pemesanan  barang dalam perjanjian jual beli bak truk ?  Hasil wawancara ibu Matoyah (istri Bpk Muhcsal selaku pemilik C.V Sumber Jati pada  tanggal 7 April 2011).
 C.  Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian.
1.  Tujuan Penelitian.
Dalam  skripsi  ini  ada  beberapa  tujuan  yang  hendak  dicapai  oleh  penulis yaitu : a.  Tujuan Formal.
Untuk  melengkapi  dan  memenuhi  persyaratan  guna  memperoleh gelar sarjana dalam ilmu Syari'ah khususnya Mu’amalah  Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang.
b.   Tujuan fungsional antara lain:.
1)  Untuk  mengetahui  apakah  akad  pemesanan  barang  C.V  Sumber  Jati dan Tiga Putra Weleri termasuk akad istishna’ .
2)  Untuk mengetahui  bagaimana  akad  pemesanan barang  antara  C.V  Sumber Jati dan Tiga Putra Weleri.
3)  Untuk  mengetahui  perspektif  hukum  Islam  terhadap  wanprestasi akad pemesanan barang dalam perjanjian jual beli bak truk.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi