BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sebagai sebuah sistem ajaran yang sempurna,
universal-eternal, Islam tidak hanya
mengatur sistem ritual (ibadah) belaka, tetapi juga mengatur sistem sosial kemasyarakatan (muamalah ijtima'iyyah)
yang diantaranya mencakup hubungan
individu perorangan (muamalah syahsyiyah) dan transaksi kebendaan (muamalah Ma<liyah).
Di
dalam sistem kebendaan, Islam mengakui hak milik individu dan juga mengakui hak sosial, kedua-duanya diperhatikan
tanpa ada yang diabaikan.
Kepentingan individu adalah fitrah dan
demikian juga kepentingan sosial juga fitrah.
Kesejahteraan individu dan masyarakat menghendaki bersama agar antara nafsu yang ingin mengutamakan diri sendiri dan
juga yang mengutamakan kepentingan orang
lain terdapat keselarasan dan keseimbangan yang sehat.
Sebagai ajaran kerohaniahan, Islam dengan
tegas mengakui keabsahan hak milik pada
orang per-orang, bahkan mengancam siapa saja yang secara tidak sah merampas hak milik orang lain dengan ancaman
sanksi yang tegas. Namun Islam menjaga
keseimbangan antara kepentingan melindungi hak milik di satu pihak Abu Zahrah, Ushul Fiqh, h. 96 1 dengan idealisme untuk menghindari
ketimpangan sosial atau menegakkan keadilan.
Dalam istilah lain, Islam mengakui hak milik
relatif perseorangan sebagai hasil jerih
payah yang sah dan halal dan hanya boleh dipergunakan untuk hal-hal yang dibenarkan pula. Islam memerintahkan agar
harta milik seseorang berfungsi sosial.
Selain itu, Islam bukanlah sekedar agama ritual, tetapi juga suatu cara mengorganisir lingkungan untuk memperbaiki
kondisi-kondisi kehidupan.
Dengan demikian, Islam mempunyai seperangkat
wawasan bidang ekonomi, finansial,
administrasi dan sosial yang kesemuanya bermuara dalam suatu model pengorganisasian lingkungan. Hampir semua
kegiatan sosial ekonomi membutuhkan
tempat dan lingkungan.
Tuntutan sosial dan humanisme tertangkap oleh
jiwa Islam, yang menghendaki pelaksanaan
dalam dunia yang tidak sempurna, perintah Allah supaya manusia hidup dalam sayang menyayangi
dan dalam suasana persaudaraan dan
tolong menolong serta bersikap adil.
Untuk melakukan tugas kebajikan itu,
dibutuhkan kesadaran dari dalam diri
manusia sendiri. Meskipun demikian, adanya suatu organisasi yang menjamin seseorang melaksanakan gagasannya sebagai
hasil dari kesadarannya sendiri sangat
diperlukan. Salah satu ajaran Islam yang utama adalah persamaan manusia, persamaan kesempatan dan persamaan di dalam
hukum. Perbedaan dalam status sosial dan
kekayaan tidak boleh menjadi alasan untuk membedakan hak-hak hukum dan agama masyarakat. Islam tidak
mengakui perbedaan keturunan atau hak-hak
tertentu untuk mengambil keuntungan dalam kehidupan. Catatan historis membuktikan dimana Islam muncul, ia ditemani
oleh aturan etika dan sosial yang dibutuhkan
oleh sebuah masyarakat baru.
Manusia
sebagai makhluk sosial tidak lepas dari bantuan makhluk lainnya, saling membutuhkan, tunjang menunjang dan
tolong menolong dengan yang lain dalam
segala hal termasuk dalam kegiatan bermuamalah. Hal ini dikarenakan keterbatasan antara masing-masing individu
dalam menyelesaikan suatu masalah yang
sedang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Saling bermuamalah adalah ketentuan syariat yang berhubungan dengan tata
cara hidup sesama umat manusia yaitu
menyangkut aspek ekonomi meliputi kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup dan kualitas hidup,
seperti jual beli, pinjam meminjam hutang
piutang, usaha bersama dan lain-lain.
Dalam firman Allah SWT dijelaskan : Artinya : Dan tolong menolonglah kamu
untukberbuat kebaikan dan takwa dan
janganlah kamu tolong menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan. (Al-Maidah : 2).
Ayat
tersebut diatas merupakan salah satu dasar hukum adanya transaksi pinjam meminjam.
Anwar
Harjono, Indonesia kita pemikiran berwawasan iman-Islam, h. 39 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemah,
h. 157 Pinjam meminjam merupakan bentuk
muamalah yang melibatkan dua belah
pihak, yaitu pemilik barang atau pemberi pinjaman dan peminjam, diantara mereka terkait hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi. Oleh karena itu, agar tata hubungan
tersebut dapat berlangsung secara wajar, aman, tentram dan diridhoi oleh Allah SWT, maka dalam bidang muamalah,
syariat Islam telah menentukan kaidah-kaidah
fundamental yang bersifat umum.
Untuk memenuhi kebutuhan, maka seseorang akan
meminjam harta kepada orang lain.
Seperti halnya yang terjadi di Desa Sambong Gede Kecamatan Merak Urak kabupaten Tuban, mereka
melakukan transaksi pinjam meminjam uang
dengan beras. Dimana peminjam bermaksud meminjam uang, tetapi pihak pemberi pinjaman memberikan
pinjaman berupa beras bukan berupa uang
dan pengembaliannya dengan uang seharga beras yang dipinjam tersebut sesuai dengan kesepakatan mereka.
Maka dari itu, untuk mengetahui bagaimana
praktek pelaksanaannya diperlukan
penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui sampai efektifitas aturan pinjam meminjam dalam Islam dapat
dijadikan pedoman umat Islam dalam kegiatan
pinjam meminjam.
Dari uraian di atas timbul
beberapapermasalahan yang perlu pengkajian secara mendetail. Mengingat masalah ini sering
terjadi dalam masyarakat, maka perlu
untuk membahasnya agar dengan bahasan ini diketahui secara jelas status hukumnya.
B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka
masalah-masalah yang timbul dapat
dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana deskripsi pinjam meminjamuang
dengan beras di Desa Sambong Gede
Kecamatan Merak Urak Kabupaten Tuban ? 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap
sistem pinjam meminjam uang dengan beras
di Desa Sambong Gede Kecamatan Merak Urak Kabupaten Tuban ? C. Kajian Pustaka Masalah yang berhubungan dengan pinjam
meminjam sesungguhnya telah dibahas pada
skripsi sebelumnya seperti pada skripsi yang disusun oleh Nur Afifah Amanah Mahasiswa Fakultas Syari'ah
jurusan Muamalah IAIN Sunan Ampel
Surabaya pada tahun 2002 dengan judul "Sistem Pinjam Meminjam Uang di Dusun Pandaan Desa Pandan Ajeng Kecamatan
Tumpang Kabupaten Malang dalam
Perspektif Hukum Islam". Secara garis besar skripsi yang disusun oleh Nur Afifah ini membahas tentang pinjammeminjam
uang dengan jaminan tanah garapan yang
pengembaliannya di ukur dengan harga emas.
Dalam buku-buku fiqh (hukum Islam) sebagian
besar hanya membahas tentang pinjam
meminjam secara umum. Oleh karena itu penelitian tentang sistem pinjam meminjam uang dengan beras diDesa
Sambong Gede Kecamatan Merak Urak Tuban
merupakan langkah awal tolak ukur apakah sistem pinjam meminjam uang dengan beras sudah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dalam hukum Islam.
D. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka
tujuan penelitian ini adalah : 1.
Mendeskripsikan sistem pinjam meminjam uang dengan beras di Desa Sambong Gede Kecamatan Merak Urak Tuban.
2.
Menganalisis hukum Islam terhadap sistem pinjam meminjam uang dengan beras di Desa Sambong Gede Kecamatan Merak
Urak Tuban.
E.
Kegunaan Hasil Penelitian Hasil
penelitian ini diharapkan mempunyai nilai guna dan manfaat terhadap hal-hal sebagai berikut : 1. Dari
segi teoritis a. Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dalam arti membangun,
memperkuat dan menyempurnakan teori yang ada.
b.
Memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan pemahaman studi hukum Islam fakultas syariah pada umumnya dan
mahasiswa jurusan muamalah pada
khususnya.
2. Dari
segi praktis a. Dapat digunakan sebagai perbandingan bagi
peneliti berikutnya untuk membuat karya
ilmiah yang lebih sempurna.
b.
Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan pinjam meminjam uang dengan
beras di Desa Sambong Gede Kecamatan
Merak Urak Tuban.
F.
Definisi Operasional Untuk
menghindari kesalahpahaman terhadap pengertian yang dimaksud, maka perlu ditegaskan terlebih dahulu maksud
dari judul penelitian ini secara terperinci
sebagai berikut : 1. Hukum Islam adalah hukum muamalah, yakni
peraturan-peraturan dan ketentuan yang
bersumber dari al-Qu'ran dan hadits yang terkait dengan hukum muamalah.
2.
Pinjam meminjam adalah kebolehan mengambil manfaat barang orang lain tanpa suatu ganti rugi.
3. Uang adalah alat tukar dan pembayaran 4.
Beras adalah bahan makanan pokok Berdasarkan
definisi operasional diatas, maka yang dimaksud dengan judul ini adalah dimaksudkan untuk mengetahui
relevansi penerapan praktek pinjam
meminjam uang dengan beras dengan konsep pinjam meminjam Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h. 238 menurut hukum Islam yang bersumber pada
al-Qur'an, hadits dan pendapat para
fuqaha.
G. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan secara bertahap
dengan cara mengakomodasi segala data
yang terkait.
1.
Lokasi penelitian Penelitian ini
dilakukan di Desa Sambong Gede Kecamatan Merak Urak Kabupaten Tuban sebagai tempat lokasi
penelitian.
2.
Subyek penelitian Adapun yang
menjadi subyek penelitian ini adalah masyarakat Desa Sambong Gede Kecamatan Merak Urak yang
terlibat langsung dalam kegiatan pinjam
meminjam uang dengan beras.
3. Data
yang dikumpulkan Dalam pengumpulan data,
dipergunakan studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi kepustakaan digunakan untuk
mendapatkan data-data dari buku, jurnal,
artikel dan terbitan lainnya. Sedangkan studi lapangan digunakan untuk mendapatkan data-data dari masyarakat
dan perangkat-perangkat yang terkait.
4.
Sumber Data Sumber data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah : a.
Sumber Data Primer 1. Al-Qur'an dan terjemah 2.
Sumber data yang dikumpulkan langsung dari masyarakat Desa Sambong Gede Kecamatan Merak Urakyang terlibat
dalam kegiatan pinjam meminjam, dalam
hal ini penulis melakukan wawancara kepada
lima orang responden.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi