BAB I.
A.
LATAR BELAKANG MASALAH.
Parfum atau
minyak wangi merupakan
salah satu jenis
kosmetika yang digandrungi
oleh manusia. Khususnya
kaum wanita. Apalagi
dalam perkembangan yang semakin
maju dan modern saat ini, parfum baik itu yang beralkohol
atau non alkohol
sangatlah diperlukan untuk
menunjang penampilan dalam
bergaul agar tampak
lebih sempurna. Disamping
itu, memakai parfum
merupakan salah satu
bentuk perbuatan yang
dianjurkan rasulullah SAW,
terutama dalam melaksanakan
ibadah. Namun, dewasa
ini sebagian besar
parfum yang berada
dipasaran mengandung alkohol
yang digunakan sebagai
pelarut. Padahal dalam
hukum Islam, alkohol
merupakan salah satu zat yang
diharamkan karena efek yang ditimbulkannya.
Banyak kritik dan solusi yang
dilontarkan oleh para ahli hukum Islam dari
dulu sampai sekarang dalam
menyelesaikan masalah pe makaian
parfum yang mengandung alkohol. Fakta
diatas bukan hanya berlaku pada
anak-anak gaya metropolitan,
tapi pemakaian parfum
berlaku bagi seluruh
masyarakat Indonesia tak terkecuali
santriwati pondok pesantren kauman Rembang yang terkenal dengan salafnya.
Terlepas dari
itu semua, agama
Islam adalah agama
yang selalu sesuai dengan zaman sehingga tidak menolak
perkembangan. Sebagai agama yang rahmatan
lil‟alamin tentunya tidak
ada masalah yang
tidak dapat ditemukan jawabannya dalam agama Islam.
Sebagai orang
salaf sabar, alim,
ulet, zuhud, bersahaja
(KH Abdul Wahab Khafidz dan Nyai Masrifah ) yang masih
memegang keteguhan hukum yang ada
dikitab kuning, tidak
mengizinkan santri, terutama
santriwatinya memakai parfum, terutama parfum-parfum yang mengandung
alkohol dengan alasan. Pertama,
tidak sah buat sholat .
Sebagaimana halnya seorang Muslim agar dalam keadaan suci dari hadats jika ia
ingin sholat, maka ia juga dituntut agar
suci tubuh, pakaian, dan tempatnya.
Najis adalah kotoran tertentu yang menyebabkan
shalat tidak sah.
Di antaranya adalah
khamer, darah bangkai, kencing, dll.
Sesuai dengan firman Alloh surat al
Muddatstsir ayat ْ رّ
ِ هَ طَ
ف َ كَ
با َ يِ ثَ
و Artinya; “dan pakaianmu
bersihkanlah” Kedua menghindari adanya
kemaksiatan lantaran bau
yang ditimbulkan. Karena secara historis Abdul Wahab Khafidz
mempunyai alasan Saleh Al-Fauzan, Fiqh
Sehari-hari, Jakarta: Gema Insani Press, 2005, hlm Ibid, hlm 74 sosiologis.
Sebagai pengasuh generasi
kedua dari ayahandanya
K.H Abdullaoh Khafidz,
Abdul Wahab mempunyai
tanggung jawab untuk membenahi gaya
hidup para santrinya.
Abdul Wahab sangat
menjaga dan menghindari
hal -hal yang dapat
menjerumuskan dirinya, keluarganya
dan anak didiknya dalam jurang
kemaksitan.
Faktor kehatian-hatian inilah
yang digunakan ketika
terjadi permasalahan yang
melanggar syariat Islam, ketegasan dalam menyelesaikan sebuah
masalah mut lak dibutuhkan
bagi seorang pemimpin.
Terkait dengan maraknya
pemakaian parfum beralkohol
pada saat ini
menuntutnya untuk memecahkan permasalahan sesuai dengan
kemaslahatan.
Alasan Abdul
Wahab melarang pemakaian
parfum beralkohol tetap berpijak pada
ketetapan al Quran
dan Hadits, adapun
faktor sosiologis menjadi
landasan permasalahan yang
harus diselesaikan dengan
merujuk keduanya.
Didalam salah satu kaidah fiqh
yaitu; “
Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh memberi bahaya (mudarat) kepada orang lain”.
Menurut
jumhur ulama, khamer
itu hukumnya najis.
Kebanyakan kitab-kitab fiqh mutakhkhrin bahwa arak
(segala sesuatu yang memabukkan) Diriwayatkan oleh
Drs. Moh. Adib
Bisri, Terjemah Al-Faraidul
Bahiyyah (Risalah Qawaid Fiqh),
Menara Kudus, hlm. 21 itu najis. Kalau
kena badan atau kain wajib dicuci, lebih parahnya orang-orang madzhab Hanafi, bahwa tangan yang kena arak
musti dipotong.
Pendapat
ini berdasarkan nash-nash
al-Quran surat al-Maidah
ayat 90- Artinya: Hai orang-orang
yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah
Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara
kamu lantaran (meminum)
khamar dan berjudi
itu, dan menghalangi
kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu
(dari mengerjakan pekerjaan itu).
Dalam
kedua ayat tersebut
ditegaskan keharaman khamer
melalui beberapa cara; a. Alloh memberitahu
perkara-perkara tersebut dengan
istilah rijs (perbuatan keji).
Istilah ini tidak
digunakan dalam al-Quran
kecuali untuk menyebut Syaikh
Kamil Muhammad ,
„Uwaidah Muhammad, Fiqih
Wanita, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998, hlm.
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 1994, hlm.
Mutakhkhrin „Ulama yang sesudah abad ke III
atau th, ke 400 H. A. Hasan dkk, Soal
Jawab, Bandung, 1984, hlm. 40 Departemen
Agama Republik Indonesia Jkt, Al-Quran dan Terjemahnya, PT.
Kumudasmoro Grafindo Semarang,
Edisis Revisi, 1994, hlm berhala dan
daging babi, hal
ini menunjukkan larangan
keras agar orang menjauhinya.
b. Alloh
menegaskan larangan “menjauhi”
dengan maksud agar
mendapatkan keberuntungan, dengan
firman-Nya: “ supaya
kamu mendapat keberuntungan”. Hal ini menunjukkan bahwa menjauhi (Khamer dan lainnya) merupakan kewajiban yang lazim.
c.
Diterangkan dalam kitab Kanzul „Ummal, bahwa Khalid bin Walid r.a. masuk
kamar
mandi, kemudian ia
menggosok badannya dengan
bekas kapur, digosok
sekali lagi dengan
roti ushfur yang
dicampur dengan khamer.
Lalu Umar berkirim surat kepadanya “telah sampai
suatu berita kepadaku, bahwa engkau menggosok
tubuhmu dengan khamer,
padahal khamer telah diharamkan baik
bendanya (dhahir) maupun
hukumnya (batin), dan diharamkan menyentuh
khamer seperti halnya
haram meminumnya. Oleh sebab itu,
janganlah menyentuhnya pada
tubuhmu, karena barang
tersebut adalah najis”.
d.
Bahwa benda-benda tersebut
seandainya tidak termasuk
dalam kategori memabukkan
dan melemahkan, maka
ia termasuk dalam
jenis khabaits (sesuatu
yang buruk) dan
membahayakan, sedangkan di
antara ketetapan Yusuf
Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer jilid I, Jakarta, Gema Insani Press, 1995, hlm.8
Muhammad Abdul Aziz
Al-Halawi, Fatwa dan
Ijtihad Umar bin
Khaththab, Surabaya: Risalah Gusti, 1999, hal 46 syara‟: bahwa
Islam mengharamkan sesuatu
yang buruk dan membahayakan.
e.
Setelah ditunjukkan „illat
(alasan) perintah menjauhinya dengan menjelaskan sebagian
mudharat khamer, baik
mudharat (bahaya) kemasyarakatannya maupun
keagamaannya.
Ini
sesuai dengan nash
al Qur‟an yang
telah menetapkan keharaman khamer
dengan lafal tahrim, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-A‟raf: 33; Artinya
: "Tuhanku hanya mengharamkan
perbuatan yang keji, baik yang nampak
atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar” Kalau ditinjau dari kandungan kalimat
„ijtanibuuhu‟ (maka jauhilah) dalam ayat
diatas maka penggunaannya
dilarang secara mutlak,
karena khamer harus dijauhi
secara mutlak, baik meminumnya atau menggunakannya sebagai minyak wangi atau sebangsanya.
Sehubungan pelarangan
yang disampaikan K.H
Abdul Wahab Khafidz dan
sebagaian guru-guru yang ada di
dalam pondok pesantren yang telah
dibahas perihal pelarangnya
diatas, santriwati mencoba
mencari solusi Yusuf
Qardhawi, Loc. cit., hlm 793-7 Departemen Agama Republik Indonesia Jkt,
Al-Quran dan Terjemahnya, PT.
Kumudasmoro Grafindo Semarang,
Edisis Revisi, 1994, hlm kepada guru
yang kontemporer yang
baginya dirasa lebih
mudah, dan bisa memakai
parfum untuk menunjang penampilan.
Karena dalam kehidupan sehari-hari santriwati sebagai mahluk yang sama-sama
punya keinginan berpenampilan
sempurna. Disini mereka
akan mencari jawaban
yang memperbolehkannya memakai
parfum beralkohol, ia juga salah
satu pengasuh dan
guru dipondok pesantren
(bapak Sulkhan) menantu dari KH Abdul Wahab Khafidz. Dengan
alasan kadar alkohol tidak sampai
50%-keatas, karena kadar sekian persen
itu tentu tidak menimbulkan efek membahayakan atau memabukkan.
Disini Sulkhan
juga berpijak dalam
al Quran dan
Hadits yang digunakan untuk
landasan. Karena hakikatnya
minyak wangi dapat menenangkan hati,
melapangkan dada, menyegarkan
jiwa, membangkitkan tenaga
dan kegairahan dalam
bekerja. Sebagai landasan
atas hal ini
adalah hadits Anas ra., ia
berkata, Rasulullah saw. Bersabda, “Telah ditambatkan
kesenangan bagiku dalam
urusan dunia, perempuan
(istri), wangi-wangian, dan
telah dijadikan ketenangan
bagiku dalam shalat...”(HR Ahmad
dan Nasai) Dari abu Hurairah ra, ia berkata, Rasullulah saw. bersabda, “Barang siapa yang ditawarkan padanya minyak
wangi, hendaknya ia tidak menolak.
Sebab, ia mudah dibawa dan baunya harum.” (HR Muslim, Nasai dan Abu Daud) Adapun dalil Rasulullah yang menerangkan; “
Setiap yang memabukkan
adalah Khamer. Setiap
yang memabukkan pastilah haram” Yang
jadi illah (sebab)
pengharaman khamer adalah
karena memabukkan. Syaikh
Muhammad bin Sholih
Al Utsamanin; khamer diharamkan
karena illah (sebab
pelarangan) yang ada
di dalamnya yaitu memabukkan. Jika
illah tersebut hilang,
maka pengharamannya pun
hilang.
Karena sesuai kaedah “al hukmu
yaduuru ma‟a illatihi wa‟adaman (hokum itu ada
dilihat dari ada
atau tidak adanya
illah)”, illah dalam
pengharaman khamer adalah
memabukkan dan illah berasal dari al-Quran, As Sunnah dan ijma‟ (kesepakatan ulama kaum muslimin).
Sebab inilah kenapa khamer diharamkan karena
memabukkan. Oleh karenanya, tidak
tepat jika dikatakan
bahwa khamer itu
diharamkan karena alkohol
yang terkadung di
dalamnya. Walaupun tidak
memungkiri bahwa yang
jadi patokan dalam
menilai keras atau
tidaknya minuman keras
adalah karena alkohol di dalamnya.
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jakarta; Cakrawala
Publishing, 2008, hlm 64- Tengku Muhammad Hashbi Ash Shiddieqy,
Koleksi-Koleksi Hadits Hukum Jilid 9,
Jakarta; PT. Pustaka Rezki Putra, 2001. Hlm.3
Majmu‟ Fatwa wa Rosa-il Ibnu „Utsaimin, 11/195, Asy Syamilah Parfum
beralkohol yang berbentuk
minyak dengan kadar
alkohol rendah bukanlah
najis, tetapi bisa
menjadi haram, jika
minyak wangi ini berkadar
alkohol tinggi sehingga bisa memabukkan.
Namun perlu
diingat, alkohol bukan
satu-satunya zat yang
dapat menimbulkan efek
memabukkan, masih ada zat lainnya dalam minuman keras yang juga sifatnya sama-sama toksik (beracun).
Oleh karena itu sangat diperlukan
sekali jalan alternatif kejelasan dari larangan dan
diperbolehkannya memakai parfum-parfum
yang beralkohol agar
tidak terjadi kesimpang
siuran dalam memberikan
peraturan di dalam pondok. Kalau
tidak diberikan kejelasan
yang sebenar-benarnya, disini pastinya para santri akan memilih
menggunakan parfum agar
berpenampilan lebih pede,
karena bau badannya
yang segar. Dengan
dalih segala sesuatu tergantung pada niatnya.
Tapi disisi
lain, mereka yang
memakai parfum ini
akan terkesan melanggar larangan dari pengasuh, dan jika melanggar setiap larangan
ujungujungnya tidak akan mendapatkan ilmu barokah.
Berdasarkan pemaparan di atas,
penulis terdorong ingin mengetahui lebih dalam mengenai pemakaian parfum
beralkohol pada lingkungan pondok pesantren al-Irsyad
kauman Rembang yang
notabennya berbentuk salaf.
Akhirnya, dalam
proses kerja penulisan
karya ilmiah ini
penulis akan memberi
judul “ Tinjauan
Hukum Islam Terhadap
Pemakaian Parfum Beralkohol
(Studi Kritik Atas
Pendapat KH Abdul
Wahab dan Ustadz Sulkhan di Pondok Pesantren Putri Al-Irsyad kauman Kab. Rembang).
B. PERMASALAHAN.
Merujuk Jujun
S. Suriasumantri, permasalahan
merupakan upaya untuk
menyatakan secara tersurat
pertanyaan-pertanyaan apa saja yang ingin dicarikan
jawabannya.
Menilik pada latar belakang yang telah
dipaparkan di atas, kiranya
bisa diambil pokok-pokok
permasalahan yang menjadi
bahan kajian dalam
penelitian ini agar
lebih fokus, dimaksudkan
agar pembahasan karya tulis ini, tidak melebar dari apa yang
dikehedaki. apapun permasalahan yang bisa diklarifikasi antara lain sebagai
berikut:
Bagaimana pendapat KH
Abdul Wahab dan
ustadz Sulkhan terhadap pemakaian
parfum beralkohol di
pondok Pesantren Putri
Al-Irsyad kauman Kab. Rembang )? Bagaimana
tinjuan hukum Islam
terhadap pemakaian parfum
yang mengandung alkohol? Jujun
S. Suriasumantri, Filsafat
Ilmu: Sebuah Pengantar
Populer, Jakarta: Pustaka Sinar harapan, 1993, hlm. 312. C.
TUJUAN PENELITIAN.
a. Tujuan Formal.
untuk memenuhi salah satu syarat Akademik, guna memperoleh gelar Sarjana
(S-1) Hukum Islam
Fakultas Syari‟ah Institut
Agama Islam Walisongo Semarang.
b. Tujuan Materiil.
berdasarkan pada
tujuan yang hendak
dicapai pada rumusan permasalahan
yang ada di
atas, kemudian dianalisa
berdasarkan data-data yang
berkaitan dan mendukung
pembahasan penelitian ini,
maka data-data tersebut
dimaksudkan untuk menjawab
pokok pemasalahan yang
ada, dan diharapkan menghasilkan manfaat untuk:
Bagaimana pendapat KH Abdul Wahab dan ustadz
Sulkhan terhadap pemakaian
parfum beralkohol di
pondok Pesantren Putri
Al-Irsyad kauman Kab. Rembang )?.
Bagaimana
tinjuan hukum Islam
terhadap pemakaian parfum
yang mengandung alkohol?.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi