Senin, 25 Agustus 2014

Skripsi Syariah: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMAKAIAN PARFUM BERALKOHOL

BAB I.
 A.  LATAR BELAKANG MASALAH.
Parfum  atau  minyak  wangi  merupakan  salah  satu  jenis  kosmetika  yang  digandrungi  oleh  manusia.  Khususnya  kaum  wanita.  Apalagi  dalam  perkembangan yang semakin maju dan modern saat ini, parfum baik itu yang  beralkohol  atau  non  alkohol  sangatlah  diperlukan  untuk  menunjang  penampilan  dalam  bergaul  agar  tampak  lebih  sempurna.  Disamping  itu,  memakai  parfum  merupakan  salah  satu  bentuk  perbuatan  yang  dianjurkan  rasulullah  SAW,  terutama  dalam  melaksanakan  ibadah.   Namun,  dewasa  ini  sebagian  besar  parfum  yang  berada  dipasaran  mengandung  alkohol  yang  digunakan  sebagai  pelarut.  Padahal  dalam  hukum  Islam,  alkohol  merupakan  salah satu zat yang diharamkan karena efek yang ditimbulkannya.

Banyak kritik dan solusi yang dilontarkan oleh para ahli hukum Islam  dari dulu sampai sekarang dalam  menyelesaikan  masalah pe makaian parfum yang mengandung alkohol.  Fakta diatas  bukan hanya berlaku pada anak-anak  gaya  metropolitan,  tapi  pemakaian  parfum  berlaku  bagi  seluruh  masyarakat   Indonesia tak  terkecuali  santriwati pondok pesantren kauman Rembang yang  terkenal dengan salafnya.
Terlepas  dari  itu  semua,  agama  Islam  adalah  agama  yang  selalu  sesuai dengan zaman sehingga tidak menolak perkembangan. Sebagai agama  yang  rahmatan  lil‟alamin  tentunya  tidak  ada  masalah  yang  tidak  dapat  ditemukan jawabannya dalam agama Islam.
Sebagai  orang  salaf  sabar,  alim,  ulet,  zuhud,  bersahaja  (KH  Abdul  Wahab Khafidz dan Nyai Masrifah ) yang masih memegang keteguhan hukum  yang  ada  dikitab  kuning,  tidak  mengizinkan  santri,  terutama  santriwatinya memakai parfum, terutama parfum-parfum yang mengandung alkohol dengan  alasan.  Pertama,  tidak sah  buat sholat . Sebagaimana  halnya seorang Muslim  agar dalam keadaan suci dari hadats jika ia ingin sholat, maka ia juga dituntut  agar suci tubuh, pakaian, dan tempatnya.
 Najis adalah kotoran tertentu yang  menyebabkan  shalat  tidak  sah.  Di  antaranya  adalah  khamer,  darah  bangkai,  kencing, dll.
 Sesuai dengan firman Alloh surat al Muddatstsir ayat  ْ رّ ِ هَ طَ ف َ كَ با َ يِ ثَ و Artinya; “dan pakaianmu bersihkanlah” Kedua    menghindari  adanya  kemaksiatan  lantaran  bau  yang  ditimbulkan.  Karena secara historis Abdul Wahab Khafidz mempunyai alasan   Saleh Al-Fauzan, Fiqh Sehari-hari, Jakarta: Gema Insani Press, 2005, hlm   Ibid, hlm 74   sosiologis.  Sebagai  pengasuh  generasi  kedua  dari  ayahandanya  K.H  Abdullaoh  Khafidz,  Abdul  Wahab  mempunyai  tanggung  jawab  untuk  membenahi  gaya  hidup  para  santrinya.  Abdul  Wahab  sangat  menjaga  dan  menghindari  hal -hal  yang  dapat  menjerumuskan  dirinya,  keluarganya  dan  anak didiknya dalam jurang kemaksitan.
Faktor  kehatian-hatian  inilah  yang  digunakan  ketika  terjadi  permasalahan yang melanggar syariat Islam, ketegasan dalam menyelesaikan  sebuah  masalah  mut lak  dibutuhkan  bagi  seorang  pemimpin.  Terkait  dengan  maraknya  pemakaian  parfum  beralkohol  pada  saat  ini  menuntutnya  untuk  memecahkan permasalahan sesuai dengan kemaslahatan.
Alasan  Abdul  Wahab  melarang  pemakaian  parfum  beralkohol  tetap  berpijak  pada  ketetapan  al  Quran  dan  Hadits,  adapun  faktor  sosiologis  menjadi  landasan  permasalahan  yang  harus  diselesaikan  dengan  merujuk  keduanya.
Didalam salah satu kaidah fiqh yaitu;  “  Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh memberi  bahaya (mudarat) kepada orang lain”.
 Menurut  jumhur  ulama,  khamer  itu  hukumnya  najis.
 Kebanyakan  kitab-kitab fiqh mutakhkhrin bahwa arak (segala sesuatu yang memabukkan)   Diriwayatkan  oleh  Drs.  Moh.  Adib  Bisri,  Terjemah  Al-Faraidul  Bahiyyah  (Risalah Qawaid Fiqh), Menara Kudus, hlm. 21   itu najis. Kalau kena badan atau kain wajib dicuci, lebih parahnya orang-orang  madzhab Hanafi, bahwa tangan yang kena arak musti dipotong.
 Pendapat  ini  berdasarkan  nash-nash  al-Quran  surat  al-Maidah  ayat  90- Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)  khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,  mengundi nasib dengan panah,  adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu  agar  kamu  mendapat  keberuntungan.  Sesungguhnya  syaitan  itu  bermaksud  hendak  menimbulkan  permusuhan  dan  kebencian  di  antara  kamu  lantaran  (meminum)  khamar  dan  berjudi  itu,  dan  menghalangi  kamu  dari  mengingat  Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan  itu).
 Dalam  kedua  ayat  tersebut  ditegaskan  keharaman  khamer  melalui  beberapa cara; a.  Alloh  memberitahu  perkara-perkara  tersebut  dengan  istilah  rijs  (perbuatan  keji).  Istilah  ini  tidak  digunakan  dalam  al-Quran  kecuali  untuk  menyebut   Syaikh  Kamil  Muhammad  ,  „Uwaidah  Muhammad,  Fiqih  Wanita,  Jakarta:  Pustaka Al-Kautsar, 1998, hlm.
 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, hlm.
 Mutakhkhrin „Ulama yang sesudah abad ke III atau th, ke 400 H. A. Hasan dkk,  Soal Jawab, Bandung, 1984, hlm. 40   Departemen Agama Republik Indonesia Jkt, Al-Quran dan Terjemahnya, PT.
Kumudasmoro Grafindo Semarang, Edisis Revisi, 1994, hlm   berhala  dan  daging  babi,  hal  ini  menunjukkan  larangan  keras  agar  orang  menjauhinya.
b.   Alloh  menegaskan  larangan  “menjauhi”  dengan  maksud  agar  mendapatkan  keberuntungan,  dengan  firman-Nya:  “  supaya  kamu  mendapat  keberuntungan”.  Hal ini menunjukkan bahwa menjauhi  (Khamer dan lainnya)  merupakan kewajiban yang lazim.
 c.  Diterangkan dalam kitab Kanzul „Ummal, bahwa Khalid bin Walid r.a. masuk  kamar  mandi,  kemudian  ia  menggosok  badannya  dengan  bekas  kapur,  digosok  sekali  lagi  dengan  roti  ushfur  yang  dicampur  dengan  khamer.  Lalu  Umar  berkirim surat kepadanya  “telah sampai  suatu berita kepadaku, bahwa  engkau  menggosok  tubuhmu  dengan  khamer,  padahal  khamer  telah  diharamkan  baik  bendanya  (dhahir)  maupun  hukumnya  (batin),  dan  diharamkan  menyentuh  khamer  seperti  halnya  haram  meminumnya.  Oleh  sebab  itu,  janganlah  menyentuhnya  pada  tubuhmu,  karena  barang  tersebut  adalah najis”.
 d.  Bahwa  benda-benda  tersebut  seandainya  tidak  termasuk  dalam  kategori  memabukkan  dan  melemahkan,  maka  ia  termasuk  dalam  jenis  khabaits  (sesuatu  yang  buruk)  dan  membahayakan,  sedangkan  di  antara  ketetapan   Yusuf  Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer jilid I,  Jakarta, Gema Insani Press,  1995, hlm.8  Muhammad  Abdul  Aziz  Al-Halawi,  Fatwa  dan  Ijtihad  Umar  bin  Khaththab, Surabaya: Risalah Gusti, 1999, hal 46   syara‟:  bahwa  Islam  mengharamkan  sesuatu  yang  buruk  dan  membahayakan.
 e.  Setelah ditunjukkan „illat  (alasan) perintah menjauhinya dengan menjelaskan  sebagian  mudharat  khamer,  baik  mudharat  (bahaya)  kemasyarakatannya  maupun  keagamaannya.
 Ini  sesuai  dengan  nash  al  Qur‟an  yang  telah  menetapkan keharaman khamer dengan lafal tahrim, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-A‟raf: 33; Artinya :  "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik  yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak  manusia tanpa alasan yang benar”  Kalau ditinjau dari kandungan kalimat „ijtanibuuhu‟ (maka jauhilah)  dalam  ayat  diatas  maka  penggunaannya  dilarang  secara  mutlak,  karena  khamer harus dijauhi secara mutlak, baik meminumnya atau menggunakannya  sebagai minyak wangi atau sebangsanya.
Sehubungan  pelarangan  yang  disampaikan  K.H  Abdul  Wahab  Khafidz dan  sebagaian guru-guru  yang ada di dalam pondok pesantren  yang  telah  dibahas  perihal  pelarangnya  diatas,  santriwati  mencoba  mencari  solusi   Yusuf  Qardhawi, Loc. cit.,  hlm 793-7  Departemen Agama Republik Indonesia Jkt, Al-Quran dan Terjemahnya, PT.
Kumudasmoro Grafindo Semarang, Edisis Revisi, 1994, hlm   kepada  guru  yang  kontemporer  yang  baginya  dirasa  lebih  mudah,  dan  bisa  memakai parfum untuk menunjang penampilan.
Karena  dalam kehidupan sehari-hari santriwati  sebagai mahluk yang  sama-sama  punya  keinginan  berpenampilan  sempurna.  Disini  mereka  akan  mencari  jawaban  yang  memperbolehkannya  memakai  parfum  beralkohol,  ia  juga  salah  satu  pengasuh  dan  guru  dipondok  pesantren  (bapak  Sulkhan)  menantu dari KH Abdul Wahab Khafidz. Dengan alasan kadar alkohol tidak  sampai 50%-keatas, karena kadar sekian persen  itu tentu tidak  menimbulkan  efek membahayakan atau memabukkan.
Disini  Sulkhan  juga  berpijak  dalam  al  Quran  dan  Hadits  yang digunakan  untuk  landasan.  Karena  hakikatnya  minyak  wangi  dapat  menenangkan  hati,  melapangkan  dada,  menyegarkan  jiwa,  membangkitkan  tenaga  dan  kegairahan  dalam  bekerja.  Sebagai  landasan  atas  hal  ini  adalah  hadits Anas ra., ia berkata, Rasulullah saw. Bersabda,  “Telah  ditambatkan  kesenangan  bagiku  dalam  urusan  dunia,  perempuan  (istri),  wangi-wangian,  dan  telah  dijadikan  ketenangan  bagiku  dalam shalat...”(HR Ahmad dan Nasai) Dari abu Hurairah ra, ia berkata, Rasullulah saw. bersabda,  “Barang siapa yang ditawarkan padanya minyak wangi, hendaknya  ia tidak menolak. Sebab, ia mudah dibawa dan baunya harum.” (HR Muslim,  Nasai dan Abu Daud)  Adapun dalil Rasulullah yang menerangkan;  “  Setiap  yang  memabukkan  adalah  Khamer.  Setiap  yang  memabukkan pastilah haram”   Yang  jadi  illah  (sebab)  pengharaman  khamer  adalah  karena  memabukkan.  Syaikh  Muhammad  bin  Sholih  Al  Utsamanin;  khamer  diharamkan  karena  illah  (sebab  pelarangan)  yang  ada  di  dalamnya  yaitu  memabukkan.  Jika  illah  tersebut  hilang,  maka  pengharamannya  pun  hilang.
Karena sesuai kaedah “al hukmu yaduuru ma‟a illatihi wa‟adaman (hokum itu  ada  dilihat  dari  ada  atau  tidak  adanya  illah)”,  illah  dalam  pengharaman  khamer adalah memabukkan dan  illah  berasal dari al-Quran, As Sunnah dan  ijma‟ (kesepakatan ulama kaum muslimin).
 Sebab inilah kenapa khamer diharamkan karena memabukkan. Oleh  karenanya,  tidak  tepat  jika  dikatakan  bahwa  khamer  itu  diharamkan  karena  alkohol  yang  terkadung  di  dalamnya.  Walaupun  tidak  memungkiri  bahwa  yang  jadi  patokan  dalam  menilai  keras  atau  tidaknya  minuman  keras  adalah  karena alkohol di dalamnya.
 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jakarta; Cakrawala Publishing, 2008,  hlm 64-  Tengku Muhammad Hashbi Ash Shiddieqy, Koleksi-Koleksi Hadits Hukum Jilid  9, Jakarta; PT. Pustaka Rezki Putra, 2001. Hlm.3  Majmu‟ Fatwa wa Rosa-il Ibnu „Utsaimin, 11/195, Asy Syamilah   Parfum  beralkohol    yang  berbentuk  minyak  dengan  kadar  alkohol  rendah  bukanlah  najis,  tetapi  bisa  menjadi  haram,  jika  minyak  wangi  ini  berkadar alkohol tinggi sehingga bisa memabukkan.
Namun  perlu  diingat,  alkohol  bukan  satu-satunya  zat  yang  dapat  menimbulkan efek memabukkan, masih ada zat lainnya dalam minuman keras  yang juga sifatnya sama-sama toksik (beracun).
Oleh karena itu sangat diperlukan sekali jalan alternatif kejelasan dari  larangan  dan  diperbolehkannya  memakai  parfum-parfum  yang  beralkohol  agar  tidak  terjadi  kesimpang  siuran  dalam  memberikan  peraturan  di  dalam  pondok.  Kalau  tidak  diberikan  kejelasan  yang  sebenar-benarnya,  disini  pastinya para santri akan  memilih  menggunakan  parfum agar berpenampilan  lebih  pede,  karena  bau  badannya  yang  segar.  Dengan  dalih  segala  sesuatu  tergantung pada niatnya.
Tapi  disisi  lain,  mereka  yang  memakai  parfum  ini  akan  terkesan  melanggar larangan dari pengasuh,  dan jika melanggar setiap larangan ujungujungnya tidak akan mendapatkan ilmu barokah.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis terdorong  ingin  mengetahui  lebih dalam mengenai pemakaian parfum beralkohol pada lingkungan pondok  pesantren  al-Irsyad  kauman  Rembang  yang  notabennya  berbentuk  salaf.
Akhirnya,  dalam  proses  kerja  penulisan  karya  ilmiah  ini  penulis  akan  memberi  judul  “  Tinjauan  Hukum  Islam  Terhadap  Pemakaian  Parfum   Beralkohol  (Studi  Kritik  Atas  Pendapat  KH  Abdul  Wahab  dan  Ustadz  Sulkhan di Pondok Pesantren Putri  Al-Irsyad kauman Kab. Rembang).
B. PERMASALAHAN.
Merujuk  Jujun  S.  Suriasumantri,  permasalahan  merupakan  upaya  untuk  menyatakan  secara tersurat pertanyaan-pertanyaan apa saja  yang  ingin  dicarikan jawabannya.
 Menilik pada latar belakang yang telah dipaparkan di  atas,  kiranya  bisa  diambil  pokok-pokok  permasalahan  yang  menjadi  bahan  kajian  dalam  penelitian  ini  agar  lebih  fokus,  dimaksudkan  agar  pembahasan  karya tulis ini, tidak melebar dari apa yang dikehedaki.  apapun permasalahan  yang bisa diklarifikasi antara lain sebagai berikut:   Bagaimana  pendapat  KH  Abdul  Wahab  dan  ustadz  Sulkhan    terhadap  pemakaian  parfum  beralkohol  di  pondok  Pesantren  Putri  Al-Irsyad  kauman  Kab. Rembang )?    Bagaimana  tinjuan  hukum  Islam  terhadap  pemakaian  parfum  yang  mengandung alkohol?  Jujun  S.  Suriasumantri,  Filsafat  Ilmu:  Sebuah  Pengantar  Populer,  Jakarta:  Pustaka Sinar harapan, 1993, hlm. 312.    C. TUJUAN PENELITIAN.
a. Tujuan Formal.
untuk memenuhi salah  satu syarat Akademik, guna memperoleh gelar  Sarjana  (S-1)  Hukum  Islam  Fakultas  Syari‟ah  Institut  Agama  Islam  Walisongo Semarang.
b. Tujuan Materiil.
berdasarkan  pada  tujuan  yang  hendak  dicapai  pada  rumusan  permasalahan  yang  ada  di  atas,  kemudian  dianalisa  berdasarkan  data-data  yang  berkaitan  dan  mendukung  pembahasan  penelitian  ini,  maka  data-data  tersebut  dimaksudkan  untuk  menjawab  pokok  pemasalahan  yang  ada,  dan  diharapkan menghasilkan manfaat untuk:  
  Bagaimana  pendapat KH Abdul Wahab dan ustadz Sulkhan    terhadap  pemakaian  parfum  beralkohol  di  pondok  Pesantren  Putri  Al-Irsyad  kauman Kab. Rembang )?.
  Bagaimana  tinjuan  hukum  Islam  terhadap  pemakaian  parfum  yang  mengandung alkohol?.

  

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi