BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Kehidupan saat
ini tidak lepas
dan sangat bergantung
dengan kemajuan teknologi
canggih dibidang informasi
dan elektronik melalui jaringan
internasional. Kemajuan teknologi
meningkatkan arus informasi antar
negara, antar benua
bahkan antar bangsa
sehingga perubahan budaya barat dengan cepat dapat diketahui di timur,
perubahan di Eropa dan Amerika dengan
cepat dapat di ketahui di Asia dan sebaliknya.
Disatu sisi kemajuan teknologi
canggih itu membawa dampak positif diberbagai
kehidupan, seperti adanya
e-mail, e-commers, e-learning,
dan sebagainya. Tetapi
disisi lain membawa
dampak negatif yaitu
dengan munculnya high
tech crime dan
cyber crime, sehingga
dinyatakan bahwa cyber
crime is the
most recent type
of crime and
cyber crime is
part seany side
of the information
society (cyber crime
merupakan bagian sisi
paling buruk dimasyarakat
informasi).
Semakin
berkembangnya cyber crime
dapat dilihat dari
munculnya berbagai istilah
seperti economic cyber crime, EFT (elektronic found transfer) crime,
cybank crime, internet
banking crime, on
line bussines crime, Barda Nawawi Arif, Tindak Pidana Mayantara;
Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia, Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2006. hlm 172. cyber/electronic money
loundry, hitech WWC
(white collar crime),
internet found, cyber terrorism,
cyber talking, cyber sex.
Menurut Susan W Benner sebagaimana dikutip
oleh Al wisnu Sobroto dalam tulisannya
yang berjudul “Defining cyber crime; A refiew of state and federal
law” mendiskripsikan dalam
3 kategori yakni
kejahatan-kejahatan ketika; 1.
komputer sebagai target aktifitas kejahatan (crime in which the computer is
the target of
the criminal activity)
misalnya seperti menerobos
sistem komputer tanpa hak atau
ijin akses (hacking), hacking yang
diikuti dengan perbuatan merusak sistem
komputer atau informasi yang ada didalamnya.
2. komputer sebagai alat atau sarana perbuatan
kejahatan (crime in which the computer is
a tool used
to commit crime),
sebagai contoh penipuan (fraud),
pencurian (thef), penggelapan
(embezzment), penipuan (forgery), dan kejahatan lainnya yang mempergunakan
komputer sebagai alat atau sarana.
3. komputer sebagai aspek isidental dari perbuatan jahat
(crime in wich the used
of the computer
in a ancidental
aspect of the
commision on the crime), sebagai
contoh adalah bisnis
pengedaran narkoba, ketika
sistem pembukuan dan
transaksinya mempergunakan komputer
atau menggunakan komputer untuk
ancaman teror.
Ibid Al
Wisnu Subroto, Strategi Penanggulangan
Kejahatan Telematika, yogyakarta; Atma Jaya, 2010. hlm 5 Kejahatan telematika
mengalami perubahan yang
pesat dengan munculnya
bentuk-bentuk baru, hal
ini terjadi karena
sifat perkembangan teknologi
telematika yang semakin
konvergen. Bentuk -bentuk kejahatan telematika
yang telah mengalami
perkembangan dengan variasinya
yang semakin kompleks, sebagai
contoh; pengertian dan istilah
hacking mengalami perkembangan menjadi berbagai jenis hacking
yang lebih spesifik seperti; true hacking , cracking
, phising , phreaking .
Ancaman merebaknya
kejahatan berbasis teknologi,
khususnya kejahatan mayantara
yang tidak mengenal batas wilayah teritorial (bordless) negara
merupakan persoalan yang
sangat serius. Oleh
karena itu, perlu dikendalikan
dengan sistem hukum pidana sebagai
ultimatum renedium.
Perkembangan kejahatan
telematika yang bersifat
bordless dan kompleks
tidak terlepas dari
pengaruh transformasi global
yang mengubah pola
perilaku orang dalam
mengadaptasi kehidupan global.
Salah satu masalah
cyber crime yang mendapat
perhatian dari berbagai kalangan adalah masalah cyber
crime dibidang kesusilaan
yaitu cyber sex
atau cyber pornogaphy.
Perbuatan hacking tetapi tidak diikuti dengan
perbuatan yang merugikan seperti mencuri data, merusak program dan lain-lain.
Perbuatan hacking yang diikuti
perbuatan bersifat merugikan, seperti mengacak-ngacak data, mengubah program, membuat sistem komputer tidak biasa bekerja
normal. Sebutan lain untuk cracking
adalah black hacker atau black hat. Merupakan teknik untuk mencari personal
information (alamat e-mail account dll)
dengan mengirimkan email seola-olah
datang dari bank yang bersangkutan.
Kegiatan ngoprek telepon, perusahaan telepon
dan sisten yang terhubung dengan PTSN (Public Switced Network) dengan motif untuk bersenang-senang atau bisa
menelpon jarak jauh dengan gratis. Internet relay service merupakan salah satu sarana chatting room
yang sering digunakan
pengguna internet. Seiring
perkembangan teknologi, fasilitas
on-line juga ikut
berkembang. Cyber sex tidak lepas dari bisnis seks lewat
internet. Para pengelola
situs-situs porno menyediakan
ruang khusus untuk berhubungan seksual jarak jauh. Dengan
sarana web cam pelaku cyber sex
saling berinteraksi.
Dalam
tesis Golberg dikemukakan
pula bahwa perdagangan
bahanbahan porno melalui
internet sudah mencapai
miliaran dolar US
pertahun, sekitar 25% pengguna
internet mengunjungi lebih dari 60.000 situs seks setiap bulan, dan sekitar 30 juta orang memasuki
situs seks setiap hari. Art Bowker seorang
ahli komputer crime dari Amerika, ia menyatakan antara lain bahwa
teknologi maju telah meningkat
menjadi way of life masyatakat kita, namun sangat disayangkan, teknologi maju ini menjadi
alat atau sarana pilihan bagi pelaku
cyber sex (cyber sex offender).
Dalam
media massa komoditas
seks menemukan tempat
yang sempurna untuk
mengorfimasikan diri melalui tayangan televisi, media masa, media cetak dan dunia cyber.
Dalam cyberspace seks telah mempunyai daya tawar tinggi karena berbagai keunggulan
seperti aman, murah dan selalu up to date dan tentu tidak terbatas dengan ruang dan
waktu.
http:www.konseling.net/artikel diakses tgl 17 juni 2010 Barda Nawawi Arif, op cit. Hlm 178 http://www.wikimu.com diakses tgl 17 juni
2010 Perkembangan
teknologi cyber memunculkan
cyber kapitalis untuk menjual produk
seks. Cyber sex
merupakan teknologi virtual
yang menunjukan keunggulan yang
tidak bisa diciptakan teknologi informasi yang lain. Audio, visual, kebaruan identitas
pemain, anomitas, keterlibatan dan lainlain semua disediakan cyberspace.
Perkembangan teknologi sangat mempengaruhi pengertian kebebasan media
dan mengubah pandangan
sosial, budaya dan
politik tentang arti kebebasan. Kebebasan
yang dirumuskan oleh
konggres AS abad
18 hanya berlaku
untuk koran dan
majalah. Namun dengan
berkembangnya teknologi komunikasi
dan informasi, radio,
TV dan internet,
pengertian tentang kebebasan telah banyak berubah dibandingkan
200 tahun lalu.
Prinsip-prinsip media secara hukum harus
tercantum dalam konstitusi negara. Tanpa
adanya jaminan dan
perlindungan hukum tertinggi
maka kebebasan media
akan mudah diselewengkan
secara hukum. Kebebasan media
ini meliputi kebebasan
mencari dan mengumpulkan,
mengolah, menyimpan dan menyebarluaskan informasi kepada khalayak melalui
media massa.
Dengan
adanya undang-undang informasi
dan transaksi elektronik (ITE)
diharapkan teknologi informasi
dan komunikasi memberikan
manfaat daripada mudharatnya
bila dikelola dengan
baik. Pengaturan larangan Ibid Hary Wiryawan, Dasar-Dasar Hukum Media,
Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2007. hlm 141 Ibid. hlm 142
penggunaan telekomunikasi untuk
tindakan kriminal dalam
salah satu ketentuan
undang-undang informasi dan
transaksi elektronik adalah
langkah unutk memaksimalkan
manfaat teknologi informasi dan komunikasi.
Pemerintah dalam
mengatur pornografi didunia
maya bukan untuk membatasi
kebebasan berekspresi warga negara yang dijamin oleh konstitusi.
Namun upaya
pemerintah mengatur pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi termasuk
mengatur pornografi on-line
adalah untuk mengatur pelaku cyber sex dan dampak yang
ditimbulkannya.
Penaggulangan kejahatan
telematika memerlukan strategi
yang lebih utuh,
mulai dari memahami
realitas sosialnya, mempertajam
penafsiran dan melakukan
terobosan yang kreatif
sampai dengan melakukan rekonseptualisasi terhadap hukum pidana.
Dalam dunia cyber, pelaku sangat sulit untuk dijerat, kerana hukum dan
pengadilan di Indonesia tidak memiliki yurisdiksi terhadap
pelaku dan perbuatan
hukum yang terjadi,
karena perbuatan yang
melanggar hukum tersebut
bersifat transnasional tetapi akibatnya
justru memiliki implikasi
hukum di Indonesia.
Selain tidak mengenal
batas wilayah, kejahatan
cyber juga memiliki
karakteristik yang khusus
sehingga dalam pengaturan
dan penegakan hukumnya
tidak dapat menggunakan
cara-cara hukum tradisional
dan harus diatur
dalam undangundang tersendiri.
Hary Wiryawan , Ibid. hlm 26 http://atang
1973.blogspot.com/ di akses tgl 22 oktober 2010
Secara subtansial undang-undang
nomor 11 tahun 2008 mengatur dua hal pokok
yakni masalah informasi
elektronik dan masalah
transaksi.
Perbuatan yang
dilarang undang-undang ini,
berkaitan dengan informasi elektronik
adalah memdistribusikan, atau
mentransmisikan, atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik
yang muatannya ber isi
melanggar kesusilaan, atau
pemerasan dan/atau pengancaman.
Muatan yang melanggar kesusilaan diantaranya adalah penayangan
gambar-gambar porno.
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang
informasi dan transaksi elektronik juga
mengatur hal yang berkaitan dengan penerapan sanksi pidana, agar
hukum itu dipatuhi
sekaligus ditakuti setiap
orang. Pasal 27
sampai dengan pasal
37 mengatur tentang
perbuatan-perbuatan yang dilarang
oleh hukum.
Dalam hal pelanggaran kesusilaan diatur dalam pasal
27 ayat 1 yang berbunyi; “setiap orang
yang dengan sengaja
dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya informasi
elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan” Berdasarkan
rumusan perbuatan yang
dilarang diatas, adalah penggunaan sarana informatika elektronik dalam
kegiatan transaksi elektronik bukan
untuk kepentingan melakukan perbuatan hukum dengan menggunakan sarana komputer, jaringan komputer, dan/atau
media elektronik lainnya yang Siswanto Sunarso, Hukum Informasi dan
Transaksi Elektronik; Study Kasus Prita Mulyasari, Jakarta; Rineka Cipta, 2009. hlm 135-136 bertujuan
untuk berperan dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
Penggunaan sarana
informatika elektronik tersebut
yang berdampak memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan, perjudian, penghinaan
dan/atau pengamcaman, yang
pada akhirnya memberikan
akibat kerugian bagi penyelenggara negara,
orang, badan hukum,
dan masyarakat lainnya
maka akan dikenakan sanksi yang tercantum dalam pasal 45 ayat 1 yang
berbunyi sebagai berikut; “setiap orang
yang memenuhi unsur
sabagaimana dimaksud dalam pasal 27
ayat 1, ayat
2, ayat 3,
atau ayat 4
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,-(satu milyar)” Ada hubungan yang signifikan antara ancaman
pidana dengan perilaku yang dikehendaki
oleh hukum.
Secara filosifis anak merupakan masa depan bangsa
dan sebagai penerus
perjuangan. Seorang anak
yang bermasalah berarti menjadi masalah bangsa, oleh karena
itu kepentingan terbaik bagi a nak menjadi pilihan
yang harus diutamakan
dalam menangani anak
yang berkonflik dengan hukum.
Berbagai latar
belakang penyebab anak
berkonflik dengan hukum sering
tidak menjadi fokus perhatian. Fokus media hanya hanya pada macam kasus-kasus pelanggaran hukum yang dilakukan
oleh anak seperti mengakses pornografi di
internet atau cyber
pornography. Perlakuan bagi
anak yang Ibid. hlm 194
berorientasi terhadap
perlindungan serta pemenuhan hak-hak bagi anak sudah merupakan
kewajiban bagi seluruh
komponen bangsa terutama
aparat penegak hukum sebagaimana
yang telah diamanatkan
oleh undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Undang-undang nomor
3 tahun 1997
dan undang-undang nomor
23 tahun 2002
merupakan jaminan pelaksanaan
hak-hak anak dibidang
hukum, permasalahan perlidungan
anak di Indonesia
sangat kompleks. Salah
satu persoalan yang
serius dan mendesak
adalah penanganan anak
yang berhadapan dengan hukum atau
anak yang berkonflik dengan hukum.
Pengertian keadilan bagi anak
yang berkonflik dengan hukum
adalah kepastian semua
anak untuk memperoleh
layanan dan perlindungan
secara optimal dari
sistem peradilan dan proses hukum.
Anak berhadapan dengan hukum diartikan ketika anak dalam posisi
korban, sedangkan anak berkonflik dengan hukum
ketika anak diposisikan
sebagai tersangka atau
terdakwa pelaku pidana.
Berdasarkan
pemikiran-pemikiran diatas maka
permasalahan yang coba penulis analisis adalah; bagaimanakah
ketentuan pemidanaan bagi anak pelaku
cyber sex dalam pasal 45 ayat 1
undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang
informasi dan transaksi elektronik?.
Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi