Rabu, 27 Agustus 2014

Skripsi Syariah: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PEMIDANAAN ANAK PELAKU CYBER SEX DALAM PASAL 45 AYAT 1 UU NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG ITE

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Kehidupan  saat  ini  tidak  lepas  dan  sangat  bergantung  dengan  kemajuan  teknologi  canggih  dibidang  informasi  dan  elektronik  melalui  jaringan  internasional.   Kemajuan  teknologi  meningkatkan  arus  informasi  antar  negara,  antar  benua  bahkan  antar  bangsa  sehingga  perubahan  budaya  barat dengan cepat dapat diketahui di timur, perubahan di Eropa dan Amerika  dengan cepat dapat di ketahui di Asia dan sebaliknya.

Disatu sisi kemajuan teknologi canggih  itu  membawa dampak positif  diberbagai  kehidupan,  seperti  adanya  e-mail,  e-commers,  e-learning,  dan  sebagainya.  Tetapi  disisi  lain  membawa  dampak  negatif  yaitu  dengan  munculnya  high  tech  crime  dan  cyber  crime,  sehingga  dinyatakan  bahwa  cyber  crime  is  the  most  recent  type  of  crime  and  cyber  crime  is  part  seany  side  of  the  information  society  (cyber  crime  merupakan  bagian  sisi  paling  buruk dimasyarakat informasi).
 Semakin  berkembangnya  cyber  crime  dapat  dilihat  dari  munculnya  berbagai istilah seperti economic cyber crime, EFT (elektronic found transfer)  crime,  cybank  crime,  internet  banking  crime,  on  line  bussines  crime,   Barda Nawawi Arif, Tindak Pidana Mayantara; Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia, Jakarta; Raja  Grafindo Persada, 2006. hlm 172.   cyber/electronic  money  loundry,  hitech  WWC  (white  collar  crime),  internet  found, cyber terrorism, cyber talking, cyber sex.
 Menurut Susan W Benner sebagaimana dikutip oleh Al wisnu Sobroto  dalam tulisannya yang berjudul “Defining cyber crime; A refiew of state and  federal  law”  mendiskripsikan  dalam  3  kategori  yakni  kejahatan-kejahatan  ketika;  1.  komputer sebagai target aktifitas kejahatan  (crime in which the computer  is  the  target  of  the  criminal  activity)  misalnya  seperti  menerobos  sistem  komputer tanpa hak atau ijin akses (hacking), hacking  yang diikuti dengan  perbuatan merusak sistem komputer atau informasi yang ada didalamnya.
2.  komputer sebagai alat atau sarana perbuatan kejahatan (crime in which the  computer  is  a  tool  used  to  commit  crime),  sebagai  contoh  penipuan  (fraud),  pencurian  (thef),  penggelapan  (embezzment),  penipuan (forgery),  dan kejahatan lainnya yang mempergunakan komputer sebagai  alat atau sarana.
3.  komputer sebagai aspek  isidental dari perbuatan  jahat  (crime in  wich the  used  of  the  computer  in  a  ancidental  aspect  of  the  commision  on  the  crime),  sebagai  contoh  adalah  bisnis  pengedaran  narkoba,  ketika  sistem  pembukuan  dan  transaksinya  mempergunakan  komputer  atau  menggunakan komputer untuk ancaman teror.
 Ibid   Al Wisnu Subroto,  Strategi Penanggulangan Kejahatan Telematika, yogyakarta; Atma Jaya, 2010. hlm 5   Kejahatan  telematika  mengalami  perubahan  yang  pesat  dengan  munculnya  bentuk-bentuk  baru,  hal  ini  terjadi  karena  sifat  perkembangan  teknologi  telematika  yang  semakin  konvergen.  Bentuk -bentuk  kejahatan  telematika  yang  telah  mengalami  perkembangan  dengan  variasinya  yang  semakin kompleks, sebagai contoh; pengertian dan istilah  hacking  mengalami  perkembangan menjadi berbagai jenis hacking yang lebih spesifik seperti; true  hacking  , cracking  , phising  , phreaking  .
Ancaman  merebaknya  kejahatan  berbasis  teknologi,  khususnya  kejahatan  mayantara  yang tidak  mengenal  batas wilayah teritorial  (bordless)  negara  merupakan  persoalan  yang  sangat  serius.  Oleh  karena  itu,  perlu  dikendalikan dengan sistem  hukum pidana sebagai ultimatum renedium.
Perkembangan  kejahatan  telematika  yang  bersifat  bordless  dan  kompleks  tidak  terlepas  dari  pengaruh  transformasi  global  yang  mengubah  pola  perilaku  orang  dalam  mengadaptasi  kehidupan  global.  Salah  satu  masalah  cyber crime  yang mendapat perhatian dari berbagai kalangan adalah  masalah  cyber  crime  dibidang  kesusilaan  yaitu  cyber  sex  atau  cyber  pornogaphy.
 Perbuatan hacking tetapi tidak diikuti dengan perbuatan yang merugikan seperti mencuri data, merusak program  dan lain-lain.    Perbuatan hacking yang diikuti perbuatan bersifat merugikan, seperti mengacak-ngacak data, mengubah program,  membuat sistem komputer tidak biasa bekerja normal.  Sebutan lain untuk cracking adalah black hacker atau black hat.     Merupakan teknik untuk mencari personal information (alamat  e-mail account dll) dengan mengirimkan email  seola-olah datang dari bank yang bersangkutan.
 Kegiatan ngoprek telepon, perusahaan telepon dan sisten yang terhubung dengan PTSN (Public Switced Network)  dengan motif untuk bersenang-senang atau bisa menelpon jarak jauh dengan gratis.   Internet relay service  merupakan salah satu sarana chatting room yang  sering  digunakan  pengguna  internet.  Seiring  perkembangan  teknologi,  fasilitas  on-line  juga ikut berkembang.  Cyber sex  tidak lepas dari bisnis seks  lewat  internet.  Para  pengelola  situs-situs  porno  menyediakan  ruang  khusus  untuk berhubungan seksual jarak jauh. Dengan sarana  web cam pelaku  cyber  sex saling berinteraksi.
 Dalam  tesis  Golberg  dikemukakan  pula  bahwa  perdagangan  bahanbahan  porno  melalui  internet  sudah  mencapai  miliaran  dolar  US  pertahun,  sekitar 25% pengguna internet mengunjungi lebih dari 60.000 situs seks setiap  bulan, dan sekitar 30 juta orang memasuki situs seks setiap hari. Art Bowker  seorang ahli komputer  crime  dari Amerika, ia menyatakan antara lain bahwa  teknologi maju telah meningkat menjadi  way of life    masyatakat kita, namun  sangat disayangkan, teknologi maju ini menjadi alat atau sarana pilihan bagi  pelaku cyber sex (cyber sex offender).
 Dalam  media  massa  komoditas  seks  menemukan  tempat  yang  sempurna untuk mengorfimasikan diri melalui tayangan televisi, media masa,  media cetak dan dunia  cyber.  Dalam  cyberspace  seks telah mempunyai daya  tawar tinggi karena berbagai keunggulan seperti aman, murah dan selalu  up to  date dan tentu tidak terbatas dengan ruang dan waktu.
  http:www.konseling.net/artikel diakses tgl 17 juni 2010   Barda Nawawi Arif, op cit. Hlm 178   http://www.wikimu.com diakses tgl 17 juni 2010   Perkembangan  teknologi  cyber  memunculkan  cyber  kapitalis  untuk  menjual  produk  seks.  Cyber  sex  merupakan  teknologi  virtual  yang  menunjukan keunggulan yang tidak bisa diciptakan teknologi informasi yang  lain. Audio, visual, kebaruan identitas pemain, anomitas, keterlibatan dan lainlain semua disediakan cyberspace.
 Perkembangan teknologi sangat  mempengaruhi pengertian kebebasan  media  dan  mengubah  pandangan  sosial,  budaya  dan  politik  tentang  arti  kebebasan.  Kebebasan  yang  dirumuskan  oleh  konggres  AS  abad  18  hanya  berlaku  untuk  koran  dan  majalah.  Namun  dengan  berkembangnya  teknologi  komunikasi  dan  informasi,  radio,  TV  dan  internet,  pengertian  tentang  kebebasan telah banyak berubah dibandingkan 200 tahun lalu.
 Prinsip-prinsip media secara hukum harus tercantum dalam konstitusi  negara.  Tanpa  adanya  jaminan  dan  perlindungan  hukum  tertinggi  maka  kebebasan  media  akan  mudah  diselewengkan  secara  hukum.  Kebebasan  media  ini  meliputi  kebebasan  mencari  dan  mengumpulkan,  mengolah,  menyimpan dan  menyebarluaskan  informasi kepada khalayak  melalui  media  massa.
 Dengan  adanya  undang-undang  informasi  dan  transaksi  elektronik  (ITE)  diharapkan  teknologi  informasi  dan  komunikasi  memberikan  manfaat  daripada  mudharatnya  bila  dikelola  dengan  baik.  Pengaturan  larangan   Ibid    Hary Wiryawan, Dasar-Dasar Hukum Media, Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2007. hlm 141   Ibid. hlm 142   penggunaan  telekomunikasi  untuk  tindakan  kriminal  dalam  salah  satu  ketentuan  undang-undang  informasi  dan  transaksi  elektronik  adalah  langkah  unutk memaksimalkan manfaat teknologi informasi dan komunikasi.
Pemerintah  dalam  mengatur  pornografi  didunia  maya  bukan  untuk  membatasi kebebasan berekspresi warga negara yang dijamin oleh konstitusi.
Namun  upaya  pemerintah  mengatur  pemanfaatan  teknologi  informasi  dan  komunikasi  termasuk  mengatur  pornografi  on-line  adalah  untuk  mengatur  pelaku cyber sex dan dampak yang ditimbulkannya.
Penaggulangan  kejahatan  telematika  memerlukan  strategi  yang  lebih  utuh,  mulai  dari  memahami  realitas  sosialnya,  mempertajam  penafsiran  dan  melakukan  terobosan  yang  kreatif  sampai  dengan  melakukan  rekonseptualisasi terhadap hukum pidana.
 Dalam dunia cyber, pelaku sangat  sulit untuk dijerat, kerana hukum dan pengadilan di Indonesia tidak memiliki  yurisdiksi  terhadap  pelaku  dan  perbuatan  hukum  yang  terjadi,  karena  perbuatan  yang  melanggar  hukum  tersebut  bersifat  transnasional  tetapi  akibatnya  justru  memiliki  implikasi  hukum  di  Indonesia.  Selain  tidak  mengenal  batas  wilayah,  kejahatan  cyber  juga  memiliki  karakteristik  yang  khusus  sehingga  dalam  pengaturan  dan  penegakan  hukumnya  tidak  dapat  menggunakan  cara-cara  hukum  tradisional  dan  harus  diatur  dalam  undangundang tersendiri.
  Hary Wiryawan , Ibid. hlm 26   http://atang 1973.blogspot.com/ di akses tgl 22 oktober 2010   Secara subtansial undang-undang nomor 11 tahun 2008 mengatur dua  hal  pokok  yakni  masalah  informasi  elektronik  dan  masalah  transaksi.
Perbuatan  yang  dilarang  undang-undang  ini,  berkaitan  dengan  informasi  elektronik  adalah  memdistribusikan,  atau  mentransmisikan,  atau  membuat  dapat  diaksesnya  informasi  elektronik  yang  muatannya  ber isi  melanggar  kesusilaan,  atau  pemerasan  dan/atau  pengancaman.  Muatan  yang  melanggar  kesusilaan diantaranya adalah penayangan gambar-gambar porno.
 Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi  elektronik juga mengatur hal yang berkaitan dengan penerapan sanksi pidana,  agar  hukum  itu  dipatuhi  sekaligus  ditakuti  setiap  orang.  Pasal  27  sampai  dengan  pasal  37  mengatur  tentang  perbuatan-perbuatan  yang  dilarang  oleh  hukum.
Dalam  hal pelanggaran kesusilaan diatur dalam pasal 27 ayat 1  yang  berbunyi; “setiap  orang  yang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  mendistribusikan  dan/atau  mentransmisikan  dan/atau  membuat  dapat  diaksesnya  informasi  elektronik  dan/atau  dokumen  elektronik  yang  memiliki  muatan yang melanggar kesusilaan”  Berdasarkan  rumusan  perbuatan  yang  dilarang  diatas,  adalah  penggunaan sarana informatika elektronik dalam kegiatan transaksi elektronik  bukan untuk kepentingan melakukan perbuatan hukum dengan menggunakan  sarana komputer, jaringan komputer, dan/atau media  elektronik lainnya yang   Siswanto Sunarso, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik; Study Kasus Prita Mulyasari, Jakarta; Rineka  Cipta, 2009. hlm 135-136    bertujuan untuk berperan dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian  nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Penggunaan  sarana  informatika  elektronik  tersebut  yang  berdampak  memiliki muatan yang melanggar kesusilaan,  perjudian, penghinaan dan/atau  pengamcaman,  yang  pada  akhirnya  memberikan  akibat  kerugian  bagi  penyelenggara  negara,  orang,  badan  hukum,  dan  masyarakat  lainnya  maka  akan dikenakan sanksi  yang tercantum dalam pasal 45 ayat 1 yang berbunyi  sebagai berikut; “setiap  orang  yang  memenuhi  unsur  sabagaimana  dimaksud  dalam  pasal  27  ayat  1,  ayat  2,  ayat  3,  atau  ayat  4  dipidana  dengan  pidana  penjara  paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,-(satu milyar)”  Ada hubungan yang signifikan antara ancaman pidana dengan perilaku  yang dikehendaki oleh hukum.
 Secara filosifis anak merupakan masa depan  bangsa  dan  sebagai  penerus  perjuangan.  Seorang  anak  yang  bermasalah  berarti menjadi masalah bangsa, oleh karena itu kepentingan terbaik bagi a nak  menjadi  pilihan  yang  harus  diutamakan  dalam  menangani  anak  yang  berkonflik dengan hukum.
Berbagai  latar  belakang  penyebab  anak  berkonflik  dengan  hukum  sering tidak menjadi fokus perhatian. Fokus media hanya hanya pada macam  kasus-kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak seperti mengakses  pornografi  di  internet  atau  cyber  pornography.  Perlakuan  bagi  anak  yang   Ibid. hlm 194   berorientasi terhadap perlindungan serta pemenuhan hak-hak bagi anak sudah  merupakan  kewajiban  bagi  seluruh  komponen  bangsa  terutama  aparat penegak  hukum  sebagaimana  yang  telah  diamanatkan  oleh  undang-undang  nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Undang-undang  nomor  3  tahun  1997  dan  undang-undang  nomor  23  tahun  2002  merupakan  jaminan  pelaksanaan  hak-hak  anak  dibidang  hukum,  permasalahan  perlidungan  anak  di  Indonesia  sangat  kompleks.  Salah  satu  persoalan  yang  serius  dan  mendesak  adalah  penanganan  anak  yang  berhadapan dengan hukum atau anak yang berkonflik dengan hukum.
Pengertian keadilan  bagi anak  yang berkonflik dengan  hukum adalah  kepastian  semua  anak  untuk  memperoleh  layanan  dan  perlindungan  secara  optimal  dari  sistem  peradilan  dan  proses  hukum.  Anak  berhadapan  dengan  hukum diartikan ketika anak dalam posisi korban, sedangkan anak berkonflik  dengan  hukum  ketika  anak  diposisikan  sebagai  tersangka  atau  terdakwa  pelaku pidana.
 Berdasarkan  pemikiran-pemikiran  diatas  maka  permasalahan  yang  coba penulis analisis adalah; bagaimanakah ketentuan pemidanaan bagi anak pelaku  cyber sex  dalam pasal 45 ayat 1 undang-undang nomor 11 tahun 2008  tentang informasi dan transaksi elektronik?.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi