Rabu, 27 Agustus 2014

Skripsi Syariah: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Masalah  korupsi  bukan  lagi  sebagai  masalah  baru  dalam  persoalan  hukum dan ekonomi bagi suatu negara, karena masalah korupsi telah ada sejak  ratusan  tahun  yang  lalu  baik  di  negara  maju  maupun  di  negara  berkembang  termasuk  di  Indonesia.  Korupsi  di  Indonesia  saat  ini  sudah  demikian  parah  ibarat sebuah lingkaran setan  yang tidak diketahui ujung pangkalnya dari mana  menguraikan dan mencegahnya serta menjadi masalah yang luar biasa karena  telah  berjangkit  ke  seluruh  lapisan  masyarakat  sehingga  sudah  merupakan  bagian kebudayaan masyarakat.

Ibarat  penyakit,  korupsi  di  Indonesia  telah  berkembang  dalam  tiga  tahap,  yaitu  elitis,  endemic,  dan  systemic.  Pada  tahap  elitis  korupsi  masih  menjadi patologi/gangguan/penyimpangan sosial yang khas di lingkungan para  elit/pejabat.  Dalam  tahap  endemic,  korupsi  mewabah  menjangkau  lapisan masyarakat  luas.  Lalu  ditahap  yang  kritis,  ketika  korupsi  menjadi  systemic,  setiap  setiap  individu  terjangkit  penyakit  yang  serupa.  Boleh  jadi  penyakit  korupsi di bangsa ini telah sampai pada tahap sistemik.
 Kasus korupsi  terkini adalah  pembangunan wisma atlet di Palembang  yang  merupakan  proyek  pemerintah  yang  dibiayai  dana  APBN  dan  terjadi  dugaan  suap  menyuap  antara  perusahaan  (korporasi)  pelaksana  proyek   Ermansajah  Djaja,  Membarantas  Korupsi  Bersama  KPK,  Jakarta:  Sinar  Grafindo,  2010, hlm.
 pembangunan  wisma  atlet  sea  games  dengan  pejabat  Pemerintah.  Kasus  tersebut kemungkinan melibatkan banyak pihak. Komite Pengawas KPK untuk  Kasus  Nazaruddin  (KPK2N)  menduga,  “Kami  tidak  punya  bukti  bahwa  Nazaruddin berbohong.  Teorinya itu, korupsi politik pasti melibatkan banyak  orang,  melibatkan  birokrat,  kapitalis,  non  kapitalis,  korporasi,  dalam  kasus  Nazaruddin”,  ujar Boni Hargens, salah satu anggota KPK2N saat mendatangi  gedung KPK, Jakarta.
 Korupsi  merupakan  perbuatan  seseorang  atau  sekelompok  orang,  menyuap  orang  atau  kelompok  lain  untuk  mempermudah  keinginannya  dan  mempengaruhi  si  penerima  untuk  memberikan  pertimbangan  khusus  guna  mengabulkan  permohonannya.
 Dari  sudut  pandang  hukum,  tindak  pidana  korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur perbuatan melawan hukum,  penyalahgunaan  kewenangan,  kesempatan  atau  sarana.  Memperkaya  diri  sendiri,  orang  lain  atau  korporasi  dan  merugikan  keuangan  negara  atau  perekonomian negara.
 Menyinggung  masalah  korporasi,  tidak  ada  lagi  yang  dapat  menyangkal  bahwa  dalam  lapangan  hukum  perdata  sudah  sangat  lazim  korporasi/badan hukum diakui sebagai subjek hukum.  Dalam hal ini korporasi   http://www.kompas.com/ rabu 12 Oktober 20  Andi  Hamzah,  Pemberantasan  Korupsi  (melalui  hukum  pidana  nasional  dan  Internasional), Raja Grafindo, Jakarta, hlm.
 Korporasi sebagai sebuah institusi yang memiliki struktur unik dan dilengkapi dengan  seperangkat  ketentuan  yang  mengatur  tindakan  personalia  di  dalamnya.  Korporasi  juga  merupakan  institusi  legal,  suatu  lembaga  yang  keberadaan  dan  kapasitasnya  untuk  berbuat  sesuatu  ditentukan  oleh  hukum.  Mandat  korporasi  secara  legal  didefiniskan  sebagai  untuk  memperoleh,  tanpa  henti  dan  tanpa  kecuali,  keuntungan  pribadi  (self  interest),  tanpa  memedulikan apakah  upayanya tersebut berdampak  merugikan  kepada pihak-pihak lain. Joel  Bakan, The Corporation The Pathological Pursuit of Profit and Power, 2010, hlm.
 Baharudin Lopa,  Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum,  Jakarta:  Kompas, 2002,  hlm. 64   dapat  melakukan  perbuatan  hukum  (positif)  seperti  mengadakan/membuat  perjanjian, melakukan transaksi jual beli, dan lain-lain.  Apabila dalam hukum  perdata  korporasi/badan  hukum  sudah  lazim  menjadi  subyek  hukum,  pertanyaan yang muncul adalah, apakah dalam lapangan hukum pidana badan  hukum/korporasi dapat menjadi subjek tindak pidana. Sebab berdasarkan Pasal  59  KUHP,  subyek  hukum  pidana  korporasi  tidak  dikenal,  karena  menurut  hukum pidana umum subjek hukumnya adalah manusia.
 Korporasi merupakan  sebutan  yang  lazim  digunakan  pakar  hukum  pidana  untuk  menyebutkan  apa  yang lazim dalam hukum perdata sebagai badan hukum.
Kejahatan  korporasi  yang  semakin  canggih  baik  bentuk  ataupun  jenisnya  maupun  bentuk  operadinya  sering  melampaui  batas,  digambarkan  ibarat  “gurita”  yang  merambah  ke  segala  arah  tanpa  kendali.  Mereka  dapat  berbuat sesukanya tanpa mengindahkan etika, bahkan memanfaatkan berbagai  instrumen  hukum  untuk  kepentingannya.  Perbuatan  korporasi  ini  dapat  dikategorikan sebagai suatu tindak pidana karena dengan perbuatannya bukan  saja  telah  merugikan  kepentingan  yang  bersifat  privat  saja  tetapi  di  sini  kepentingan publik telah dilanggar bahkan negara juga telah dirugikan.
Berdasarkan  hal  tersebut  di  atas,  yaitu  bahwa  korporasi  sebagai  subyek  tindak  pidana,  maka  hal  ini  menimbulkan  permasalahan  yang  menyangkut  pertanggungjawaban  dalam  hukum  pidana,  yaitu,  apabila  badan  hukum  mempunyai  kesalahan  baik  berupa  kesengajaan  atau  kealpaan.  Sebab  bagaimanapun  kita  masih  menganut  asas  “tiada  pidana  tanpa  kesalahan”   Muladi dan Dwidja Priyanto, Pertangungjawaban Pidana Korporasi Jakarta: kencana,  2010, hlm. 34.
 (dalam UU No. 4 Tahun 2004, yaitu dalam Pasal 6 ayat (2)  Undang-Undang  Kekuasaan Kehakiman). Sehubungan dengan hal tersebut, dapatkah  korporasi  mempunyai alasan yang dapat menghapuskan pemidanan seperti halnya subyek  hukum manusia.
 Berdasarkan  hal tersebut di atas ternyata Indonesia sebagai salah satu  negara  yang  mengalami  modrnisasi  dan  merupakan  salah  satu  bagian  masyarakat  internasional,  sejalan  dengan  laju  perkembangan  di  berbagai  bidang,  lebih-lebih  terhadap  suatu  institusi  pemerintahan  yang  cenderung  korup.  Maka  dengan  berlakunya Undang-undang. No. 31 Tahun 1999 tentang  Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001  tentang  perubahan  atas  Undang-undang  No.  31  tahun  1999  tentang  Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga merupakan langkah prestatif yang  dilakukan oleh pembentuk Undang-undang, mengingat bahwa uu. No. 3 Tahun  1971  tentang  Pemberantasan  Tindak  Pidana  Korupsi  sudah  tidak  sesuai  lagi  dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu uu. No. 31 Tahun 1999  tentang  Pemberantasan  Tindak  Pidana  Korupsi  jo.Undang-Undang  No.  20  Tahun  2001  Tentang  Perubahan  atas  Undang-undang  No.  31  Tahun  1999  Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diharapkan lebih efektif dalam  mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
Melihat uraian di atas persoalan pertanggungjawaban pidana korporasi  semakin  menarik  dan  penting  jika  ditinjau  dari  Hukum  Pidana  Islam.  Dalam  hal merumuskan kejahatan  yang dilakukan oleh korporasi  memang relatif sulit   Ibid  hal. 17.
 karena  belum ada  aturan yang jelas,  yang menjadi permasalahan kepada siapa  saja  perbuatan  tersebut  akan  dipertanggung  jawabkan,  apakah  kepada  semua  pihak yang terlibat dengan jumlah yang ratusan bahkan ribuan  ataukah hanya  kepada kepala atau ketuanya saja?.  Maka  persoalan  inilah yang  menjadi latar  belakang dan daya tarik  penulis di dalam melakukan penulisan  skripsi  ini atau  melakukan  penelitian.  Sehingga  besar  harapan  kemudian  adalah,  penulis mendapatkan  saran  dan  kritik  konstruktif  guna  menyempurnakan  penelitian  atau penulisan skripsi ini dan penulis mampu menyelesaikannya dengan baik.
B. Rumusan Masalah.
Rumusan  masalah didefinisikan sebagai suatu pertanyaan yang dicoba  untuk  ditemukan  jawabannya.
 Berdasarkan  latarbelakang  diatas  maka  dapat  dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut: 1.  Bagaimana  bentuk  rumusan  terhadap  korporasi  yang  melakukan  tindak  pidana  korupsi  yang diterapakan dalam  pasal 20 Undang-Undang  No. 31  Tahun 1999 jo.  No. 20 tahun 2001  tentang Pemberantasan Tidak Pidana  Korupsi.
2.  Bagaimana  tinjauan  hukum  Islam  terhadap  tindak  pidana  korupsi  yang  dilakukan  oleh  korporasi  yang  diberlakukan  dalam  pasal  20  UndangUndang No. 31 Tahun 1999 jo. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan  Tidak Pidana Korupsi.
 Burhan Ashhofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996, hlm. 118   C.  Tujuan Dan Manfaat Penelitian.
1.  Tujuan penelitian:.
a.  Untuk  mengetahui  bentuk  dan  rumusan  pertanggungjawaban  pidana  korporasi  yang  diterapkan  dalam  dalam  UU.  No.  31  Tahun  1999  jo.
Undang-undang  No.  20  Tahun  2001  tentang  Pemberantasan  Tidak  Pidana Korupsi.
b.  Untuk menjelaskan tinjauan  hukun Islam terhadap sanksi  pidana  bagi korporasi  yang  diberlakukan  dalam  UU.  No.  31  Tahun  1999  tentang  Pemberantasan  Tindak  Pidana  Korupsi  jo.  Undang  undang  No.  20  Tahun  2001  tentang  perubahan  atas  Undang-undang  No.  31  Tahun  1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 2.  Manfaat Penelitian.
a.  Untuk  memperkaya  perbendaharaan  khazanah  kepustakaan  ilmu  hukum  pada  umumnya  dan  berguna  untuk  pengembangan  materi hukum Islam dalam bidang jinayah khususnya.
b.  Sebagai  sumbangan  pemikiran  bagi  legislatif  dalam  rangka  penyusunan  rumusan  dan  bentuk  pertanggungjawaban  pidana  korporasi  dalam  Undang-undang  No.  31  Tahun  1999  tentang  Pemberantasan  Tindak  Pidana  Korupsi  jo.  Undang-Undang  No.  20  Tahun  2001  tentang  Perubahan  atas  Undang-undang  No.  31  Tahun  1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

7  

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi