BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Masalah korupsi
bukan lagi sebagai
masalah baru dalam
persoalan hukum dan ekonomi bagi
suatu negara, karena masalah korupsi telah ada sejak ratusan
tahun yang lalu
baik di negara
maju maupun di
negara berkembang termasuk
di Indonesia. Korupsi
di Indonesia saat
ini sudah demikian
parah ibarat sebuah lingkaran
setan yang tidak diketahui ujung
pangkalnya dari mana menguraikan dan
mencegahnya serta menjadi masalah yang luar biasa karena telah
berjangkit ke seluruh
lapisan masyarakat sehingga
sudah merupakan bagian kebudayaan masyarakat.
Ibarat penyakit,
korupsi di Indonesia
telah berkembang dalam
tiga tahap, yaitu
elitis, endemic, dan
systemic. Pada tahap
elitis korupsi masih menjadi
patologi/gangguan/penyimpangan sosial yang khas di lingkungan para elit/pejabat.
Dalam tahap endemic,
korupsi mewabah menjangkau
lapisan masyarakat luas. Lalu
ditahap yang kritis,
ketika korupsi menjadi
systemic, setiap setiap
individu terjangkit penyakit
yang serupa. Boleh
jadi penyakit korupsi di bangsa ini telah sampai pada tahap
sistemik.
Kasus korupsi
terkini adalah pembangunan wisma
atlet di Palembang yang merupakan
proyek pemerintah yang
dibiayai dana APBN
dan terjadi dugaan
suap menyuap antara
perusahaan (korporasi) pelaksana
proyek Ermansajah Djaja,
Membarantas Korupsi Bersama
KPK, Jakarta: Sinar
Grafindo, 2010, hlm.
pembangunan
wisma atlet sea
games dengan pejabat
Pemerintah. Kasus tersebut kemungkinan melibatkan banyak pihak.
Komite Pengawas KPK untuk Kasus Nazaruddin
(KPK2N) menduga, “Kami
tidak punya bukti
bahwa Nazaruddin berbohong. Teorinya itu, korupsi politik pasti
melibatkan banyak orang, melibatkan
birokrat, kapitalis, non
kapitalis, korporasi, dalam
kasus Nazaruddin”, ujar Boni Hargens, salah satu anggota KPK2N
saat mendatangi gedung KPK, Jakarta.
Korupsi
merupakan perbuatan seseorang
atau sekelompok orang, menyuap
orang atau kelompok
lain untuk mempermudah
keinginannya dan mempengaruhi
si penerima untuk
memberikan pertimbangan khusus
guna mengabulkan permohonannya.
Dari
sudut pandang hukum,
tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup
unsur-unsur perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan,
kesempatan atau sarana.
Memperkaya diri sendiri,
orang lain atau
korporasi dan merugikan
keuangan negara atau perekonomian
negara.
Menyinggung
masalah korporasi, tidak
ada lagi yang
dapat menyangkal bahwa
dalam lapangan hukum
perdata sudah sangat
lazim korporasi/badan hukum
diakui sebagai subjek hukum. Dalam hal
ini korporasi http://www.kompas.com/
rabu 12 Oktober 20 Andi Hamzah,
Pemberantasan Korupsi (melalui
hukum pidana nasional
dan Internasional), Raja
Grafindo, Jakarta, hlm.
Korporasi sebagai sebuah institusi yang
memiliki struktur unik dan dilengkapi dengan seperangkat
ketentuan yang mengatur
tindakan personalia di
dalamnya. Korporasi juga merupakan institusi
legal, suatu lembaga
yang keberadaan dan
kapasitasnya untuk berbuat sesuatu
ditentukan oleh hukum. Mandat
korporasi secara legal
didefiniskan sebagai untuk memperoleh, tanpa
henti dan tanpa
kecuali, keuntungan pribadi
(self interest), tanpa memedulikan
apakah upayanya tersebut berdampak merugikan
kepada pihak-pihak lain. Joel Bakan,
The Corporation The Pathological Pursuit of Profit and Power, 2010, hlm.
Baharudin Lopa, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Jakarta:
Kompas, 2002, hlm. 64 dapat
melakukan perbuatan hukum
(positif) seperti mengadakan/membuat perjanjian, melakukan transaksi jual beli, dan
lain-lain. Apabila dalam hukum perdata
korporasi/badan hukum sudah
lazim menjadi subyek
hukum, pertanyaan yang muncul
adalah, apakah dalam lapangan hukum pidana badan hukum/korporasi dapat menjadi subjek tindak
pidana. Sebab berdasarkan Pasal 59 KUHP,
subyek hukum pidana
korporasi tidak dikenal,
karena menurut hukum pidana umum subjek hukumnya adalah
manusia.
Korporasi merupakan sebutan
yang lazim digunakan
pakar hukum pidana
untuk menyebutkan apa yang
lazim dalam hukum perdata sebagai badan hukum.
Kejahatan korporasi
yang semakin canggih
baik bentuk ataupun jenisnya
maupun bentuk operadinya
sering melampaui batas,
digambarkan ibarat “gurita”
yang merambah ke
segala arah tanpa
kendali. Mereka dapat berbuat
sesukanya tanpa mengindahkan etika, bahkan memanfaatkan berbagai instrumen
hukum untuk kepentingannya. Perbuatan
korporasi ini dapat dikategorikan
sebagai suatu tindak pidana karena dengan perbuatannya bukan saja
telah merugikan kepentingan
yang bersifat privat
saja tetapi di
sini kepentingan publik telah
dilanggar bahkan negara juga telah dirugikan.
Berdasarkan hal
tersebut di atas,
yaitu bahwa korporasi
sebagai subyek tindak
pidana, maka hal
ini menimbulkan permasalahan
yang menyangkut pertanggungjawaban dalam
hukum pidana, yaitu,
apabila badan hukum
mempunyai kesalahan baik
berupa kesengajaan atau
kealpaan. Sebab bagaimanapun
kita masih menganut
asas “tiada pidana
tanpa kesalahan” Muladi dan Dwidja Priyanto, Pertangungjawaban
Pidana Korporasi Jakarta: kencana, 2010,
hlm. 34.
(dalam UU No. 4 Tahun 2004, yaitu dalam Pasal
6 ayat (2) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman). Sehubungan dengan hal
tersebut, dapatkah korporasi mempunyai alasan yang dapat menghapuskan
pemidanan seperti halnya subyek hukum
manusia.
Berdasarkan
hal tersebut di atas ternyata Indonesia sebagai salah satu negara
yang mengalami modrnisasi
dan merupakan salah
satu bagian masyarakat
internasional, sejalan dengan
laju perkembangan di
berbagai bidang, lebih-lebih
terhadap suatu institusi
pemerintahan yang cenderung korup.
Maka dengan berlakunya Undang-undang. No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang
perubahan atas Undang-undang
No. 31 tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga
merupakan langkah prestatif yang dilakukan
oleh pembentuk Undang-undang, mengingat bahwa uu. No. 3 Tahun 1971
tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sudah
tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu uu. No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo.Undang-Undang No. 20
Tahun
2001 Tentang Perubahan
atas Undang-undang No.
31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
Melihat uraian di atas persoalan
pertanggungjawaban pidana korporasi semakin menarik
dan penting jika
ditinjau dari Hukum
Pidana Islam. Dalam hal
merumuskan kejahatan yang dilakukan oleh
korporasi memang relatif sulit Ibid
hal. 17.
karena
belum ada aturan yang jelas, yang menjadi permasalahan kepada siapa saja
perbuatan tersebut akan
dipertanggung jawabkan, apakah
kepada semua pihak yang terlibat dengan jumlah yang ratusan
bahkan ribuan ataukah hanya kepada kepala atau ketuanya saja?. Maka
persoalan inilah yang menjadi latar belakang dan daya tarik penulis di dalam melakukan penulisan skripsi
ini atau melakukan penelitian.
Sehingga besar harapan
kemudian adalah, penulis mendapatkan saran
dan kritik konstruktif
guna menyempurnakan penelitian atau penulisan skripsi ini dan penulis mampu
menyelesaikannya dengan baik.
B. Rumusan Masalah.
Rumusan masalah didefinisikan sebagai suatu
pertanyaan yang dicoba untuk ditemukan
jawabannya.
Berdasarkan
latarbelakang diatas maka
dapat dirumuskan pokok
permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana bentuk rumusan
terhadap korporasi yang
melakukan tindak pidana
korupsi yang diterapakan
dalam pasal 20 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo.
No. 20 tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi.
2. Bagaimana
tinjauan hukum Islam
terhadap tindak pidana
korupsi yang dilakukan
oleh korporasi yang
diberlakukan dalam pasal
20 UndangUndang No. 31 Tahun 1999
jo. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi.
Burhan Ashhofa, Metode Penelitian Hukum,
Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996, hlm. 118 C.
Tujuan Dan Manfaat Penelitian.
1. Tujuan penelitian:.
a. Untuk
mengetahui bentuk dan
rumusan pertanggungjawaban pidana korporasi
yang diterapkan dalam
dalam UU. No.
31 Tahun 1999
jo.
Undang-undang No.
20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tidak Pidana
Korupsi.
b. Untuk menjelaskan tinjauan hukun Islam terhadap sanksi pidana
bagi korporasi yang diberlakukan
dalam UU. No.
31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo.
Undang undang No. 20
Tahun
2001 tentang perubahan
atas Undang-undang No.
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi 2. Manfaat Penelitian.
a. Untuk
memperkaya perbendaharaan khazanah
kepustakaan ilmu hukum
pada umumnya dan
berguna untuk pengembangan
materi hukum Islam dalam bidang jinayah khususnya.
b. Sebagai
sumbangan pemikiran bagi
legislatif dalam rangka penyusunan
rumusan dan bentuk
pertanggungjawaban pidana korporasi
dalam Undang-undang No.
31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
7
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi