Selasa, 26 Agustus 2014

Skripsi Syariah: TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP MAIN HAKIM SENDIRI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Dalam konteks syari’at Islam, hukuman adalah sesuatu yang mengikuti  dan  dilaksanakan  setelah  sesuatu  perbuatan  dilakukan  oleh  seseorang. Sedangkan  menurut  Bahasa  Indonesia,  hukuman  adalah  suatu  siksa  atau  sejenisnya atau putusan yang dijatuhan hakim.

Dua pengertian tersebut akan  menghasilkan  suatu  pengertian  bahwa  hukuman  adalah  sesuatu  siksa  atau  sejenisnya  yang  dijatuhkan  oleh  hakim  melalui  keputusan  berdasarkan  fakta  yang  terjadi.  Pengertian  ini  secara  tidak  langsung  mengandung  aspek-aspek  dalam pemberian hukuman yang meliputi: diberikan setelah adanya perbuatan  yang  melanggar  hukum,  diputuskan  oleh  hakim,  dan  bentuk  hukumannya  berupa siksa atau sejenisnya.
Hukuman  dalam  ajaran  Islam  memiliki  dua  tujuan,  yakni  tujuan  pencegahan  dan  tujuan  pendidikan.  Maksud  dari  tujuan  pencegahan  adalah  bahwa hukuman diberlakukan untuk menjadi pelajaran bagi orang-orang lain  agar  tidak  meniru  melakukan  tindakan  melanggar  hukum  setelah  melihat  bentuk  dari  hukuman  tersebut.  Sedangkan  maksud  dari  tujuan  pendidikan  adalah  bahwa  hukuman  yang  diberikan  ditujukan  agar  orang  yang  telah  Lihat dalam Ibrahim Anis et.al,  al-Mu’jam al-Wasith, Saudi Arabia: Daar al-Ihya’  alTurats, t.th., hal. 612.
WJS. Poerwadarminto,  Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989,  hal. 315.
terbukti  melakukan  pelanggaran  menjadi  jera  dan  mau  menjadi  baik  setelah  adanya hukuman yang dijalani.
Dari  penjelasan  tujuan  penjatuhan  hukum  di  atas,  tidak  berarti  hukuman dapat diberlakukan secara sembarangan, baik bentuk maupun pihak  yang memutuskan hukuman. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, hukuman  hanya  dapat  diberlakukan  bagi  orang  yang  telah  terbukti  bersalah  dan  keputusan tersebut ditetapkan oleh hakim melalui proses pembuktian terlebih  dahulu.
Sebelum proses pembuktian memberikan kejelasan status orang yang  dituduh  melakukan  pelanggaran,  maka  tetap  berlaku  prinsip  praduga  tak  bersalah. Hal ini juga tetap berlaku pada pelaku yang telah terbukti tertangkap  tangan melakukan suatu tindak pidana.
Pada  kenyataannya  ketentuan  dalam  suatu  hukum  tidak  selamanya  dapat berjalan sebagaimana yang diinginkan. Tidak jarang sekelompok orang  atau  bahkan  masyarakat  melakukan  main  hakim  sendiri  (eigenrichting) terhadap  pelaku  tindak  pidana.  Hal  ini  bisa  saja  terjadi  karena  factor  emosional  masyarakat  terhadap  tindak  kejahatan  yang  terjadi  di  lingkungan  mereka.  Banyaknya  tindakan  kriminal  (kriminalitas)  yang  mengancam  keamanan harta benda hingga jiwa masyarakat, telah menjadikan  masyarakat  jarang atau bahkan meminggirkan keberadaan aturan hukum yang berlaku.
Hal  ini  salah  satunya  terjadi  di  lingkungan  masyarakat  Kelurahan  Bendan  Ngisor  Kecamatan  Gajahmungkur  Kota  Semarang.  Di  lingkungan  Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam , Jakarta: Bulan Bintang,1993, hal. 25Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Gema Insani, 2003, hal. 1Ibid., hal. 1Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Usul Fikih, Jakarta: Rineka Cipta, 1993, hal. 105  masyarakat  Kelurahan  Bendan  Ngisor,  telah  terjadi  beberapa  kasus  main  hakim sendiri (eigenrichting) terhadap pelaku tindak pidana; seperti perbuatan  mesum  (zina)  dan  pencurian.  Untuk  kasus  perzinahan,  main  hakim  sendiri  (eigenrichting)  diwujudkan  dengan  aksi  penelanjangan  hingga  aksi  pemukulan.  Sedangkan  pada  kasus  pencurian,  main  hakim  sendiri  (eigenrichting)  dilakukan dalam bentuk pemukulan yang berakibat timbulnya  luka hingga menyebabkan kematian.
Fenomena  yang  terjadi  di  Keluarahan  Bendan  Ngisor  di  atas,  dalam  perspektif hukum pidana Islam terkandung beberapa aspek yang menyebabkan  masyarakat  dapat  dianggap  melakukan  kekeliruan  dalam  ranah  hukum.
Kekeliruan  tersebut  meliputi  aspek  penetapan  hukuman,  bentuk  hukuman,  hingga peluang berubahnya status masyarakat dari korban menjadi pelaku. Hal  ini tidak berlebihan karena dalam hukum pidana Islam, pelaku tindak pidana  secara sederhana dapat dimaknai sebagai pihak yang melakukan pelanggaran  terhadap  syari’at  Allah.
Pelanggaran  syari’at  Allah  tersebut  disebabkan  karena adanya pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang telah berlaku.
Namun  demikian,  alangkah  baiknya  hal  itu  (pengklaiman  terhadap  status masyarakat) akibat main hakim sendiri  (eigenrichting)  tidak serta merta  ditujukan langsung kepada masyarakat tanpa adanya penjabaran secara teoritis  ilmiah.  Oleh  sebab  itu,  penulis  berkeinginan  untuk  melakukan  penelusuran  Kasus  main  hakim  sendiri  yang  terakhir  kali  terjadi  adalah  main  hakim  sendiri  pada  kasus  pencurian  helm  di  Toko  Kita  pada  tahun  2011.  Sebelumnya,  terjadi  main  hakim  sendiri  terhadap  dua  orang  pelaku  pencurian  VCD  player  yang  menyebabkan  kedua  pelaku  meninggal  dunia  serta  main  hakim  sendiri  terhadap  pelaku  pencurian  sandal  yang  menyebabkan  pelaku  terluka bacok pada bagian lututnya. Wawancara dengan Bapak Sambiyo, Kasi Umum Kelurahan  Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang, tanggal 21 September 2011.
Topo Santoso, op.cit., hal. 21  kasus  di  atas  dalam  sebuah  penelitian.  Hal  ini  ditujukan  untuk  lebih  menguatkan  klaim  yang  akan  diterima  oleh  masyarakat  akibat  dari  tindakan  mereka  dalam  ranah  ilmiah.  Dengan  demikian,  nantinya  masyarakat  akan  lebih  dapat  mempertimbangkan  tindakan  mereka,  terlebih  lagi  yang  menjadi  dasar  pertimbanngannya  adalah  hukum  pidana  Islam  yang  notabene  adalah  agama  mayoritas  masyarakat  Kelurahan  Bendan  Ngisor  Kecamatan  Gajahmungkur Kota Semarang.
Penelitian  itu  sendiri  akan  diberi  judul  TINJAUAN  HUKUM  PIDANA  ISLAM  TERHADAP  MAIN  HAKIM  SENDIRI  (EIGENRICHTING)  BAGI  PELAKU  PIDANA  PENCURIAN  (Studi  Kasus  Di  Kelurahan  Bendan  Ngisor  Kecamatan  Gajahmungkur  Kota  Semarang).
B.  Rumusan Masalah.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.  Faktor-faktor  apa  saja  yang  mempengaruhi  main  hakim  sendiri  (eigenrichting)  bagi  pelaku  pencurian  di  Kelurahan  Bendan  Ngisor  Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang? 2.  Bagaimana  tinjauan  hukum  pidana  Islam  terhadap  main  hakim  sendiri  (eigenrichting)  bagi  pelaku  pencurian  di  Kelurahan  Bendan  Ngisor  Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang? C.  Tujuan dan Manfaat Penelitian.
Sesuai dengan pokok masalah di atas terangkum tujuan dari penelitian  ini, yaitu: 1.  Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi main hakim  sendiri  (eigenrichting)  bagi pelaku pencurian di Kelurahan Bendan Ngisor  Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang.
2.  Untuk  mengetahui  tinjauan  hukum  pidana  Islam  terhadap  main  hakim  sendiri  (eigenrichting)  bagi pelaku pencurian di Kelurahan Bendan Ngisor  Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang.
Adapun manfaat penelitian ini adalah:.
1.  Secara akademis, hasil penelitian ini diharap dapat menambah konstribusi  dalam rangka memperkaya khasanah ilmu pengetahuan berkaitan dengan  pengembangan pemikiran dalam bidang hukum pidana Islam.
2.  Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu wacana  yang  berkaitan  dengan  praktek  main  hakim  sendiri  (eigenrichting)  yang  sering  dilakukan  oleh  masyarakat,  khususnya  masyarakat  Islam,  dalam  kajian hukum Islam.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi