Rabu, 27 Agustus 2014

Skripsi Syariah: WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HUKUM ISLAM

BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Salah satu dari bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT yang berkaitan dengan harta benda adalah wakaf. Wakaf telah disyari’atkan dan telah dipraktekkan oleh umat Islam seluruh dunia sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang termasuk oleh masyarakat Islam di Indonesia. Amalan wakaf sangat besar artinya bagi kehidupan sosial ekonomi, kebudayaan dan keagamaan. Oleh karena itu, Islam meletakkan amalan wakaf sebagai salah satu macam ibadah yang amat digembirakan  .

Secara teks, wakaf tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, namun makna dan kandungan wakaf terdapat dalam dua sumber hukum Islam tersebut. Di dalam Al-Qur’an sering menyatakan konsep wakaf dengan ungkapan yang menyatakan tentang derma harta (infaq)demi kepentingan umum. Sedangkan dalam hadits sering kita temui ungkapan wakaf dengan ungkapan habs (tahan).
 Dalil yang menjadi dasar utama disyariatkannya ajaran wakaf ini lebih dipahami berdasarkan konteks ayat al-Qur’an, sebagai sebuah amal kebaikan. Ayat-ayat yang dipahami berkaitan dengan wakaf adalah seperti dalam Surat Ali-Imran ayat 92 :  Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah dan Syirkah, Bandung: PT.
Al-Ma’arif, 1987, hlm. 7.
 Artinya : “Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu nafkahkan, Maka Allah mengetahuinya.”  Dan disebutkan dalam hadits di bawah ini : Artinya :  “Umar berkata kepada Nabi Saw. “Sesungguhnya aku memiliki seratus saham (bagian tanah) di Khaibar yang aku anggap sangat menarik. Aku ingin menyedekahkannya. Nabi Saw bersabda: Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya”. (HR. An-Nasa’iy dan Ibnu Majah).
 Semua ungkapan yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sama dengan arti wakaf yang berarti penahanan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah serta dimaksudkan untuk mendapatkan keridlaan Allah SWT.
 Sedangkan dilihat dari bahasa, kata wakaf berasal dari bahasa Arab yaitu waqf (jamaknya, awqaf), menyerahkan harta milik dengan penuh keikhlasan (dedikasi) dan pengabdian, yaitu berupa penyerahan sesuatu pada satu lembaga Islam, dengan menahan benda itu.
  Departemen Agama RI, Al-Qur¶an dan Terjemahnya.
 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7,Semarang: Pustaka Rizki Putra, Cet. ke-3, 2001, hlm. 327.
 Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, loc. cit.
 Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia,Jakarta: Ciputat Press, 2005, hlm. 1.
  Dalam Undang-Undang Nomor. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, mendefinisikan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Dan dalam kitab-kitab fiqh, Wakaf berarti menyerahkan sesuatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang atau nazdir (pemelihara atau pengurus wakaf) atau kepada suatu badan pengelola, dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya dipergunakan sesuai dengan ajaran Islam. Benda yang diwakafkan tidak lagi menjadi hak milik yang mewakafkan (waqif), dan pula bukan milik tempat menyerahkan (nazdir), tetapi menjadi milik Allah (hak umat).
 Wakaf yang disyari’atkan dalam agama Islam mempunyai dua dimensi sekaligus, ialah dimensi religi dan dimensi sosial ekonomi. Dimensi religi karena wakaf merupakan anjuran agama Allah yang perlu diperaktekkan dalam kehidupan masyarakat muslim, sehingga mereka yang memberi wakaf mendapat pahala dari Allah SWT karena mentaati perintahnya.
Dalam fungsi sosial, wakaf merupakan aset yang sangat bernilai dalam pembangunan. Di samping merupakan usaha pembentukan watak dan kepribadian seorang muslim untuk rela melepaskan sebagian hartanya untuk  Ibid., hlm. 7.
  kepentingan orang lain, juga merupakan investasi pembangunan yang bernilai tinggi, tanpa memperhitungkan jangka waktu dan keuntungan materi bagi yang mewakafkan. Sedangkan wakaf dalam fungsi ekonomi umat sangat mencolok, sebab dengan adanya lahan atau modal yang dikelola secara produktif akan membantu masyarakat untuk memenuhi kehidupan bagi orang yang tidak mampu dengan motivasi etos kerja.
 Jadi, substansi yang terkandung dalam ajaran wakaf adalah adanya semangat penegakan keadilan sosial melalui pendermaan harta untuk kepentingan umum. Walaupun wakaf sebatas amal kebajikan yang bersifat anjuran, tetapi daya dorong untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan sangat tinggi.
Asas kemanfaatan suatu benda menjadi landasan yang paling relevan dengan keberadaan benda itu sendiri. Lebih-lebih ibadah wakaf oleh para ulama dikategorikan sebagai amal ibadah sadaqah jariyah yang memiliki pahala yang terus mengalir walaupun yang telah melakukan telah meninggal dunia. Dalam pandangan yang paling sederhana pun, bahwa kontinyuitas pahala yang dimaksud karena terkait dengan aspek kemanfaatan yang bisa diambil secara berkesinambungan oleh pihak kebajikan (kepentingan masyarakat banyak).
Sebagai objek wakaf, harta benda yang diwakafkan tersebut bisa dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Harta Wakaf itu memiliki nilai (ada harganya),  Satria Effendi, et al., Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Analisis Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah, Jakarta : Prenada Media, 2004, hlm. 410.
  2. Harta Wakaf itu harus jelas bentuknya, 3. Harta Wakaf merupakan hak milik dari Waqif, 4. Harta Wakaf itu, berupa benda yang tidak bergerak, seperti tanah. Atau, benda yang disesuaikan dengan kebiasaan wakaf yang ada.
 Dalam Undang-Undang tentang Wakaf ditetapkan dua macam objek wakaf: (1) wakaf benda tidak bergerak, dan (2) wakaf benda bergerak. Serta Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004, ditetapkan bahwa objek wakaf berupa benda bergerak dibedakan menjadi dua: (1) wakaf benda bergerak selain uang, dan (2) wakaf benda bergerak berupa uang. Benda bergerak selain uang pun dibedakan menjadi dua: (1) benda bergerak karena sifatnya (dapat dipindahkan), dan (2) benda bergerak karena dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan sebagai benda bergerak.
Penjelasan di atas seperti yang tertuang dalam Pasal 16 UndangUndang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang berbunyi : Pasal  (1)  Harta benda wakaf terdiri dari: a.  Benda tidak bergerak; dan b. Benda bergerak.
(2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar; b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a; c.  Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;  Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf (Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf), Jakarta: IIMAN Press, 2004, hlm. 247.
  d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang.undangan yang berlaku; e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang.undangan yang berlaku.
(3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi: a. Uang; b. Logam mulia; c. Surat Berharga; d. Kendaraan; e.  Hak atas Kekayaan Intelektual; f. Hak Sewa; dan g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang.undangan yang berlaku.
Adapun beberapa pandangan Ulama mengenai syarat-syarat harta benda wakaf di atas dijelaskan, seperti Ulama Hanafiah berpendapat bahwa wakaf tidak dapat dilaksanakan, kecuali benda yang akan diwakafkan itu adalah harta tidak bergerak. Dalam mazhab Hanafi dikenal kaidah : “Pada prinsipnya, yang sah diwakafkan adalah benda tidak bergerak”. Sumber kaidah ini adalah asas yang paling berpengaruh terhadap wakaf, yaitu ta¶bid (tahan lama).
 Jika harta itu berupa harta bergerak, wakafnya tidak sah.
Kecuali harta itu mengikuti harta tak bergerak atau sudah merupakan kebiasaan wakaf yang sering dilakukan.
 Menurut ulama yang mengikuti Imam Syafi’i berpendapat bahwa barang yang diwakafkan haruslah barang yang kekal manfaatnya, baik barang tak bergerak, barang bergerak maupun barang kongsi (milik bersama).
  Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf, Jakarta: Departemen Agama RI, 2006, hlm. 31.
 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, op.cit, hlm. 262.
 Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf, op. cit, hlm. 32.
  Bahkan, ulama Malikiyah menambahkan bahwa wakaf dari sesuatu yang bermanfaat, itu sah hukumnya.
 Kontroversi tentang harta benda wakaf dikalangan fuqaha erat kaitannya dengan konsep masing-masing mengenai harta benda (mal). Oleh karena perbedaan konsep itulah harta dalam pengertian apa yang dapat dijadikan benda wakaf. Apakah benda wakaf itu bendanya yaitu dalam pengertian µain al-waqf,atau manfaat dalam pengertian samrah atau manfa¶at.
Dengan adanya Undang-Undang tentang Wakaf yang sekarang, tentunya berbeda dari peraturan perundang-undangan wakaf yang ada sebelumnya. Ruang lingkup wakaf selama ini hanya terbatas pada wakaf tanah milik yang merupakan benda tidak bergerak. Akan tetapi dengan adanya undang-undang ini membagi benda wakaf menjangkau terhadap benda tidak bergerak dan benda bergerak.
Salah satu harta benda bergerak yang dapat diwakafkan di atas adalah Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Istilah Hak Atas Kekayaan Intelektual merupakan terjemahan dari istilah Intellectual Property Rights (Bahasa Inggris). Istilah Property Rights diterjemahkan dengan istilah Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berarti suatu hak atas milik yang berada dalam ruang lingkup kehidupan teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni  Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, op. cit, hlm. 261.
  dan sastra, pemilikannya bukan terhadap barangnya melainkan terhadap hasil kemampuan intelektual manusianya, diantaranya berupa idea.
 Macam-macam bentuk karya intelektual cara pengaturannya telah dibuat oleh Pemerintah Indonesia dalam bentuk peraturan perundangundangan untuk melindunginya, misalnya dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden serta Keputusan Menteri.
Sementara yang telah dilindungi oleh hukum atau undang-undang ada  (tujuh) bidang yaitu : 1. Bidang Perlindungan Variates Tanaman, 2. Bidang Rahasia Dagang, 3. Bidang Desain Industri, 4. Bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, 5. Bidang Hak Paten, 6. Bidang Merek, 7. Bidang Hak Cipta.
Di dalam Undang-Undang No. 29 tahun 2000 tentang Varietas Tanaman, UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten, UU No.
tahun 2001 tentang Merek, dan UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta tersebut terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa HAKI itu dapat beralih dan dialihkan seperti karena hibah, waris, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Padahal  Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah., Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004, hlm. 3.
  HAKI itu tidak sama sekali menampilkan benda nyata. HAKI bukanlah benda material, akan tetapi merupakan benda tidak terwujud atau immaterial.
 Perluasan ruang lingkup benda wakaf yang menjadikan HAKI sebagai harta benda wakaf merupakan salah satu dari reformasi hukum yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Tujuannya menjadikan wakaf sebagai instrumen untuk menyejahterakan masyarakat muslim. Dan menjadikan wakaf sebagai media untuk menciptakan keadilan-ekonomi, mengurangi kefakiran dan kemiskinan, mengembangkan sistem jaminan sosial, dan menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan serta fasilitas pelayanan umum yang layak.
 Dari latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti dalam bentuk skripsi dengan mengambil sebuah judul ³Wakaf Hak Atas Kekayaan Intelektual dalam Hukum Islam (Studi Pasal 16 Undang-Undang No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf)´.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana konsep mengenai harta benda hak atas kekayaan intelektual terhadap wakaf?
2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap Wakaf Hak Atas Kekayaan Intelektual?
 OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 11.
 Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008, hlm. 24.
  C. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan penulisan skripsi ini penulis mempunyai beberapa tujuan pokok, yaitu: 1. Untuk mengetahui konsep mengenai harta benda hak atas kekayaan intelektual terhadap wakaf.
2. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap Wakaf Hak Atas Kekayaan Intelektual.
D. Telaah Pustaka Sejauh telaah yang telah dilakukan oleh penyusun atas berbagai karya tulis baik berupa buku-buku ilmiah, skripsi, jurnal, ataupun yang lain, telah banyak ditemukan karya-karya yang membahas persoalan wakaf, hal ini tentu saja karena tema wakafsendiri termasuk dalam kategori persoalan klasik. Diantara bahan pustaka yang termasuk adalah buku Wakaf Produktif.
 Dalam buku tersebut menjelaskan berbagai hal yang berkaitan dengan wakaf, yaitu istilah-istilah dan definisi wakaf; wakaf dan kesejahteraan sosial ekonomi; paradigma wakaf produktif; sejarah umum wakaf di Indonesia; wakaf dalam berbagai segi akad; wakaf benda tidak bergerak dan wakaf benda bergerak; serta menjelaskan cara-cara menyelesaikan sengketa wakaf.
Kemudian buku Hukum Wakaf  .Dalam bab kedua dijelaskan mengenai syarat-syarat wakaf. Adanya penjelasan mengenai perbedaan  Ibid. hlm. 2.
 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, loc. cit.
  pendapat para jumhur ulama mengenai wakaf harta tidak bergerak dan harta bergerak.
Buku karya Ahmad Rofiq, MA., Hukum Islam di Indonesia, secara umum mengkaji tentang materi hukum Islam di Indonesia. Namun di dalamnya juga memuat tentang permasalahan perwakafan, yang meliputi pengertian wakaf, benda wakaf, dan nadzir. Pada bab pertamanya menguraikan tentang ketentuan umum wakaf, baik itu pengertian wakaf, wakif, ikrar wakaf, benda wakaf maupun nadzir.
 Dalam bukunya Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, dijelaskan aspek-aspek yang terkait dengan wakaf secara luas. Pembahasan diarahkan kepada kajian aspek sejarah, wakaf yang berkembang di negaranegara muslim serta mengemukakan perbandingan imam mazhab yang ada dalam kitab-kitab fikih klasik serta dikaitkan dengan perkembangan permasalahan kontemporer yang terjadi di tengah-tengah masyarakat sekarang ini dan dengan melihat peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004.
 Bentuk karya tulis skripsi yang telah membahas wakaf sebelumnya sudah ada. Salah satunya skripsi yang berjudul ³Analisis Pengelolaan Dana Wakaf di Masjid al-Amin Tugurejo Semarang Kaitannya Dengan Pembangunan Fisik dan Non Fisik´.Pembahasannya menjelaskan tentang bagaimana sistem pengelolaan dana wakaf di masjid tersebut dan faktorfaktor apa saja yang mendukung dalam pengelolaan dana wakaf.
 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Cet. III, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 479-490.
 Abdul Halim, loc. cit.
  Dari penelusuran yang telah disebutkan diatas, penelitian ini tentunya berbeda dengan beberapa penelitian yang sebelumnya. Dalam penelitian ini, lebih difokuskan menganalisa harta benda bergerak yaitu harta benda wakaf dalam pandangan yuridis dan hukum Islam dilihat dari sisi normatifnya.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi