BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Salah satu dari bentuk ibadah
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT yang berkaitan dengan harta benda
adalah wakaf. Wakaf telah disyari’atkan dan telah dipraktekkan oleh umat Islam
seluruh dunia sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang termasuk oleh
masyarakat Islam di Indonesia. Amalan wakaf sangat besar artinya bagi kehidupan
sosial ekonomi, kebudayaan dan keagamaan. Oleh karena itu, Islam meletakkan amalan
wakaf sebagai salah satu macam ibadah yang amat digembirakan .
Secara teks, wakaf tidak terdapat
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, namun makna dan kandungan wakaf terdapat dalam
dua sumber hukum Islam tersebut. Di dalam Al-Qur’an sering menyatakan konsep
wakaf dengan ungkapan yang menyatakan tentang derma harta (infaq)demi
kepentingan umum. Sedangkan dalam hadits sering kita temui ungkapan wakaf
dengan ungkapan habs (tahan).
Dalil yang menjadi dasar utama disyariatkannya
ajaran wakaf ini lebih dipahami berdasarkan konteks ayat al-Qur’an, sebagai
sebuah amal kebaikan. Ayat-ayat yang dipahami berkaitan dengan wakaf adalah
seperti dalam Surat Ali-Imran ayat 92 : Ahmad
Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah dan Syirkah, Bandung: PT.
Al-Ma’arif, 1987, hlm. 7.
Artinya : “Kamu sekali-kali tidak akan sampai
kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang
kamu cintai. Dan apapun yang kamu nafkahkan, Maka Allah mengetahuinya.” Dan disebutkan dalam hadits di bawah ini : Artinya
: “Umar berkata kepada Nabi Saw.
“Sesungguhnya aku memiliki seratus saham (bagian tanah) di Khaibar yang aku
anggap sangat menarik. Aku ingin menyedekahkannya. Nabi Saw bersabda: Tahanlah
pokoknya dan sedekahkan buahnya”. (HR. An-Nasa’iy dan Ibnu Majah).
Semua ungkapan yang ada dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah sama dengan arti wakaf yang berarti penahanan harta yang dapat
diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah serta dimaksudkan
untuk mendapatkan keridlaan Allah SWT.
Sedangkan dilihat dari bahasa, kata wakaf
berasal dari bahasa Arab yaitu waqf (jamaknya, awqaf), menyerahkan harta milik
dengan penuh keikhlasan (dedikasi) dan pengabdian, yaitu berupa penyerahan
sesuatu pada satu lembaga Islam, dengan menahan benda itu.
Departemen Agama RI, Al-Qur¶an dan Terjemahnya.
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Koleksi
Hadis-Hadis Hukum 7,Semarang: Pustaka Rizki Putra, Cet. ke-3, 2001, hlm. 327.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman
Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, loc. cit.
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di
Indonesia,Jakarta: Ciputat Press, 2005, hlm. 1.
Dalam Undang-Undang Nomor. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, mendefinisikan
bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Dan dalam kitab-kitab fiqh, Wakaf
berarti menyerahkan sesuatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang
atau nazdir (pemelihara atau pengurus wakaf) atau kepada suatu badan pengelola,
dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya dipergunakan sesuai dengan ajaran
Islam. Benda yang diwakafkan tidak lagi menjadi hak milik yang mewakafkan
(waqif), dan pula bukan milik tempat menyerahkan (nazdir), tetapi menjadi milik
Allah (hak umat).
Wakaf yang disyari’atkan dalam agama Islam
mempunyai dua dimensi sekaligus, ialah dimensi religi dan dimensi sosial
ekonomi. Dimensi religi karena wakaf merupakan anjuran agama Allah yang perlu diperaktekkan
dalam kehidupan masyarakat muslim, sehingga mereka yang memberi wakaf mendapat
pahala dari Allah SWT karena mentaati perintahnya.
Dalam fungsi sosial, wakaf
merupakan aset yang sangat bernilai dalam pembangunan. Di samping merupakan
usaha pembentukan watak dan kepribadian seorang muslim untuk rela melepaskan
sebagian hartanya untuk Ibid., hlm. 7.
kepentingan orang lain, juga merupakan investasi pembangunan yang
bernilai tinggi, tanpa memperhitungkan jangka waktu dan keuntungan materi bagi yang
mewakafkan. Sedangkan wakaf dalam fungsi ekonomi umat sangat mencolok, sebab
dengan adanya lahan atau modal yang dikelola secara produktif akan membantu
masyarakat untuk memenuhi kehidupan bagi orang yang tidak mampu dengan motivasi
etos kerja.
Jadi, substansi yang terkandung dalam ajaran
wakaf adalah adanya semangat penegakan keadilan sosial melalui pendermaan harta
untuk kepentingan umum. Walaupun wakaf sebatas amal kebajikan yang bersifat anjuran,
tetapi daya dorong untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan sangat tinggi.
Asas kemanfaatan suatu benda
menjadi landasan yang paling relevan dengan keberadaan benda itu sendiri.
Lebih-lebih ibadah wakaf oleh para ulama dikategorikan sebagai amal ibadah
sadaqah jariyah yang memiliki pahala yang terus mengalir walaupun yang telah
melakukan telah meninggal dunia. Dalam pandangan yang paling sederhana pun,
bahwa kontinyuitas pahala yang dimaksud karena terkait dengan aspek kemanfaatan
yang bisa diambil secara berkesinambungan oleh pihak kebajikan (kepentingan masyarakat
banyak).
Sebagai objek wakaf, harta benda
yang diwakafkan tersebut bisa dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut : 1. Harta Wakaf itu memiliki nilai (ada harganya), Satria Effendi, et al., Problematika Hukum
Keluarga Islam Kontemporer, Analisis Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah,
Jakarta : Prenada Media, 2004, hlm. 410.
2. Harta Wakaf itu harus jelas bentuknya, 3. Harta Wakaf merupakan hak
milik dari Waqif, 4. Harta Wakaf itu, berupa benda yang tidak bergerak, seperti
tanah. Atau, benda yang disesuaikan dengan kebiasaan wakaf yang ada.
Dalam Undang-Undang tentang Wakaf ditetapkan
dua macam objek wakaf: (1) wakaf benda tidak bergerak, dan (2) wakaf benda bergerak.
Serta Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UndangUndang
Nomor 41 Tahun 2004, ditetapkan bahwa objek wakaf berupa benda bergerak
dibedakan menjadi dua: (1) wakaf benda bergerak selain uang, dan (2) wakaf
benda bergerak berupa uang. Benda bergerak selain uang pun dibedakan menjadi
dua: (1) benda bergerak karena sifatnya (dapat dipindahkan), dan (2) benda
bergerak karena dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan sebagai benda
bergerak.
Penjelasan di atas seperti yang
tertuang dalam Pasal 16 UndangUndang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang
berbunyi : Pasal (1) Harta benda wakaf terdiri dari: a. Benda tidak bergerak; dan b. Benda bergerak.
(2) Benda tidak bergerak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. Hak atas tanah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku baik yang sudah
maupun yang belum terdaftar; b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di
atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan
tanah; Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi,
Hukum Wakaf (Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan
Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf), Jakarta: IIMAN
Press, 2004, hlm. 247.
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang.undangan
yang berlaku; e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang.undangan yang berlaku.
(3) Benda bergerak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis karena
dikonsumsi, meliputi: a. Uang; b. Logam mulia; c. Surat Berharga; d. Kendaraan;
e. Hak atas Kekayaan Intelektual; f. Hak
Sewa; dan g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang.undangan
yang berlaku.
Adapun beberapa pandangan Ulama
mengenai syarat-syarat harta benda wakaf di atas dijelaskan, seperti Ulama
Hanafiah berpendapat bahwa wakaf tidak dapat dilaksanakan, kecuali benda yang
akan diwakafkan itu adalah harta tidak bergerak. Dalam mazhab Hanafi dikenal
kaidah : “Pada prinsipnya, yang sah diwakafkan adalah benda tidak bergerak”.
Sumber kaidah ini adalah asas yang paling berpengaruh terhadap wakaf, yaitu
ta¶bid (tahan lama).
Jika harta itu berupa harta bergerak, wakafnya
tidak sah.
Kecuali harta itu mengikuti harta
tak bergerak atau sudah merupakan kebiasaan wakaf yang sering dilakukan.
Menurut ulama yang mengikuti Imam Syafi’i
berpendapat bahwa barang yang diwakafkan haruslah barang yang kekal manfaatnya,
baik barang tak bergerak, barang bergerak maupun barang kongsi (milik bersama).
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf, Jakarta: Departemen Agama
RI, 2006, hlm. 31.
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, op.cit, hlm.
262.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf,
op. cit, hlm. 32.
Bahkan, ulama Malikiyah menambahkan bahwa wakaf dari sesuatu yang bermanfaat,
itu sah hukumnya.
Kontroversi tentang harta benda wakaf
dikalangan fuqaha erat kaitannya dengan konsep masing-masing mengenai harta
benda (mal). Oleh karena perbedaan konsep itulah harta dalam pengertian apa
yang dapat dijadikan benda wakaf. Apakah benda wakaf itu bendanya yaitu dalam pengertian
µain al-waqf,atau manfaat dalam pengertian samrah atau manfa¶at.
Dengan adanya Undang-Undang
tentang Wakaf yang sekarang, tentunya berbeda dari peraturan perundang-undangan
wakaf yang ada sebelumnya. Ruang lingkup wakaf selama ini hanya terbatas pada
wakaf tanah milik yang merupakan benda tidak bergerak. Akan tetapi dengan adanya
undang-undang ini membagi benda wakaf menjangkau terhadap benda tidak bergerak
dan benda bergerak.
Salah satu harta benda bergerak
yang dapat diwakafkan di atas adalah Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Istilah
Hak Atas Kekayaan Intelektual merupakan terjemahan dari istilah Intellectual
Property Rights (Bahasa Inggris). Istilah Property Rights diterjemahkan dengan
istilah Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berarti suatu hak atas milik yang
berada dalam ruang lingkup kehidupan teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, op. cit,
hlm. 261.
dan sastra, pemilikannya bukan terhadap barangnya melainkan terhadap
hasil kemampuan intelektual manusianya, diantaranya berupa idea.
Macam-macam bentuk karya intelektual cara
pengaturannya telah dibuat oleh Pemerintah Indonesia dalam bentuk peraturan
perundangundangan untuk melindunginya, misalnya dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah dan Keputusan Presiden serta Keputusan Menteri.
Sementara yang telah dilindungi
oleh hukum atau undang-undang ada (tujuh)
bidang yaitu : 1. Bidang Perlindungan Variates Tanaman, 2. Bidang Rahasia
Dagang, 3. Bidang Desain Industri, 4. Bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu,
5. Bidang Hak Paten, 6. Bidang Merek, 7. Bidang Hak Cipta.
Di dalam Undang-Undang No. 29
tahun 2000 tentang Varietas Tanaman, UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, UU No. 32 tahun 2000
tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten,
UU No.
tahun 2001 tentang Merek, dan UU
No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta tersebut terdapat ketentuan yang menyatakan
bahwa HAKI itu dapat beralih dan dialihkan seperti karena hibah, waris, wasiat,
perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan. Padahal Pipin
Syarifin, Dedah Jubaedah., Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Bandung:
Pustaka Bani Quraisy, 2004, hlm. 3.
HAKI itu tidak sama sekali menampilkan benda nyata. HAKI bukanlah benda material,
akan tetapi merupakan benda tidak terwujud atau immaterial.
Perluasan ruang lingkup benda wakaf yang
menjadikan HAKI sebagai harta benda wakaf merupakan salah satu dari reformasi
hukum yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Tujuannya menjadikan wakaf
sebagai instrumen untuk menyejahterakan masyarakat muslim. Dan menjadikan wakaf
sebagai media untuk menciptakan keadilan-ekonomi, mengurangi kefakiran dan
kemiskinan, mengembangkan sistem jaminan sosial, dan menyediakan fasilitas
pelayanan kesehatan serta fasilitas pelayanan umum yang layak.
Dari latar belakang di atas, penulis merasa
tertarik untuk meneliti dalam bentuk skripsi dengan mengambil sebuah judul
³Wakaf Hak Atas Kekayaan Intelektual dalam Hukum Islam (Studi Pasal 16
Undang-Undang No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf)´.
B. Rumusan Masalah Dari latar
belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis merumuskan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana konsep mengenai harta
benda hak atas kekayaan intelektual terhadap wakaf?
2. Bagaimana pandangan hukum
Islam terhadap Wakaf Hak Atas Kekayaan Intelektual?
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan
Intelektual,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 11.
Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2008, hlm. 24.
C. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan penulisan skripsi ini penulis mempunyai
beberapa tujuan pokok, yaitu: 1. Untuk mengetahui konsep mengenai harta benda
hak atas kekayaan intelektual terhadap wakaf.
2. Untuk mengetahui pandangan
hukum Islam terhadap Wakaf Hak Atas Kekayaan Intelektual.
D. Telaah Pustaka Sejauh telaah
yang telah dilakukan oleh penyusun atas berbagai karya tulis baik berupa
buku-buku ilmiah, skripsi, jurnal, ataupun yang lain, telah banyak ditemukan
karya-karya yang membahas persoalan wakaf, hal ini tentu saja karena tema
wakafsendiri termasuk dalam kategori persoalan klasik. Diantara bahan pustaka
yang termasuk adalah buku Wakaf Produktif.
Dalam buku tersebut menjelaskan berbagai hal
yang berkaitan dengan wakaf, yaitu istilah-istilah dan definisi wakaf; wakaf
dan kesejahteraan sosial ekonomi; paradigma wakaf produktif; sejarah umum wakaf
di Indonesia; wakaf dalam berbagai segi akad; wakaf benda tidak bergerak dan
wakaf benda bergerak; serta menjelaskan cara-cara menyelesaikan sengketa wakaf.
Kemudian buku Hukum Wakaf .Dalam bab kedua dijelaskan mengenai
syarat-syarat wakaf. Adanya penjelasan mengenai perbedaan Ibid. hlm. 2.
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, loc. cit.
pendapat para jumhur ulama mengenai wakaf harta tidak bergerak dan harta
bergerak.
Buku karya Ahmad Rofiq, MA.,
Hukum Islam di Indonesia, secara umum mengkaji tentang materi hukum Islam di
Indonesia. Namun di dalamnya juga memuat tentang permasalahan perwakafan, yang
meliputi pengertian wakaf, benda wakaf, dan nadzir. Pada bab pertamanya menguraikan
tentang ketentuan umum wakaf, baik itu pengertian wakaf, wakif, ikrar wakaf,
benda wakaf maupun nadzir.
Dalam bukunya Abdul Halim, Hukum Perwakafan di
Indonesia, dijelaskan aspek-aspek yang terkait dengan wakaf secara luas.
Pembahasan diarahkan kepada kajian aspek sejarah, wakaf yang berkembang di
negaranegara muslim serta mengemukakan perbandingan imam mazhab yang ada dalam
kitab-kitab fikih klasik serta dikaitkan dengan perkembangan permasalahan
kontemporer yang terjadi di tengah-tengah masyarakat sekarang ini dan dengan
melihat peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Wakaf Nomor 41 Tahun
2004.
Bentuk karya tulis skripsi yang telah membahas
wakaf sebelumnya sudah ada. Salah satunya skripsi yang berjudul ³Analisis
Pengelolaan Dana Wakaf di Masjid al-Amin Tugurejo Semarang Kaitannya Dengan Pembangunan
Fisik dan Non Fisik´.Pembahasannya menjelaskan tentang bagaimana sistem
pengelolaan dana wakaf di masjid tersebut dan faktorfaktor apa saja yang
mendukung dalam pengelolaan dana wakaf.
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Cet.
III, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 479-490.
Abdul Halim, loc. cit.
Dari penelusuran yang telah disebutkan diatas, penelitian ini tentunya
berbeda dengan beberapa penelitian yang sebelumnya. Dalam penelitian ini, lebih
difokuskan menganalisa harta benda bergerak yaitu harta benda wakaf dalam
pandangan yuridis dan hukum Islam dilihat dari sisi normatifnya.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi