BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia membagi
kekuasaan menjadi tiga kekuasaan terdiri
dari Legislatif, Eksekutif,dan Yudikatif. Yang ketiganya biasa disebut dengan Trias Politika.
Badan legislatif adalah lembaga
yang legislateatau membuat undangundang. Anggota-anggotanya dianggap mewakali
rakyat, maka dari itu lembaga ini
disebut DPR. Nama lain yang sering dipakai adalah parlemen.
Dalam sistem ketatanegaraan badan legislatif
meliputi MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Yang
semuanya mempunyai tugas, fungsi dan wewenang masingmasing. Mereka me mpunyai
peranan yang bertujuan melaksanakan fungsi perwakilan, perundang-undangan dan pengawasan.
Kekuasaan eksekutif menurut
w.Ansley wynes adsalah kekuasaan negara yang
melaksanakan undang-undang,menyelenggarakan urusan pemerintahan dan mempertahankan tata tertib dan keamanan baik
didalam maupun diluar negeri.
Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh
badan atau lembaga eksekutif. Dinegara
demokratis badan eksekutif biasanya terdiri dari Kepala Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.
Titik Triwulan Tutik,Pokok-Pokok Hukum Tata
Negara Pasca Amandemen UUD 1945, h.142 Negara seperti raja atau presiden bersama
menteri-menterinya. Badan eksekutif yang
luas mencakup para pegawai sipil dan militer.
Sedangkan kekuasaan yudikatif merupakan
kekuasaan mengadili yang dibagi menjadi
tiga kamar yakni; Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY).
Berdasarkan uraian di atas, ketiga kekuasaan
tersebut mempunyai tugas, fungsi dan
wewenang yang berbeda-beda. Selain itu untuk menjadi pejabat dalam lembaga-lembaga di atas harus memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh undang-undang
yang telah disesuaikan dengan karakter jabatan masing-masing.
Seperti Presiden, Menteri, DPR,
Hakim dan lain-lain.
Negara indonesia adalah negara
kesatuan yakni kekuasaannya terdiri dari pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.
Pemerintahan pusat merupakan kekuasaan
yang menonjol dalam negara dan tidak ada saingannya dari badan legislatif pusat dalam membentuk undang-undang.
Dalam UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa: “pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan
rumusan pemerintahan oleh pemerintahan
daerah dan DPRD menurut asas otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagai dimaksud dalam
UUD negara Indonesia Tahun 1945.” Miriam
Budiarjo, Dasar-Dasar Politik, h. 208 Titik
Triwulan Tutik,Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Amandemen UUD 1945, h.
247 Ibid, h, 283 6 Pasal
1 ayat 2 UU RI No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemda Sedangkan pemeritah daerah adalah kepala
daerah dan dewan perwakilan rakyak
daerah. Kepala daerah memimpin badan eksekutif dan DPRD bergerak dalam bidang legislatif. Kepala daerah(Residen,
bupati dan walikota) adalah pejabat
pemerintahan yang diangkat oleh pemerintahan pusat. Mereka masingmasing menurut
berbagai peraturan yang berlaku mempunyai tugas menjalankan wewenang pemerintah pusat dilingkungan wilayah
jabatannya.
Dalam diri kepala daerah mempunyai dua fungsi
yaitu sebagai kepala daerah otonom yang
memimpin penyelenggaraan dan bertanggungjawab sepenuhnya tentang jalannya pemerintahan
daerah dan fungsi sebagai kepala wilayah
yang memimpin penyelenggaraan urusan pemerintahan umum menjadi tugas pemerintahan pusat di daerah.
Dengan demikian antara lembaga legislatif
dengan kepala daerah sebagai badan
eksekutif mepunyai hubungan kerja dalam merumuskan kebijaksanaan dalam rangka menjalankan roda pemerintahan.
Diantara keduanya mempunyai tugas dan
fungsi yang berbeda. Akan tetapi setiap pelaksanaan kegiatan dan pembangunan haruslah merupakan suatu kebulatan
yang utuh dalam rangka pemenuhan
kebutuhan masyarakat dan terbina kestabilan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam arti luas. Oleh
karena itu antara legislatif dan eksekutif
sebagai unsur pemerintahan, perlu dijalin hubungan kerja sama yang baik demi kepentingan bangsa.
Titik Triwulan Tutik, Pokok-pokok Hukum Tata
Negara,h.
BN. Marbun, DPRD, Pertumbuhan Masalah dan Masa
Depannya, h.48 Dalam proses dan
kegiatan memilih pejabat publik dalam pemerintahan, dilakukan dengan cara pemilihan umum yang
melibatkan seluruh rakyat untuk menentukan
siapa yang berhak menjadi pejabat publik dalam pemerintahan.
Pemilihan ini biasanya disebut
pemilihan umum atau pemilu.
Pemilu merupakan bagian dari
proses rakyat yang memilih pemimpin negara.
Selain memilih kepala negara sebagai lembaga
eksekutif juga memilih DPR sebagai
lembaga legislatif dan kepala daerah sebagai eksekutif daerah.
Pada sistem politik telah merubah
cara pemilihan umum anggota legislatif
dan eksekutif yang semula secara perwakilan akhirnya dilakukan secara langsung. Ini berarti Indonesia telah
melaksanakan demokratisasi.
Agar dapat diikutkan dalam
pemilihan, maka harus mencalonkan diri ke KPU dengan syarat-syarat atau
kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh undang-undang. Akan tetapi banyak calon yang
dikeluarkan dari daftar pemilihan,
karena salah satu syarat yang tidak dipenuhi yaitu syarat tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap karana melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau
lebih.
Dengan adanya syarat tersebut
banyak calon yang merasa dirugikan oleh undang-undang
tersebut. Calon yang merasa dirugikan itu adalah seorang warga negara Indonesia yang ingin mencalonkandiri
sebagai calon legislatif dalam Ipong
S.Azhar, Benarkah PPK Mandul, h.5 pemilu
2009, dia bernama Robertus Adji. Karena merasa undang-undang berlaku tidak adil pada mantan napi, maka dilakukan
uji materi terhadap undang-undang tersebut
ke Mahkamah Konstitusi.
Pemohon pada uji materi ini
adalah Robertus, calon legislator untuk DPRD
kabupaten Lahat Sumatra Selatan dari PDI Perjuangan yang gagal karena terganjal kasus pidana. Ia gagal menjadi
caleg, karena pernah dipidana selama 9 Tahun
karena kasus penyimpanan senjata api, perampokan dan penganiayaan berat pada tahun 1976 silam.
Undang-undang yang diajukan ke Mahkamah
Konstitusi untuk diuji materi adalah UU
No. 10 Tahun 2008 tentang pemilu DPR , DPD dan DPRD pasal 12 huruf g pasal 50 ayat 1 UU No. 12
Tahun 2008 tentang Pemda, pasal 58 huruf
f. Menurut pemohon undang-undang tersebut tidak memberikan kesempatan kepada mantan narapidana untuk
menduduki jabatan lagislatif dan kepala
daerah.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi