BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin
kesejahteraan hak-hak tiap warga
negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia. Anak merupakan amanah dan
karunia Allah, yang dalam dirinya melekat
harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Sebagaimana diketahui anak adalah tunas, potensi dan generasi muda
penerus cita-cita perjuangan bangsa yang
memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan
negara pada masa depan.
Agar setiap anak kelak mampu
memikul tanggung jawab sebagai tunas, potensi
dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh
dan berkembang secara optimal, baik
secara fisik, mental sosial, serta berakhlak mulia. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka perlu dilakukan upaya
perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan
anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hakhaknya, serta adanya
perlakuan tanpa diskriminasi.
Kewajiban pemerintah berdasarkan pembukaan
Undang-Undang R.I No. 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan salah satunya adalah melakukan sosialisasi pola hidup sehat pada masyarakat, disamping
pemerintah mempunyai kewajiban Penjelasan
Undang-Undang R.I No. 23 Tahun 2002, Perlindungan Anak, h. 169 2 untuk
menyelenggarakan pembangunan nasional di semua bidang yang merupakan suatu rangkaian pembangunan
menyeluruh bagi masyarakatnya.
Salah satu tugas pemerintah adalah
melaksanakan pembangunan di bidang kesehatan
sebagai salah satu upaya mewujudkan pembangunan nasional yang diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat, sehingga
terwujud derajat kesehatan yang optimal. Adapun pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga dan masyarakat dengan
menanamkan kebiasaan hidup sehat.
Mencermati salah satu penyebab
munculnya masalah kesehatan dikarenakan
adanya pola hidup yang tidak sehat, diantaranya muncul kegagalan fungsi pada organ tubuh yang pada akhirnya
untuk melakukan upaya penyembuhan, salah
satunya dapat dilakukan tindakan medis yang dinamakan dengan transplantasi.
Transplantasi banyak dilakukan
pada penderita: gagal ginjal, gagal jantung, kornea mata dan lain-lain. Namun transplantasi
tersebut hingga saat ini masih menjadi
satu pilihan yang dilematis bagi manusia mengingat potensi keberhasilan serta besarnya biaya yang
dikeluarkan oleh penderita.
Tindakan transplantasi yang
dilakukan dalam dunia kedokteran sendiri masih menjadi pro dan kontra antara dunia
kedokteran dan sosial. Permasalahan tersebut
muncul manakala tindakan transplantasi dijadikan bisnis penjualan Penjelasan Undang-Undang R.I No. 23 Tahun
1992, Kesehatan 3 organ tubuh manusia. Kondisi ini dimungkinkan
terjadi mengingat adanya beberapa faktor
yang mendukung terjadinya tindakan jual beli organ tubuh tersebut dalam tindakan transplantasi yang
didasarkan pada beberapa indikator: a. Obyek
: Organ tubuh manusia yang masih
dapat berfungsi dengan baik b.
Subyek : Dua pihak yang
mengikatkan diri dalam suatu kesepakatan
transplantasi yaitu pendonor organ tubuh dan penerima organ tubuh.
Melihat perkembangan situasi di
masyarakat jual beli organ tubuh mulai banyak
dilakukan dikalangan masyarakatkarena terdesaknya kebutuhan ekonomi. Berdasarkan penelitian Iskandar
Sitorus, Ketua Pendiri Lembaga Bantuan
Hukum Kesehatan Tahun 1993-2004di 3 (tiga) Rumah Sakit, telah terdapat 448 (empat ratus empat puluh delapan)
kasus transplantasi yang “dibungkus” dengan alasan hibah atau donor,
yang berarti tanpa landasan hukum.
Negara Republik Indonesia telah memiliki
Undang-Undang Kesehatan pada Pasal 80 ayat
(3) tiga, mengatur mengenai sanksi pidana mengkomersialkan anggota tubuh: “Barang siapa dengan sengaja
melakukan perbuatan dengan tujuan komersial
dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau transfuse darah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 ayat (2) 3.SQ.KHAZANAH,
Jual Beli Organ Tubuh, Iskandar Sitorus ,”Trans TV” 16:00,17 Maret 2007 4 dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) Tahun dan pidana denda
paling banyak Rp. 300.000.000.00 (tiga ratus juta rupiah)”.
Sanksi pidana tersebut didukung
dengan disahkannya Undang-Undang Perlindungan
Anak yang juga memberikan sanksi pidana terhadap jual beli organ tubuh anak.
Pasal 85 UU Perlindungan Anak
yang berisi: 1) Setiap orang yang
melakukan jual beli organ tubuh dan atau jaringan tubuh anak, dipidana dengan pidana penjara
paling 15 Tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 300.000.000,- (Tiga ratus juta rupiah).
2) Setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan hukum pengambilan organ
tubuh dan atau jaringan organ tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan anak, atau penelitian
kesehatan yang menggunakan anak sebagai
obyek penelitian tanpa seizin orang tua, atau tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik
bagi anak, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 Tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua ratus juta
rupiah).
Dari sinilah jelas, bahwasannya
mengkomersialkan organ tubuh dapat dikenakan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) Tahun dan pidana denda tiga ratus juta rupiah.
Tingginya intensitas permintaan
organ tubuh menimbulkan melonjaknya harga
organ tubuh pada manusia, hingga kini diketahui harga ginjal dipasaran bisa mencapai 15.000 dollar AS.
Hal tersebut menimbulkan banyaknya pendonor yang rela mendonorkan organnya
lantaran terdesak oleh kebutuhan ekonomi.
Undang-Undang No.23 Tahun 2002, Perlindungan
Anak, Pasal 85 http:// www2.kompas.com
/ ver 1 / kesehatan / htm. Agung Riyadi, Rachalida Bahawares,13 November 2008 5 Dalam
Hadits Nabi disebutkan
“Dari Abi Rafi’i berkata, Saya bertanya, wahai
Rasulullah, apakah ada kewajiban orang
tua kepada kita seperti kewajiban mereka? Rasul menjawab: ya, kewajiban orang tua atas anaknya
mengajari, menulis, berenang, memanah
dan tidak memberi rizki kepada mereka kecuali yang baik”.
Dalam Islam manusia dilarang memakan harta
yang diperoleh dengan cara bat}il(tidak
sah) seperti juga yang telah ditegaskan dalam firman Allah SWT dalam surat An-Nisa> ayat 29 “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.” Itulah sebabnya
hukum Islam tentang muamalah pada umumnya bersifat kullyatau universal dan ijmaliatau global
(hanya mengatur garis besar/prinsip- Tirmiz>i, at-Ab<i Abdilla<h
Muhammad al-Haki>m al-Usu>l fi Ma’rifah Aha>dis’ ar-Rasul, Juz II, h. 57 Depag
RI Al-Qur'an dan terjemahnya, h. 84 6 prinsipnya saja), Misalnya dalam masalah
perdagangan, perikatan dan perjanjian.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi