BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang
menganut berbagai macam agama dan kepercayaan yang berbeda- beda mempunyai
beberapa bentuk kekerabatan dengan sistem
keturunan yang berbeda- beda. Sistem keturunan ini sudah berlaku sejak dahulu kala sebelum masuknya ajaran Islam,
Hindu dan Kristen. Sistem keturunan yang berbeda- beda ini sangat berpengaruh
dalam sistem pewarisan hukum adat.
Islam adalah agama yang
diturunkan oleh Allah SW T. kepada manusia dengan perantara nabi Muhammad SAW. ya ng
mengandung beberapa ketentuan tentang ‘aqidahdan
syar i’ahyang terdapat di dalam nas{al - Qur’an dan membawa peraturan -
peraturan yang semuanya itu mencakup segala aspek kehidupan manusia. Semua ini
semata- mata untuk mencapai kesejahteraan dan keselamata n hidup bagi manusia
baik di dunia maupun di akhirat.
Negara Indonesia yang mayoritas
warganya adalah penganut agama Islam sudah
barang tentu al - Qur’an merupakan
pemberi informasi utama. Dimana informasi itu berupa norma - norma dan aturan -
aturan yang menyan gkut segala dimensi
kehidupan manusia termasuk didalamnya informasi hukum kewarisan yang biasa
disebut fara’id.
Sejak matinya seseorang seluruh harta benda
miliknya beralih kepada ahli warisnya.
Inilah yang disebut “adigium”(pepatah)
Perancis yang berbunyi “le mort saisit le vit”artinya orang yang
meninggal dunia itu dengan sendirinya beralih
kepada ahli warisnya yang masih hidup .
Salah satu masalah pokok yang banyak
dibicarakan oleh al - Qur’an adalah kewarisan.
Kewarisan pada dasarnya merupakan bagian
ya ng tidak terpisahkan dari hukum,
sedangkan hukum adalah bagian dari aspek ajaran Islam yang pokok.
Oleh karena itu dalam
mengaktualisasikan hukum kewarisan yang terdapat dalam al - Qur’an, maka eksistensinya harus
dijabarkan dalam bentuk praktik faktualnya.
Dalam hal ini, pelaksanaan hukum
kewarisan harus kelihatan dalam sistem kekeluargaan yang berlaku dalam
masyarakat.
Dalam masalah warisan, wanita sama
kedudukannya dengan laki - laki, wanita
juga berhak mewarisi harta peninggalan si mayit. Sebagaimana tercantum dalam al - Qur’an Surah an - Nisa< ’ ayat 7
yaitu : “Bagi orang laki -laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak
dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,
baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”. (an-Nisa’:7) Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Fiqh
Mawaris, h.
Ali Parman, Kewarisan Dalamal-Qur’an, h.
Depag RI, al Qur'an dan Terjemahnya, h. 16 Mengenai pembagian warisan ini, Ras} ulullah
SAW memerintahkan secara tegas kepada umatnya untuk melaksanakan pembagian
waris dengan ketentuan yang telah digariskan dalam kitab Allah (al -
Qur’an). Hal ini sebagaimana
diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud bahwa Ra s}ulullah SAW bersabda: “Bagikanlah harta warisan
diantara para ahli waris menurut kitabullah”.
Dari uraian di atas, dapatlah dipahami bahwa
hukum melaksanakan dan mengamalkan
pembagian warisan yang sesuai dengan sy ari’at Islam adalah wajib (fard{ u ‘ain) bagi setiap individu muslim Dewasa
ini agak sulit untuk menemukan orang yang paham dan menguasai hukum waris.
Kewajiban belajar dan mengajarkan waris tersebut dimaksudkan agar kalangan kaum
muslim khususnya dalam keluarga tidak terjadi perselisihan. Perselisihan yang disebabkan
masalah pembagian harta warisan yang pada akhirnya akan terjadi perpecahan atau
keretakan dalam keluarg a. Oleh karenanya
perintah h }adis|Ras} ulullah SAW yang diriway atkan oleh Ahmad “Dari Ibnu
Mas’ud dia berkata telah bersabda Ras{ulullahSAW: Pelajarilah al Qur’an
dan ajarkanlah kepada manusia dan pelajarilah fara’id dan ajarkanlah kepada m anusia karena aku adalah orang yang
akan mati dan ilmu pun bakal Imam
al-Hafid Abu Dawud Sulaiman bin As-as, Sunan Abu Dawud, Juz II, h. 13 diangkat.
Hampir saja dua orang berselisih tentang pembagian warisan dan masalahnya tidak menemukan seseorang yang
memberikan kepada keduanya”.
(HR. Ahmad) Dan seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa
ini disamping hukum perkawinan, maka
hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan mem eg ang peranan yang sangat penting, bahkan
menentukan dan mencerminkan sistem dari
seluruh hukum, maka hukum perkawinan dan kewarisanlah yang menen tukan dan
mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat.
Diantara aturan yang mengatur hubungan sesama
manusia yang di tetapkan oleh Allah SWT adalah aturan tentang harta warisan,
yaitu harta dan pemiliknya yang timbul sebagai akibat dari suatu kematian,
bahwa setiap manusia mengalami peristiwa
yang sangat penting dalam hidupnya. Harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang
telah meninggal memerlukan peraturan tentang siapa yang berhak menerimanya, berapa
jumlahnya dan bagaimana cara mendapatkannya .
Hukum kewarisan merupakan hukum kekeluargaan
yang didalamnya terdapat asas- asas yang dianggap mensifati hukum kewarisan
Islam, adapun asasasas tersebut adalah: Sayid
Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 14, h.
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al
-Qur’an dan Hadis Cet III, h.
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Isalam, h.
3 1.
Asas Ijbari , bahwa para ahli
waris memperoleh bagian harta sebagai harta peralihan d ari orang yang telah meninggal
kepada orang yang masih hidup berlaku
dengan sendirinya secara hukum tanpa rekayasa.
2. Asas bilateral, bahwa kewarisan beralih dari
kedua belah pihak garis keluarga.
3. Asas individual, bahwa harta warisan yang
sesuai dengan hakny a.
4. Asas keadilan yang berimbang, bahwa jumlah
nilai bagian antara laki - laki dan perempuan
mempunyai keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang
diperoleh dengan keperluan dan kegunaan .
5. Asas akibat kematian, bahwa peralihan harta
seseorang bagi ahli waris hanya berlaku
setelah pewaris meninggal dunia .
Dengan menggunakan hak kewarisan Islam yang bersumber
dari wahyu Allah dalam al - Qur’an dan h
{adis {Ras} ulullah SAW yang berlaku wajib ditaati oleh umat Islam, dulu, sekarang dan yang aka n
datang .
Bahwa dasar b erlakunya hukum Islam di
Indonesia sangat berpengaruh dalam
pelaksanaan hukum kewarisan di
Indonesia. Bahwa pada phase pemerintahan Hindia Belanda hukum Islam
pertama kali di perlakukan sebagai hukum
kepada bangsa Indonesia yang ber agama Islam ialah berdasarkan dengan Regeerings Reglement (RR) berlakunya Undang- undang Islam bagi orang Indonesia
ditegaskan dalam pasal 75 RR ayat 3 yang berbunyi sebagai berikut: Ibid, h.
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan
Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Menurut
Hukum Perdata (BW), h. 3 “Oleh hakim Indonesia itu hendaklah diperlakukan
Undang-undang agama (gods-di bhstige-wetten) dan kebiasaan penduduk Indonesia.” Bahwa pengadilan merupakan salah satu simbol
dari kekuasaan dan Pengadilan Agama Islam adalah simbol dari kekuasaan Islam,
untuk melaksanakan ketentuan - ketentuan hukum Islam, wewenang Pengadilan Agam
a dapat mengadili sengketa tentang
kewarisan.
Menurut Undang- undang Peradilan
Agama No. 7 tahun 1989 dan Undang undang No.
3tahun 2006tentang ketentuan -
ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. Dalam Undang - undang No. 7 tahun 1989
pasal 51 yaitu: “Pengadilan Tinggi Agama
bertugas dan berwenang mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan
Agama dalam tingkat banding” Dalam kasus
perkara di Pengadilan Agama Bojonegoro,
Pengadilan Tinggi AgamaSurabaya, d an
Mahkamah Agungini adalah merupakan kasus waris di mana dalam sengketa
harta waris ini seorang saudari kandung mendapatkan warisan atau tergolong ahli
waris dari saudaranya. Sedangkan ahli warisnya
terdiri dari ibu, istri, anak. Di dalam putusan Pengadilan Tinggi Agama memutuskan bahwa ahli waris dari pewaris
adalah ibu, istri, anak, saudari kandung.
Sedangkan semua harta pewaris sudah dikuasai oleh saudari kandung tersebut bersama ibunya. Selama pewaris
meninggal harta peninggalannya tidak langsung
dibagikan kepada ahli waris, sehingga selang beberapatahun istri almarhum
(pewaris) menggugat saudaranya ke Pengadilan Agama Bojonegoro Ibid, h.
Amandemen UU Peradilan Agama , Media
Centre guna untuk mendapatkan haknya dan hak
anaknya. Karena selama ini haknya dan hak
anaknya dalam kekuasaan ibu dan saudari kandung (pewaris), sedang menurut hukum
kewarisan I slam, hak seorang istri dan anak adalah lebih besar dari pada haknya seorang ibu. Apalagi seorang
saudari kandung yang bersamaan dengan
seorang anak. Dan di dalam putusan
PengadilanTinggi Agama Surabaya tergugat
(masri) merasa tidak puas sehinga
mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah
tersebut dapat di kemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa pertimbangan hakimPengadilan Agama
Bojonegoro, Pengadilan Tinggi AgamaSurabaya,
dan Mahkamah Agung tentang k edudukan saudari kandung dalam hukum kewarisan? 2.
Bagaimana analisis hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Ag a ma, dan Mahkamah Agung? C. Kajian Pustaka Hukum kewarisan yang ada dan
berlaku dewasa ini disamping hukum perkawinan,
ma ka hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan yang memegang peranan yang sangat penting.
Bahkan menentukan dan mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam
masyarakat yang membahas masalah waris
ini sangat banyak antara lain adalah skripsi Maulana Asfuroh Bhinawati dalam skripsinya “Studi Komparasi Tentang Ahli Waris Pengganti Antara Hukum Islam Dan Hukum
Perdata”(2002) yang intinya ahli waris
pengganti menurut hukum Islam adalah ahli waris yang menggantikan seseorang untuk memperoleh bagian warisan yang
tadinya akan diperoleh orang yang
digantikan itu, sebabnya ialah karena orang yang digantikan itu adalah orang yang seharusnya menerima warisan kalau orang
itu masih hidup, tetapi dalam kasus
bersangkutan ia telah meninggal terlebih da hulu dari pewaris.
Muhammad Yusuf dalam skripsinya: “Persepsi Masyarakat Islam
Bali Terhadap Kompilasi Hukum Islam
Pasal 185 Ayat 1 Tentang Ahli Waris Pengganti
(Studi Kasus Masyarakat Desa Kampung Kusambuh Dan Desa Kampung Gelgel)”(2005).
Yang intinya pandangan masyarakat Islam
Bali terhadap Kompilasi Hukum Islam merupakan pembaharuan hukum tentang kewarisan.
Namun masyarakat Islam Bali kampung Kusamba dan kampung Gelgel memandang belum
memahami dan bahkan belum menerima tentang adanya KHI ini. Karena masyarakat
tersebut masih berpedoman dengan sistem kewarisan fara>’id
dan berdasarkan dari al - Qur’an sehingga masyarakat itu Maulana AsfourohBhinawati adalah alumni tahun
2002 IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas
Syari'ah dengan judul skripsi " Studi Komparasi Tentang Ahli Waris
Pengganti Antara Hukum Islam Dan Hukum
Perdata".
Muhammad Yusuf adalah alumni tahun 2005 IAIN
Sunan Ampel Surabaya Fakultas Syariah
dengan judul skripsi " Persepsi Masyarakat Islam Bali Terhadap Kompilasi
Hukum Islam Pasal 185 Ayat 1 Tentang
Ahli Waris Pengganti (Studi Kasus Masyarakat Desa Kampung Kusambuh Dan Desa
Kampung Gelgel)" mengira bahwa KHI tersebut hanya merupakan
hasil pemikiran manusia atau pemikiran Ijtihad.
Dalam hal ini penulis juga
membahas tentang ahli waris pengganti tetapi masalahnya berbeda dari yang dikemukakan
karya- karya ilmiah lainnya. Penulis mengangkat
suatu kasus: Analisis hukum Islam
terhadap putusan Pengadilan Agama,
Pengadilan Tinggi Aga ma, dan Mahkamah
Agung tentang kedudukan saudarikandung dalam hukum kewarisan , dan setelah itu penulis akan menjelaskan apa pertimbangan dan dasar
hukum yang dipakai hakim Pengadilan Agama Bojonegoro, Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, Mahkamah Agung, dalam menyelesaikan perkara tersebut.
D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan
di atas, maka penelitian skripsi ini bertujuan antara lain: 1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim
Pengadilan Agma Bojonegoro, Pengadilan
Tinggi Agma Surabaya, dan Mahkamah Agung
.
Dalam memberikan bagian waris
kepada sau dari kandung dalam hukum kewarisan.
2. Untuk mengetahui putusan Pengadilan
Agama Bojonegoro, Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, dan Mahkamah Agung dalam menyelesaikan
perkara tersebut menurut h u kum Islam.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi