Kamis, 21 Agustus 2014

Skripsi Syariah:TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA ISLAM TERHADAP PENERAPAN SUMPAH SUPPLETOIRDALAM PERKARA PERCERAIAN No:89/Pdt.G/2006/PA.Nbr. DI PENGADILAN AGAMA KABUPATEN NABIRE


BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah Jika  terjadi  suatu tindakan hukum menurut kehendak salah satu pihak,  maka akan timbul “main hakim sendiri” dan bila ini terjadi tentu akan sangat  menghawatirkan semua pihak. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu bent uk  perundang - undangan yang akan mengatur dan menetapkan tentang bagaimana  melaksanakan hukum. Dengan undang-undang diketahui rangkaian peraturan  atau tata cara bertindak terhadap dan di muka pengadilan, serta bagaimana  pengadilan itu harus bertindak satu s ama lain untuk melaksanakan peraturan peraturan tersebut. Kesemuanya ini biasa disebut dengan hukum acara perdata.
Di  dalam hukum acara perdata ini pula  akan  diketahui tata cara atau  proses jalannya perkara di pengadilan, mulai dari gugatan, pemeriksaan,  putusan bahkan sampai upaya hukum terhadap putusan tersebut. Dalam pemeriksaan perkara tentulah bukan hal yang mudah bagi para penegak hukum, karena mereka harus mempertimbangkan secara logis kebenaran suatu  peristiwa.
Hakim bisa saja dinilai tidak adil ole h para pihak yang berperkara,  kenyataan ini sering terjadi pada saat pengambilan keputusan, meskipun hakim tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Hal ini bisa terjadi mungkin karena  pada saat acara pembuktian sumber- sumber atau dasar-dasar yang dapat   meyakinkanhakim tidak terpenuhi, sehingga pada waktu putusan dijatuhkan  atau penetapan itu diberikan dinilai tidak adil.
Sumber yang akan digunakan hakim dalam memutus perkara disebut  alat bukti. Menurut pasal 164 HIR yang disebut alat bukti adalah: bukti  dengan su rat, bukti dengan saksi, persangkaan - persangkaan, pengakuan dan  sumpah.

 Di   dalam literatur lain banyak yang menambahkan pengetahuan hakim sebagai alat bukti.
Tiap-tiap alat bukti di   atas, mempunyai tingkat sendiri - sendiri dalam  acara pembuktian.  Ada yang  sempurna dan ada yang kurang sempurna.
Seperti pada waktu sidang pembuktian berlangsung, hakim meminta kepada  para pihak untuk menghadirkan saksi - saksi dan ternyata pihak yang berperkara hanya bisa mengajukan satu orang saksi atau pihak yang berperkara mengajukan saksi yang hanya mendengar dari orang lain ( testimonium de auditu ), bukti sesaksian yang seperti ini tentu akan dinilai  kurang sempurna oleh hakim.
Di  dalam hukum acara perdata dijumpai asas pembuktian yakni bahwa  penggugat dibebani untuk membuktik an gugatannya. Hal ini sejalan dengan  pasal 163 HIR yang berbunyi: “Barang siapa yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan  adanya hak itu atau adanya kejadian itu”.
  Ropaun Rambe, Hukum Acara Perdata Lengkap , h. 255.
 Ibid .
 Selain itu terdapat ketentuan umum yang menjelaskan mengenai pembebanan pembuktian ini  seperti yang telah diriwayatkan oleh Ibn Abbas  sebagai  berikut: “ Jika gugatan seseorang dikabulkan begitu   saja, niscaya akan banyaklah  orang yang menggugat hak orang lain dan harta -harta mereka, akan tetapi  sumpah itu atas tergugat”. (HR. Muslim)  Ber dasarkan ketentuan tersebut, apabila seseorang menggugat pihak  lain atau ingin mengambil haknya yang ada pada pihak lain maka seseorang  itu harus mengemukakan bukti - bukti dalam persidangan yang akan membenarkan gugatannya.
 Dengan kata lain,orang yang menuntutlah yang  harus dibebani pembuktian. Ketentuan seperti ini memang tidak bisa seluruhnya dinilai sempurna, bisa saja seseorang menggugat haknya yang ada  pada orang lain harus berhenti dan tidak dapat memperjuangkan haknya kembali hanya karena ia tidak bisa membuktikan kebenarannya. Terlebih lagi  orang yang tidak mempunyai hak pada orang lain harus dimenangkan hanya  karena dapat membuktikan dalam sidang meskipun bukti itu sebenarnya bukti  palsu.
 Hal ini berbeda dengan pemaparan yang telah diberikan oleh Retnowulan Sutantio, bahwa dalam soal pembuktian tidak selalu pihak  Ab<ial-H{ usainMuslim bin al-H{ ajja<jbin Muslim al-Qusairy al-Naisabury, alJa <mi’al-S{ah{ ih{{, j. 5, h. 128.
 Ibn Qayyim al - Jauziyah,  Hukum Acara Peradilan Islam, penerjemah H. Adnan Qohar  dan Anshoruddin, h. 15.
 Teungku Muhammad Hasbi ash - Shiddieqy,  Peradilan dan Hukum Acara Islam, h. 129.
 penggugat saja yang harus membuktikan gugatannya. Hakim yang memeriksa  perkara tersebut yang akan menentukan siapa di  antara pihak - pihak berperkara  yang akan diwajibkan untuk memberikan bu kti, apakah itu pihak penggugat  atau sebaliknya. Dengan kata lain , hakim yang akan menentukan pihak mana  yang akan memikul beban pembuktian.
 Oleh karena itu acara pembuktian sangat penting di   dalam jalannya  persidangan, karena dengan acara pembuktian ini  akan diketemukan apakah  gugatan seseorang itu memang benar terjadi atau hanya rekayasa para pihak.
Dengan subyektifitasnya, manusia akan tetap membela diri dan menyalahkan orang lain. Hal ini dilakukan untuk menyembunyikan kesalahannya, serta menghindar da ri sanksi hukuman.
 Apabila setiap tuntutan  itu ditanggapi dan dikabulkan seketika itu juga, niscaya akan banyak orang  yang menuntut hak milik orang lain.
Sumpah di satu sisi diakui sebagai alat bukti yang resmi dan dapat  dijadikan dasar oleh hakim dalam  memutuskan perkara, hal ini didasarkan  pada hadis di atas. Di sisi lain tidak bisa dipungkiri bahwa selalu ada orang  yang bersedia melakukan sumpah palsu terlebih jika ia akan mendapatkan  keuntungan materi dari padanya.
Dari alat bukti yang ditetapkan sepe rtinya sumpah memang sangat  menarik untuk dikaji, karena sumpah sangat rentan dengan kelemahan dan  kepalsuan. Seperti, seorang penggugat yang dibebani untuk melakukan sumpah, selain telah menyalahi ketentuan pokok bahwa sumpah itu  Retnowulan sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata,  Hukum Acara Perdata dalam  Teori dan Praktek , h. 58.
 A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum- hukum Allah (Syari’ah), ter.   h. 21.
 merupakan hak dari tergug at, di sini juga dapat memberi peluang kepada  penggugat untuk melakukan sumpah palsu baik karena masih diliputi emosi  atau penggugat tidak ingin dinilai dusta oleh pengadilan, maka penggugat  bersedia melakukan sumpah palsu demi mempertahankan gugatannya.
 Inilah pangkal persoalan yang akan penulis bahas, yakni bagaimana  jika sumpah yang dilakukan oleh penggugat itu sampai terjadi dalam persidangan di muka pengadilan, seperti kasus yang terjadi di Pengadilan Agama Kabupaten Nabire pada perkara perceraian No:89/Pdt.G/2006/PA.Nbr. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk mengkaji sampai di mana kekuatan alat bukti sumpah  suppletoir , karena kekuatan alat bukti dapat mempengaruhi keputusan yang dihasilkan. Jika alat  bukti seperti ini dapat diakui maka hakim a kan segera yakin dan tidak akan  memerlukan waktu yang lama untuk dapat mencapai suatu keputusan. Dalam  skripsi ini penulis mencoba menggambarkan proses sumpah tersebut dan bagaimana tinjauan hukum acara perdata Islam terhadap penerapannya, kemudian penulis memformulasikan skripsi ini dengan judul  “Tinjauan  Hukum Acara Perdata Islam Terhadap Penerapan Sumpah Suppletoir  Dalam  Perkara Perceraian No:89/Pdt.G/2006/PA.Nbr. di Pengadilan Agama Kabupaten Nabire”.
 A. Pilto, Pembuktian dan Daluwarsa, h. 175.    B.  Rumusan Masalah Berpijak dari latar belakang masala h di   atas, maka ada beberapa permasalahan yang perlu diteliti, dan akan penulis rumuskan  menjadi  dua permasalahan sebagai berikut: 1.  Bagaimana penerapan sumpah  suppletoir dalam perkara perceraian No.89/Pdt.G/2006/PA.Nbr. di Pengadilan Agama Kabupaten Nabire? 2.  Bagaimana pandangan hukum acara perdata Islam terhadap putusan hakim  dengan menggunakan sumpah  suppletoir dalam perkara perceraian No:89/Pdt.G/2006/PA.Nbr. di Pengadilan Agama Kabupaten Nabire? C.   Kajian Pustaka Masalah sumpah yang digunakan sebagai alat bukti di depan pengadilan agama, sesungguhnya telah pernah dibahas oleh Nanang Bahrurrozi  dalam skripsinya yang berjudul  “ Kajian Yuridis Sosiologis tentang sumpah sebagai alat bukti di  Pengadilan AgamaSurabaya ”.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menget ahui tentang faktor apa yang dijadikan pertimbangan hakim dalam mengabulkan sumpah sebagai alat bukti  yang diajukan oleh pihak yang berperkara.
Kajian yang dilakukan oleh Nanang Bahrurrozi kendati telah merekomendasikan masalah sumpah sebagai alat bukti di   muka pengadilan,  tetapi yang dimaksudkan masih terlalu umum, yakni semua sumpah yang dilakukan di   muka pengadilan baik yang dilakukan oleh tergugat atau saksi,   Nanang Bahrurrozi dilahirkan pada tanggal 12 Juni 1979 di Sidoarjo, Jawa - Timur.
Menyelesaikan pendidikan S1 pada jurusan Ahwalus Syakhsiyah fakultas Syari’ah IAIN Sunan  Ampel Surabaya pada tahun 2004.
 dan lebih ditekankan pada praktek penggunaan sumpah dalam menyelesaikan  kasus di depan sidang  Pengadilan  Agama Surabaya. Di dalamnya juga dibahas  mengenai kedudukan sumpah yang digunakan sebagai alat pembuktian baik  dalam tatanan praktis maupun sosiologis.
Sedangkanpenelitian yang penulis lakukan tentu berbeda  dengan  penelitian yang telah dilakuka n di atas. Dalam penelitian ini penulislebih  memfokuskan kepada penerapan sumpah yang dilakukan penggugat yang digunakan untuk mencukupkan pembuktian yang dinilai belum sempurna dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Nabire .
D.  Tujuan Penel itian Memberi jawaban yang konkrit terhadap rumusan masalah di atas  adalah suatu yang diharapkan dari penulisan skripsi ini, maka perlu diketahui  akan tujuan sebuah penelitian. Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini  adalah sebagai berikut: 1.  Ingin mengetahui tentang bagaimana penerapan sumpah  suppletoirdalam  perkara perceraian No:89/Pdt.G/2006/PA.Nbr. di Pengadilan Agama Kabupaten Nabire.
2.  Ingin mengetahui bagaimana pandangan hukum acara perdata Islam terhadap putusan hakim dengan menggunakan sumpah  suppletoirdalam  perkara perceraian N0:89/Pdt.G/2006/PA.Nbr. di Pengadilan Agama Kabupaten Nabire.
 E.   Kegunaan Hasil Penelitian Berkaitan dengan tujuan penelitian di atas, maka kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.  Secara teoritis, penelitian in i diharapkan dapat berguna dan memperkaya  khasanah studi hukum Islam di perguruan tinggi Islam maupun perguruan  tinggi lainnya. Di   samping itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menarik minat peneliti lain, khususnya mahasiswa untuk mengembangkan  penelitian lanjutan mengenai masalah yang serupa. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai landasan teori bagi penelitian  selanjutnya yang berkaitan dengan masalah - masalah sumpah di   depan  pengadilan baik sebagai perbandingan umum maupun seb agai kerangka  dasar dalam menganalisa pelaksanaan sumpah di depan pengadilan.
2.  Secara praktis, diharapkan dapat memberi masukan bagi penulis dan pembaca serta bagi para hakim yang menerapkan hukum pembuktian di muka pengadilan agama.
F.  Definisi Operasional Untuk menunjang dalam pemahaman pada judul, maka berikut ini  akan penulis kemukakan definisi operasional dari judul tersebut, antara lain: 1.  Hukum acara perdata Islam :  Maksudnya adalah hukum acara yang berlaku pada masa Rasul, sahabat dan seterusnya sampai pada masa fuqaha   seperti Abu Hanifah, Asy - Syafi’i, Malik  bin Anas  dan Ahmad bin Hambal.
2.  Sumpah  suppletoir :   Sumpah sebagai pelengkap atau tambahan  yang bertujuan untuk menambah pembuktian yang kurang lengkap (dalam perkara perdata).
 3.  Pembuk tian :   Usaha dari pihak yang berperkara untuk  mengemukakan kepada hakim sebanyak mungkin hal - hal yang berkenaan dengan suatu perkara yang bertujuan agar dapat  dipakai oleh hakim sebagai bahan untuk  memberikan keputusan mengenai suatu  perkara.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi