Jumat, 22 Agustus 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA NO. 213Pdt.G2007PTA.Sby TENTANG CERAI TALAK YANG MEMBATALKAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BANGIL NO.203Pdt.G2007PA.Bgl



 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah  Perkawinan sebagai salah satu sunnatullah yang bersifat umum dan berlaku pada semua makhluq hidup. Perkawinan juga merupakan suatu cara yang  dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk mendapatkan keturunan dan untuk  menjaga kelestarian hidupnya itu setelah masing - masing pasangan siap untuk  melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.
Abadinya kehidupan bersama sebagai suami istri merupakan tujuan yang  hendak dicapai oleh setiap orang yang melakukan perkawinan. Akad nikah dilakukan bukan untuk sementara tapi untuk selamanya, dengan harapan mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan serta ketentraman dalam memelihara  rumah tangga.
 Ikatan antara suami istri adalah ikatan paling suci dan paling kokoh yaitu  Mis? aqan  Gol? idhan.  Untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

Dal am firman Allah SWT telah disebutkan dalam al - Qur'an Surat ArR? um ayat 21 yaitu :   Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid VIII,  h. 9   Departemen Agama RI, Al- Qur'ar dan Terjemahannya, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa  tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya d i antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi  kaum yang berfikir.
Apabila dalam rumah tangga itu sudah tidak ada lagi keselarasan sehingga  terjadi perselisihan yang pada akhirnya mengakibatkan  penderitaan yang disebabkan karena salah satu pihak tidak menyadari dan tidak melaksanakan kewajibannya, maka syara’ maupun perundang - undangan membolehkan melakukan perceraian, jika perceraian itu merupakan suatu jalan yang terbaik bagi  pasangan suami istr i.
Perceraian baru dapat dilakukan kalau ada alasan cukup dan dapat dipertanggung jawabkan dimuka sidang Pengadilan Agama, sebagaimana yang  termaktub dalam pasal 39 ayat 2 Undang - undang Perkawinan No.1 tahun 1974  yang berbunyi : “Untuk melakukan perceraian harus ada alasan bahwa antara  suami istri tidak dapat hidup rukun sebagai suami istri”.
 Adapun alasan perceraian diatur dalam Peraturan Pemerintah No.9 tahun  1975 pasal 19 yaitu :   a.  Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan  lain sebagainya yang sukar disembuhkan;  Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, h.
 Ibid, h.48    b.  Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut - turut  tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar  kemampuannya; c.  Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman  yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; d.  Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; e.  Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak  dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri; f.   Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran  dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam ru mah tangga.
Walaupun perceraian itu adalah urusan pribadi baik atas kehendak bersama maupun atas kehendak dari salah satu pihak yang seharusnya tidak perlu  adanya campur tangan dari pihak pemerintah. Namun demi menghindarkan sewenang - wenang terutama dari  p ihak suami terhadap istri dan juga demi kepastian hukum, maka perceraian itu harus melalui proses lembaga peradilan  yakni Pengadilan Agama.
 Masalah cerai talak ini telah diatur dalam Undang- undang No.7 tahun  1989 tentang Peradilan Agama, yaitu di dalam pasal 66 sampai dengan pasal 72.
sedangkan menurut Roihan A.Rasyid menyatakan bahwasannya permohonan suami untuk menceraikan istrinya dengan cerai talak, diajukan oleh suami  Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang -undang Perkawinan, h.128   (pemohon)  ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat kediaman istri (termohon). Bila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang  ditentukan bersama tanpa izin pemohon dan atau bila termohon bertempat kediaman diluar neg eri maka permohonan diajukan oleh  pemohon ke Pengadilan  Agama yang mewilayahi tempat kediaman pemohon. Bila suami istri (pemohon termohon) bertempat kediaman diluar neg eri, permohonan diajukan ke Pengadilan  Agama yang mewilayahi tempat perkawinan mereka dahulunya dilangsungkan  atau ke Peng adilan Agama Jakarta Pusat.
 Perceraian itu dilakukan dengan tata cara sebagaimana terdapat dalam  Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 yaitu pasal 14- 18.
 Pasal  Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut Agama Islam,  yang akan menceraikan istrinya mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat  tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud untuk menceraikan  istrinya disertai alasan - alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan  sida ng untuk keperluan itu.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi