BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkawinan
sebagai salah satu sunnatullah yang bersifat umum dan berlaku pada semua
makhluq hidup. Perkawinan juga merupakan suatu cara yang dipilih Allah
sebagai jalan bagi manusia untuk mendapatkan keturunan dan untuk menjaga
kelestarian hidupnya itu setelah masing - masing pasangan siap untuk melakukan
perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.
Abadinya kehidupan bersama sebagai suami istri
merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh setiap orang yang melakukan
perkawinan. Akad nikah dilakukan bukan untuk sementara tapi untuk selamanya,
dengan harapan mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan serta ketentraman dalam
memelihara rumah tangga.
Ikatan
antara suami istri adalah ikatan paling suci dan paling kokoh yaitu Mis?
aqan Gol? idhan. Untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah dan rahmah.
Dal am firman Allah SWT telah disebutkan dalam al
- Qur'an Surat ArR? um ayat 21 yaitu : Sayyid
Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid VIII, h. 9
Departemen Agama RI, Al- Qur'ar dan Terjemahannya, “Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya d i antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Apabila dalam rumah tangga itu sudah tidak ada
lagi keselarasan sehingga terjadi perselisihan yang pada akhirnya
mengakibatkan penderitaan yang disebabkan karena salah satu pihak tidak
menyadari dan tidak melaksanakan kewajibannya, maka syara’ maupun perundang -
undangan membolehkan melakukan perceraian, jika perceraian itu merupakan suatu
jalan yang terbaik bagi pasangan suami istr i.
Perceraian baru dapat dilakukan kalau ada alasan
cukup dan dapat dipertanggung jawabkan dimuka sidang Pengadilan Agama,
sebagaimana yang termaktub dalam pasal 39 ayat 2 Undang - undang
Perkawinan No.1 tahun 1974 yang berbunyi : “Untuk melakukan perceraian
harus ada alasan bahwa antara suami istri tidak dapat hidup rukun sebagai
suami istri”.
Adapun
alasan perceraian diatur dalam Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975 pasal
19 yaitu : a. Salah satu
pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan; Undang-Undang
Perkawinan di Indonesia, h.
Ibid, h.48
b. Salah satu pihak
meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut - turut tanpa izin
pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; d. Salah
satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak
yang lain; e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan
akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri; f.
Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam ru mah
tangga.
Walaupun perceraian itu adalah urusan pribadi
baik atas kehendak bersama maupun atas kehendak dari salah satu pihak yang
seharusnya tidak perlu adanya campur tangan dari pihak pemerintah. Namun
demi menghindarkan sewenang - wenang terutama dari p ihak suami terhadap
istri dan juga demi kepastian hukum, maka perceraian itu harus melalui proses
lembaga peradilan yakni Pengadilan Agama.
Masalah
cerai talak ini telah diatur dalam Undang- undang No.7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, yaitu di dalam pasal 66 sampai dengan pasal 72.
sedangkan menurut Roihan A.Rasyid menyatakan
bahwasannya permohonan suami untuk menceraikan istrinya dengan cerai talak,
diajukan oleh suami Soemiyati, Hukum
Perkawinan Islam dan Undang -undang Perkawinan, h.128 (pemohon) ke Pengadilan Agama yang
mewilayahi tempat kediaman istri (termohon). Bila termohon dengan sengaja
meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon
dan atau bila termohon bertempat kediaman diluar neg eri maka permohonan
diajukan oleh pemohon ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat
kediaman pemohon. Bila suami istri (pemohon termohon) bertempat kediaman diluar
neg eri, permohonan diajukan ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat
perkawinan mereka dahulunya dilangsungkan atau ke Peng adilan Agama
Jakarta Pusat.
Perceraian
itu dilakukan dengan tata cara sebagaimana terdapat dalam Peraturan
Pemerintah No.9 Tahun 1975 yaitu pasal 14- 18.
Pasal Seorang suami yang telah melangsungkan
perkawinan menurut Agama Islam, yang akan menceraikan istrinya mengajukan
surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan
bahwa ia bermaksud untuk menceraikan istrinya disertai alasan - alasannya
serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sida ng untuk keperluan itu.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi