Jumat, 22 Agustus 2014

Skripsi Syariah:STUDI ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PEMBATALAN HIBAH (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SIDOARJO NOMOR 223Pdt.G2005PA.SDA)


 BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Agama Islam telah memberikan tuntunan tentang cara memindahkan hak atas harta atau kekayaan dari seorang yang satu kepada yang  lainnya.  Tujuannya agar tidak terjadi masalah dikemudian hari, tuntunan tersebut adalah  hibah .
Hibah dalam pengertian umum adalah   S{adaqahdan Hibah, dilihat dari aspek vertical (hubungan manusia dengan  Tuhan ) mempunyai dimensi   taqorrub artinya ia dapatmeningkatkan keimanan dan ketakwaan seorang, sem akin banyak  Berderma dan  S{adaqahakan semakin  memperkuatdan memperkokoh keimanan dan ketaqwaan .
 Dilihat dari sudut lain  hibah  juga  mempunyai aspek horizontal  (hubungan  sesamamanusia serta  lingkungannya) yaitu dapat berfungsi sebagai upaya mengurangi kesenjangan antara  si kayadan  si miskin serta dapat menghilangkan rasa kecemburuan sosial.

Hibah juga dapat meneguhkan rasa kecintaan antara manusia, oleh  karena itu  Islam sanggup mengantar dan memberikan keselamatan secara utuh memiliki ajaran yang sangat lengkap dalam segala aspek kehidupan. Hibah atau pemberian  merupakan salah satu bentuk Taqarrub kepada Allah SWT, dalam  rangka  Chuzaimah T. Yanggo dan A Hafidz Anshory, Problematika Hukum Islam III, h.81    mempersempit  kesenjangan antara hubungan keluarga serta menumbuhkan rasa setia kawanan dan juga kepedulian sosial.
Selain itu juga Al - Qur’an menganjurkan kepada manusia untuk  t ol ong  menolong dalam kebijakan dan taqwa dan melarang tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan, sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah SWT surat Al - Maa- idah ayat 2. “ Dan tolong-menolonglah  kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan  takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.
 Dan Islam  juga memberikan ajaran agar manusia hidup bermasyarakat dan memberikan sebagian dari hartanya sebagai bagian dari amalan  i badah  sebagaimanafirman - Nya dalam surat Al - Baqarah ayat 177 di jelaskan  “ Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak  yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan)  dan orang-orang yang memint a-minta; dan (memerdekakan) hamba  sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang  yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang  sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka   Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, h.157   itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orangorang yang bertakwa” .
 Allah SWT tel ah mensyari’atkan  hibah  merupakan salah suatu pemberian yang dapat melunakkan hati dan meneguhkan kecintaan diantara Manusia, Sebagaimana Sabda Rasul : “ Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rosulullah  SAW  bersabda : Saling    memberi Hadialah, maka kalian akan saling mencintai” .
 Jadi pemberian  h ibah adalah in stitusi yang diakui hu kum Islam bagi pranata yang menjadi alat kepemilikan .  Hibah juga merupakan perbuatan hu kum  sepihak, dalam hal itu pihak yang satu memberikan atau menjanjikan mem berikan  benda kepadanya kepada pihak lain dan tidak mendapatkan tukaran  atau  pengg antian atau imbalan.
 Jumhur ulama berpendapat bahwa menari k kembali hibah itu  h{aram,  sekal ipun hal itu terjadi diantara saudara atau suami - istri, kecuali bila hibah itu hibah orang tua kepada anaknya.
 Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam ) pasal 212dijelaskan : “ Hibah Tidak Dapat Ditarik Kembali, Kecuali Hibah Orang Tua Kepada Anaknya”.
  Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya,h.
 Muhammad Ibn Hajar Al -Asqolany, Subulus Salam III, Terj : Abu Bakar Muhammad, h.333   Andi Tahrir Hamid,Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama Dan Bidangnya, h.
 Muhammad Ibn Hajar Al -Asqolany, Subulus Salam III, Terj : Abu Bakar Muhammad, h.
 KHI, h. 95   Dalam pasal di atas sangat jelas dijelaskan bahwa hibah tidak boleh atau dapat ditarik kembali kecuali hibah orang tua kepada anaknya, menunju kkan  keharaman menarikkembali hibah atau  s}adaqahyang telah diberikan kepada orang lain, kebolehan menarik hibah hanya berlaku bagi orang tua kepada anaknya, maksudnya agar orang tua dalam memberikan hibah kepada anakanaknya memperhatikan nilai - nilai keadilan.
 Dalam perkarapermohonan penarikan hibah yang dilaku kan oleh ahli waris kepada  tergugat  I dan  II  (anak angkat) yang mana   Majelis Hakim mengartikan sebagai  “ gugatan pembatalan hibah” dikabulkan oleh Pengadilan Agama Sidoarjo, yang memutuskan perkara tersebut maka hibah  yang telah diberi kan oleh orang tuaangkat kepada anak angkat dapatditarik kembali apabila  ada salah satu pihak yang merasa keberatan dan apabila tidak sesu ai dengan hukum yang berlaku .
Dari penyelesaian perkara tersebut di atas. Pengadilan Agama Sidoarjo memiliki pertimbangan - pertimbangan yang diambil berdasarkan Hukum Islam.
Serta ijtihad hakim yang memutuskan. Dalam KHI pasal 212 dan pendapat para  ulama  tidak  diperbolehkanya  penarik hibah ,  kecuali hibah orang tua kepada anaknya  maka bagaimana putusan  h akim Pengadilan Agama Sidoarjo Nom or:  223/Pdt.G/2005/PA.Sda.  tentang Pe mbatalan hibah   menurut hukum Islam  ?  dan  bagaimana kedudukan hibah yang telah diberikan ?   Umar Said, Hukum Islam di Indonesia Tentang Waris, Wasiat, Hibah dan Wakaf, h. 159   Untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan adanya penelitian, oleh karena itu dalam skripsi ini penul is meneliti perkara tersebut.
B.  Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang ada diatas, agar lebih praktis maka dalam  penelitian dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1.  Bagaimana kedudukan hibah yang telah diberikan menurut hukum Islam ? 2.  Bagaimana kedudukan hibah yang telah diberikan ? 3.  Bagaimana analisis Hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Agama Sidoarjo tentang pembatalan hibah ? C.   Kajian Pustaka Kajian tentang masalah penarikan Hibah merupakan bukan kajian yang baru, namun ada tiga Mahasiswa yang mengangkat masalah tentang penarikan Hibah 1.  Pertama  SUPRIYONO  yang berjudul“ Studi Komperatif Imam Syafi’i  dan  Imam Abu Hanifa Tentang Penarikan Hibah Yang  Diberikan Orang Tua Kepada Anak” Kesimpulan n ya Imam Syafi’i mengatakan bahwa Hibah  yang  telah diberikan orang tua kepada anaknya boleh ditarik kembali, namun menurut  Imam Abu Hanifa   bahwa Hibah yang telah diberikan orang tua kepada anaknya tidak boleh ditarik kembali.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi