BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam
masyarakat sebenarnya bukan suatu hal
yang asing didengar.
Kekerasan sering dilakukan
bersama dengan salah
satu bentuk tindak
pidana, kekerasan yang
biasa kerap terjadi
yakni di dalam
rumah tangga, kekerasan ini
merupakan gejala yang telah
menjangkiti masyarakat dunia. Perempuan,
menurut banyak laporan, menempati posisi yang rentan terhadap
terjadinya tindakan kekerasan
dalam rumah tangga
ini. Pada konteks yang lebih umum, kekerasan terhadap
perempuan memang menjadi perbincangan
yang terus mengemuka akhir-akhir ini.
Tindak
pidana tersebut dilakukan
dengan kekerasaan atau
ancaman kekerasaan, sedangkan
cara bagaimana kekerasaan dilakukan atau alat apa yang
dipakai, masing-masing tergantung
pada kasus yang
timbul. Jadi sifatnya
kasuistis. Perbuatan tersebut
dapat menimpa siapa
saja, baik lakilaki
maupun perempuan, dari
anak-anak sampai dewasa.
Namun yang menarik
perhatian publik, adalah
kekerasaan yang menimpa
perempuan (istri).
Perkara
semacam ini bisa
diproses sampai ke
pengadilan jika menimbulkan
kekerasan yang berujung
penganiayaan. Dalam Hukum Cahyadi Takariawan, Pernik-pernik Rumah Tangga Islami, Surakarta: Era Intermedia, 2007, hlm. 279.
Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif
YuridisViktimologis, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, Cet ke-1, hlm. 1.
Pidana
tiada suatu perbuatan
dapat dipidana kecuali
atas kekuatan aturan pidana
dalam perundang-undangan yang
telah ada sebelum
perbuatan dilakukan. Hal ini
dikenal dengan azas yang dirumuskan dalam bahasa latin : “Nullum delictum, nulla poena, sine pravia
lege poenali” atau bisa disebut Azas Legalitas.
Hal ini bisa
dikategorikan melawan hukum
sehingga bisa dipidanakan karena perkara penganiayaan.
Hal itu akan menjadi hukuman, tentunya
hukuman untuk pelaku
tersebut, sedang hukuman
itu suatu penderitaan
atau siksaan yang dijadikan oleh
negara terhadap seseorang, yang melakukan perbuatan melanggar
undang-undang.
Seperti
yang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) Pasal 351 ayat (3)
KUHP tentang penganiayaan yang berbunyi : “Jika
mengakibatkan mati, dikenakan
pidana penjara paling lama tujuh tahun”.
Dan
jika kekerasan atau
penganiayaan tersebut menimbulkan kematian
maka akan terjerat
pada pasal 338
KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa yang berbunyi : “Barang siapa
merampas nyawa orang
lain, diancam, karena pembunuhan,
dengan pidana penjara
paling lama lima
belas tahun” .
Dalam membina
rumah tangga peran
Al-Qur‟an dan As-Sunnah sangat besar dalam mencapai keluarga yang
sakinah, mawaddah wa rahmah.
Soedarto, Hukum Pidana 1, Semarang: Yayasan
Soedarto, 1990, cet. Ke II, hlm. 22.
Kansil
dan Cristine S.T.
Kansil, Pengantar Hukum
Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, 2007, hlm. 289.
Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
Jakarta: Bumi Aksara, 2011, Cet. ke-29,
hlm, 125.
Ibid, hlm. 122 Akan tetapi dalam memahami teks Al-Qur‟an hanya sebagian atau setengahsetengah bahkan menimbulkan tafsir yang
berlainan dan menyimpang, tentu dalam rumah
tangga akan kurang
harmonis, bahkan bisa
menimbulkan percekcokan yang
bisa berakibat kekerasan
dalam rumah tangga
(KDRT), jika dalam
rumah tangga istri
tidak taat terhadap
suami bahkan melawan kepada
suami (nusyuz) maka
hendaklah diperingatkan, jika
tidak ada perubahan
maka pukullah, hal
ini sesuai dengan
Firman Allah, Surat
AnNisa‟ ayat 34 yang berbunyi : “Kaum
laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum
wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain
(wanita), dan karena
mereka (lakilaki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka
wanita yang saleh,
ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara diri
ketika suaminya tidak
ada, oleh karena
Allah telah memelihara
(mereka). wanita-wanita yang
kamu khawatirkan nusyuznya,
Maka nasehatilah mereka
dan pisahkanlah mereka
di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka.
kemudian jika mereka
mentaatimu, Maka janganlah Nusyuz
adalah kedurhakaan istri terhadap
suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
Baca Kamus Ilmiah
Populer Internasional yang
disusun oleh Budiono,
M.A. Surabaya :
Alumni Surabaya, 2005, hlm. 444.
Soenarjo
Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Jakarta : Yayasan
Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, 1985,
hlm. 123.
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha
besar” (Q.S. An-Nisa‟ : 34) Di dalam
surat mengandung maksud
untuk memberi pengajaran kepada istri yang dikuatirkan
pembangkangannya. Maka
mula-mula diberi nasehat, bila
nasehat tidak bermanfaat baru
diperbolehkan memukul mereka dengan
pukulan yang tidak meninggalkan bekas. Bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain
dan seterusnya.
Apabila istri tidak menurut atau
taat kepada suami (nusyuz), tentunya sesuatu
yang baik untuk
ditaati maka suami
boleh melakukan pemukulan akan tetapi tidak boleh keras atau
meninggalkan bekas pada luka tersebut, akan
tetapi karena suami
kesal dan menyinggung
perasaan suami hingga dibuat marah sehingga terjadi pemukulan atau
penganiayaan terhadap istri.
Pada kasus Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suami terhadap
istrinya akan dikenai
pasal 351 ayat (1) tentang penganiayaan yang berbunyi sebagai berikut : “Jika mengakibatkan
mati, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun”.
akan
tetapi kasus tersebut
sampai menghilangkan nyawa
sehingga dikenai Pasal 338 tentang kejahatan menghilangkan nyawa yang berbunyi sebagai berikut : “Barang siapa
merampas nyawa orang
lain, diancam, karena pembunuhan,
dengan pidana penjara
paling lama lima
belas tahun” .
Moeljatno, op. cit., hlm. 125.
Ibid., hlm. 122.
Jika kekerasan terhadap istri kemudian
mengkibatkan kematian seperti kasus yang
diteliti oleh penulis
yakni kekerasan rumah
tangga yang mengakibatkan
kematian. Kasus ini
berawal dari percekcokan
yang dilakukan oleh suami istri
kemudian berpisah selama kurang lebih 5 bulan.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi